Pagi itu Dinda melihat ada sebuah mobil hitam mewah berhenti di halaman rumah pamannya. Dinda menilik dari balik jendela yang ada di ruang tamu. Dinda juga melihat sang paman sedang berdiri di teras menunggu tamu tersebut menghampiri.
'Siapa tamu paman itu? sepertinya dia orang penting?' tanya Dinda dalam hati.
Mereka pun segera masuk dan duduk di ruang tamu, sedangkan Dinda masih saja berdiri memperhatikan.
"Dinda buatkan tamu paman ini air minum! " titah Paman Gono pada Dinda.
"I-iya paman." jawab Dinda dan segera pergi ke dapur untuk membuatkan teh hangat.
Di luar Mahendra dan Gono tengah berdiskusi tentang kesepakatan yang sebelumnya sudah di buat oleh keduanya.
"Apakah gadis itu yang kamu maksud Gono?" tanya Mahendra dan Gono mengangguk.
"Dia keponakanku namanya Dinda, aku yakin dia akan menyetujuinya. Hanya sampai bayi itu lahir kan dan semua perjanjian kita selesai."
"Iya sampai anakku mendapatkan keturunan, dan dia bisa bercerai nanti kalau dia mau. aku tidak akan mencegah. Aku hanya menginginkan dia melahirkan seorang bayi laki-laki untuk untuk putraku di sisa hidupnya." Jelas Mahendra
Saat sedang mengantarkan minumannya, tak sengaja Dinda mendengar pembicaraan antara pamannya dengan tamu tersebut tentang pernikahan dan juga keturunan.
'Siapa yang mau di nikahkan paman? gak mungkin kan paman mengatur perjodohan ku. Aku kan sudah bilang ke mereka jika aku akan mencari pasangan sendiri.' Gumam Dinda sebelum berlalu meninggalkan mereka.
******
Malam pun tiba, disaat sedang makan malam, paman Gono pun ingin mengatakan sesuatu pada Dinda, tentang tamu yang datang berkunjung.
"Dinda, paman mau bicara serius dengan mu," ucap Gono.
"Iya paman katakan saja." saut Dinda dengan patuh.
"Kamu Taukan tamu yang tadi pagi datang?" tanya paman Gono dan Dinda pun kembali mengangguk.
"Itu teman paman, namanya pak Mahendra. Beliau datang kesini untuk mengambil kamu. Paman sudah berjanji padanya, akan menyerahkan kamu jika beliau menginginkan. Dan saat ini pak Mahendra sedang membutuhkan seorang gadis untuk bisa melahirkan keturunan dari Putranya. Kamu tenang saja, anak pak Mahendra akan menikahi mu dan nanti setelah kamu melahirkan anak untuk nya kamu bisa cerai dan menikah dengan laki-laki pilihanmu sendiri. Ya bisa di bilang kamu menyewakan rahim untuknya dan nanti setelah bayi itu lahir, kamu bisa meninggalkannya. Bukan hal yang berat kan." Ungkap Gono dengan entengnya.
"Apa paman? Menyewa rahimku untuk melahirkan keturunan Mahendra? tidak paman, aku gak mau. Aku tidak mau melahirkan keturunan bukan dari orang yang aku cintai. Bahkan jika sekalipun paman sudah menjual ku ,aku tidak mau. Pokoknya aku gak mau titik." Tolak Dinda dengan tegas, dan merasa kecewa. Namun membuat paman dan bibi terlihat sedih.
"Dengarkan, Paman sudah tanda tangan kontrak dengan pak Mahendra. Jika kamu menolak maka kita kan hidup terlantar, Karena saat ini pak Mahendra memegang kendali hidup kita. Jika kamu ingin melihat paman dan bibi hidup di jalanan, silahkan tolak tapi jika kamu sayang kepada kami, berkorban sedikit untuk kami. Setelah nanti anak itu lahir, paman akan membantumu untuk mengurus surat cerai dan kamu akan kembali bebas dan paman janji tidak akan melarang kamu menikah dengan siapapun."Bujuk Gono lagi.
