NovelToon NovelToon

Sebatas Pernikahan Kontrak

1. Diana Tidak Mau Menikah

Brak.

Gebrakan pintu terbuka menampilkan sosok wanita berusia dua puluh satu tahun, berdiri dengan sorot mata yang tertuju pada sang kakak perempuan bernama Diana.

"Tiara, kamu mengagetkan aku," protes Diana pada adiknya yang kini berlari menghambur pelukan.

Diana terkesiap pada Tiara yang tiba-tiba masuk ke kamarnya dan memeluk begitu erat. Samar-samar terdengar suara isak tangis yang membuat Diana semakin terheran.

"Tiara, ada apa?" Diana bertanya sambil mengelus punggung Tiara agar sedikit lebih tenang.

"Kak, aku dan Razka berencana untuk menikah tahun ini," tutur Tiara setelah menyeka pipinya yang basah.

Diana mengurai pelukan, raut bahagia dan terkejut bersatu di wajah tirusnya.

"Itu bagus. Lalu kenapa kamu menangis?"

"Masalahnya Grandpa tidak merestui dan tidak akan menikahkan aku sebelum Kakak menikah," jelas Tiara mengingat kembali berdebatan dengan Suryo, sang kakek.

Deg.

Mendengar nama grandpa, tubuh Diana langsung membeku. Senyum yang tadi berkembang di bibir tipisnya seketika layu.

Diana tahu betul jika Kakek Suryo adalah orang yang memegang teguh sebuah pantangan yang sudah dahulu kala dipercaya oleh nenek moyang keluarganya. Pantangan di mana seorang adik dilarang melangkahi kakaknya untuk menikah.

"Kak, bantu aku untuk menyakinkan Grandpa. Supaya aku dan Razka bisa menikah tahun ini," rengek Tiara menghentak-hentakkan kaki.

"Tiara, kamu itu masih dua puluh satu tahun. Pikirkan saja karirmu baru menikah," kata Diana yang lebih memilih untuk tidak berdebat dengan Suryo.

"Karir bisa dipikirkan bersamaan dengan menikah, Kak. Lagipula aku tidak mau menjadi perawan tua seperti Kakak."

Mendengar Tiara yang mengatai dirinya perawan tua, membuat hati Diana merasa tidak terima. Sontak dia membulatkan mata melotot pada sang adik.

"Apa katamu?" pekik Diana berang. "Usia Kakak masih dua puluh enam tahun."

Air mata yang tadi mengalir di pipi Tiara kini mengering. Meski masih sembab, tapi pancaran mata Tiara telah berganti bukan lagi kesedihan tapi sorot memelas pada Diana.

Demi bisa menikah, Tiara mau tak mau harus membujuk sang kakak agar mulai mencari jodoh.

"Kak Diana yang cantik, aku minta maaf. Iya, meski Kakak sudah dua puluh enam tahun tapi Kakakku yang satu ini tetap cantik kok," goda Tiara mencolek dagu Diana.

"Hentikan rayuan gombalmu itu!" sentak Diana menepis tangan Tiara.

Sejenak Diana melirik cermin untuk mengoreksi penampilan tubuhnya yang terbalut pakaian kerja. Lalu Diana melenggang keluar meninggalakan Tiara sendirian di kamar.

Tiara menatap punggung Diana dengan bibir yang dimajukan dan tangan terlipat di depan dada.

"Ish, pantas saja Kakak tidak pernah dapat jodoh. Bagaimana tidak? Jika dirayu saja dia langsung mode galak."

Tak mau menyerah begitu saja, Tiara berlari menyusul Diana yang kini sedang menuruni tangga. Tiara harus melakukan seribu satu cara agar bisa menikah bersama Razka, pria yang sudah menjalin kasih sejak dia duduk di bangku SMA.

Setengah berlari, Tiara menyusul Diana yang kini menuruni tangga. Dia menggelayut manja di lengan Diana seperti biasanya saat dia meminta sesuatu pada sang kakak.

