NovelToon NovelToon

GANTI TIKAR (ISTERI PENGGANTI)

Wasiat

Riyan melayangkan pandangan ke sekeliling bandara kecil yang sepi. Aktifitas penerbangan hanya ada sekali seminggu. Itupun dengan pesawat kecil berisi 12 penumpang.

Seperti hari ini pesawat turun dengan lima orang penumpang dari kota M dengan waktu tempuh 45 menit. Penumpang terdiri dari Riyanto beserta kedua anaknya, ditambah dua pegawai dari salah perusahaan perkebunan sawit. Daerah ini terkenal dengan daerah beras Sigupai yang legendaris. Cuma sayang seiring waktu lahan persawahan berubah fungsi jadi bangunan besar dimiliki mereka yang punya dompet tebal. Mata pencaharian penduduk beralih ke perkebunan sawit. Sebagian penduduk daerah pantai masih setia menjadi nelayan menjadi lahan mencari nafkah.

Daerah Aceh ini sangat istimewa karena di apit oleh gunung dan laut lepas Samudera Hindia. Pasir-pasir putih sepanjang pantai menjadi tempat hiburan bagi penduduk lokal karena kota kecil ini minus hiburan.

Kehadiran Riyan disambut oleh keluarga mendiang isterinya. Sudah hampir setahun Riyan tidak jumpa dengan keluarga mendiang isterinya. Terakhir jumpa itulah di saat isterinya meninggal akibat sakit. Kini Riyan kembali ke kota kecil ini untuk bayar janji pada isterinya yang telah pergi ke surga.

Ayah mertua Riyan melambai melihat Riyan dan kedua anaknya keluar dari bangunan bandara.

Kedua anak Riyan berlari menyongsong kakek mereka yang tampak masih segar di usia tidak muda lagi.

"Rizky...Arsy..." teriak pak Hari dengan suara lantang khas orang kampung.

"Kakek.." seru Rizky anak sulung Riyan. Anak lajang berusia tujuh tahun itu berhamburan ke pelukan sang kakek. Sedangkan adik perempuannya lebih kalem hanya tersenyum malu.

Riyan berjalan cepat tak enak biarkan mertua menunggu terlalu lama di luar bangunan bandara. Cuaca cerah tapi tak panas. Cuaca yang sangat bersahabat.

"Ayah..." Riyan letakkan koper menyalami pak tua itu dengan takzim. Mereka orang kecil sangat kental dengan kesopanan dan tata krama.

"Apa kabar nak?" Pak Hari menatap menantunya dengan mata berkaca-kaca. Masih tersimpan duka kehilangan anak perempuan meninggal setahun lalu. Siapa sanggup lawan takdir? Susah nasib Riyan harus menjadi duda dalam usia muda.

"Alhamdulillah sehat Ayah! Maaf menunggu lama ya!"

"Oh tidak...ayok kita pulang! Semua sudah menunggu kalian!"

Riyan mengangguk seraya mendorong tiga koper ke tempat parkiran mobil. Di sana sudah terparkir mobil SUV warna silver metalik. Mobil sederhana cocok untuk keluarga. Tidak ke atas juga tidak jatuh kelas.

Riyan bantu mertuanya masukkan koper mereka ke bagasi belakang mobil. Ada rasa canggung namun cepat dihalau Riyan mengingat tujuannya datang kembali ke kota ini.

Pak Hari memasukkan kedua cucunya ke dalam mobil di jok belakang sementara Riyan duduk di depan bersama mertua. Riyan ingin ambil alih stiur namun segan keluarkan pendapat. Pilihan terbaik ikut arus saja.

Mobil bergerak tinggalkan lokasi bandara yang letaknya berada dekat laut. Bandara ini dikelilingi kebun sawit milik petani lokal dengan luas lahan berbeda-beda.

