Cerita ini lanjutan dari Novel " Cewek Tomboy Jadi Ratu" jika sebelumnya ada kisah Reza dan Anggita, di novel ini menceritakan tentang anak kembar mereka di masa SMA.
Ikuti keseruan kisah mereka yuk..!
Dan jangan lupa dukungannya, like setelah selesai membaca, komentar untuk menghargai penulis dan vote jika kalian suka ceritanya, mudah-mudahan sih suka dan lanjut sampai tamat.
follow akun author (icha_violet) terimakasih :)
Happy reading
Bab 1
Pov Author
***
Di Kediaman Reza dan Gita, mereka hidup layaknya pasangan suami istri seperti yang lainnya, dengan kesibukan mereka yang mengurus perusahaan masing-masing membuat mereka kehilangan banyak waktu untuk anak mereka, Gea dan Gio.
Namun sebisa mungkin Gita akan meluangkan waktu dengan anak-anaknya saat waktu libur tiba.
Tak terasa Gea dan Gio yang dulunya menggemaskan, masih mau digendong oleh papanya, namun sekarang mereka sudah tumbuh besar menjadi Remaja yang aktif, yang membuat pasangan itu pusing dengan tingkah mereka yang berbanding terbalik itu.
Disaat yang satu rajin belajar dan yang lainnya begitu malas belajar bahkan prestasinya anjlok.
"Sarapan dulu dong Gio..!" Gita
"Nanti aja lah Mah jajan di sekolah." Gio
"Makanan di Rumah itu lebih sehat Gio, sarapan dulu Nak..!" Reza
"Ih Papah gak asyik, Papah kaya yang gak pernah muda aja." Gio
"Hmm… masa Papah tiba-tiba tua gitu?" Reza
"Hahahaha… Papamu memang cepat tua gara-gara kebanyakan kerja, sama mikirin kelakuan kamu Gio." Gita
Gio hanya mengehela nafas panjangnya mendengarkan ucapan ibunya itu.
"Mah, sepulang sekolah aku mau main ya sama teman-teman dan kayaknya Gea akan pulang sore deh, boleh kan Mah?" Gea
"Boleh, tapi ditemenin sama pak Dion dan Pak Denis ya..!" Gita
"Ah Mamah, selalu begitu, kalau Gio aja dibolehin pergi tanpa pengawal, kenapa aku malah pengawalnya dobel pula, Mamah gak asyik." Gea
"Kamu kan perempuan Gea, Mamah khawatir sama kamu." Gita
"Kalau gitu aku mending jadi cowok aja deh Mah, biar bebas." Gea
"Huss, gak boleh gitu!, kamu sendiri yang gak mau belajar bela diri, katanya mau kaya Mamah kamu yang kuat, hmm" Reza
"Aku pikir-pikir ya Pah, mendingan punya pacar yang bisa ngelindungi aku, so sweet kan Pah? dari pada aku harus capek belajar beladiri" Gea
"Gak boleh pacar-pacaran! Fokus sekolah!" Reza
Sementara Gio hanya fokus dengan makanannya, mendengar semua ocehan Gea, anak lelaki itu merasa orang tuanya lebih perhatian pada Gea terutama ibunya, selalu saja Gea yang menjadi prioritas, mungkin karena prestasi Gea yang sangat membanggakan sementara dirinya malah semakin nakal dan sering bolos sekolah karena merasa kesal ingin diperhatikan lebih oleh mereka.
"Mah, Pah, aku berangkat ya?" Gio
"Iya Nak, hati-hati bawa motornya ya..!" Gita
Gio mencium punggung tangan ibu dan ayahnya, lalu berlalu pergi.
Gea menatap kepergian Gio, rasanya dia ingin mendapatkan kebebasan yang dimiliki Gio, melihat betapa dirinya selalu diawasi 2 pengawal keluarganya kemanapun dia pergi.
Masa muda Gea seakan tak sebebas seperti masa muda teman-teman yang lainnya.
Aku ingin menjadi Gio. Pikir Gea
***
Sesampainya di Sekolah, Gio langsung bergabung dengan geng di kelasnya.