Namun, kali ini Diana sama sekali tak terpengaruh sedikit pun. Diana tetap berjalan seolah tak mendengar rengekan Tiara.

Tak kunjung mendapatkan respon, Tiara berlari mendahului Diana dan mencegat kakaknya di pintu depan. Alhasil pandangan kakak dan adik itu bertemu.

"Kak, aku mohon bantu aku. Kalau Kak Diana tidak mau menikah, setidaknya tolong bujuk Grandpa supaya merestui pernikahanku tanpa perlu menunggu Kakak menikah."

Diana terdiam sejenak memandang Tiara yang memasang puppy eyes serta mengatupkan kedua tangan.

"Please, Kak Diana," ucap Tiara memelas melihat Diana yang diam saja.

Diana melirik jam tangan. Ada waktu lima belas menit sebelum dia berangkat untuk bekerja.

"Baiklah. Kamu tunggu di sini. Biar Kakak yang akan bicara dengan Grandpa."

Kemudian Diana membelokkan langkah menuju halaman samping rumah yang mana ada Surya yang duduk sambil membaca koran. Ada juga Ranti, sang nenek, yang datang membawa sepiring pisang goreng dan secangkir kopi.

"Diana, kamu belum berangkat?" Ranti bertanya saat meletakan pisang goreng di meja. Lalu dia duduk di kursi samping suaminya.

Diana menggelang. "Belum. Ada yang ingin Diana bicarakan dengan Grandpa."

Seketika Suryo mendongakkan kepala dari koran yang dia baca. Mata keriput itu menatap Diana dengan putung rokok tembakau terapit di bibir.

"Panggil Eyang!" titah Suryo.

Dia mengisap rokok, lalu membuang abunya di sebuah asbak.

"Anak muda zaman sekarang aneh-aneh kalau memanggil orang tua," gerutu Suryo.

"Iya, Eyang, Maaf," Diana tersenyum kaku, lalu duduk di kursi yang bergadapan dengan Suryo.

"Apa yang ingin kamu bicarakan? Apa tentang pernikahan adikmu?" tanya Suryo yang sudah tahu maksud Diana menghampirinya.

Diana menganggukan kepala. "Iya, Eyang. Apa tidak bisa Eyang merestui pernikahan Tiara dengan Razka. Kalau Eyang tidak kunjung merestui, ditakutkan mereka berbuat nekat kawin lari."

Suryo menghisap kembali rokok, lalu menghembuskan kepulan asap putih. Tanpa sedikit pun keraguan, Suryo menggelangkan kepala.

Menjadikan Diana mendesah pasrah. Dia tahu kakeknya itu sangat kuat pendiriannya. Sekali A maka akan tetap A, tidak ada B atau C apalagi Z.

"Kalau Tiara menikah lebih dulu, dikhawatirkan kamu nanti susah mendapatkan jodoh, Ndok," sela Ranti yang sejak tadi menonton pembicaraan Suryo dan Diana.

Diana pun menolah pada Ranti. Lalu menjawab dengan nada santai, "Itu bagus, Eyang. Karena Diana juga tidak mau terikat dalam status pernikahan."

Sejujurnya, Diana pun tidak percaya akan pantangan itu. Mana ada hubungannya.

"Diana!" bentak Suryo berhasil membuat Diana dan Ranti terlonjak kaget.

"Sampai kapan kamu akan terus keras kepala seperti ini? Eyang ingin kamu menikah supaya saat waktunya Eyang menghadap ke Sang Pencipta, Eyang bisa tenang karena ada orang yang menjagamu," ucap Suryo penuh penenkanan di setiap kata.

Diana menghela nafas serta memutar bola matanya malas. Bukan malas berbicara dengan Suryo. Melainkan malas membahas seputar dirinya yang enggan menikah.

Bukan pertama kali Diana dan Suryo hanya membahas permasalahan yang sama dan tak pernah menemukan titik tengah.

