Setiap manusia mempunyai jalan takdirnya sendiri, dari baik ke buruk begitu juga sebaliknya hingga ajal menjemput. Namun, salah seorang pria yang hidup sederhana ini hampir tidak bisa dikatakan "Jalan takdir yang sebenarnya" sebab nasibnya sungguh sial.
Awalnya mungkin ia hidup pas-pasan, lalu kemudian mendapatkan kesempatan untuk bekerja di suatu perusahaan berkat kemampuannya yang diakui. Sempat mengalami jatuh bangun dan pada akhirnya bangkrut menyisakan segunung hutang.
Sudah begitu banyak orang yang menggunjingnya sana-sini. Gosip miring tak tertahankan membuat mentalnya lemah, bahkan fisiknya pun melemah. Hubungan asmara pada salah seorang wanita model juga kandas karena semua kemalangan yang ia dapatkan ini.
Terlintas dalam benaknya, apakah ia membawa kesialan setiap melangkah maju? Dipikir bagaimanapun itu terlihat tak adil untuknya.
Pekerjaan yang menyisakan hutang, lemah dari fisik dan mental serta cinta yang kandas. Gunjingan-gunjingan itu terus terdengar di kedua telinganya. Berharap ia tuli dan juga buta akan semua yang ia lihat. Terutama saat, istrinya sendiri pun selingkuh tepat di depan mata sendiri.
Mengecewakan!
Memasuki usia 30 tahun, tak berniat untuk melakukan apa-apa karena semuanya telah hancur bagai bubur. Tak ada yang tersisa di dalam dirinya, salah satu hal keinginannya ini adalah mati.
“Benar, mati adalah hal terindah dan akan menyelesaikan semua masalah.”
Begitulah pola pikir seorang pria yang sudah gila! Orion Sadawira, pria berusia 30 tahun itu kini terbaring di atas padang bunga. Semilir angin masih dapat ia rasakan namun tidak dengan setiap anggota badannya yang sudah tidak tersambung.
Termasuk bagian kepalanya yang terpenggal, nampak senyum bahagia terlukis. Pantulan terlihat dari kedua matanya, terdapat seseorang yang lain diduga telah melakukan hal keji itu pada Orion.
“Sakit,” lirih Orion masih diambang kesadaran.
Sekarat yang ia rasakan saat ini takkan pernah dilupa. Darah mengucur deras menggenangi padang bunga serta tubuhnya itu pun menjadi pusat perhatian pada pria yang kini masih berada di dekat Orion seraya mengangkat tinggi pedangnya.
“Oh, kasihan sekali pria malang ini. Tak aku sangka dia masih hidup setelah kupotong semua anggota badannya. Pria aneh!”
Pedang itu diayunkan begitu cepat, melesat menuju jantung Orion. Sekali lagi darah mengucur dengan deras, mewarnai padang bunga dan seketika jantung dan otak Orion tak lagi berfungsi. Tak lagi bersuara, tak lagi hidup, tak lagi berdetak ...
Dan takkan hidup kembali?
“Ya, ampun! Astaga! Kejam sekali! Ada orang yang dimutilasi seperti ini!”
“Ya, ampun kau benar. Apa yang sebenarnya terjadi. Ini teror?”
“Apa kau cukup yakin? Bukankah dia hanya tidak sengaja terpotong sebuah mesin?”
“Orang gila. Dia ini pasti pendosa berat. Tak mampu memikul banyak beban dan akhirnya mendapatkan penghukuman dari Tuhan!”
“Makhluk neraka! Kita biarkan saja!”
Banyak orang mengelilingi tubuh Orion bersimbah darah dengan setiap anggota tubuh terpisah-pisah. Sebagian memaki dan berpikir kalau Orion adalah pendosa, sebagian bersimpati namun tak tahu harus apa dan sebagian pula hanya memandang dari kejauhan dengan tatapan sinis, acuh.
Satu persatu dari mereka menarik langkahnya mundur dan membiarkan jasad Orion begitu saja. Meski banyak orang yang memakinya hingga saat ini, sejujurnya ia sangat senang. Karena kematian adalah hal yang paling ia dambakan. Mati dengan tersenyum bahagia seolah menemukan surga.
Menjadikan ia sebagai pupuk untuk padang bunga. Para hewan-hewan serangga pun mulai bermunculan dan mengkrubuti tubuhnya.
Tuk ...tuk ...