Tanpa Bicara Dinda pun bangkit berdiri dari meja makan.
"Mau kemana Din?"tanya Asih.
"Mau ke kamar, besok aku akan beri jawabannya." Jawab Dinda asal dan langsung
pergi ke kamar. Air mata pun langsung mengalir dengan derasnya saat Dinda membanting pintu kamarnya.
Dinda duduk di sisi ranjang dan mengambil foto ayah dan ibu yang ada di atas nakas.
"Ma, Pa.apa yang harus aku lakukan, Aku gak mau menikah dengan orang yang gak aku kenal." ucap Dinda sambil mengusap foto yang ia pegang.
"Tapi aku Gak mau melihat paman dan bibi yang sudah merawat dan membesarkan aku menderita hanya karena keegoisanku. Apa yang harus aku lakukan Ma? Aku takut salah mengambil keputusan." Dinda pun memeluk bingkai foto orang tuanya yang sudah meninggal di sertai Isak tangisnya.
Setelah tenang, Dinda pun ingat dengan kekasihnya. Dinda pun segera menghubunginya dan mengajaknya bertemu di taman.
"Mau kemana kamu Din?" tanya asih saat mendapati Dinda hendak keluar.
"Mau keluar sebentar Bi. Tenang saja aku tidak akan kabur. Setengah jam lagi aku kembali." Pamit Dinda lalu pergi begitu saja.
Gono yang mendengar jika Dinda keluar rumah, segera menyusul dan mencarinya. Gono tidak mau sampai Dinda berbuat nekat dengan kabur dari rumah.
"Mas Arif." Panggil Dinda menghampiri Kekasihnya yang sudah menunggu.
"Dinda. Ada apa kamu memintaku datang kemari malam-malam begini. Tidak bisakah menunggu besok jika kamu rindu." Goda Arif namun Dinda tak menunjukkan senyumnya.
"Mas, aku ingin bicara penting tentang hubungan kita."
"Maksudmu?"
"Aku ingin kita akhiri hubungan ini. Paman menjodohkan aku dengan laki-laki lain yang tidak bisa aku tolak, dan akan segera menikahkan aku. Sebelum semuanya terjadi, aku ingin mengakhiri hubungan ini. Maaf jika keputusan ku ini terlalu egois." Ucap Dinda seraya menundukkan kepala tak berani menatap mata kekasihnya.
"Apa kamu bilang! Kamu mau menikah dengan laki-laki lain dan memutuskan aku begitu saja, setelah kita berpacaran hampir satu tahun. Dimana hatimu Din? dimana perasaanmu?" ucap Arif dengan marah sambil mengguncang tubuh Dinda kerena kesal.
"Maafkan aku mas, aku tidak punya pilihan."
"Tidak punya pilihan atau kamu tidak mau berjuang. Sekarang aku tau, Kamu tidak pernah benar-benar mencintaiku dengan tulus. Baiklah kalau itu keputusanmu. Mulai sekarang kita putus dan jangan pernah muncul lagi di hadapan ku. Dan jangan pernah menyesal dengan keputusanmu itu." Arif pun meninggalkan Dinda dalam kemarahan. Hatinya merasa sakit di putuskan Kekasihnya demi menikah dengan laki-laki lain.
Dinda pun terduduk lemas, meratapi keputusannya. Kehilangan kekasih yang di sayang demi memenuhi keinginan pamannya.
"Nak ayo kita pulang. Buat apa menangisi laki-laki itu. Kamu nanti masih bisa mencari lagi yang jauh lebih baik setelah perjanjian itu selesai. Ayo kita pulang sekarang." Ucap Gono yang tiba-tiba muncul di belakang Dinda.
Dengan sedih Dinda pun kembali pulang bersama Gono. Dan ia pun kembali menangis setelah kembali ke rumahnya.