"Jangan paksa Diana untuk menikah, Eyang. Eyang tahu kan, kenapa Diana bisa sampai seperti ini? Tolong mengerti keadaan Diana, Eyang," Diana berkata dengan suara parau ingin menangis.

Diana menelan saliva. Tak ingin bayangan masa lalu merasuki pikirannya, Diana pun bangkit berdiri sekaligus menyudahi pembicaraannya dengan Suryo.

"Diana," panggil Ranti yang ingin menyusul cucunya itu namun dicegah oleh Suryo.

"Biarkan! Biarkan dia pergi!"

"Tapi apa yang dikatakan Diana ada benarnya. Dia memiliki trauma yang sangat sulit untuk dia lupakan. Seharusnya kita tidak memaksanya untuk segera menikah."

"Cukup, Ranti!" bentak Suryo  membuat Ranti seketika menghentikan ucapannya. "Aku melakukan ini juga demi kebaikan Diana."

Beberapa saat Suryo dan Ranti terdiam. Dada Suryo terasa sesak mengingat nasib yang menimpa Diana.

Tangan keriput Suryo terkepal kuat saat pikirannya menganak pada orang di masa lalu yang telah menorehkan luka di hati Diana. Seseorang yang bahkan untuk menyebut namanya saja, tak sudi Suryo lakukan.

"Semua terjadi gara-gara pria itu."

2. Suami Untuk Diana

Segera Diana menghapus jejak air mata yang membasahi pipi saat dia berpapasan dengan Tiara yang menunggu di samping mobil.

Tiara langsung menegakkan punggung begitu melihat Diana. Raut wajah Taira tak bisa ditebak. Dia sangat penasaran hasil pembicaraan Diana dengan Suryo.

Meski di dalam hati kecil, Tiara yakin Suryo akan tetap pada pendiriannya, tapi apa salahnya berharap terjadi sebuah keajaiban.

"Kak, bagaimana?"

Diana tetap diam masuk ke dalam mobil. Membuat Tiara tahu apa yang telah terjadi.

Pasti Grandpa lagi-lagi memaksa Kak Diana untuk menikah. Batin Tiara menatap sendu pada Kakaknya.

"Kak Diana," panggil Tiara lirih sambil menggenggam telapak tangan Diana yang sangat dingin.

Diana menoleh, memaksakan diri untuk mengulas senyum, dan menggenggam erat tangan Tiara.

"Kakak tidak berhasil membujuk Grandpa ya?" tebak Tiara.

"Tiara, apa kamu yakin ingin menikah dengan Razka?" Diana balik bertanya menatap lekat pada wajah Tiara yang sangat mirip dengannya.

Tiara mengangguk mantap tanpa keraguan sedikitpun. Menjadikan Diana mengusap rambut Tiara penuh kelembutan.

Sejenak Diana menarik nafas. "Kamu tenang saja. Kamu akan menikah dengan Razka."

Perkataan Diana membuat Tiara tersentak senang. Tak bisa Tiara sembunyikan wajah bahagia dengan pipi merona semerah kepiting rebus.

Bahkan Tiara sampai menutup mulutnya yang menganga saking tidak percayanya akan apa yang diucapkan oleh Diana.

"Sungguh, Kak? Grandpa, maksudku Eyang Suryo merestui pernikahanku dengan Razka?"

Diana mengangguk. "Iya, Eyang akan merestui kalau aku terlebih dahulu menikah."

Senyum di bibir Tiara sirna dalam satu detik. Dia menatap heran pada Diana yang kini berganti tersenyum pada Tiara.

"Tapi kamu tenang saja. Kamu hanya perlu melakukan satu hal."

"Satu hal apa, Kak?" Tiara bertanya mengernyitkan dahi.

"Carikan aku calon suami!"

"Hah? Serius? Kakak akan menikah?" Tiara memekik tak percaya. 

Detik berikutnya, Tiara berjingkrak di tempat dengan kedua lengan memeluk bahu Diana. Dia tak akan menyangka sang kakak akan membuka hati untuk menjalankan sebuah komitmen bersama seorang pria.