Ketukan dari sebuah tongkat terdengar samar-samar. Perlahan, Orion merasakan raganya yang dapat bergerak. Warna putih di sekelilingnya membutakan ia dalam sekejap. Lalu, bentuk-bentuk rumah yang berjejer rapi, dinding dan lantai dari kayu pun terlihat olehnya.
“Aku masih hidup? Atau aku berada di surga?” batin Orion lantas bangkit dari sana.
“Selamat pagi, tidurmu nyenyak? Hei, bocah!”
Buak! Pukulan seorang pria melayang ke wajah Orion. Seketika ia tumbang dan sekali lagi terbaring seraya menahan kesakitan.
Rambutnya memanjang berwarna kecoklatan, dan merasa bahwa dirinya sangatlah pendek. Beberapa dari mereka yang mengelilingi Orion mulai memperlancar aksi mereka. Memukuli hingga menendangnya. Orion hanya meringkuk kesakitan menahan nyeri di setiap bagian tubuh yang kena hajar pada saat itu.
“Tunggu! Kalian siapa?!” teriak Orion. Namun betapa terkejutnya saat ia mendengar suaranya sendiri yang rendah.
“Eh? Kok rasanya seperti mendengar suara anak kecil?” gumam Orion dengan terkejut, masih berpaling dengan kenyataan bahwa itu adalah suaranya sendiri.
“Kau itu yang bocah, sialan!” maki pria gemuk bertato.
“Ingat ini bocah! Kau adalah pejuang NED yang baru bangkit selama 20 tahun terakhir. Karena kau masih bocah maka aku berbaik hati untuk membunuhmu dalam sekali serang!” imbuhnya sembari menatap bengis ke arah Orion yang tengah terbaring lemas.
Tubuh Orion bergidik merinding. Merasakan hawa membunuh di sekelilingnya membuat ia secara tak sadar bergerak dengan tubuh sempoyongan.
“NED? Apa maksudmu?” tanya Orion tak mengerti, ia bersandar pada dinding.
Brak! Sebelum menjawab, pria gemuk bertato itu menekan bahunya hingga menabrak dinding dengan keras. Begitu mudahnya tulang belikat Orion retak. Ia meringis kesakitan.
“Kau benar-benar pemula rupanya. NED adalah orang yang mengalami mati suri. Yah, kau tahu pun tak ada gunanya, sih,” kata pria itu dengan menggelengkan kepala.
Terlihat seringai dan terdengar tawa mencekik bagi Orion di sana. Hidupnya sudah kacau setelah ia bangkit kembali. Dan setelah ini pun ia sadar bahwa dirinya tak seperti dulu. Tubuhnya menyusut kecil namun rambutnya tetap memanjang di saat 20 tahun telah berlalu.
Orion Sadawira, jika dihitung dari kematiannya saat berusia 30 tahun, maka usianya yang sekarang adalah 50 tahun.
Plak! Orion menepis senjata kecil yang hendak menusuk tubuhnya. Ia menyingkirkan jari pria gemuk itu dari pundak lantas kabur dari sarang mereka.
“Tak masuk akal!” teriak Orion.
Drap! Drap!
Entah ada angin apa hari itu, dengan pakaian yang serba kebesaran termasuk sepatu kantor itu. Ketika ia berlari lebih cepat, kegesitannya bukan main-main karena nyawa menjadi taruhan saat ini.
Jas, sepatu hingga celananya pun terlepas meninggalkan jejaknya, kemudian lari lebih cepat ke suatu gang sempit tersembunyi. Sembari mengatur napas, Orion melangkah perlahan dengan meraba-raba pada dinding di sekitar.
“NED? Mati Suri? Aku sudah mati tapi hidup kembali setelah 20 tahun berlalu? Aku sudah kakek-kakek dong! Tapi kenapa? Aku mau mati saja!” gerutu Orion dengan napas berat.
Meski ia berkeinginan tuk mati kembali tapi nyatanya tubuh kecil ini tak merespon seolah ia ingin hidup selama mungkin. Orion masih tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi.
“Temukan bocah itu! Ternyata kita terlalu lembek memperlakukannya! Cepat temukan dia dan periksa apakah darahnya adalah darah penghubung jiwa raga atau bukan! Lalu bunuh dia!” Pria gemuk bertato itu memerintah beberapa anak buahnya.
