Sebut saja namanya Daily, seperti namanya Daily adalah kesucian dan juga kemurnian. Indentik dengan sifat gadis pendiam yang baru berusia 22 tahun itu.
Sore itu, Daily yang tidak pernah keluar rumah. Tiba-tiba meminta izin kepada Neneknya untuk pergi ke toko kue.
"Nek, Ai pergi ke toko kue yang ada di ujung jalan sana ya," pamitnya pada sang Nenek, panggil saja dengan sebutan Nek Lai.
"Hari sudah sore, Ai. Nanti orang malah mengira bahwa dirimu adalah Daisy," kata Nek Lai. Yang artinya, Nek Lai tidak mengizinkan Daily untuk pergi.
"Tidak, Nek. Lagi pula Ai tidak lama, Ai hanya ingin membeli kue saja," ucap Daily meyakinkan.
"Haih.. Terserah saja!" Nek Lai akhirnya membiarkan cucu kesayangannya itu pergi.
Maka, Daily pun akhirnya memakai payung kesayangannya. Gadis pendiam dan jarang keluar rumah itu menyusuri jalanan yang licin karena di landa hujan gerimis terus menerus beberapa hari terakhir.
Tak seperti biasanya, sore itu Daily merasa begitu gembira. Tanpa ada firasat sedikitpun bahwa kemalangan sedang menantinya di depan sana.
"Uni, saya minta kuenya 2 kotak," pinta gadis itu kepada pemilik Toko kue saat dirinya telah sampai.
"Daisy, tumben sekali kamu beli kue di sini. Biasanya, menoleh ke toko Uni saja tidak sudi," kata pemilik Toko kue itu.
"Maaf Uni, saya Daily bukan Daisy. Daisy kakak saya, " ucap Daily dengan jujur.
"Pantas saja, perlakuan kamu berbeda sekali. Rupanya adik kembar dari Daisy," kata Ibu pemilik Toko kue itu sembari tersenyum manis."Kenapa kau tidak pernah keluar rumah?" tanya Ibu itu kemudian.
"Ai sejak kecil tidak suka keramaian, Uni. Lagi pula Nenek juga memang tidak pernah mengizinkan Ai untuk berlama-lama di luar rumah," jelas Daily. "Kalau begitu, Ai pamit ya Uni. Assalamualaikum!"
"Waalaikum salam," balas Ibu pemilik Toko. "Subhanallah, sopan sekali gadis itu, tidak seperti Daisy yang sombong dan juga liar."
.
.
.
Sebuah mobil Sedan berwarna merah keluaran terbaru, tiba-tiba berhenti tidak jauh dari posisi Daily berjalan.
"Frans, lihatlah!" tunjuk teman dari pria yang di panggil dengan sebutan Frans. "Itu Daisy, wanita ja lang yang sudah mempermalukan dirimu waktu itu. Apa yang dia lakukan di tempat sepi seperti ini?" heran pria itu.
"Benar," kata Frans. "Akan aku beri dia pelajaran kali ini!" Pria yang bernama Frans itu menyeringai.
"Kau ingin menangkapnya?" tanya teman dari pria yang bernama Frans.
"Iya, sekarang kau lajukan mobil ini lebih dekat lagi pada gadis itu, Joe. Setelah aku berhasil membawanya masuk ke dalam mobil ini. Kau langsung tancap gas, bawa gadis itu ke Apartemen-ku!"
Maka, Frans dan temannya yang bernama Jonathan itu mencoba untuk menculik Daily yang mereka kira adalah Daisy.
Ckit!
Mobil Sedan itu berhenti tepat di samping tubuh Daily. Dengan cepat, pria yang bernama Frans itu menarik dan membekap mulut Daily agar tidak berteriak.
"Emm.." Daily yang terkejut, mencoba untuk memberontak saat ditarik paksa oleh Frans memasuki mobil mewahnya.
Payung dan juga kue yang dibeli Daily pun jatuh dan tertinggal di jalanan yang licin itu. Sedangkan Daily sendiri kini sudah berada di dalam mobil Frans. Pria gila yang mengira dirinya adalah Daisy.