Diana melepas pelukan Tiara tanpa membuat adiknya tersinggung. 

"Sudah. Kakak bisa terlambat bekeja jika kamu terus memeluk Kakak."

"Baik, Kak," kata Tiara membantu menutup pintu mobil.

"Nanti malam, kita bertemu di restoran tempat biasa kita nongkrong dan jangan lupa bawakan calon suami untukku."

*

*

*

Seharian itu, Tiara sibuk mengusap layar ponsel mencari beberapa teman pria yang sekiranya mau menjadi kakak iparnya atau dengan kata lain mau menikah dengan Diana.

Untuk pendamping hidup sang kakak, Tiara tak mau pilih orang sembarangan. Tiara menggeser-geser foto pria sambil sesekali memberengut, sesekali menggelang kepala dan seringnya berdecak kesal.

Hingga akhirnya, pilihan jatuh pada Bruno, kakak senior Tiara saat kuliah dulu dan Tiara mengembangkan senyum sempurna ketika Bruno juga setuju akan perjodohannya dengan Diana.

Malam hari, sesuai janji, Tiara mempertemukan Diana dengan Bruno di restoran. Tak lupa Tiara mengajak Razka sebab dia tak mau mati kutu saat momen pendekatan kakaknya.

Tiara, Bruna, dan Razka sudah lebih dulu duduk di salah satu sudut restoran. Mereka masih menunggu kedatangan Diana yang sedikit terlambat dengan alasan pekerjaan yang belum selesai.

Setengah jam mereka menunggu, Diana pun datang dan langsung menghempaskan diri ke kursi.

"Kak, kenalkan ini Bruno dan Bruno ini kakakku, Diana," kata Tiara memperkenalkan Diana dengan Bruno.

Bruno mengulurkan tangan untuk menjabat tangan Diana dengan tatapan terpesona pada wanita cantik yang ada di depannya.

Namun, Diana menyambut jabatan tangan itu dengan malas.

"To the point saja. Jadi kamu mau menikah kontrak denganku?" 

"Apa?" semua orang tercengang dengan pertanyaan yang dilontarkan Diana.

Terlebih Tiara yang belum sadar mulutnya masih menganga lebar.

"Sayang, tutup mulutmu," kata Razka memperingatkan Tiara.

"Oh iya, lupa."

"Apa maksudmu menikah kontrak?" tanya Bruno mengernyitkan dahi. 

Raut wajah yang memancarkan kekaguman pada Diana, seketika itu hilang sirna diganti dengan tatapan menyelidik dari seorang Bruno.

Diana hanya mengangkat kedua alisnya dengan gaya santai dia berkata, "Ya, kita hanya menikah kontrak. Setelah tiga bulan pernikahan adikku, kita cerai."

"Apa? Kakak yakin?" pekik Tiara tak percaya.

Diana menoleh pada sang adik, menganggukan kepala sebagai jawaban, lalu kembali menatap Bruno menunggu jawaban dari pria itu.

Sejenak Bruno tergugu. Dia mengira Diana akan mengajaknya memulai suatu hubungan yang serius tapi nyatanya dia hanya mengajukan pernikahan kontrak.

"Aku tidak bisa," jawab Bruno pada akhirnya.

"Oke, kalau begitu, Tiara, carikan lagi calon suami untukku," kata Diana singkat, padat dan jelas kemudian beranjak pergi.

Tiara dan Razka menatap punggung Diana yang menjauh dengan tanda tanya besar di kepala mereka. Lalu Tiara mengusap tengkuknya menahan malu karena telah memberikan harapan palsu pada Bruno.

"Kak Bruno, tunggu sebentar! Aku mau cek kewarasan kakakku dulu," kata Tiara sesaat sebelum dia berlari menyusul Diana.

Larinya Tiara juga disusul oleh Razka yang meninggalkan Bruno sendirian. Jujur Bruno telah terlanjur kecewa dan memilih untuk pergi saja.