Setidaknya saat ini Orion beruntung menghindar dari pria tak jelas itu. Orion melangkah dengan tertatih-tatih dan menuju ke suatu tempat. Tapi sebelum keluar dari gang sempit itu, ia menoleh ke kanan dan kirinya, memastikan tak ada mereka. Setelah dipastikan mereka tak ada di sekitar, ia berlari kecil menghampiri sebuah kedai reyot.
“Permisi, apa aku boleh tanya ini tahun ke-berapa?” tanya Orion pada seorang pria bermuka melas.
“Ya? Entah, ya. Aku tidak begitu ingat. Mungkin sekitar tahun 2040 atau 43?” pikirnya dengan setengah sadar.
Orion menghela napas panjang. Lantaran apa yang sebelumnya dibicarakan oleh pria gemuk bertato adalah kebenaran. Bahwa ia bangkit setelah 20 tahun berlalu semenjak mati. Melihat dirinya tidak kotor karena tanah, itu artinya Orion sama sekali tidak dikubur. Yah, ini sesuai dugaan karena tak ada orang yang memperdulikannya lagi.
“Lalu, apakah kau juga NED?” tanya Orion seraya berjinjit dengan menggunakan meja sebagai tumpuan pada kedua tangan.
Tampak pria itu tersentak kaget. Lalu menggendong tubuh Orion dan menurunkannya setelah ia bawa masuk ke dalam kedai reyot tersebut.
“Jangan bicara sembarangan tentang itu. Apakah kamu baru bangkit sekarang? Jika iya maka ingat baik-baik apa perkataanku ini,” ucapnya dengan wajah serius.
Pria itu menjelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan NED (Near-death Experience) atau mati suri. Setelah mati lalu hidup kembali dengan kekuatan supernatural akan disebut sebagai Pejuang NED. Kebanyakan dari mereka akan menutup diri dari semua orang yang masih hidup, termasuk kepada keluarga mereka sendiri.
Di satu sisi, ada segelintir Pejuang NED yang memiliki darah penghubung jiwa dan raga. Darah mereka dapat membangkitkan orang yang telah mati, dan itu sangatlah berharga. Jika mereka ditemukan maka akan dipastikan akan selalu diperjualbelikan, diperbudak dan dijadikan aset berharga bagi mereka para Pejuang NED.
Mendengar penjelasan detail itu, tentu membuat Orion terdiam dalam ketakutan. Keinginannya untuk mati juga terhalang kalau mereka sampai menangkapnya.
“Lalu ciri-ciri orang yang memiliki darah itu, bagaimana?” tanya Orion.
“Aku tidak begitu tahu, sih. Tapi kudengar mereka selalu hidup dan mampu menghindari masalah setiap waktu. Mungkin karena bawaan darah mereka yang spesial,” pikir pria itu menduga-duga.
“Tidak bisa mati lagi kalau mereka akan memeras darah itu. Lantas, apakah karena darah itu sehingga tubuh kecil ini tak mau mati? Kehendakku terlihat dipaksakan untuk selalu hidup,” batin Orion dengan perasaan gelisah.
“Nak, kamu tidak ada masalah? Aku tahu kamu pasti sangat syok saat mendengarnya, bukan? Jika kamu ingin tinggal di sini pun tak apa, sebab dunia NED itu lebih dari sekadar info yang barusan aku katakan.”
“Ciri-ciri orang yang memiliki darah hanya itu?” Mengabaikan perkataan pria itu, Orion justru kembali bertanya.
“Ya, hanya itu yang aku tahu.”
Sekarang, Orion mengerti satu hal. Jika ia baru saja bangkit sudah diincar begini, pastinya orang-orang itu akan kembali dan membutikkan apakah dirinya memiliki darah itu atau tidak.
Tapi, sembari mengepalkan kedua tangannya, Orion berpikir apakah mungkin mengeluarkan kekuatan supernatural sedangkan NED saja sulit dipercaya.
“Jangan berkeluh kesah begitu, nak. Kekuatamu mungkin akan berkembang seiring waktu. Tapi kenapa bisa ...ya? Ada anak kecil yang menjadi Pejuang NED. Sungguh kasihan.” Pria itu bersimpati. Ia kemudian menggelengkan kepala dengan mengerutkan kening ketika melihat Orion.
Pria itu juga tak menyangka bahwa ada anak kecil yang ikut bangkit dari kematian. Beruntung ia tak curiga pada Orion yang tubuhnya menyusut kecil sedangkan jiwanya adalah seorang kakek tua.