"Siapa kalian? Kenapa menculik saya?" teriak Daily ketakutan.
"Hahaha.. Lihatlah Joe, gadis liar ini pura-pura hilang ingatan setelah apa yang ia lakukan padaku tempo hari!" kesal Frans kala mengingat perlakuan buruk dan memalukan yang di perbuat oleh Daisy padanya.
"Kalian siapa? Saya benar-benar gak mengenal kalian," kata Daily dengan jujur. Ia memang tidak pernah bertemu dengan orang luar apalagi orang itu adalah pria.
"Jangan berpura-pura lugu perempuan sampah!" geram Frans sembari menarik tubuh Daily dan mencium paksa wajah gadis polos itu.
"Tolong jangan!" pekik Daily, gadis itu semakin ketakutan kala bibir pria yang tidak di kenalnya itu sudah menempel pada wajah dan juga menciumi wajahnya itu dengan buas.
"Frans, tahan lah sedikit tunggu sampai di kamarmu. Barulah kau salurkan hasratmu itu, jangan disini dan membuatku sakit mata saja," kata Jonathan sembari geleng-geleng kepala. Sahabat sekaligus bosnya itu memang tidak pernah kenal tempat.
"Saya mohon, tolong lepaskan saya, Tuan. Nenek saya pasti sedang cemas di rumah," kata Daily, gadis malang itu mencoba mengiba pada Frans yang tidak punya hati.
Mobil yang di kendarai Jonathan melaju dengan kecepatan sedang, hingga membuat Frans merasa kesal.
"Joe, cepat sedikit. Gadis ini sungguh berisik dan tidak bisa diam," kata Frans dengan kesal.
Di dalam mobil dan tepatnya kursi bagian belakang, Frans terus mengungkung dan menahan tubuh kecil Daily dengan tubuhnya yang kekar dan atletis.
"Sial! Jangan seperti itu, posisimu dan Daisy membuatku tidak fokus!" protes Jonathan pada sahabatnya itu.
"Tolong lepaskan saya, Tuan. Saya bukan Daisy tapi Daily," lirih Daily yang sudah lelah berteriak dan memberontak.
"Kau pikir aku akan percaya? Perempuan bermuka dua seperti dirimu sungguh membuatku muak," kata Frans. "Menangis lah, berteriak dan mengiba lah. Aku Sama sekali tidak akan IBA padamu."
"Sungguh, saya bukan Daisy. Saya adalah adiknya," ucap Daily. Air mata ketakutan gadis itu terus saja menetes membasahi pipinya yang putih.
Tanpa rasa belas kasih, Frans terus mengungkung tubuh Daily bahkan menjamah tubuh gadis itu dengan buas di dalam mobil yang sedang melaju.
"Hiks.. Nenek tolong Ai," lirih Daily.
Daily sungguh tidak berdaya, harapannya semoga saja ada orang yang bisa membantunya lepas dari pria gila yang tidak di kenalnya.
.
.
.
Mobil yang di kendarai Jonathan pun akhirnya berhenti di depan sebuah apartemen yang jauh dari keramaian. Apartemen yang begitu sepi.
"Tolong, lepaskan saya," pinta Daily.
"Frans, kenapa aku menjadi tidak tega melihatnya?" Jonathan merasa iba melihat keadaan gadis yang ia kira adalah Daisy. Menangis di sepanjang perjalanan, membuat wajah gadis itu menjadi sembab.
"Ahh.. Apakah kau sudah melupakan perlakuan penipu ini pada kita, terutama padaku?" bentak Frans pada Jonathan.
"Lihatlah wajahnya, dia begitu ketakutan," kata Jonathan.
"Alah!" tanpa mendengarkan perkataan Jonathan, Frans menggendong paksa tubuh Daily memasuki Apartemennya.
Bruk!
Dengan kasar Frans menghempaskan tubuh kecil Daily ke atas ranjangnya. Ranjang yang biasa ia gunakan untuk menuntaskan hasratnya pada setiap wanita ja-lalang yang ia bawa ke tempat itu.
"Jangan.. Saya mohon," pinta Daily dengan wajah memelas.