"Hey Kal, lo tumben banget udah dateng, biasanya juga telat mulu?" Gio
"Ah lo, gak tahu ya kalau hari ini ada pelajaran matematika, guru killer yang bikin gue gedek, sampe laporin kelakuan gue sama bokap dan nyokap gue, lemes banget dah mulutnya." Haikal
"Hahaha.. makanya lo bolosnya jangan keseringan!" Brian
"Lo so rajin banget sih, seminggu cuma masuk tiga hari doang juga." Haikal
Pletak.
"aww ... ," Haikal meringis kesakitan akibat jitakan temannya itu.
"Enak aja lo, minggu kemarin 4 hari gue masuk, lo main korting aja kayak rentenir." Brian
"Tapi gak usah pake acara jitak-jitakan kali, padahal gue ngomong apa adanya, lo mau berantem sekarang sama gue? Ayo!" Haikal menantang Brian.
Sementara Gio memperhatikan mereka berdua dengan malas.
Kini mereka berdua sudah berada di lantai dengan posisi saling berguling-guling membuat Gio menepuk jidatnya.
"Astaga, terserah kalian deh, suka lo lo pada, gue cabut dulu." Gio
Gio meninggalkan dua temannya yang sedang beradu di atas lantai itu, dia berjalan menuju belakang sekolah, mengeluarkan satu batang rokok dan mulai menyesapnya. Menikmati setiap asap yang masuk ke paru-parunya, Gio merokok sejak kenal dengan teman-temannya yang perokok juga, dan tentu ibu dan ayahnya tidak tahu.
"Hmm, aku bilangin Papah sama Mamah ah.." Gea
Gio yang nampak kaget, dia langsung menjatuhkan sebatang rokok yang dia pegang, lalu menginjaknya dengan sepatu putihnya.
"Jangan gitu dong, lo gak bisa main asal ngadu-ngadu!" Gio
"Bisalah, biar samaan kita dijagain bodyguard kemana-mana, hahaha…" Gea
"Apa menurut lo hidup gue lebih beruntung dari lo?" Gio
"Ya sepertinya begitu, jadi lelaki itu tidak dikekang seperti jadi anak perempuan." Gea
"Tapi, lo itu udah dapet prioritasnya nyokap sama bokap, dan gue selalu menjadi nomor kesekian, gue rasa hidup lo lebih baik, jadi jangan ganggu kebebasan gue!" Gio
"Tapi, merokok itu gak sehat Gio, kamu belum cukup umur, aku gak pernah benci sama kamu, hanya iri saja dengan kebebasanmu." Gea
"Udahlah, hanya dengan ini gue lebih bisa menenangkan pikiran gue, ya gue juga sama, gue cuma mau diperhatikan bokap sama nyokap kaya mereka merhatiin lo." Gio
"Memangnya kamu mau dijagain bodyguard?" Gea
"Bukan gitu maksud gue." Gio
Gea segera meninggalkan tempat itu tepat saat bel masuk berbunyi, begitupun dengan Gio, mood dia semakin kacau karena ketahuan adik kembarannya itu.
***
"Gio, lo dari mana aja, gak ngajak-ngajak?" Haikal
"Kalian kan lagi sibuk main di lantai tadi." Gio
"Lo bukannya misahin kita yang berantem, eh malah cabut gitu aja." Brian
"Males gue, gue lagi pusing, liat kalian makin pusing gue." Gio
Masuklah Pak Feri guru fisika mereka, dengan santainya Feri masuk dan duduk di kursinya. Meminta semua siswa memberikan buku tugasnya karena ada PR yang harus dikumpulkan.
"Gio, kenapa kamu gak maju kedepan, mana bukumu?" Feri
"Sudah saya kerjakan Pak, tapi bukunya saya tinggal di Rumah, kan itu pekerjaan Rumah gak usah dibawa kesekolah kan Pak?" Gio
"Gio……" teriak Feri, guru itu sudah lelah menghadapi sikap muridnya yang satu ini.