“Aku yakin dia di sekitar sini! Temukan dia!”
Suara keras itu terdengar. Orion kaget dan segera melarikan diri dari sana. Namun pria berwajah melas ini justru menghalanginya.
Dan berkata, “Kau ingin ke mana? Jangan gegabah, kau masih anak kecil!” pekiknya seraya menarik lengan mungil Orion.
“Lepaskan!” amuk Orion, menghempaskan genggamannya. Hendak ia melangkah ke belakang, sosok pria gemuk bertato itu sudah sampai ke tempatnya.
Tak sengaja Orion menabrak tubuhnya yang gempal. Seketika kedua kaki Orion lemas tak bertenaga, ia bertekuk lutut dengan pasrah.
“Ha! Lihat cecunguk ini. Pejuang NED yang hanya anak kecil ini bisa apa tanpa orang tua?” Pria itu berbicara dengan nada merendahkan.
Pria yang sebelumnya berniat menolong Orion pun sudah tak ada. Mungkin sedang mengumpat dari balik kedai miliknya.
“Kita sama-sama Pejuang NED, 'kan? Apa untungnya aku dibunuh?” celoteh Orion berniat meminta ampun selagi bisa.
Pria itu tertawa bahak-bahak. Seluruh penduduk di kota J-Karta pun tak bergeming begitu pula dengan Pejuang NED yang lemah.
Ia lantas menarik kerah kemeja bagian belakang. Lalu berkata, “Tak ada ampun lagi untukmu yang sudah berani kabur dariku.”
Untuk pertama kalinya, rasa ketakutan yang lebih dari kematian itu ia rasakan. Sesaat tubuhnya merinding sampai bulu kuduknya berdiri semua. Gemetaran takut kalau-kalau ia akan mati namun juga ia ingin mati.
“Apa-apaan ini? Aku memang ingin mati dan aku pasrahkan kehidupan ini untuk dilenyapkan olehnya. Tapi ...kenapa aku merasa harus bertahan hidup?”
Tubuh Orion memang benar-benar tak selaras dengan pikirannya. Orion berada di ambang keputusan berat, antara hidup dan mati. Namun apa yang bisa ia lakukan? Tak ada. Mendadak pikirannya jadi kosong.
“Bisa kau katakan apa wasiatmu?” Pria gemuk kembali bertanya namun tetap saja itu niatnya mengejek serta menindas Orion yang lemah.
Orion terdiam tanpa rencana di kepala. Tubuh Orion berputar ke belakang melewatinya lantas kedua kaki Orion pun menendang bagian tengkuk kepala pria gemuk tersebut. Ia melakukan hal ini secara tak sadar.
Jantung berpacu cepat, aliran darah yang mengalir di pembuluh darah terasa sangat cepat. Otaknya tak mampu berpikir dan hanya membuat tubuh Orion saja yang bergerak secara insting.
Pria gemuk bertato itu tumbang hanya dengan sekali serang. Percikan api muncul dari bagian tubuh pria yang barusan diserang Orion, juga dengan telapak kedua kaki Orion yang sekarang berdiri dengan tegap, berpijak pada tanah.
“Ukh! Apa yang barusan aku lakukan?!”
Terkejut dengan apa yang terjadi, Orion kabur namun tetap saja anak buah dari pria gemuk tadi masih mengejarnya. Orion tak tahu lagi harus berbuat apa, dan lama-kelamaan napas dan langkahnya menjadi berat.
“Kejar dia!”
Bruk! Hingga akhirnya Orion pun tumbang tak sadarkan diri di tengah jalan. Mereka mengambil kesempatan dengan belati beracun yang dipegang salah satu dari mereka.
“Dia sangat lemah. Yah, namanya juga anak kecil.”
“Hei, tunggu sebentar!” pinta salah seorang temannya.
“Apa yang kau lakukan? Kita harus membunuhnya selagi dia tak sadarkan diri, kau tidak ingat apa yang terjadi pada semua Pejuang NED yang tidak bisa mengendalikan kekuatan mereka? Kita bisa jadi korbannya,” pikirnya.
“Ya, tapi. Kalau misalnya dia memiliki darah penghubung jiwa raga bagaimana?”
“Kita ambil sebagian darahnya saja. Lagipula bos sendiri yang menyuruh kita untuk membunuhnya.”