"Kali ini, aku tidak akan termakan dengan wajah memelasmu itu," kata Frans sembari membuka kemejanya.
"Ya Tuhan, tolong Ai. Siapa laki-laki ini? Kenapa dia begitu membenci Kak Daisy? Apa yang sudah di perbuat olehnya?" batin Daily. Gadis itu benar-benar ketakutan.
Melihat tubuh Frans yang sudah nyaris polos di hadapannya, membuat Daily semakin ketakutan. Gadis itu pun turun dari atas ranjang Frans dan mencoba untuk kabur.
"Mau kemana, kau perempuan sial?" Frans menarik paksa tubuh Daily dan menghempaskan tubuh itu dengan kasar.
"Ai mohon, tolong jangan lakukan semua ini," lirih gadis malang itu. Ia mengiba dan memohon ampun serta belas kasihan pria yang kini berada di atas tubuhnya. Akan tetapi pria itu terus-terusan menjamah tubuhnya bahkan meninggalkan banyak tanda di bagian lehernya.
Srek!
Frans merobek gaun merah muda yang di kenakan Daily dengan tidak sabaran.
"Ohh.. Tubuhmu sungguh indah," ucap Frans sembari tersenyum smirk. Melihat tubuh polos Daily sungguh membuat dirinya semakin gila.
"Jangan Tuan, saya mohon jangan lakukan," Daily memberontak saat tangan nakal Frans mulai menggerayangi bagian-bagian sensitif tubuhnya.
"Ayolah, Baby. Jangan menolak dan sok jual mahal begini! Melayani Om-om tua saja kau mau, kenapa denganku kau begitu ketakutan?" Frans menyentuh bukit Daily bahkan sedikit mer*masnya. Hingga membuat Daily berteriak histeris.
"Tidak! Jangan lakukan itu!"
Setelah puas bermain-main, Frans pun akhirnya langsung menuju inti permainannya. Ia memaksa miliknya mendesak masuk pada milik Daily yang masih tersegel. Hingga membuat Daily menjerit dalam tangisan yang begitu pilu.
"Nenek!" teriak Daily dengan kencang saat Frans berhasil menembus selaput darahnya yang selama ini selalu ia jaga dan bangga-banggakan.
"Daisy, kenapa rasanya berbeda? Obat apa yang kau konsumsi?" racau pria gila yang berada di atas tubuh Daily dan bergerak dengan liarnya.
"Ya Tuhan, tolong ampuni Ai. Nenek, tolong maafkan Ai yang gak bisa menjaga diri," guman Daily di dalam kesakitan yang ia rasakan.
"Ahhh.. Ayo Baby, keluarkan suara indah itu. Buat aku semakin bersemangat," racau Frans tanpa memperdulikan semua gumanan yang di ucapkan oleh gadis yang ia gagahi dengan paksa itu.
Lebih satu jam lamanya, bahkan Frans sudah menyemburkan benihnya di dalam rahim Daily. Setelah merasa puas, barulah Frans turun dari atas tubuh Daily yang sudah lemah. Pria itu merebahkan tubuhnya di samping tubuh Daily yang sudah tidak berdaya. Tanpa rasa bersalah sedikitpun, Frans pun memejamkan matanya dan terlelap begitu saja.
Hanya penyesalan tidak berguna yang tersisa, jika saja sore tadi Daily mendengarkan perkataan Neneknya. Mungkin semua peristiwa pahit itu tidak akan terjadi. Dan mungkin, sekarang dirinya sedang berbaring di atas ranjangnya sembari membaca dongeng. Seperti kebiasaan yang ia lakukan setiap harinya.
Menangis sesal tiada berguna, kesucian di renggut paksa oleh sang durjana. Kini, Daily hidup menjadi wanita ternoda yang seperti tak ada harganya. Satu-satunya harta berharga yang ini miliki kini telah hilang.
"Nenek, tolong maafkan Ai. Tolong ampuni, Ai. Kini Ai tidak lagi berguna," lirihnya sembari berusaha turun dari ranjang itu dan memakai pakaiannya yang sudah tidak utuh lagi.