Sepanjang jalan menuju ke rumah Pak Hari tak banyak berubah dari tahun lalu. Tak ada pembangunan berarti selain adanya pergerakan hasil tambang biji besi yang dikelola orang luar. Ini akan mengurangi pengangguran.

Jarak bandara ke rumah pak Hari hanya berjarak sekitar dua kilometer. Dalam sekejap mereka sudah tiba di rumah lumayan besar. Termasuk rumah mewah untuk ukuran penduduk kota ini. Di samping rumah pak Hari ada bangunan lebih kecil dengan halaman bersih. Kedua rumah hanya dibatasi pagar besi seakan mengatakan bahwa kedua rumah ini memang tidak saling terkait. Riyan tahu kalau itu termasuk rumah pak Hari dihuni oleh anak bungsu pak Hari. Cerita mengapa anak itu tak mau tinggal serumah dengan orang tuanya Riyan tak tahu. Riyan juga jarang jumpa anak itu karena dia kuliah di UGM Jogjakarta.

Mobil berhenti beri waktu pada Riyan untuk segera turunkan ketiga koper milik dia dan anak-anak. Kedua anak Riyan berlarian masuk ke dalam rumah berseru riang jumpa keluarga dari mama mereka. Suara riang Rizky dan Arsy membuat seisi rumah berkumpul menyambut kehadiran tamu dari kota besar. Bu Tiara berseru bahagia melihat kehadiran cucunya sekian lama tak jumpa. Dari ruang lain muncul Ayumi dan Dahlia yang merupakan adik dari mendiang mama Rizky. Kedua wanita berhijab itu memeluk kedua keponakan senang.

"Aduh gantengnya anak Tante Ayu." Ayumi mencubit pipi Rizky dengan pelan.

"Iya dong! Kan calon bintang masa depan." gurau Rizky yang periang. Adiknya si Arsy agak pasif tidak luapkan euforia jumpa keluarga mamanya. Mungkin Arsy masih terlalu muda untuk paham arti kehilangan mana tercinta.

"Papa kalian mana?" tanya Dahlia berjongkok jajarkan badan setinggi Rizky.

"Ada di depan dengan kakek. Kita pergi ke pantai Tante?" tanya Rizky tak sabar ingin segera bermain di hamparan pasir putih.

"Tunggu agak sorean batu kita ke sana. Ini masih panas! Gimana kalau kita makan dulu? Kalian pasti lapar." tawar Dahlia berusaha ambil hati anak kakaknya ini.

Rizky tertawa pamer gigi depan yang sudah ompong. Arsy diam saja tidak diajak ngobrol oleh kedua tantenya. Ntah apa kekurangan Arsy sampai diabaikan oleh kedua wanita itu. Mereka berdua saling rebut perhatian Rizky sedangkan tak peduli pada gadis kecil yang lebih butuh perhatian.

Pak Hari dan Riyan masuk diawali salam dari mulut Riyan karena lihat ada orang lain dalam rumah.

"Assalamualaikum..."

"Waalaikumsalam...eh nak Riyan! Ayok duduk! Capek nggak?" mertua perempuan Riyan menyambut menantunya dengan keramahan luar biasa.

Riyan tersenyum kecil menggeleng dengan segan karena adanya kedua adik iparnya. Kedua wanita berkerudung itu melempar senyum manis pada Riyan menggoda laki itu.

"Ayu...ambilkan air minum untuk abangmu!" perintah pak Hari kepada anak perempuannya.

Ayumi tinggalkan Rizky berjalan ke dapur. Dahlia menyeret Rizky ikut duduk dekat Riyan beri kesan dia dekat dengan anak kakaknya. Arsy berjalan sendiri dekati Riyan tanpa omong apapun. Si kecil ini berkesan pendiam. Beda dengan Rizky yang periang.

"Bagaimana kantormu nak? Masih sibuk?" tanya Pak Hari di sela mereka duduk bersama.

"Lumayan cuma ada sedikit penurunan akibat krisis global. Tapi keseluruhan aman kok! Bagaimana usaha ayah?"