Sementara di pelataran restoran, Tiara berhasil menyambar dan menahan tangan Diana. Menjadikan wanita itu memutar badan untuk menghadap sang adik.

"Apa Kakak gila menikah kontrak hanya agar Grandpa merestui pernikahan aku dengan Razka?" tanya Tiara terengah.

"Aku tidak gila. Kamu bilang akan melakukan apapun agar Eyang Suryo setuju kamu menikah kan? Jadi yang harus kamu lakukan adalah mencari pria yang mau menikah kontrak denganku," Diana berkata tegas tanpa ada sedikit keraguan di setiap katanya.

Tepat saat itu, Razka bergabung berdiri di antara Tiara dan Diana.

"Bagaimana kalau Grandpa tahu Kakak menikah kontrak?" Tiara kembali bertanya.

Diana menghela nafas dan berdecak kesal. Dia melipat tangan di depan dada.

"Ya, jangan kasih tahu dong."

"Tapi, Kak…"

Diana menekan jari telunjuk ke bibir Tiara agar adiknya itu diam. Dengan melayangkan tatapan mata yang menyakinkan, Diana mengangguk pelan.

"Lakukan saja apa yang Kakak perintahkan! Demi kamu, Kakak akan melakukan apapun. Kamu satu-satunya adik yang Kakak punya. Setelah kehilangan Ibu, Kakak tidak mau kehilangan kamu juga."

Detik berikutnya, kakak dan adik itu saling menghamburkan pelukan. Atau lebih tepatnya Tiara yang memeluk erat Diana.

Tak bisa dibendung lagi, air mata mengalir dari ujung mata Tiara. Razka yang melihat adegan itu pun ikut terbawa suasana.

Razka mengusap ujung mata yang sebenarnya tidak ada air mata di sana.

"Kalau begitu, Kakak ingin tipe pria yang seperti apa?" Razka maju satu langkah untuk bertanya.

Tiara mengurai pelukan, menganggukan kepala dan menatap Diana. "Iya, Kak. Kakak ingin pria yang seperti apa untuk dijadikan suami kontrak?"

Sejenak Diana mengerutkan alis berpikir tapi tak lama dia mengibaskan tangan ke udara.

"Tipe pria yang tidak meminta dilayani. You know," Diana membuat tanda kutip menggunakan tangannya. "Urusan ranjang."

Tiara ber-oh pelan. Lalu otaknya berpikir keras mencari teman yang sekiranya saat menikah nanti tidak meminta jatah pada Diana.

"Kalau perlu pria impoten lebih bagus," imbuh Diana.

Razka yang mendengarkan, mengetukkan jari ke dagu, lalu dia tersentak saat pikirannya terlintas satu nama.

"Ah, tahu."

3. Surat Perjanjian

"Apa? Menikah? Tidak. Aku tidak mau, Razka," Darel berkata tegas pada sahabatnya, Razka.

Darell dan Razka saling terdiam dan saling menatap intens satu sama lain. 

Sebagai orang yang telah lama berteman dengan Darell, Razka tahu apa yang membuat sahabatnya itu menolak saat dia meminta bantuan.

"Tapi ini sebatas pernikahan kontrak, Rell, dan calon istrimu nanti tidak menuntunmu untuk memberikan nafkah batin," terang Razka terus menyakinkan Darell.

Sejenak Darell menarik nafas panjang, mengisi paru-parunya dengan udara agar bisa berpikir jernih.

Ditatapnya wajah Razka, sahabat yang selalu menemani dan selalu ada di saat dirinya berada di titik terendah dalam hidup. Bahkan ketika semua orang meninggalkan Darell, hanya Razka yang bertahan sebagai seorang sahabat.

Darell ingin membalas semua kebaikan Razka apapun caranya. Tapi tidak dengan menikah.

Meskipun hanya menikah kontrak, tapi Darell khawatir phobia-nya kambuh ketika tinggal satu atap dengan seorang wanita.