To Be Continued ☺️☺️☺️
Halo... terimakasih yang sudah berkenaan mampir di karya terakhir aku di tahun 2022,. Insyaallah Semua karya akan ditamatkan tamat di akhir tahun ini.
Buat yang nunggu karya yang masih on Going , Author akan tetap update berjadwal ya, karena author juga ada misi kepenulisan yang harus di selesaikan. Dan mudah-mudahan Lolos, doakan Ya.☺️
Mudah-mudahan kalian suka dengan karya ini dan juga bisa menghibur para readers ku yang masih setia mengikuti.
Jangan lupa tinggalkan jejak, like dan komen tak lupa hadiahnya juga jika kalian suka.
BUAT YANG GAK SUKA. AUTHOR GAK MAKSA BUAT TETAP BACA. CUKUP ABAIKAN DAN JANGAN MENINGGALKAN JEJAK YANG SEKIRANYA MERUGIKAN AUTHOR. OKE. BUAT CERBUNG ITU TIDAK MUDAH YA, BUTUH PERJUANGAN.
BIJAKLAH DALAM BERKOMENTAR.☺️☺️
Terimakasih sebelumnya 🙏🙏☺️☺️☺️
Keesokan harinya Dinda memutuskan untuk memberikan jawaban pada Gono, Setelah ia memikirkannya semalaman.
"Paman Aku ingin bicara sebentar," ucap Dinda saat menghampiri Gono yang tengah bersantai di teras rumah.
"Duduklah, dan bicaralah."
"Aku- Aku siap menikah dengan Anak pak Mahendra. jika memang dengan begitu Bisa membuat paman dan bibi tentang, aku akan lakukan apapun."Ungkap Dinda.
"Apa sudah kamu pikir matang-matang? Jika kamu tidak setuju tidak papa, paman dan bibi sudah siap jika harus tidur di jalanan."
"Tidak paman, Aku tidak mau menyusahkan paman dan aku juga sudah siap dengan apa yang akan terjadi nantinya setelah aku menikah dengannya."
"Baiklah, malam nanti kita ke rumah pak mahendra, untuk menyampaikan kabar ini padanya. Karena beliau menginginkan jawabannya secepatnya." Jelas Gono dengan raut wajah senang, karena telah berhasil membujuk Dinda.
Waktu pun begitu cepat berlalu, dan malam pun kembali tiba, Dinda dan paman Gono bersama bi Asih datang ke rumah pak Mahendra dan disana mereka di sambut dengan dengan ramah.
"Pak, maksud kedatangan saya disini ingin meneruskan pembicaraan kita kemarin waktu di rumah,"ucap paman Gono, setelah berbincang-bincang sebentar.
"Iya, gimana jawabannya pak?" tanya balik pak Mahendra yang sudah tidak sabar menunggu jawabannya.
"Setelah saya bicara dengan Dinda dan dia mengambil keputusan mau menerima perjodohan ini." jelas Gono.
"Saya sangat senang sekali mendengarnya. Dinda mau menerima dan jika Dinda sudah setuju kita nikahkan mereka lusa. gimana pak?"
"Terserah bapak aja, gimana baiknya kami ngikut saja." Saut Gono.
"Mohon maaf sebelumnya pak, apakah anak bapak juga menerima perjodohan ini?" Dinda menyela pembicaraan, dan pak Mahendra pun hanya terkekeh.
"Kamu akan menemui nya di hari pernikahan kalian, dan tentu saja Sultan menyetujuinya, sebab dia yang menginginkannya juga."
Setelah pembicaraan malam itu, Dinda terlihat sedikit cemas dengan pernikahan itu. Pertanyaan masih sering muncul dibenaknya 'apakah ia benar-benar siap untuk menjadi seorang istri untuk orang yang belum pernah iya kenal.' Namun perasaan itu sulit untuk di tepis Dinda.