"Semua serba turun. Hasil panen padi berkurang, sekarang pabrik padi juga agak macet karena sekarang ada penggiling padi dari rumah ke rumah. Mesin giling mini yang keliling kampung. Paling sekarang harap dari lahan sawit. Itupun harga turun naik. Naik sedikit turunnya banyak. Pokoknya serba sulit." keluh pak Hari bercerita macetnya perekonomian kota mereka.

Riyan manggut sok ngerti.

"Bukan cuma sini saja ayah! Di kota juga perekonomian macet. Lapangan kerja berkurang maka muncul banyak perampokan dan begal. Kami di kota malas keluar rumah kalau tidak penting. Cari aman."

"Maunya memang gitu. Yang penting hati-hati sajalah!"

Ayumi datang dengan nampan di tangan berisi beberapa gelas cairan warna merah. Sekilas dilihat itu adalah sirup berbahan dasar dari gula diberi perisa rasa. Minuman penimbun lemak. Kadar gula pasti sangat tinggi.

"Diminum bang!" kata Ayumi ramah.

"Terima kasih." sahut Riyan melirik Ayu yang manis dalam balutan busana muslim.

Seluruh wanita Aceh yang beragama Islam wajib kenakan busana serta berhijab. Tak ada pengecualian selain anak gadis masih di bawah umur. Bahkan sebagian anak kecil ikutan berhijab ikuti trend warga Aceh.

"Nak Riyan berapa lama di sini?" tanya pak Hari kembalikan alam sadar Riyan terhadap pesona anaknya. Harus diakui kalau anak Pak Hari semuanya cantik jelita. Yang paling tua Yenni isteri Riyan yang telah meninggal lalu Dahlia, Ayumi dan terakhir Mawar. Pak Hari tidak memiliki anak lelaki. Semua anaknya wanita. Dia telah menikah yakni Yenni dan Dahlia. Sedangkan Ayumi dan Mawar masih jomblo. Dahlia seorang janda tanpa anak, wanita ini bercerai akibat suaminya tak punya penghasilan tetap maka Dahlia tidak ingin lanjutkan mahligai rumah tangga.

"Mungkin seminggu, bisa lebih karena kebetulan anak-anak libur sekolah."

"Oh gitu...apa kehadiran nak Riyan ada hubungan dengan amanah Yenni?" tanya pak Hari langsung ke titik bahasan.

Mertua Riyan tahu kalau bukan amanah isterinya tak mungkin Riyan balik ke kota yang jauh dari kota tempat tinggalnya.

Riyan menarik bibit sedikit dibarengi anggukan. Yenni ada menulis surat wasiat yang harus dibuka di depan seluruh keluarga setahun setelah dia meninggal.

Setahun telah berlalu, Riyan datang untuk dengar isi wasiat dari isteri yang sangat dia cintai. Apapun permintaan terakhir Yenni akan dia penuhi selama tidak melanggar hukum.

"Iya ayah! Aku ingin tunaikan amanah mamanya anak-anak biar dia tenang di alam sana."

Pak Hari angguk-angguk setuju dengan omongan Riyan. Pesan orang yang telah pergi haruslah dipenuhi sebisanya.

"Baik...nanti malam kita panggil semua keluarga kita untuk baca isi pesan Yenni! Surat itu dititip pada Pak Tuo (Abang Ayah). Beliau yang akan wakili kita semua bacakan wasiat Yenni. Semoga kau tidak keberatan!" Pak Hari meneliti rona wajah Riyan menanti bantahan dari menantunya itu.

"Tentu tidak ayah! Aku juga tak sabar ingin tunaikan wasiat Yenni. Kalau sudah selesai aku bisa hidup tenang tanpa beban."

"Baguslah kalau gitu! Ayah akan segera hubungi Pak Tuo Yenni! Nak Riyan bawa anak-anak istirahat dulu! Sebentar lagi kita makan siang bersama."