"Siap-siap dihukum deh lo, hehe.." Brian
"Sudah biasa." Gio
"Iya Pak, saya tahu, saya harus berdiri luar kelas sambil mengangkat satu kaki saya sampai pelajaran Bapak selesai," ucap Gio sambil melangkahkan kakinya keluar kelas, dia berdiri di luar kelas dengan posisi hukuman yang biasa dia dapatkan.
Bukannya tidak bisa, sebenarnya Gio anak yang pandai dan mudah memahami pelajaran, namun dia malas saja, terasa tidak ada gunanya saja. Karena nilai Gea yang selalu lebih baik dari dia, yang selalu mendapat pujian orang tuanya.
Sejak itu nilai dia anjlok, jika Gea menginginkan sesuatu maka besoknya sudah ada, berbeda dengannya yang kadang ditolak dan kadang memerlukan waktu sebulan untuk mendapatkan apa yang dia inginkan.
***
Setelah bel berbunyi pertanda jam sekolah sudah berakhir, Gio menaiki motornya bersama teman-temannya menuju tempat tongkrongan mereka.
Sementara Gea langsung pulang, dia tidak jadi main karena risih diikuti 2 bodyguard nya.
Sesampainya di Rumah, Gea menceritakan apa yang dilihatnya pagi tadi, membuat Gita merasa bersalah karena memberikan kebebasan kepada anak lelakinya itu.
Saat Gio pulang, dia langsung diberi nasihat oleh Gita dan Reza. Mereka ingin tahu alasan Gio menjadi seperti itu, namun Gio hanya diam.
"Gio, kamu harus tahu merokok itu ada batasan umurnya, kamu masih terlalu muda." Gita
"Sebenarnya kamu ada masalah apa sampai merokok di sekolah?" Reza
"Iya Mah Gio tahu, Gio capek, mau ke kamar dulu." Gio
Sebenarnya Gio ingin meluapkan apa yang dia rasakan, namun dia enggan bercerita apalagi sampai menampilkan wajah sedihnya.
Namun dia malah pergi ke kamar adiknya, Gea membuka pintu kamarnya dengan santai.
"Eh Gio, ada apa?" Gea
"Ada apa, ada apa, dasar tukang ngadu." Gio
"Itu demi kebaikan kamu Gio." Gea
"Coba deh lo diposisi gue, gue yakin lo juga melakukan hal yang sama." Gio
"Justru aku ingin jadi kamu Gio, yang bebas, dibolehin ini dan itu." Gea
"Aku juga lebih baik jadi kamu yang diperhatikan, diprioritaskan, dan selalu dipuji." Gio
Blam
Pintu itu dibanting Gio, dia emosi lalu pergi ke kamarnya, dia mandi dan berniat tidur, karena hanya saat tidur dia merasa nyaman.
Bersambung…
Saat pagi datang, alarm berbunyi sangat nyaring, Gio menggeliatkan tubuhnya.
Dia beranjak dari tempat tidur dan mulai mematikan jam weker nya. Dia mengucek matanya lalu pergi ke kamar mandi dengan mata yang masih merem melek.
"Sebentar, ini kan bukan kamar mandi gue, ini sikat gigi pink, pasti punya si Gea, ah kenapa gue bisa nyasar sampai kesini? Apa gue tadi berjalan sambil menutup mata dan tak terasa sampai disini?" Gio
Dia berjalan kembali menuju tempat tidur.
Ah ini benar kamar Gea, gue harus cepetan keluar sebelum Gea dateng, bisa kena omel gue. Pikir Gio
Gio menuju kamarnya, namun dia terkejut saat melihat tubuh lelaki yang mirip dengannya.
"Astaga, siapa lo? Lo kembaran gue? Gue cuma punya adik kembar si Gea aja, apa lo anak kembar yang terbuang dan baru ditemukan? ah ini paling imajinasi gue aja yang baru bangun tidur" Gio
Gio melewati tubuh lelaki itu dengan santai, menganggapnya hanya bayangannya saja.
"Aahh…." Teriak lelaki yang mirip Gio itu.
"Kenapa imajinasi gue semakin parah?" ucap Gio yang mendengar teriakan lelaki itu, tanpa menoleh ke arahnya.