Gono dan Asih pun berusaha meyakinkan Dinda dan terus memberikan banyak nasehat agar Dinda lebih yakin dengan keputusannya.
****
Keesokan harinya, pernikahan pun tiba. Acaranya pun cukup sederhana, Dinda memakai kebaya warna putih dengan sedikit riasan di wajah. Jantung Dinda pun terus berdetak kencang karena sebentar lagi akan menjadi seorang istri dan akan bertemu dengan suaminya untuk pertama kalinya.
Saat Dinda keluar kamar, sesosok pria sudah Selesai melakukan akad nikah di depan penghulu tersenyum melihat Dinda yang berjalan menghampiri dan duduk di sebelahnya.
Setelah bertukar cincin, Dinda baru bisa melihat dengan jelas wajah suaminya untuk pertama kalinya dan segera mencium punggung tangannya dan Sultan pun mengecup kening Dinda.
Dari pandangan Dinda, Sultan terlihat berbeda, wajahnya sedikit pucat dan badannya terlihat kurus, ia melihat terselip sedikit senyum di bibir nya. Mengungkapkan rasa bahagianya, namun berbanding terbalik dengan Dinda yang tak sekalipun tersenyum.
Setelah selesai akad, Dinda pun resmi menjadi istri Sultan dan tinggal di kediaman Mahendra. Namun mereka nampak seperti orang asing.
"Tidurlah, hari sudah malam. Aku tak kan menyentuhmu." Ucap Sultan yang tengah berbaring di sebelah Dinda namun membelakangi.
Dinda pun memberanikan diri bertanya pada Morgan.
"Maaf Mas, jika mas tak menyukai pernikahan ini kenapa tidak mas tolak? Jika pada akhirnya kita akan tidur terpisah." Tanya Dinda.
"Untuk apa aku menolak, aku pun tak bisa memilih. Kamu sendiri kenapa mau menerima pernikahan ini?"tanya balik Sultan.
"Karena..... karena aku gak mau buat paman dan bibi kecewa." jawab Dinda.
"Anak penurut."
Sultan pun membalik tubuhnya dan menatap Dinda yang sudah merebahkan tubuhnya.
"Jika kamu punya pria lain, aku tak kan melarang mu untuk bersamanya." ucap Sultan. Mendengar perkataan itu membuat pikiran Dinda menjadi negatif pada sultan.
"Maaf mas, aku bukan wanita yang seperti itu, pernikahan bukan untuk main-main. Jadi jangan pernah berfikir kalau aku akan selingkuh. Sampai aku memberikan kamu keturunan. Itu kan yang kamu inginkan dari pernikahan ini. Lalu kenapa kamu tak mau menyentuh ku. Apa Kamu tidak tertarik padaku?"
Sultan hanya menghela nafas dengan tuduhan Dinda.
"Lihat saja nanti. apa kamu bisa memberiku keturunan atau kamu akan menyerah lebih awal."
"Baik. Kita lihat saja nanti bagaimana hasilnya, tapi jika kamu tetap tidak mau menyentuhku dan aku tidak kunjung hamil mungkin nanti akan berbeda cerita. Sudahlah, Lebih baik aku tidur, menunggu pun juga tidak mungkin."
Dinda segera membalikan tubuhnya dan membelakangi Sultan. Sedangkan Sultan hanya memandangi punggung Dinda.
'Jika kamu tahu penyakit yang ku derita ini, mungkin kamu takkan mau menerimaku menjadi suami mu dan melahirkan anak untukku. Maaf jika suatu hari kamu akan menjadi janda ku.'ucap batin Sultan
Tak terasa Sultan pun menitikkan air mata di pipinya dan memilih pergi keluar kamar meninggalkan Dinda yang sudah tertidur lelap.
Mahendra yang melihat Sultan sedang duduk di sofa seorang diri dan segera saja ia menghampiri.
"Ada apa nak, kok belum tidur?" tanya Mahendra, yang membuat Sultan terkesiap.
Mahendra duduk di samping Sultan dan mengusap pundaknya.