"Iya ayah...Come on kids! Kita istirahat dulu!" ajak Riyan kepada kedua anaknya. Arsy mengangguk tanpa buka mulut sedangkan Rizky memilih keluar rumah lihat halaman depan rumah cari suasana baru. Suasana yang sangat beda dengan tempat tinggalnya di kota. Di sini anak-anak bermain bebas di depan rumah tanpa pengawalan orang tua. Mereka lari sana sini tidak takut adanya penculikan. Anak-anak berjiwa merdeka.

Rizky ingin bergabung tapi masih segan karena belum kenal anak-anak sekitar lingkungan rumah kakek mereka. Rizky hanya lihat dari balik pagar.

Di dalam rumah Riyan gendong Arsy masuk ke kamar yang telah disediakan untuk Riyan dan anak-anak. Itu memang bekas kamar Yenni semasa hidup. Kalau mereka pulang kampung di situ tempat mereka menginap. Kini pemilik kamar telah pergi jauh meninggalkan mereka. Hanya tinggalkan kenangan manis di hati Riyan. Yenni isteri sempurna tanpa cacat. Sayang penyakit ginjal gerogoti tubuh wanita itu hingga berpulang ke Rahmatullah.

Rizky keheranan melihat seorang wanita cantik berkulit putih bersih bermata agak kehijauan masuk ke rumah kecil di sebelah pagar. Wanita itu tersenyum manis pada Rizky walau anak itu kurang kenal wanita itu.

Wanita itu mendorong motor matic masuk ke dalam pagar rumah lantas menutup pagar tersebut barulah dekati Rizky tanpa menyeberang ke tempat Rizky berdiri.

"Rizky???" tanya wanita itu lembut. Suaranya halus mendayu mirip pendongeng pengantar tidur.

Rizky manggut walau belum kenal orang itu. Rizky terpesona oleh wanita yang dinilainya terlalu cantik untuk jadi gadis di kampung.

"Kakak ini kenal aku?"

"Kenal dong! Aku mak bit (adik mama paling bungsu) kamu! Lupa sama Mak bit ya! Kita pernah jumpa sewaktu kamu masih kecil sekali. Kapan datang?"

"Barusan sampai. Kamu juga adik mama aku?"

Wanita muda itu mengangguk seraya tersenyum perlihatkan dua lesung pipi cukup dalam. Makin sempurna ciptaan Tuhan ini. Selain cantik suaranya juga halus sedap di kuping.

"Iya...adik bungsu mama kamu! Mau ke tempat Mak bit? Kamu buka pintu kecil itu! Seberang ke sini!"

Wanita itu berjalan agak tengah di mana ada pintu buat menyeberang ke rumah sebelah tanpa harus keluar dari pagar rumah. Wanita itu bukan pintu buat Rizky untuk seberang ke tempatnya.

Semula Rizky ragu karena masih segan pada wanita cantik ini. Riyan sering pesan tak boleh dekat dengan orang asing. Wanita ini termasuk orang asing walau ngakunya adik mamanya.

"Papamu Riyan kan dan kamu punya adik cantik namanya Arsy. Aku ini betul Mak bit kamu! Tak usah takut. Atau kamu bilang dulu sama Mak Tuo di rumah. Katakan kamu ke rumah Mak Bit."

Kalau yang ini Rizky setuju. Minta ijin dulu main ke rumah tetangga agar tidak merepotkan orang mencarinya.

Wanita itu Mawar adik bungsu Yenni. Yenni, Dahlia dan Ayumi satu ibu sedang Mawar anak dari isteri pak Hadi yang lain.