Lelaki itu menarik tangan Gio dan mulai membawanya menatap cermin besar di hadapannya.
Gio yang ditarik, kini sadar jika ini nyata dan bukan imajinasinya, dia bisa melihat jika didepan cermin yang terlihat adalah tubuh Gio dan Gea, namun kenapa dia tadi melihat tubuh Gio ada dihadapannya?
Gio lalu meraba tubuhnya, saat tangannya tepat di dadanya. Kenapa kenyal-kenyal begini? pikirnya
"Jangan sentuh tubuhku Gio!" Teriak lelaki dihadapannya
"Apa? Tubuh lo?" Gio
Gio menyadari sesuatu, dia terkejut sampai terjungkal ke belakang.
Ini pasti mimpi. Pikir Gio
Gio (di tubuh Gea) itu mencubit pipi lelaki yang mirip dengannya.
"Aww, sakit Gio, ini nyata dan bukan mimpi, kita benar-benar bertukar tubuh." Teriak Gea.
"Ini pasti mimpi, pasti mimpi, gue emang pengen jadi kaya lo Gea tapi bukan berarti jadi cewek kaya lo." Gio
"Aku juga sama kali, mana mau aku jadi cowok." Gea
Mereka yang masih syok itu, dikagetkan oleh suara ibu mereka yang memasuki kamar.
"Astaga kalian masih begitu? Cepet Mandi dan sarapan, nanti terlambat ke sekolah!" Gita
"I-iya Mah." Gea (di tubuh Gio)
Mereka masih bingung, bagaimana caranya mereka mandi, mereka seolah akan memandikan saudara mereka sendiri, memikirkannya saja sudah membuat mereka bergidik ngeri dan geli.
Namun jika tidak mandi pasti badan mereka bau.
"Awas kamu ya Gio, jangan apa-apain tubuh aku!" Ancam Gea yang ada di tubuh Gio.
"Lo juga ya? Jangan sampe apa-apain burung gue!" Gio
"Mana ada, geli kali, aku bakalan tutup mata sambil mandi, kamu juga ya..!" Gea
"Mana bisa? Kalau gue kepleset gimana? Udahlah kita kan saudara kandung jadi mahram, jadi gak papa, lo mandiin tubuh gue, dan gue mandiin tubuh lo." Gio
Tetep aja aku gak sanggup bahkan hanya sekedar membayangkannya. Pikir Gea
Gio berlalu pergi menuju kamar milik Gea, karena sekarang itu adalah kamarnya.
Saat ingin membuka bajunya, Gio kebingungan.
Bagaimana cara membuka dalaman atas ini? Wanita memang ribet sekali, gue harap gue bisa balik lagi ke tubuh gue. Pikir Gio
Setelah selesai mandi dengan susah payah dan banyak drama, akhirnya mereka sarapan.
"Gea, kok rambut kamu belum disisir sih? Masih berantakan gitu?" Gita
Namun Gio yang berada di tubuh Gea cuek, dia tidak merasa jika ibunya mengajaknya bicara. Sampai Gea yang berada di tubuh Gio menyenggol tangannya.
"Kamu ditanyain tuh sama Mamah." Bisik Gea
"Iya Mah ada apa?" Tanya Gio yang berada di tubuh Gea
"Hmm, rambut kamu masih berantakan." Gita
"Oh ini, susah Mah, lagian rambut kok panjang amat." Gio
"Upss, " Gio menutup mulutnya.
Astaga gue lupa kalo ortu gak boleh tahu tentang masalah yang diluar nalar ini, lagian mereka mana percaya. Pikit Gio
Gita dan Reza menatap tubuh Gea dengan bingung, seperti ada yang aneh dengan putrinya itu.
"Hehehe… Gea bercanda kali Mah, atau mungkin Gea mau potong rambut." Ucap Gea yang berada di tubuh Gio.
"Ohh…" Gita
Gea mengantar Gio ke dalam kamarnya, menyisir rambut panjang itu, bahkan memakaikan bedak di wajah cantik itu.