"Pa, jika suatu hari Aku pergi. Papa tolong jaga kan Dinda buat ku. Aku gak mau melihat Dinda, menderita setelah kepergian ku."
"Jangan begitu nak, papa yakin kamu pasti sembuh. Papa akan mencarikan pengobatan yang terbaik untukmu nak. Papa janji."
Namun Sultan hanya tersenyum
"Kemungkinan sembuh Sultan sangat kecil pa. Jangan buang - buang uang papa buat mengobati Sultan. Ingat masih ada Rian yang juga butuh perhatian papa. Aku cuma pesan tolong jangan katakan penyakit ku pada Dinda. Aku gak mau melihat istriku sedih. Aku gak peduli masih bisa melihat keturunanku atau tidak, saat ini aku hanya ingin memberikan kasih sayang yang tersisa yang aku miliki untuk Dinda. Terimakasih pa, sudah mengabulkan satu permintaanku, Mencarikan wanita untuk menjagaku disisa hidupku." Sultan pun memeluk papanya.
"Iya sayang papa janji. Papa akan merahasiakan ini dari istri mu dan papa akan malakukan apapun yang bisa membuatmu senang." Mahendra pun tak kuasa untuk tidak menitikkan air mata, melihat anaknya yang masih berusaha kuat melawan penyakitnya
...To Be Continued ☺️☺️☺️...
Setiap hari, Sultan selalu memberikan perhatian lebih pada Dinda, Walaupun ia tidak menyentuhnya. Tapi Sultan memperlakukan Dinda layaknya seorang Ratu.
Kasih sayang dan perhatian yang diberikan Suaminya, membuat Dinda mulai menyimpan Rasa nyaman dan mulai bisa menerima jika sultan adalah suaminya.
"Sayang bangun hari sudah pagi." Dengan lembut Sultan pun membangunkan Dinda sambil mengecup keningnya. Perlahan Dinda mulai membuka mata dan yang pertama di lihatnya adalah wajah Sultan yang tengah duduk di sampingnya.
"Mas sudah bangun. Maaf mas aku bangun kesiangan." ucapnya.
"Gak papa. Aku hanya ingi menjadi orang pertama yang ku lihat saat membuka mata, jadi aku harus bangun lebih awal dan membangunkan kamu." Jawabnya membuat Dinda semakin sayang.
Dinda pun bergegas turun ranjang dan segera pergi ke kamar mandi, Ia merasa malu di lihat suaminya saat wajahnya masih kucel dan bergegas untuk segera mandi. Sedangkan Sultan masih duduk di pinggir ranjang sambil membaca buku kesukaannya.
Setelah Dinda keluar dari kamar mandi, Dinda masih saja melihat Sultan sedang membaca buku, Namun Dinda tak begitu peduli ia berfikir mungkin itu sudah kebiasaannya. Dinda duduk di meja rias untuk menyisir rambut panjang. Sultan tiba-tiba Sultan memeluk nya dari belakang dan menyandarkan dagunya di pundak Dinda yang masih menatap cermin.
"Mas jangan begitu, Aku risih." ungkap Dinda sambil menggoyangkan pundaknya agar Sultan tidak lagi menyandarkan dagunya.
"Gak mau, aku hanya ingin memeluk istriku saja masa tidak boleh."jawab Sultan san memeluk Dinda lebih erat, akhirnya Dinda hanya pasrah mendapatkan pelukan dari suaminya.
Setelah puas memeluk, Sultan pun mengambil sisir yang sedari tadi di pegang oleh Dinda dan berlahan mulai menyisir rambut panjang istrinya.
"Mulai sekarang aku akan menyisir rambutmu setiap hari. Beriaslah sedikit untukku, aku sudah siapkan makeup untukmu. Aku hanya ingin kamu berdandan untukku agar aku bisa mengingatmu setiap waktu dan selalu ingat jika aku punya istri yang sangat cantik.
