Setelah suaminya meninggal diusia yang masih sangat muda. Mbah Karti membesar kan kedua anaknya seorang diri.
Usianya empat puluh tahun ketika suaminya meninggal dan kedua anaknya masih kuliah. Suaminya adalah seorang pegawai negeri, dan setelah meninggal punya pensiunan. Hal itu patut disyukuri oleh Mbah Martha. Setidaknya dia tidak akan kekurangan uang dalam membiayai sekolah kedua anaknya.
Anaknya dua-duanya perempuan. Yang pertama bernama Warni dan yang kedua bernama Murni.
Warni dan Murni adalah gadis cantik dan berpendidikan. Warni akhirnya lulus kuliah dan menjadi seorang guru disebuah sekolah swasta di kota metropolitan.
Sementara, Murni masih kuliah dibandung.
Suatu hari, Mbah Karti mendapatkan firasat buruk. Diapun menelpon Murni. Dan bukan Murni yang mengangkat telepon itu, melainkan temannya.
"Saya temannya Murni. Bu, kalau bisa ibu datang kemari. Murni tiba-tiba sakit keras," kata seorang temannya.
Padahal sebentar lagi Murni juga akan diwisuda. Mendengar berita itu membuat Mbah Karti langsung menyusul murni ke rumah sakit ditempat kuliahnya.
Murni terbaring sakit dan tidak membuka matanya. Kulitnya biru dan dingin. Rambutnya acak-acakan seperti tidak disisir satu Minggu.
"Ada apa dengan anak saya?" tanya Mbah Karti pada seorang temannya.
"Itu Bu, setelah menolak cinta Rangga, tiba-tiba dia jadi seperti ini," kata temannya.
"Siapa Rangga?" Mbah Karti menjadi penasaran karena Murni tidak pernah cerita apapun sebelumnya.
Dan memang, Mbah Karti agak keras dalam mendidik anak perempuan. Saking kerasnya, mereka berdua tidak pernah punya teman pria yang pernah dibawa kerumah. Bahkan Warti juga di sebut perawan tua karena tidak lekas menikah.
Entah apa yang membuat Mbah Karti punya aturan seperti itu. Hingga membuat Murni juga tidak berani menerima cinta Rangga yang sudah tiga tahun mengejar cintanya.
"Rangga teman kuliah Murni," kata temannya yang membawa Murni kerumah sakit.
"Mereka pacaran?" tanya Mbah Kartu dengan nada tajam.
"Tidak Bu....Rangga memang mencintainya. Tapi Murni menolaknya," kata temannya.
"Ya, yang Murni lakukan sudah benar," kata Mbah Karti.
Dokter keluar dan memanggil Mbah Karti.
Mereka berdua berbicara diruangan dokter.
"Apa penyakit anak saya dokter?" tanya Mbah Karti.
"Tidak sakit. Tidak ditemukan penyakit apapun ditubuh Murni," kata dokter.
"Kalau begitu, berarti saya bisa membawanya pulang ya dok?" tanya Mbah Karti yang terkenal pelit.
"Ya, nanti setelah pasien sadar, ibu bisa membawanya pulang," kata Dokter.
"Syukurlah," kata Mbah Karti lalu masuk kembali keruangan Murni.
Murni membuka matanya perlahan.
"Aku ada dimana?" tanya Murni melihat ada ibunya juga sampingnya.
"Kamu dirumah sakit. Tapi karena dokter mengatakan tidak ada penyakit apapun maka kamu boleh pulang," kata Mbah Karti senang. Jika tidak, maka dia harus mengeluarkan uang tabungannya untuk biaya rumah sakit.
"Tapi, dadaku sakit sekali Bu...." kata Murni.
"Nanti kita obati dirumah," kata ibunya dan memapah Murni keluar dari ruangan dimana dia dirawat.
"Bu, apakah tidak sebaiknya Murni disini dulu. Kelihatannya dia masih sangat lemah," kata temannya yang tahu jika Murni menderita karena tadi sempat berteriak-teriak menjerit kesakitan.
"Tidak papa. Nanti diobati dirumah saja. Ada orang pintar dikampung yang bisa mengobati nya," kata Mbah Karti
Mbah Karti lalu membawa Murni pulang ke kampung sementara waktu. Menurut kepercayaan nya dia tidak perlu berobat ke dokter. Dia akan sembuh setelah di bawa ke orang pintar, batin Mbah Karti.