"Tapi apa keluarga wanita itu mau menerima aku yang seorang mantan narapidana?" tanya Darell.

Razka menepuk bahu Darell dan mengulas senyum untuk memberikan sedikit kepercayaan pada sahabatnya itu.

"Kalau untuk itu, kita tidak perlu mengungkitnya lagi. Selama tidak ada yang membocorkan rahasia jika kamu pernah dipenjara, semuanya akan aman, Bro."

"Aku tidak yakin," kata Darel.

"Oh, come on, Rell. Diana tidak mempermasalahkan apapun tentang calon suaminya nanti. Lagi pula pernikahanmu hanya berlangsung selama tiga bulan setelah aku menikahi Tiara."

Darell diam dengan tatapan kosong. Dia mempertimbangkan tawaran Razka untuk menikah kontrak dengan wanita bernama Diana.

Sederet pertanyaan pun bermunculan di benak Darell. Tapi yang paling membuatnya penasara adalah apa yang membuat Diana memilih menikah kontrak?

Melihat Darell yang diam saja, membuat Razka sedikit tidak enak hati karena permintaan tolongnya terkesan memaksa.

Dia pun kembali menepuk bahu Darell. "Kalau kamu tetap menolak, tidak apa-apa. Aku tahu apa yang kamu khawatirkan. Aku bisa mencari pria lain."

Perlahan Darell mendongakkan kepala menatap Razka. Dia menghela nafas sebelum akhirnya berkata, "Aku akan menikahi wanita itu."

Sontak ucapan Darell sukses membuat Razka tersentak dan melototkan mata saking tidak percaya. Detik berikutnya senyum mengembang di bibir Razka.

"Darell, are you seriously?" 

Darell menjawab dengan menganggukan kepala.

"Thank you, Brother. You really my best friend."

*

*

*

Hari itu juga, Razka mempertemukan Diana dengan Darell di sebuh cafe.

Diana menatap Darell dari atas hingga ke bawah. Meneliti penampilan pria yang akan menjadi suaminya atau kata yang lebih tepat pria yang mau diajak menikah kontrak dengannya.

Diana bisa menebak umur Darell tidak jauh berbeda dengan diriny dan Razka. 

Mungkin dua puluh enam atau dua puluh tujuh tahun. Batin Diana.

Lanjut, Diana menilai wajah Darell dengan bola mata coklat dan hidung mancung. Rambut-rambut halus tumbuh di rahang yang tegasnya menambah kesan tampan pada diri pria itu.

Pakaian yang melekat tubuh atletis Darell cukup sederhana. Kemeja tartan hitam yang seluruh kancingnya dibiarkan terbuka menampilkan kaos oblong sebagai dalaman.

Puas menilai Darell, Diana menyodorkan sebuah berkas ke atas meja.

"Itu surat perjanjian yang harus kita sepakati selama menikah. Baca dan jika ada yang membuatmu keberatan, katakan saja!" titah Diana yang bersandar dan melipat tangan di depan dada. 

Darell menatap Diana, yang menurut penilainnya, adalah wanita angkuh. Lalu dia meraih berkas dan mulai membaca poin demi poin.

Secara keseluruhan, Darell tidak keberatan dengan isi surat perjanjian itu. Poin paling penting yang harus dijalankan oleh mereka berdua adalah tidak akan melakukan hubungan ranjang.

Menarik. Karena aku sendiri pun menghindari yang satu itu. Kata Darell dalam hati sambil menarik salah satu ujung bibirnya.

Poin selanjutnya, mereka harus bersandiwara seolah mereka adalah pasangan harmonis di depan Kakek Suryo dan Nenek Ranti.

Darell mendongak dari berkas yang dia baca. Menatap Diana karena ada satu pertanyaan yang mengganjal di benaknya.

"Setelah menikah, kita akan tinggal di mana?"

Diana mengerutkan dahi. Dia belum terpikirkan tentang tempat yang akan dia tinggali setelah menikah.