Pak Hadi menikah dengan Sri selama lima tahun tanpa anak maka menikah lagi dengan Tiara. Pak Hadi dikaruniakan tiga anak perempuan dari Tiara. Tak disangka sepuluh tahun kemudian lahirlah Mawar. Maka itu Mawar beda profil dari ketiga kakaknya yang bertampang biasa orang kampung. Beda dengan Mawar yang punya ibu keturunan Portugis Lamno yang mirip orang bule. Pada jaman penjajahan banyak penduduk lokal menikah dengan orang bule maka sampai sekarang keturunan mereka masih tersebar sekitar Aceh. Terutama di daerah Aceh Jaya dan Nagan Raya. Ibu Mawar termasuk keturunan campuran bule dan penduduk lokal maka darah bulenya mengalir pada Mawar. Tak heran Mawar cantik jelita namun sayang hidupnya tidak secantik wajahnya. Dia tersisih sejak ibunya meninggal. Bu Tiara keberatan Mawar tinggal di rumah yang konon dia klaim hak dia dan anaknya. Mawar ngalah tinggal di rumah petak sederhana. Rumahnya kecil cuma ada satu kamar. Cukup Mawar yang hidup sendirian.

Fitnah

Sejauh itu Mawar tidak pernah mengeluh walau diperlakukan secara tidak adil. Padahal ibu Mawar adalah istri pertama dari Pak Hari. Namun Bu Tiara lebih berkuasa karena dia merasa dia adalah nyonya rumah. Mawar tidak pernah memasalahkan masalah ini karena selama ini dia pun tidak berada di kota ini Mawar mendapat beasiswa melanjutkan kuliah di Jogja. Kini Mawar telah selesai kuliah dan bekerja sebagai seorang guru kontrak di salah satu sekolah negeri sebagai guru matematika. Dengan gaji yang tidak seberapa Mawar membiayai hidup sendiri tanpa bergantung pada ayahnya. Beginilah sebagian kisah hidup Mawar yang lebih mirip dengan cerita Upik Abu dalam dongeng. Semua tetangga mengetahui kisah hidup Mawar yang tidak secantik wajahnya. Tetapi apa daya tetangga tidak dapat membantu karena itu adalah urusan rumah tangga orang lain.

Rizky telah kembali dengan wajah berseri langsung menyeberang ke rumah Mawar yang pintunya telah terbuka. Mawar masih setia menanti kehadiran Rizki walaupun belum tentu anak itu kembali.

"Gimana sayang? Dapat ijin?" tanya Mawar lembut begitu Rizky menyebrang ke rumahnya.

Anak itu mengangguk, mata anak itu menyelidiki isi rumah dari luar belum berani melangkah masuk ke dalam.

Mawar membaca apa yang ada di pikiran anak ini. Anak kecil dipenuhi rasa penasaran dan rasa takut maka wajar dia berjaga dari segala kemungkinan.

Mawar masuk ke dalam rumah hidupkan lampu biar rumah tampak lebih cerah. Rizky menginjakkan kaki ke dalam memantau sekeliling lihat apa ada yang istimewa.

Ruang tamu yang kecil dengan satu set kursi dari rotan dan meja rendah dari bahan sama. Tak ada hiasan apapun di situ. Agak ke dalam hanya ada sepasang kursi plastik dan bufet TV. Si samping tv ada beberapa guci kecil dari keramik. Sekilas dilihat itu bukan barang baru melainkan barang peninggalan jaman yang mulai langka di pasaran. Selebihnya kamar Mawar dan dapur serta kamar mandi. Hanya itu isi rumah yang jauh dari kesan mewah. Boleh dikategorikan rumah kalangan bawah. Beda banget sama rumah sebelah yang lumayan mewah untuk ukuran orang kampung.

Mawar biarkan Rizky cek rumahnya sampai puas. Biarlah anak itu terpuaskan oleh rasa penasaran lihat rumah tanpa barang mahal.

"Ini rumah Mak Bit!" Mawar perkenalkan rumah seraya beri senyum manis pada Rizky. Rizky suka sekali pada senyum Mawar yang terhias dua dekik kecil di pipi.