Mbah Karti terkenal sangat pelit dikampung halamannya. Dari sejak suaminya ada hingga tiada, sikapnya tidak berubah. Padahal dia adalah orang terkaya dikampung itu.
Namun semua tetangganya tahu, jika dia sangat pelit membelanjakan uangnya.
Sekarang Murni sudah ada dirumah ibunya setelah naik bis semalaman.
"Murni sangat lemas Bu," kata Murni pada ibunya.
"Tahan ya, nanti kita langsung kerumah Mbah Surip. Dia akan mengobatimu. Jangan-jangan kamu diguna-guna sama orang," kata Mbah Karti.
"Diguna-guna? Tidak mungkin Bu. Jaman sekarang, mana ada yang seperti itu?" kata Murni tidak percaya. Apalagi dia kuliah kedokteran. Tentu saja hal itu berlawanan dengan apa yang dia pelajari selama ini.
"Sudah, kamu nurut saja sama ibu. Kamu pasti diguna-guna oleh pemuda itu. Siapa namanya? Ya, Rangga...." cetus Ibunya.
"Ibu, tidak mungkin. Rangga juga kuliah kedokteran. Dia tidak percaya hal-hal semacam ini. Aku hanya sesak disebelah sini," kata Murni menunjukkan dadanya sebelah kiri.
"Ayo kita masuk, kita sudah sampai dirumah Mbah Surip.
"Ibu, kita pulang saja." kata Murni yang berhenti didepan pintu.
"Masuk saja. Tidak dikunci," kata suara dari dalam. Seakan Mbah Surip tahu jika ada tamu didepan rumahnya.
"Sudah ibu bilang dia orang pintar. Tanpa melihat sudah tahu jika ada tamu dirumahnya," kata Ibunya mengajak Murni masuk kedalam.
Akhirnya Murnipun menurut apa kata ibunya.
"Mbah, begini, anak saya ini merasakan sakit di dada sebelah kiri. Dan belum lama dia baru saja menolak pria yang menyukainya," kata Mbah Karti.
"Tidak usah dilanjutkan. Aku sudah tahu dari melihat wajahnya. Ada bayangan hutang yang terus mengikutinya," kata Mbah Surip.
"Apa Mbah? kalau begitu, tolong usir bayangan hitam itu Mbah," sahut Mbah Karti.
"Apa kata ibu, benarkah. Kamu diganggu oleh bayangan hitam. Pasti dikirim oleh pria itu. Biar Mbah Surip mengusir bayangan hitam itu. Kamu harus nurut dengannya," kata Mbah Karti.
"Tapi, kamu harus keluar dulu. Biar saya obati putrimu," kata Mbah Surip.
Didalam kamar itu, Mbah Surip lalu memanggil jin dan berbicara dengannya. Murni hanya melihat tidak ada apapun didalam sana selain asap dari kemenyan.
"Pejamkan matamu," kata Mbah Surip.
Murni lalu memejamkan matanya. Namun saat membuka mata, tiba-tiba dia melihat Mbah Surip tergeletak didepannya tak bernyawa.
Murnipun menjerit ketakutan.
"Ibuuuuuuu..."
Ibunya langsung masuk kedalam dan melihat mulut Mbah Surip mengeluarkan darah. Dan dadanya berhenti berdetak. Dia tak bernyawa lagi.
"Dia sudah meninggal. Mbah...Mbah Surip.... Murni, ayo kita keluar. Kita kasih tahu warga desa," kata Mbah Karti melihat jika Mbah Surip tidak bernyawa lagi.
Warga dikampung pun kaget dan berdatangan setalah tahu jika Mbah Surip orang pintar dikampung ya telah tiada.
Mereka pikir, Mbah Surip akan berumur panjang hingga ratusan tahun karena kepintarannya. Namun ternyata hari ini dia telah tiada tanpa sakit apapun.
Warga menjadi geger dan bergosip tentang penyebab kematian Mbah Surip.
Mbah Karti lalu mengajak Murni pulang.
"Murni, kamu dirumah ya, Ibu biar melawat kesana, dan bantu-bantu," kata Ibunya.
"Jangan Bu, Murni takut sendirian," kata Murni.
"Tidak papa, kamu kan sudah besar, masa dirumah sendiri saja takut," kata ibunya lalu pergi.