Tidak mungkin mereka tinggal bersama di rumah Suryo, karena ditakutkan kakek Diana itu akan curiga jika cucu pertamanya hanya menikah kontrak.

Tapi jika tinggal di rumah Darell, Diana tak mau berurusan dengan mertuanya.

 "Kita pikirkan nanti saja," jawab Diana pada akhirnya.

Wanita yang aneh. Pikir Darell. Dia melanjutkan membaca surat perjanjian yang berupa imbalan setelah kontrak mereka selesai.

Darell tersenyum penuh makna. Menurut dia, pernikahan kontrak yanga akan dia jalani terbilang cukup aneh.

Biasanya di sebuah pernikahan, pihak pria yang akan memberikan uang pada pihak wanita tapi tidak dengan yang satu ini. Di mana Darell akan mendapatkan sejumlah uang dengan nominal yang cukup menggiurkan jika sandiwara mereka berhasil.

Darell menutup berkas dan meletakan kembali ke meja.

"Ini hanya pernikahan kontrak. Setelh tiga bulan adikku menikah, kita cerai. Bagaimana, kamu setuju?"

Darell menjawab, "Baik, aku setuju."

Razka yang berada di tengah-tengah Diana dan Darell menghela nafas lega. Pada akhirnya, dia akan mendapat restu dari Suryo untuk menikahi Tiara. Sesuatu yang sudah dinantikan Razka sejak lama.

Razka mengusap telapak tangannya dengan senyum merekah di bibir.

Berbeda dari Razka, raut wajah Tiara justru sebaliknya. Dia melirik Darell penuh curiga. 

Apa yang membuat pria ini mau menikah kontrak dengan Kak Diana? Batin Tiara menyipitkan mata saat memandang Darell.

"Oke, kalau begitu, sekarang kamu harus bertemu dengan Kakek kami, Eyang Suryo," kata Diana hendak bangkit dari duduknya tapi terhenti kala Tiara memekik.

"Apa? Sekarang juga?"

Diana melempar pandangan dengan dahi mengerut pada Tiara.

"Iya, sekarang. Lebih cepat, lebih baik."

"Tapi apa kamu tidak mau mengetahui terlebih dahulu siapa aku?" Darell yang sepemikiran dengan Tiara pun mencegah Diana yang hendak pergi.

Diana mehempaskan tangan agar terlepas dari cengkraman tangan Darell.

"Tidak perlu," Diana menjawab singkat lalu melangkah menuju pintu keluar.

Tiara yang melihat Diana dan Darell hendak menemui Suryo, mendadak menjadi panik. Pasalnya Tiara tidak tahu bibit, bobot, dan bebet dari seorang Darell 

Meskipun Tiara tahu, Razka tidak mungkin memilihkan sembarang orang untuk menjadi calon suami Diana, tapi tetap saja ada perasan takut dalam diri Tiara.

"Razka, apa kamu percaya dengan Darell? Dia pria baik-baik kan? Dia tidak akan memaksa Kak Diana untuk melakukan hubungan yang satu itu? Apa dia benar pria impoten?" Tiara mencecar sederet pertanyaan pada Razka dengan nada panik.

"Darell bukan pria impoten tapi aku berani jamin jika Darell tidak akan memaksa Diana untuk melayani di atas ranjang," jawab Razka yang kemudian menarik lengan Tiara untuk menyusul Diana dan Darell.

"Apa yang membuatmu berani menjamin hal itu?" tanya Tiara sesaat menghentikan langkah kaki.

Razka hanya tersenyum. "Aku tidak bisa mengatakannya, Sayang, tapi percayalah padaku Darell bukan orang sembarangan."

Ya, Razka memang tidak bisa mengatakan jika Darell mengidap ketakutan pada saat berhubungan intim atau yang lebih dikenal dengan istilah genophobia.

Sejak malam yang merubah kehidupan Darell itu, Razka telah berjanji tidak akan mengatakan rahasia Darell pada siapapun.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!