Crak! Tepat saat belati beracun itu nyaris menusuk Orion, pergerakan mereka terhenti karena beberapa duri terbakar itu keluar dari punggung Orion dan menembus tubuh mereka.
“Huh, apa yang terjadi?”
“Ini apa-apaan?!”
Mereka mengoceh-ngoceh lantaran mereka tak bisa bergerak karena duri-duri yang panas itu. Setelah beberapa saat, aura mencekam datang dari arah depan mereka.
Mendatangkan kehadiran yang luar biasa membuat mereka ketakutan. Duri-duri dari punggung Orion itu juga ikut menghilang dan kembali masuk ke dalam tubuh seolah kehadiran seseorang membuatnya beringsut.
“Dia Ketua NED yang menguasai wilayah Kota J-Karta, Gista Arutala! Cepat kabur!”
Mereka semua pun lari terbirit-birit. Sedangkan wanita dewasa yang namanya diagung-agungkan pun hanya terdiam melipat kedua tangan ke depan dada seraya melirik tubuh Orion yang terbaring.
Gista Arutala, bisa dibilang wanita berusia sekitar 20 tahunan ini adalah ketua dari salah satu organisasi terkenal yang mengelola para Pejuang NED. Gista juga adalah orang yang menguasai wilayah Kota J-Karta saat ini. Tentunya identitas Gista hanya diketahui para Pejuang NED saja.
Perawakannya yang sedikit tinggi dengan setelan jas dan sepatu hak, pesona Gista yang diagungkan pun tak berhenti terucap dari mulut semua orang. Gista menghampiri anak kecil itu dan mengecek kondisinya.
“Dia masih hidup,” ucap Gista dengan suara rendah dan datar.
Tak berselang lama kemudian, salah seorang pria kekar datang menghampirinya.
“Anda ingin membawanya?”
Pria itu juga berada dalam bagian darinya. Bernama Mahanta. Ia datang dengan angin yang menyeliputi kedua tangannya pada saat itu. Terdapat bercak darah terlihat ia seperti barusan menghajar seseorang.
“Ya.” Gista kemudian bangkit dan menghadap Mahanta. Melirik kedua tangannya yang mengepal berdarah, berharap dapat jawaban apa yang telah terjadi.
“Ah, ini? Maaf saya menghajar mereka sebelumnya.” Mahanta menjawab dengan peluh bercucuran. “Ngomong-ngomong bagaimana dengan anak itu, apakah saya harus mengangkatnya sekarang?” tanya Mahanta mengalihkan pembicaraan.
“Sepertinya tanpa tinju itu, kau bisa mengalahkan mereka dalam sekali serang,” balas Gista menyindir.
“Maafkan saya, sejujurnya saya sangat kesal melihat anak kecil ditindas seperti itu. Apalagi mereka sudah tua, tapi kelakuannya sama saja saat sebelum mereka mati,” gerutu Mahanta sambil menggigit bibir bawahnya.
“Bawa dia ke tempat kita sekarang.”
Gista yang paham akan rasa keadilan Mahanta pun hanya menganggukkan kepala tanda menghormati pilihannya. Sebagaimana Mahanta adalah pria perkasa yang memperlakukan lembut semua orang kecuali musuh yang berani memperlakukan buruk setiap orang terutama anak kecil dengan semena-mena.
Tubuh Orion dibopong olehnya ke suatu tempat. Di mana tempat tinggal mereka berada saat ini. Dilengkapi beberapa fasilitas yang berguna untuk para Pejuang NED seperti ruangan latihan baik di luar maupun di dalam. Rumah Gista yang besar seperti gedung bertingkat atau istana terlihat sangat megah. Terutama halaman utama yang dipenuhi rerumputan hijau dan beberapa batu-batuan.
Tetapi, Orion tidak ditempatkan di tempat yang nyaman. Ia terbangun setelah berjam-jam ia tidur di lantai yang dingin. Seluruh dinding berwarna keabuan pekat, nampak menakutkan.
Beberapa kali ia berkedip-kedip dan memastikan bahwa ia benar-benar ada di dunia nyata.
“Ini surga, 'kan?” pikir Orion setengah sadar. Ia menengadah ke langit-langit yang memiliki warna keabuan pula. Sesaat berpikir bahwa ini surga namun tidak setelah ia menoleh ke kanan.