Murni tinggal dirumah besar dan luas. Ayahnya kaya-raya dan membuat rumah itu menjadi sangat besar. Namun tidak membuat Murni merasa nyaman dan aman.
Murni mulai merasakan hal aneh disekitar kamarnya.
Sebuah bayangan seperti sedang menatap tajam wajah Murni. Dia melayang di udara dan menempel di langit-langit kamarnya.
Murni yang awalnya akan tiduran, kemudian menatap bayangan hitam yang melayang ditembok. Tanpa terasa kakinya berjalan mengikuti bayangan hitam itu.
"Kemana perginya?" dalam hati Murni berkata sendirian.
"Itu pasti hanya perasaan ku saja," Murni lalu kembali kekamarnya.
"Aku terlalu ketakutan dan sekarang aku mulai berkhayal melihat bayangan hitam," ucap Murni lalu masuk kedalam kamarnya.
Tiba-tiba, dia merasa kesakitan dibeberapa bagian tubuhnya. Murnipun menjerit dan menjambak rambutnya.
Dia meminta tolong dan berteriak. Tapi karena rumahnya sangat luas dan ada tembok tinggi disekelilingnya, maka tidak ada yang mendengar teriakannya.
Akhirnya, diapun terduduk disudut kamar sambil menjambak rambutnya sendiri. Sekarang, dia mulai tidak mengenali jati dirinya.
Hari menjelang sore. Mbah Karti pulang dari rumah Mbah Surip yang baru saja meninggal.
"Murni.....!" Mbak Kartu berteriak memanggil nama Murni.
"Murni....ibu pulang nak...." kata Mbah Karti lalu masuk kedapur dan menurutnya itu untuk membuang sial. Setelah pergi melawat maka sudah menjadi kebiasaan nya untuk masuk kedapur dan mencuci kakinya.
Menurut kepercayaan orang tuanya dulu, itu dilakukan agar roh jahat tidak ikut bersamanya dan menganggunya.
"Sepi sekali. Apa murni tidur?" kata Mbah Karti mengambil air minum dan meminumnya.
glek! glek!
Mbah Karti merasa sangat kehausan setelah seharian membantu dirumah tetangganya.
"Aku akan melihatnya dikamarnya," kata Mbah Karti lalu berjalan ke kamar Murni.
Mbah Karti membuka pintu perlahan. Lalu kaget saat melihat keadaan kamar yang berantakan.
Sorenya berserakan dilantai. Kapuk didalam bantal berhamburan disana sini. Mbah Karti lalu mencari Murni yang ternyata sedang meringkuk disudut kamar.
"Astaga Murni. Apa yang terjadi denganmu nak?" kata Mbah Karti lalu memapah Murni kekasur.
Mengambil bantal yang masih bagus dan tidak sobek. Hanya satu bantal yang bagus. Yang lainya sobek disana sini.
Mbah Karti lalu mengambil selimut dan menyelimuti Murni.
"He he he...." Murni tertawa terkekeh.
"Kamu siapa?" tanya Murni.
"Murni, jangan bercanda. Ini ibu. Kamu sudah makan belum?" tanya Mbah Karti sambil menyisir rambut Murni yang berantakan.
"Belum. Aku tidak lapar. Tidak mau makan. Aku mau bertemu Rangga. Aku kangen Rangga. Aku ingin ketemu dia," kata Murni mulai meracau.
"Murni, sadar nak. Rangga itu sudah kamu tolak. Dan kamu masih kuliah. Jangan bicara begitu,"
"Rangga....Rangga....." Murni terus menyebut nama Rangga.
Hingga akhirnya dengan susah payah, Mbah Karti menidurkan Murni.
Keesokan harinya. Murni semakin tidak terkendali. Dia mulai berteriak dan tidak mau memakai pakaian. Dia terus menyebut nama Rangga.
Dan dia tidak ingat namanya sendiri.
"Murni,"
Panggil Mbah Karti.
Murni diam saja dan hanya memainkan rambutnya yang panjang. Keadaanya sungguh sangat berantakan. Dan dia mulai berbicara sendiri dan tidak peduli dengan kehadiran beberapa orang yang menjenguknya.
"Mbah, sebaiknya, segera bawa Murni ke orang pintar. Kasihan dia," kata Wito RT di desa Kunti.
"Dimana ada orang pintar yang hebat? Kemarin apa yang terjadi dengan Mbah Surip membuat saya trauma," kata Mbah Karti.