"Kenapa Mak Bit tidak tinggal sama kakek?"

"Rumah sebelah sudah rame jadi biar Mak Bit di sini. Rizky mau makan bareng Mak Bit?"

"Mak Bit pintar masak?" tanya Rizky lugu.

"Nggak pintar tapi bisa. Asal Mak Bit mau belajar semua akan jadi bisa. Rizky juga harus begitu kalau tak bisa kita harus belajar."

Rizky angguk iyakan kata Mawar. Suara Mawar sudah mampu antar rasa damai di hati anak ini. Suaranya lembut mendayu seperti tuan Puteri dalam dongeng. Cantik berbudi pekerti indah.

Mawar berjalan ke dapur mengambil air minum untuk Rizky. Walau hanya segelas air putih sangat berarti bagi anak itu. Mawar memberinya minum tanpa diminta duluan.

"Terimakasih Mak Bit."

Mawar tersenyum menebar pesona bikin Rizky terpikat pada adik mamanya itu. Rizky suka pada Mawar tidak banyak gaya sok cantik.

"Mak Bit sediakan makan siang ya! Kita makan berdua. Mak Bit senang makan ditemani cowok ganteng kayak Rizky. Duduk dulu ya! Mak Bit hangatkan lauk!"

Rizky tak mampu menolak permintaan Mawar. Sungguh tak disangka adik mamanya ada yang secantik bidadari. Ternyata wanita cantik tidak hanya ada di kota. Di kampung ini ada juga tersembunyi wanita secantik Mawar.

Mawar dan Rizky makan berdua lauk ala kadar. Mawar makan seorang diri maka masak juga tak banyak. Cukup untuk isi perut dia saja. Mawar anak dari pak Hari tapi keluarga anggap Mawar hanya tetangga biasa. Tak ada basa basi antara keluarga itu. Pak Hari tak bisa berbuat apa-apa bela anak bungsunya diasingkan oleh isterinya.

Seusai makan Rizky pamitan balik ke rumah kakeknya. Mawar tentu saja tidak keberatan. Mau jumpa tinggal seberang pagar samping rumah. Tak perlu gunakan kenderaan, cukup ayunkan beberapa langkah.

Mawar mengantar Rizky sampai di depan pagar penghubung dua rumah. Dari balik jendela rumah ada sepasang mata menatap marah pada Mawar yang dia anggap merebut perhatian Rizky. Mata mengeluarkan pancaran dendam seolah Mawar adalah musuh bebuyutan yang harus dibasmi.

Orang yang dimusuhi santai saja tak anggap itu jadi satu masalah. Memang Mawar tidak tahu apa-apa dengan hadirnya Riyan di kota mereka. Mawar menjamu Rizky karena itu anak kakaknya. Lain tidak ada pemikiran macam-macam seperti pemikiran pemilik sepasang mata itu.

Rizky masuk rumah langsung disambut oleh Dahlia dengan mata membesar bak ibu tiri siap hajar anak dari suaminya. Dahlia berkacak pinggang mengeluarkan gaya macan kelaparan.

"Kau dari mana?" bentak Dahlia keras.

"Dari rumah Mak Bit. Kenapa Tante?" tanya Rizky lugu. Apa salahnya berkunjung ke rumah saudara sendiri.

"Dengar ya anak kecil! Dia itu saudara tiri kami. Ibunya sudah mati. Artinya tak ada hubungan lagi dengan kita. Kau tak boleh ke sana lagi."

"Oh gitu ya! Kalau gitu kami juga tak ada hubungan saudara dengan Tante karena mama kami sudah meninggal." balas Rizky tak kalah cerdik.