"Gio, gini cara pakenya, setidaknya pake bedak dan lipstik biar kelihatan fresh..! Aku gak mau ya kalau kamu ngelakuin hal aneh-aneh di sekolah nanti!" Gea
"Hmm, iya bawel, gue gak nyaman sumpah, badan lo itu kecil tapi berat kedepan." Gio
"Maksud kamu?" Gea
Namun mereka mendengar teriakan ibunya, ternyata mereka terlalu lama didalam kamar dan hampir terlambat ke sekolah.
Gio yang biasa naik motor, kini dia tidak bisa memakai motor itu jika dia masih terjebak di tubuh Gea.
Gea sebenarnya ingin sekali naik motor Gio, namun dia tidak bisa mengendarainya, hingga mereka akhirnya berangkat sekolah bersama dengan satu mobil diantar oleh ibunya, Gita akan pergi ke kantor setelah mengantar anak-anaknya itu.
Gio berusaha berjalan dengan baik, dia harus bisa berakting menjadi Gea.
Tiba-tiba ada yang menggandeng tangan Gio, itu adalah Lili teman dekat Gea, Lili langsung memeluk tubuh Gea dengan manja, memegang lengan atas lalu mengajaknya masuk ke kelas bersama.
Gio yang tak terbiasa, tentu saja dia merasa risih, namun dia harus berpura-pura dekat dengan Lili.
"Ge, kemarin kenapa sih kamu gak ikut main, padahal seru loh, ada si Rian juga, dia kan gebetan kamu." Lili
"Gue, eh aku gak diizinin sama ibuku." Gio
"Hmm, tapi lain kali kamu harus ikut. Oke?" Lili
"Oke." Gio
Gio berjalan bergandengan dengan Lili, untung saja Lili membawa dia ke tempat duduk yang biasa Gea duduki, jadi dia tidak kebingungan lagi.
Namun entah mengapa perut Gio terasa sakit, terasa melilit. "Gue makan apa sih tadi pagi? Perut gue sakit banget," ucap Gio pelan.
Gio menahannya selama pelajaran, padahal dia sudah berkeringat dingin, sampai Lili menyadari ada yang tidak beres dengan sahabatnya itu.
"Ge , kamu kenapa, sakit? Kita ke UKS aja yuk..!" Lili
"Perut gue, eh perut aku sakit banget." Gio
Lili memberitahu Bu Guru dan memperbolehkan mereka ke UKS, Lili membantu Gio berjalan sampai ke UKS, membantu sahabatnya itu berbaring sambil menunggu dokter datang.
Disekolah itu memang tersedia dokter umum yang selalu siap sedia jika ada pasien yang datang ke UKS.
Setelah diperiksa, dokter hanya tersenyum, "sepertinya tamu bulanan kamu akan datang, kamu selalu sakit perut dan ke UKS setiap bulan, kamu istirahat aja disini, kamu sudah tahu kan dimana tempat menyimpan roti bulanan nya, hehe." Dokter Nirma
Di UKS tersedia pembalut untuk siswi yang lupa membawanya atau tiba-tiba menstruasi di sekolah.
Dokter Nirma beranjak pergi, dia sepertinya ingin mengambilkan minuman hangat untuk pasiennya.
Gio hanya mendengarkan dokter itu tanpa mengerti apa maksudnya, "datang bulan, siapa si bulan? Sebenernya si Gea sakit apa sih, ko tiap bulan," Ucap Gio.
Hingga sesuatu terasa keluar dari salah satu bagian tubuhnya.
"Kenapa bisa-bisanya gue pipis gak bisa ditahan gini?" Ucap Gio lalu beranjak dari tempat tidur, namun dia melihat darah di sprei yang telah dia duduki tadi.
"Darah? Apa jangan-jangan gue… , ahhh kenapa hidup gue seribet ini sih," Gio mengacak-ngacak rambutnya karena frustasi.
Bersambung…
Kini Gio baru sadar kalau dirinya kini menghadapi menstruasi yang sering dialami perempuan. Dia tidak menyangka jika menstruasi akan menimbulkan sakit perut yang luar biasa menurutnya, dan ternyata dia juga tidak bisa mengontrol keinginan darah yang keluar begitu saja.