"Jangan putus asa Mbah. Segera bawa Murni ke desa Jati. Disana ada orang pintar yang bisa mengobati sakit seperti ini," kata Wito.
"Ya sudah, pak Wito bisa bantu saya bawa Murni?" tanya Mbah Karti.
"Iya Mbah. Saya akan menemani Mbah Karti membawa Murni. Saya kasihan jika melihat keadaannya. Jika saja kakak sepupu saya masih hidup, maka dia tidak akan seperti ini," kata Wito.
"Sudahlah Wito. Jangan ungkit orang yang sudah tidak ada," kata Mbah Karti lalu memaksa Murni ke mobil Wito.
"Dia tidak mau pakai baju. Biar aku pakai kan selimut saja," kata Mbah Karti.
"Ya sudah tidak papa," kata Pak Wito lalu duduk di bangku stir.
"Apa Warni tidak pulang Mbah?" tanya Pak Wito.
"Lagi keluar negeri. Katanya pulang Minggu depan," kata Mbah Karti.
"Apa tidak sebaiknya Warni disuruh berumah tangga Mbah. Umurnya juga sudah cukup untuk punya suami," kata Pak Wito yang masih ada hubungan saudara sehingga berani berkata seperti itu.
"Sudah. Tapi memang belum dikasih ya mau bagaimana lagi," kata Mbah Karti.
"Oh ya, katanya si Mila sekarang ikut Warni ya Mbah?"
Mila adalah tetangganya belakang rumah Mbah Karti. Dia berusia 20 tahun dan memutuskan untuk bekerja sebagai asisten rumah tangga dirumah Warni.
"Iya. Disini belum lama dipecat dari pekerjaannya. Kebetulan Warni butuh orang untuk bersih-bersih dirumahnya," kata Mbah Karti.
"Warni akhirnya sukses ya Mbah? Jadi guru, gaji ya juga besar. Apalagi di sekolah internasional. Tidak semua orang seberuntung Warni Mbah," kata Pak Wito.
"Ya, disyukuri aja Pak Wito. Semua itu juga tidak lepas dari kerja keras Warni. Orangnya memang prihatin sejak dulu. Tidak suka neko-neko. Tiap hari belajar dan tidak suka main kayak anak gadis yang lain," kata Mbah Karti terkenang pada Warni saat masih belia.
"Nah, itu Mbah rumahnya. Kita sudah sampai. Itu gapuranya," kata Pak Wito.
"Aku ngga mau turun! Aku ngga mau turun!" Seakan seperti sudah tahu jika akan di obati maka Murni berteriak tidak mau turun. Dia mengamuk didalam mobil.
"Aduh Mbah, gimana ini?" tanya Pak Wito yang juga kewalahan.
"Itu ada orang. Biar aku minta tolong dia untuk menggotong Murni," kata Mbah Karti lalu berjalan ke dua orang yang baru saja dari ladang.
"Pak, bisa bantu saya. Anak saya ada didalam mobil. Tidak mau di obati. Mengamuk," kata Mbah Karti.
"Ayo Prem, kita bantu Mbah ini," Kata temannya.
Mereka lalu menggotong dan mengikat kaki dan tangan Murni. Dia lalu dibawa masuk ke rumah Ki Sentot.
Ki Sentot juga orang pintar, dia sudah tahu jika ada tamu dari jauh.
"Bawa sini, biar aku obati," kata Ki Sentot.
"Iya Mbah," Kata Mbah Karti dan Pak Wito. Mereka lalu menunggu diluar.
Terdengar dari dalam Murni berteriak dan memaki Ki Sentot.
Murni mengamuk. Tapi sepertinya bukan Murni yang mengamuk. Melainkan roh jahat yang menempel ditubuhnya.
Murni melotot dan berusaha melawan Ki Sentot.
Namun akhirnya tidak terdengar lagi suara gaduh ataupun jeritan Murni. Dan saat itu Mbah Karti dan Pak Wito disuruh masuk kedalam.
"Kenapa dengan anak saya Mbah? Kok jadi seperti ini?" tanya Mbah Karti.
"Ada yang mengirim guna-guna padanya. Dia seorang pria. Tidak saya sebutkan namanya. Pokonya kalau mau selamat, Murni jangan bertemu dengan pria itu lagi," kata Mbah Sentot berpesan pada tamunya.
"Iya Mbah," kata Mbah Karti lega, setelah melihat wajah Murni yang tadinya pucat menjadi bercahaya.