"Kau anak kecil tahu apa? Aku ini bakal mama kamu. Sebentar lagi papa kamu akan menikah denganku. Kau lihat saja bagaimana aku habisin kamu nanti!" ancam Dahlia bikin Rizky ketakutan. Wajah lajang ini kontan berubah pucat akibat ancaman Dahlia. Nyali Rizky menciut dapat perkenalan mengerikan dari tantenya. Kalau istilah di kampung Dahlia biasa dipanggil Mak Tangah yang artinya makcik pertengahan. Tapi Dahlia tak suka dipanggil panggilan kampung karena dia merasa sebentar lagi akan jadi orang kota.

Rizky meringis takut berlari mencari Riyan. Dahlia telah membuat satu kesalahan besar mengancam anak kecil yang belum ngerti apa-apa. Dahlia pikir dengan cara ini dia akan lebih mulus meninggalkan gelar janda.

Rizky mendapatkan Riyan dan adiknya sedang rebahan di atas ranjang untuk luruskan tubuh yang sempat kelelahan di ajak jalan jauh.

"Pa...kita pulang rumah kita yok!" ajak Rizky naik ke atas ranjang usik Riyan yang sedang merem.

Riyan buka mata mendengar suara anak sulungnya. Tanpa angkat tubuh dari kasur Riyan menolehkan kepala ke arah Rizky. Laki ini heran mengapa tiba-tiba anaknya minta pulang padahal awal datang dia sangat antusias.

"Iky kenapa? Ini rumah mama Iky. Kok minta pulang?"

"Iky tidak suka di sini." sahut Rizky masih teringat ancaman Dahlia. Belum apa-apa Dahlia sudah tunjukkan kuasa atas anak Riyan. Bagaimana nasib anak Riyan bila Dahlia dijadikan ibu sambung anak-anak Riyan.

Riyan bangun memeluk putranya beri pelukan hangat agar anaknya tenang. Riyan tak tahu apa yang telah terjadi. Barusan tadi Rizky masih baik-baik saja. Belum satu jam sudah berubah aneh.

"Iky mau pulang ya! Tapi kita masih liburan sekolah. Katanya mau pergi lihat pantai."

"Pokoknya Iky mau pulang." seru Rizky dengan nada tinggi. Mata si anak berkaca-kaca seperti ingin nangis. Riyan makin tak mengerti apa yang telah terjadi pada anaknya.

"Iky kenapa?"

Rizky tidak menjawab malah naik ke atas kasur benamkan wajah ke bantal. Anak ini takut sekali pada Dahlia yang telah mengancamnya.

Ryan biarkan anaknya menenangkan diri di atas ranjang. Lelaki ini memilih keluar mencari tahu apa yang telah terjadi pada anaknya.

Di luar sana hanya ada Dahlia duduk santai sendirian di ruang keluarga sambil nonton TV. Riyan merasa Dahlia adalah paling patut ditanya apa yang telah terjadi pada anaknya.

"Dahlia..."

Senyum manis segera berhias di wajah Dahlia yang telah dipoles dengan gincu warna merah cerah. Sikapnya langsung berubah menjadi macan jinak yang patuh pada majikan.

"Bang Riyan...sudah puas istirahat?" tanya Dahlia manis-manis kan suara agar dibilang wanita berperawakan lembut.

"Tadi Iky kenapa? Kok dia minta pulang?"

"Oh itu...dia baru saja pulang dari rumah sebelah. Rumah Mawar si gatel itu. Mungkin Mawar ada omong sesuatu pada Iky!" Dahlia. memutar balik fakta menyudutkan Mawar yang tak tahu apa-apa.

"Mawar? Bukankah dia kuliah di Jogja?"

"Sudah selesai kuliah. Sekarang jadi guru matematika di sekolah negeri. Guru kontrak yang gajinya tak seberapa. Anak itu kapan benarnya? Abang mau tahu nggak? Dia itu pernah ketangkap basah dengan lelaki di ranjang. Ini ada fotonya!" Dahlia mengeluarkan ponsel lumayan mahal edisi baru. Wanita ini mencari sesuatu di galeri ponsel untuk tunjukkan foto pada Riyan.