Permintaan Sultan dengan lembut, seolah mampu membius Dinda untuk mengatakan iya tanpa ada penolakan.
"Iya mas, aku akan belajar berdandan. Sekarang bisakah minggir dulu,aku risih jika mas menyandar seperti ini terus."
"Baiklah, aku mau duduk di balkon. Jika sudah selesai buatkan aku jus." Pinta Sultan dan segera melangkahkan kaki menuju ke balkon meninggalkan Dinda yang masih duduk untuk merias diri.
"iya mas." jawab Dinda
Setelah selesai dandan, Dinda segera pergi ke dapur untuk membuat jus alpukat yang biasa di minta Sultan, dan setelah selesai membuatkan jus. Dinda pun mengantarkan nya ke balkon tempat dimana Sultan sedang bersantai.
"Ini mas jusnya, sudah aku buatkan." ucap Dinda sambil meletakkan segelas jus yang ia bawa di atas meja.
"Eeemmm, kemarilah sayang duduklah di sampingku." panggil Sultan, sambil menepuk bangku tempatnya duduk, Dinda pun menghampiri dan duduk disampingnya.
Sultan pun langsung merebahkan kepalanya di pangkuan Dinda, sambil menatap wajah cantik Dinda.
"Sayang katakan padaku, laki-laki seperti apa sebenarnya yang kau inginkan untuk menjadi suamimu?" Tanya Sultan sambil mengusap pipi Dinda dan pertanyaan dari Sultan membaut Dinda bingung, sebab yang bertanya adalah suaminya sendiri dan takut jika dia akan marah.
"A-aku mendambakan, pria yang tampan, baik, dewasa bisa menjaga dan melindungi ku dan tentunya yang mencintaiku dengan segala kekuranganku."jawab Dinda.
"Aku akan menjadi seperti yang kau inginkan." ucap Sultan dan Dinda pun hanya bisa tersenyum
"Gak usah mas, aku hanya ingin mas menjadi apa adanya dan bisa mencintaiku dengan segala kekurangan ku itu saja sudah cukup."
"Baiklah, aku janji padamu."
"Oya, mas kenapa mas gak kerja?" tanya Dinda penasaran.
"Aku kerja dari rumah saja, untuk masalah kantor sudah aku serahkan sama orang kepercayaan ku. Perusahaan itu nanti sepenuhnya akan menjadi milikmu jika aku mati."
"Ah, mas ini ngomong apaan, mas kan masih sehat dan masih bisa ngurus perusahaan, kok ngomongnya ngawur."
Sultan kembali duduk dan memegang kedua tangan Dinda, "berjanjilah, kamu akan menemaniku sampai akhir hayat ku. Aku janji akan menjadi lelaki terbaik untukmu." a
Dinda pun hanya bisa mengangguk mendengar kata demi kata yang Sultan katakan, yang selalu meminta Dinda untuk berjanji.
Setelah ngobrol panjang lebar, Sultan pun pamit untuk pergi sebentar ke suatu tempat.
"Dinda, aku pergi sebentar ya, kamu tetap di rumah dan sambut aku jika sudah kembali."
"Mas mau kemana?"
"Ada urusan sebentar, kamu gak perlu tahu, secepatnya aku akan kembali. Sultan pun mengusap rambut Dinda dan mengecup keningnya sebelum pergi.
Setelah Sultan pergi, Dinda pun turun dan melihat-lihat rumah keadaan rumah yang begitu sepi.
"Sedang apa Din?" tanya Mahendra dari belakang, membuat Dinda terkesiap dan segera membalikkan badannya untuk melihat papanya.
"E-engak pa, Aku cuma lihat-lihat sekeliling saja, karena terlalu sepi, aku kira tidak ada orang di rumah." Jawab Dinda.