Dengan terseok-seok, gadis malang itu berjalan menuju pintu dan berusaha untuk pergi. Belum berhasil ia membuka pintu itu, tubuhnya sudah terhuyung lalu ambruk dan berakhir hilang kesadaran di lantai granit kamar itu.
Sungguh malang nasib Daily, menerima perlakuan buruk dari orang yang tidak dikenal atas kesalahan yang tidak pernah ia lakukan.
Hari sudah malam, Daily yang pamit pergi ke Toko kue belum juga kembali. Hingga membuat Nek Lai merasa khawatir dan juga cemas.
"Ya Allah, kemana perginya Daily? Kenapa sudah malam belum pulang?" Nek Lai mondar mandir di depan rumah. Ia menunggu kepulangan cucu bungsunya. Cucu yang begitu ia sayangi.
Karena cemas, Nek Lai pun memanggil para tetangga dan meminta bantuan untuk mencari Daily yang pamit pergi sebentar dan tak kunjung kembali.
"Ada apa, Nek?" tanya seorang pemuda yang memang sering menolong Nek Lai di saat nenek itu membutuhkan bantuan.
"Tolong Nenek, Daily pergi sore tadi dan sampai saat ini belum juga pulang," kata Nek Lai.
"Dia pamit pergi kemana, Nek? Biar Anton cari," ucap pemuda itu yang ternyata bernama Anton.
"Tadi katanya, dia mau pergi ke Toko kue. Nenek sudah larang tapi kali ini dia tidak dengarkan perkataan Nenek. Nenek cemas sekali, Ton." Nek Lai begitu cemas, terlihat dari raut wajah tuanya dan juga tangannya yang terus-terusan meremas pinggir pakaian yang ia kenakan.
"Kalau gitu, Anton akan coba cari dan tanya pada pemilik Toko kue dulu, Nek." Anton pun langsung pergi untuk mencari Daily. "Anton pamit, Nek. Assalamualaikum."
"Semoga tidak terjadi sesuatu pada Daily," cemas Nek Lai. "Waalaikum'salam."
Pemuda yang bernama Anton itu pun segera mencari Daily. Menyusuri jalanan malam yang gelap dengan senter kecil menuju Toko kue yang katanya di kunjungi Daily.
Saat sampai di Toko kue, kebetulan toko itu masih buka.
"Assalamualaikum, Uni!" seru Anton pada pemilik toko kue itu.
"Waalaikum'salam," balas Ibu pemilik Toko.
"Maaf Uni, saya mau bertanya. Apakah Daily tadi sore membeli kue di Toko ini?" tanya Anton dengan sopan.
Guratan kecemasan begitu tampak di wajah pemuda 25 tahun itu. Pemuda yang begitu mencintai Daily tapi selalu di anggap Daily hanya sebatas seorang Abang. Sungguh sedih nasibnya, cinta bertepuk sebelah tangan.
"Benar, tapi dia tidak lama. Setelah membeli kue, dia langsung pamit pulang. Katanya takut di cari oleh Nek Lai," kata Ibu pemilik Toko. "Memangnya kenapa?" tanya Ibu pemilik Toko itu pada Anton.
"Sampai saat ini dia belum pulang, Uni. Kami begitu cemas, takut terjadi sesuatu pada Daily. Apalagi dia memang tidak pernah keluar rumah, kami takut dia di kira orang-orang adalah Daisy yang jarang pulang." jelas Anton.
"Benar, Uni juga tadi mengira dia adalah Daisy. Tapi dari pakaiannya dan caranya kok berbeda, dan dia mengatakan kalau dia Daily bukan Daisy."
Setelah memastikan, Anton pun segera pamit mencari ke tempat lain pada Uni pemilik toko.
"Kalau begitu, saya pamit dulu, Uni. Assalamualaikum!"
"Semoga cepat ketemu," kata Ibu pemilik Toko "Waalaikum'salam."
Anton meneruskan pencariannya ke tempat sekitar tapi ia tak menemukan keberadaan Daily. Bagaimana dapat di temukan jika Daily saja sudah berada di tempat lain. Bahkan sudah ada di luar Kota.