Murni sudah sembuh seperti sedia kala. Dan kembali normal juga bisa beraktivitas seperti biasanya. Dia mulai merindukan teman-teman kuliahnya. Namun setelah apa yang terjadi, maka Mbah Karti tidak mengijinkan Murni pergi kuliah di tempat sebelumnya.
"Murni, sudah siap belum. Ibu akan menemanimu," kata Mbah Karti pada Murni yang sudah pindah ke universitas yang lain.
"Ibu dirumah saja. Murni bisa sendiri. Ibu kalau mau ke pasar tidak papa," kata Murni lalu berpamitan dan berangkat ke kampus.
"Baiklah, hati-hati ya," kata Ibunya.
Murni lalu berjalan ke jalan raya. Kampungnya berada setengah kilometer dari jalan raya. Murni akan naik angkot ke tempat kuliahnya.
Meskipun kaya raya. Tapi Mbah Karti hidup sangat irit. Dia tidak memberikan uang jajan banyak untuk Murni. Dan tidak ada motor atau mobil dirumahnya.
Mbah Karti selalu membeli tanah setiap uangnya sudah terkumpul. Alhasil, dia menjadi tuan tanah dikampung ya. Setiap ada yang mau jual tanah, selalu dia beli dengan harga paling murah. Dan biasanya dia akan mendapat kan harga termurah saat orang itu kepepet dan butuh uang.
Tanahnya semakin banyak. Bahkan tanah persawahan di sekeliling kampungnya adalah miliknya.
Semua tetangganya akan pergi kerumahnya jika butuh uang. Namun itu dengan jaminan tanah. Jika tidak ada jaminan tanah maka tidak akan di gubris sama mbak Karti meskipun orang yang butuh sakit keras atau sangat mendesak.
Pokonya kalau mau berurusan uang dengan Mbah Karti harus punya jaminan tanah baru Mbah Karti akan menolongnya.
Seperti itulah sifat Mbak Karti yang kikir. Dia tidak mau berbagi apapun dengan tetangganya meskipun uangnya banyak. Dia juga tidak akan membantu jika tidak ada imbalannya.
Murni berulang kali mengingatkan ibunya akan sikapnya yang terlalu pelit dan kikir. Namun bukanya sadar malah dia akan di caci maki oleh ibunya.
Didalam perjalanan ke kampus, Murni ingat apa yang terjadi semalam.
Seorang tetangganya menangis dan sampai memegang kaki Mbah Karti meminjam uang. Namun karena tidak punya jaminan maka orang itu pulang dengan tangan kosong.
Hati Mbah Karti tidak bergeming untuk membantunya. Murni yang ibapun, memberikan tabungannya untuk dipinjamkan pada orang itu.
Tapi karena ibunya melihatnya maka uang Murni diambil kembali dan Mbah Karti sangat marah melihat Murni yang mudah percaya dengan orang yang datang untuk meminjam uang.
Murni menarik nafas berat mengingat hal itu.
"Murni......" Murni menikah saat melewati kuburan kuno. Karena seperti ada yang memanggil dirinya yang sedang melamun.
"Tidak ada orang. Tapi aku tadi seperti mendengar suara memanggil namaku," ucap Murni.
"Kuburan....kenapa perasaanku menjadi tidak enak begini?" ulang Murni dan mempercepat langkahnya.
Tiba-tiba langit menjadi gelap dan hujan mengguyur deras.
Murni berlari menuju sebuah rumah kosong yang ada didekat kuburan itu.
"Hujan, aku lupa bawa payung. Gimana ini? Bajuku bisa basah sampai dikampus jika tidak segera reda," kata Murni.
"Mana sepi lagi....Kenapa aku harus lewat jalan ini. Aku tidak ingat jika ada kuburan disini. Kok aku jadi merinding ya...." kata Murni lalu merasa jika buku kuduknya merinding.
Dan tiba-tiba dia melihat orang mirip Rangga lewat.
Murnipun mengejar orang itu.
Murni tidak peduli jika hujan mengguyur deras. Dia terus mengejar seorang pria mirip Rangga.
Dan memanggil namanya.
"Rangga!"
Begitu Murni memanggil nama Rangga sebuah cahaya mirip api tiba-tiba seperti masuk kedalam dirinya.
"Sakiiitttt!" Murni berteriak.