"Ohhh, ayo ikut, papa mau menunjukkan sesuatu padamu." ajak Mahendra menunju ke salah satu ruangan yang selalu tertutup dan jarang sekali terbuka. Mahendra mengajak Dinda masuk dan segera saja Dinda mengedarkan pandangannya, melihat begitu banyak barang yang tersimpan di ruangan itu.
"Ini dulunya kamar Sultan, Dan sekarang kamar ini Sultan gunakan untuk gudang penyimpanan barang kenangan Sultan yang masih ingin disimpan." Jelas Mahendra. Padangan Dinda tertuju pada sebuah foto yang berukuran besar.
"Itu Sultan dan Raja, mereka kembar dan yang ditengah itu Pangeran adik Sultan."
"Mereka sekarang dimana pa?" tanya Dinda.
"Pangeran sedang kuliah di Jepang
dan Raja ikut ibunya di Amerika. Kami berpisah karena istriku memilih pria lain dan memilih untuk berpisah dan membawa Raja pergi dan meninggalkan Sultan dan Pangeran yang masih kecil." Jelas Mahendra.
"Dinda, papa sangat berharap kamu bisa mencintai Sultan,hanya kamu yang bisa menjadi penyemangat nya,"pinta Mahendra dan Dinda pun hanya bisa mengangguk saja.
Mahendra pun membiarkan Dinda sendiri, yang masih ingin melihat-lihat barang kenangan yang disimpan Sultan yang masih di kamar itu.
Dinda berkeliling dan melihat-lihat banyak sekali foto Morgan dan keluarganya. Beberapa foto menunjukkan perbedaan Sultan yang dulu dan sekarang. Dulu terlihat gagah dan atletis juga sangat tampan, berbeda jauh dengan Sultan suaminya yang sekarang. terlihat kurus, dan pucat.
"Kenapa, mas Sultan menyimpan semua fotonya di sini?" Dinda pun mengambil salah satu fotonya untuk di simpan sebelum pergi dari kamar itu.
Tak lama kemudian Sultan datang dan sesuai permintaannya Dinda pun bergegas datang menyambutnya.
"Sudah pulang mas." Sapa Dinda dan langsung mencium punggung tangannya dan dia pun mengecup kening Dinda.
"Apa yang kau sembunyikan itu berikan padaku?" tanya Sultan saat melihat salah satu tangan Dinda disembunyikan di belakang. Dengan ragu Dinda pun menunjukkan apa yang di sembunyikannya dan memberikan foto tersebut kepada Sultan
"Maaf mas...aku hanya ingin menyimpan nya."Ucap Dinda menjelaskan, namun Sultan hanya tersenyum dan memberikan nya kembali pada Dinda.
"Simpanlah jika kau mau, semua milikku adalah milikmu." Dinda pun segera mengambil kembali foto tersebut dari tangan Sultan.
"Maaf mas, tadi papa yang menunjukkan nya padaku.
"
"Iya tak papa."
Sultan pun mengajak Dinda kembali keruangan yang tadi sudah di datangi dengan papa mertuanya. Sultan menunjukkan beberapa foto pada Dinda untuk dilihatnya.
"Mas, kenapa mas simpan semua foto ini di sini?" tanya Dinda yang belum mendapatkan jawabannya.
"Tidak papa sayang, aku hanya ingin menghapus semua masa lalu dan menyimpan nya disini untuk menjadi kenangan." Jelas Sultan.
"Papa tadi mengatakan kalau mas punya saudara kembar, apa mas sudah pernah bertemu dengan kembaran mas itu setelah dewasa?" tanya Dinda namun Sultan menggelengkan kepala.
"Tidak aku tidak pernah bertemu dengannya setelah mama membawa Raja pergi. Tapi pangeran sudah pernah bertemu dengannya dan katanya sangat mirip dengan ku.
"Ohhhh begitu ya."
"Sudahlah, ayo keluar dari sini. Aku mau istirahat, aku sangat lelah." Ajak Sultan keluar pun keluar dan Dinda pun membuntuti nya di belakang.
...To Be Continued ☺️☺️☺️...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!