"Dimana kamu, Ai? Kenapa sekalinya kau keluar rumah malah tidak pulang?" guman Anton.
Tiba-tiba saja, mata pemuda 25 tahun itu melihat payung Daily yang berada di dalam remang-remang pencahayaan senternya.
"Tidak salah, itu payung Daily! Tapi kemana dia?" Anton segera berlari tergesa-gesa dan mengambil payung Daily yang sudah kotor di atas rerumputan yang ada di tepian jalan itu.
"Daily tidak pernah meninggalkan barang-barangnya seperti ini, kecuali terjadi sesuatu pada dirinya," guman Anton.
Anton pun menyinari area sekitar dengan senternya. Barangkali Daily terjatuh dan tidak sadarkan diri di tempat itu. Tapi, ia hanya melihat bekas kuenya saja. Kue yang sudah kotor dan hancur akibat terpaan hujan deras yang terus turun tanpa henti sore hingga menjelang malam itu.
Karena tak menemukan apapun, maka Anton segera bergegas pulang dengan payung Daily di tangannya.
.
.
.
Di rumah Nek Lai. Sudah banyak warga yang berkumpul, mereka semua membantu Nek Lai mencari Daily di area komplek Cisalak yaitu komplek tempat tinggal Daily.
"Kemana kamu, Ai? Kenapa buat Nenek cemas seperti ini?" Nek Lai memeluk payung cucunya yang kotor dan basah.
"Lagi pula, kenapa Nenek beri izin Daily keluar? Bukankah selama ini tidak pernah Nenek izinkan keluar sendirian?" Tanya salah seorang warga.
"Itulah bodohnya aku, tadi sore aku hanya melarangnya saja tapi tidak mengikutinya," kata Nek Lai penuh dengan penyesalan.
"Kita tunggu hingga besok, Nek. Kalau Daily tidak juga pulang, maka kita laporkan pada polisi. Biar polisi yang mencari," kata Anton sembari memeluk tubuh tua renta Nek Lai.
"Huhuhu.. Cucuku dimana kamu?" Nek Lai hanya bisa menangisi cucunya yang tidak kunjung kembali.
"Bagaimana mana kalau hubungi Daisy? Barangkali dia bisa bantu untuk mencari adiknya, dia kan banyak kenalan orang luar!" ujar salah satu warga.
"Iya juga, biar Anton coba hubungi nomer Daisy," kata Anton. Pemuda itu pun segera menghubungi nomer Daisy.
"[Hallo, ada apa?]"
"[Sy, adikmu hilang. Bisakah kau pulang dulu atau bantu cari keberadaannya,]" kata Anton pada Daisy yang ada di seberang telpon.
"[Dia hilang? Kenapa bisa? Bukankah dia selalu mengurung diri, hahaha!]" terdengar suara gelak tawa dari seberang telpon.
"[Aku serius Sy, adikmu hilang,]" kata Anton lagi.
"[Kalian cari lah, kalian orang pinggiran kan begitu peduli dengan Daily. Jadi kalian cari saja dia. Jangan libatkan aku!]"
Tut!
Daisy, kakak kembar dari Daily langsung memutus sambungan telpon itu. Ia benar-benar tidak perduli dengan adiknya.
"Astagfirullah.." Anton dan para warga yang mendengar timbal Daisy di dalam sambungan telpon itu hanya bisa mengusap dada. Mereka benar-benar tidak menyangka dengan Daisy yang tidak pernah perduli dengan saudaranya sendiri.
"Daisy memang seperti itu, dia tidak pernah perduli pada Daily yang begitu menyayanginya," ucap Nek Lai menangis sedih. "Padahal dulu mereka tidak seperti ini, dulu Daisy begitu perduli pada adiknya."
"Sabar, Nek. Kita berdoa pada Tuhan, semoga Daily baik-baik saja," kata Anton.
Pemuda itu begitu perduli pada Nek Lai. Selain dia menyukai Daily, dia memanglah pemuda yang baik dan santun. Tak hanya itu, dia juga adalah pemuda pekerja keras dan memang sering membantu warga komplek yang kesulitan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!