“Iya, 'kan?”
Orion mendapati beberapa sel penjara yang berjejer rapi di sepanjang lorong sebelah kanannya. Orion tertawa hampa begitu melihat di dalam sel terdapat beberapa tulang-tulang manusia.
“Hei, halo! Apakah ada orang di sini? Aku yakin ini bukan neraka apalagi surga! Kau dengar aku? Ah ...”
Merasa sia-sia saja ia terus terduduk sambil berteriak begitu. Orion mendesah lelah lantaran harapannya pupus. Ingin mati namun hidup kembali, tapi saat sudah menyerah justru tubuh Orion saat ini melakukan hal yang sebaliknya.
Beberapa saat kemudian, ia pun bangkit sambil membersihkan kemeja yang terkena debu. Perhatiannya teralihkan pada suatu benda, merupakan sebuah buku tulis yang terbuka dan berisikan catatan.
“Katanya, "Jika ingin hidup, keluarlah dari sini. Hanya perlu mengikuti jalan maka jalan keluar akan muncul," begitu? Ini sedikit aneh,” duga Orion seraya melirik ke arah sel penjara lagi.
Jika dilihat benar-benar, mungkin ia berada di sebuah gedung atau mungkin ruangan bawah tanah.
“Orang-orang itu tidak membunuhku. Itu artinya yang membawaku kemari itu orang lain, ya.” Orion bergumam sembari melangkah maju ke depan. Melihat ke sekeliling dan memastikan aman terhadap sesuatu yang bisa saja menimpa dirinya kelak.
Hanya terdapat satu jalan yang lurus. Itu seusai dengan tulisan di atas kertas sebelumnya. Orion sesekali menengadah dan celingak-celingukan.
Tap! Langkahnya terhenti, tampak ia terkejut dengan sesuatu yang menempel di sudut dinding. Tepat di hadapannya ada sebuah pintu, sebelum membuka ia masih terfokus dengan apa yang berada di sudut dinding tersebut.
Sesuatu itu bersinar dalam sekejap, reflek Orion menghindar ke belakang. Sebuah panah kecil berbatang besi menancap ke jalan yang sebelumnya Orion pijak.
“Beruntung aku sadar ada yang aneh. Tapi rupanya hanya ada satu jebakan saja. Hah, lega.”
Orion masih hidup, jika saja tidak berpindah posisi maka panah berbatang besi itu akan menembus tubuhnya. Ia pun bernapas lega seraya mengelus dada.
Lalu membuka pintu dengan santainya. Lantas ia dikejutkan oleh seorang wanita dewasa yang tengah menunggu. Orion seketika tercengang, tak berhenti ia melihat wajah cantik itu.
“Siapa?” Orion bertanya.
Wanita dewasa yakni Gista Arutala hanya diam memandang Orion yang berdiri tanpa luka. Entah apa yang dipikirkan oleh wanita ini, namun terlihat jelas dari aura mencekam miliknya ia mungkin membenci Orion.
“Yang bermasalah denganku hanya pria-pria itu. Kenapa ada wanita muda seperti dia sekarang? Aku juga tidak pernah kenalan dengan wanita lain selain mantan istriku sendiri,” batin Orion berpikir panjang mengenai keberadaan asing.
“Pejuang NED takkan cukup beruntung untuk melewati jalan dari ruangan bawah tanah ini. Kau beruntung atau ada sesuatu?”
Perlahan Gista mendekat padanya. Seketika Orion mengalihkan pandangan dan menggeser posisi ia berdiri saat ini. Berniat menjauh karena tahu apa yang barusan dibicarakan mungkin saja akan membuat nyawa Orion melayang.
“Tunggu! Kenapa aku menghindar?”
Lagi-lagi, pikirannya bentrok dengan insting yang menggerakkan seluruh tubuhnya. Bergerak menjauh seperti ini yang dengan jelas mengartikan bahwa Gista adalah wanita berbahaya tuk didekati.
Gista berwajah kalem dengan mengeluarkan sebilah pedang yang berelemen es. Sebagian dari pedangnya berwarna kebiruan cerah, uap dingin dapat dirasakan oleh Orion. Sejenak berhenti dan saat Orion hendak melangkah, pedang itu melesat cepat ke arahnya.
Syuk!
Menembus tubuh Orion yang belum sempat bereaksi. Meninggalkan jejak-jejak serpihan es di lantai.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!