Ternyata menyebut dan mengingat tentang Rangga membuat dia kembali membuka mata batinnya dan iblis jahat itu masuk kembali ke dalam tubuhnya.
Murni pingsan dijalan.
Pak Wito yang kebetulan lewat dengan motornya kaget melihat seorang wanita tergeletak dijalan raya dalam kondisi bawah kuyup.
"Ada orang pingsan. Biar aku tolong. Hujan-hujan kok ada yang pingsan. Mana dekat kuburan, kasihan sekali...." kata Pak Wito lalu membalikkan wanita itu.
Dan saat melihatnya pucat pasi, maka Pak Wito kaget dan menyebut namanya.
"Murni....." Pak Wito segera membawa Murni pulang kerumah Mbah Karti.
Mbah Karti yang sedang mengelap lantai teras yang licin, kaget melihat Pak Wito datang.
"Mbah, Murni pingsan dijalan. Didekat kuburan," kata Pak Wito sambil memapah Murni masuk kedalam rumah.
Pak Wito terpaksa mengikat tubuh Murni ke tubuhnya karena dia dalam kondisi pingsan. Jika tidak di ikat maka bisa jatuh saat motornya berjalan.
"Apa Murni pingsan?" Mbah Karti lalu melihat kondisi anaknya.
"Bagaimana bisa seperti ini pak?" tanya Mbah Karti sangat cemas.
"Ngga tahu Mbah. Aku melihatnya sudah pingsan dijalan," kata Pak Wito.
Mbah Karti lalu memanggil tetangganya yang agak pintar. Meskipun ilmu kebatinananya dibawah Mbah Surip. Namun hanya dia yang ada saat ini dan bisa di mintai tolong jika menyangkut hal gaib.
"Tidak bisa di selamat kan," kata tetangganya saat melihat Murni sudah biru. Dan detak jantungnya berhenti.
"Apa?" Mbah Karti kaget.
"Iya Mbah. Murni sudah meninggal," kata tetangganya itu.
Mbah Karti tidak bisa berkata lagi. Dadanya sesak dan dia menangis disamping Murni.
"Murni....apa yang terjadi nak....kenapa bisa jadi begini...." Mbah Karti terus menangisi Murni.
Dan tiba-tiba sebuah keajaiban terjadi. Saat tetangganya tahu jika Murni tiada maka mereka semua datang ke rumah Mbah Karti.
Ada yang membawa beras, sayur, dan segala macam bahan untuk dimasak keperluan merawat orang yang sudah tiada. Seperti itu memang sudah menjadi tradisi. Mereka akan datang dengan membawa makanan mentah dan matang, untuk diberikan pada keluarga yang terkena musibah.
Jarang orang datang membawa uang. Ada juga yang pergi ke pasar mendadak dan membeli bahan pokok untuk diberikan pada keluarga yang terkena musibah.
Mbah Karti masih menangisi jenasah Murni. Tapi sebuah keajaiban terjadi. Murni yang pucat pasi tiba-tiba terbangun dan membuka matanya saat semua orang sudah berkumpul dirumahnya.
Dia tertawa terbahak-bahak.
"Hahahaha.... hahaha hahaha,"
"Ada hantu!" Sebagian anak kecil yang ikut berlari keluar saat melihat Murni terbangun.
"Murni...." Mbah Karti kaget dan berhenti menangis.
Dia tidak takut sama sekali bahkan tersenyum saat melihat Murni hidup kembali.
"Murni...."
"Hahahaha.. hahaha...bubar. Kalian semua pergi.Cepat pergi....." Teriak Murni seperti orang tidak waras.
Semua tetangganya saling berpandangan. Dan Murni yang tertawa melempari mereka dengan barang-barang menyuruh mereka semua pergi dari rumahnya.
"Pergi.....pergi....." teriak Murni.
Semua tetangganya meninggalkan belanjaan mereka dirumah Mbah Karti dan pergi.
Saat semua orang sudah pergi, Murni lalu mengunci pintunya dari dalam. Dia lalu mengambil semua belanjaan itu dan memainkannya. Melempar beberapa barang ke seluruh ruangan.
"Murni... hentikan. Kamu membuat takut semua orang...." kata Mbah Karti yang tidak berani mendekati Murni karena dia seperti sedang mengamuk.
"Hheeeehhhh" Murni bersuara keras dan seperti bukan suaranya.
"Hheeeehhhh"
Mbah Karti mundur dan menjauh dari Murni
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!