Benar-benar pengalaman mengerikan bagi Gio, dia berharap bisa secepatnya kembali ke tubuh aslinya, namun dia bingung bagaimana caranya dia bisa kembali.
Aku harap ada Gea disini. Batin Gio
Doa Gio seakan menembus langit, entah dia sedang merasa terdzolimi atau dia sedang mendapatkan kemudahan dibalik musibah ini.
Pintu itu tiba-tiba terbuka, "Gio, kamu kenapa? Aku denger kamu dibawa ke UKS." Gea
"Tolongin gue dong!, tubuh lo nih gak kira-kira, masa di sekolah tiba-tiba menstruasi, balikin tubuh gue!" Gio
"Aku juga maunya balik ke tubuh aku, tapi gimana caranya?" Gea juga merasa kebingungan.
"Udah, mending pikirin dulu gimana nasib gue sekarang!" Gio
"Kamu ke kamar mandi aja, pakai pembalut dulu! Lagian itu yang tembus baru sedikit kok, cepetan! keburu banyak darah yang keluar." Gea
"Tapi gue gak ngerti cara pakenya, gimana dong?" Gio
"Astaga, yaudah aku kunci dulu pintunya, aku anterin kamu ke kamar mandi, oke?" Gea
"Oke aja lah, gue pasrah." Gio
Setelah selesai, Gea menutupi bercak itu dengan jaketnya, melingkarkan jaket itu di pinggang Gio.
Gea merasa kasihan pada kakaknya itu, harus mengalami hal yang bahkan tak mungkin terjadi didalam kehidupan laki-laki.
Gio memang lahir 5 menit sebelum Gea, seharusnya gadis itu memanggilnya Kakak, namun dia enggan karena merasa mereka lahir dihari yang sama.
"Kamu diem dong Gio, gerak-gerak gak jelas gitu!, kamu kenapa?" Tanya Gea heran.
"Gue gak nyaman, ini serasa ada yang mengganjal dibawah." Gio
"Emang diganjal, kan biar ketampung darahnya disitu." Gea
"Berapa lama sih lo kalau mens gini?" Gio
"Semingguan lah," jawab Gea tanpa rasa bersalah.
"Apa?" Teriak Gio.
Gio benar-benar tidak menduga jika penderitaannya itu masih sangat lama, dia rasanya tidak sanggup, bahkan hanya untuk sehari ini saja.
Oh tuhan, bukan ini yang hamba inginkan, kembalikanlah tubuh hambamu ini. Doa Gio dalam hatinya
"Lo yakin seminggu? Apa lo gak kekurangan darah? Darah lo terus dibuang?" Gio
"Hahaha, gak lah." Gea
Tok
Tok
Tok
Bu Dokter mengetuk pintu, dia datang membawakan teh manis hangat dna juga jamu khusus datang bulan jika Gea masih merasakan sakit perut.
"Loh, ada Gio juga disini?" Tanya Bu Dokter saat melihat laki-laki di ruangan UKS itu, karena sebelumnya dia meninggalkan Gea sendirian untuk beristirahat.
Gio menyenggol Gea, agar Gea sadar kalau yang ditanya oleh Bu Dokter adalah dirinya, karena Gea malah diam.
"Eh, iya bu, saya khawatir dengan Kakak saya, eh adik saya." Gea
"Kamu memang Kakak yang perhatian Gio." Bu Dokter
Gea menemani kembarannya itu selama di UKS , setelah keadaan Gio sedikit membaik, Gea izin membawa Kakaknya pulang. Mereka dijemput sopir pribadi karena Gea tidak mau membuat ibunya curiga dengan tingkah mereka.
Sesampainya di rumah, Gea membantu Gio berbaring di kamar yang serba pink itu. Karena itu kini menjadi kamar Gio, disana juga sudah tersedia apa yang dibutuhkan saat menstruasi, ada pembalut, banyak pakaian ganti dan minyak angin untuk menghangatkan perut yang sakit.
"Gio, sebaiknya kamu minum jamunya..! itu ampuh loh buat menyembuhkan sakit perut." Gea
"Gak, gue gak suka jamu," Gio menolak, dia bahkan membelakangi Gea dengan posisi tidur menyamping.
"Ya udah deh, kamu pakai air hangat saja di perut biar enakkan..!" Gea
"Iya boleh." Gio
Gio pun terlentang, dia menatap langit-langit kamar yang putih, setidaknya itu warna yang lebih baik, karena sepanjang matanya memandang kamar Gea, semuanya serba pink, membuatnya kesal bahkan matanya seakan terasa sakit.
Gea dengan telaten membantu saudaranya itu, dia membawakan air hangat untuk perut Gio dan teh hangat untuk diminum, dia merasa bersalah sekali, jika dia yang mengalaminya mungkin itu akan mudah, karena dia sudah terbiasa sakit setiap bulannya, tapi untuk Gio pasti ini sangat menyiksanya dirinya.
"Gio, maafkan aku... ," Gea duduk disisi ranjang dengan wajah menunduk.
"Maaf untuk apa?" Gio
"Seharusnya aku yang sakit, bukan kamu." Gea
"Gapapa ko, justru aku baru tahu kalau kamu selalu merasakan sakit ini setiap bulannya, aku benar-benar seorang Kakak yang tidak peduli dengan adiknya." Gio
"Gak ko, karena sudah terbiasa itu tidaklah menjadi beban, karena takdir perempuan memang seperti itu, Mamah selalu ada saat aku merasa tak enak perut, tapi besok juga sembuh kok, biasanya aku cuma sehari aja kok kalau sakit menstruasi ." Gea
"Hmmm, iya iya. Tapi bagaimana caranya kita kembali ke tubuh kita lagi?" Gio
"Entahlah.." Gea
Mereka sepakat untuk menyembunyikan masalah ini dari siapapun, mereka akan menghadapinya berdua, jika pun dia memberitahu ibu nya, pasti Gita tidak akan dipercaya pada mereka dan menganggap itu hanya lelucon, dan bahkan tidak akan ada penyelesaian juga karena ibunya tidak tahu juga cara mengembalikan mereka.
Saat sore tiba, Gita langsung bergegas pergi ke kamar Gea saat mendengar Gea sakit karena datang bulan.
"Gea, kamu gapapa kan sayang? kamu selalu begini setiap bulannya, yang sabar ya sayang..!" ucap Gita sambil membelai pipi anak perempuannya itu.
Gita tidak tahu jika yang kini dia belai adalah Gio, anak lelakinya.
Gio merasa senang diperlakukan manja seperti ini, namun dia sadar ibunya perhatian begini karena Gea adalah perempuan dan juga sedang sakit, dia salah mengartikan kasih sayang ibunya, dia selalu berpikir jika ibunya pilih kasih.
Gio memang tumbuh jadi lelaki mandiri dan kuat, dia jarang sekali sakit, jika sakit hanya demam dan keesokan harinya sudah sembuh, itupun tanpa memberitahu ibunya. Jelas saja Gita tidak tahu dan bersikap biasa saja pada Gio, itu tidak lain kesalahannya juga bukan kesalahan ibunya yang acuh.
Reza juga datang ke kamar Gea, dia mengusap rambut anak perempuannya sejenak, memberikan perhatian dan semangat untuk sembuh, Reza juga mengira jika itu memang Gea.
Reza memanggil anak lelakinya yang sedang berdiri disamping ranjang. Berniat mengajaknya lomba berenang, karena mereka sering melakukan kegiatan itu rutin, setidaknya 2 minggu sekali karena kesibukan Reza.
Gea begitu senang, ini pertama kalinya dia lebih dekat dengan ayahnya, karena memang dia lebih dekat dengan Gita, meski dia kini dianggap sebagai Gio.
"Berenang yah?" Gea
"Iya, Papah mau melihat perkembanganmu." Reza
Aduh gimana ini? Aku bisa berenang sih, tapi aku tidak yakin aku bisa berenang lebih cepat, atau secepat Gio. Pikir Gea
Bersambung….
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!