Riyan terbelalak lihat foto hitam putih seorang wanita tidur di atas dada seorang lelaki yang wajahnya tak jelas akibat ditutupi stiker gambar bunga. Riyan menahan nafas tak percaya ada wanita desa berani berbuat senonoh dengan pria tanpa ikatan pernikahan. Itu bukan gaya orang sini yang sangat ketat dalam pergaulan.

"Ini Mawar? Adik kalian yang bungsu? Aku pernah jumpa dengannya waktu dia masih SMA. Hebat sekali dia ya?" Riyan geleng kepala ada wanita tak tahu malu berzina tanpa ikatan.

Dahlia menyimpan ponsel dengan cuek seolah hal itu biasa bagi Mawar. Sungguh wanita culas binti jahat. Teganya dia karang cerita jerumuskan Mawar yang berhati lembut itu.

"Dia itukan sok alim! Tak pernah tinggal sholat, berpakaian sopan untuk tutupi kebusukan dia! Sekarang Abang tahu siapa Mawar kan?"

Riyan memang kurang kenal Mawar yang jarang bergaul dengan keluarganya. Seluruh keluarga tidak suka pada Mawar pasti karena anak itu kurang pas. Mana ada saudara benci pada saudara sendiri kalau bukan ada sesuatu tak pantas dilakukan oleh anak itu.

"Abang tak sangka di sini bisa terjadi hal begini. Bukan kah di sini ada WH (Wilayatul Hisbah)?"

"Aku juga tak tahu di mana dia lakukan hal ini. Aku menutupi kebusukan Mawar dari keluarga aku supaya dia tidak makin buruk. Abang lihat dia minta tinggal sendiri di samping supaya bebas tak mau dikekang."

Riyan termenung dengan cerita Dahlia. Di Aceh ini sangat ketat pengawasan pergaulan antara wanita dan pria bukan muhrim. Bahkan semua wanita diwajibkan tutup aurat dan berhijab. Di sini ada lembaga yang sering disebut WH pengawasan pelaksanaan syariat Islam. Hebat sekali kalau Mawar nekat berzina di antara pengawasan ketat.

"Apa orang tua kalian tidak awasi adik kalian itu? Kalian biarkan dia salah langkah?" tuduh Riyan salahkan keluarga Pak Hari tidak bimbing Mawar ke jalan benar.

"Anak itu diajar? Belum ngamuk pada ayah sudah syukur! Tiap hari kerjanya marah-marah tak jelas. Minta uang foya-foya dengan kumpulan anak muda. Nggak salah sih! Dia kan masih muda." Dahlia mulai tambah bumbu dan penyedap rasa biar cerita makin enak didengar Riyan.

"Sangat disayangkan anak secantik itu nakal." desah Riyan ingat sosok yang matanya sangat indah mirip mata bule. Hanya itu yang diingat Riyan dari Mawar.

Dulu anak itu pemalu jarang bergabung walau ada saudara datang dari jauh. Setelah tamat SMA Mawar lanjut kuliah di Jogja atas biaya Pemda setempat karena dia anak berprestasi di sekolah. Sejak itu Riyan tak pernah jumpa Mawar lagi. Bahkan ketika Yenni meninggal Mawar tidak hadir karena sibuk menyelesaikan kuliah.

Dari pintu kamar Rizky ikut nguping semua obrolan Riyan dan Dahlia. Apa yang dikatakan Dahlia. bertolak belakang dengan apa yang dilihat Rizky. Mawar sangat sederhana dan lembut. Bicaranya saja kayak orang setahun belum kena nasi. Lemah lembut tanpa ada nada menekan. Justru Dahlia yang mirip nenek sihir jelekkan Mawar. Mawar tidak pernah sekalipun jelekkan mereka yang di rumah ini.

"Abang lapar nggak? Biar aku sediakan makan siang! Ayah sudah pergi ke pabrik padi. Sebentar lagi juga balik."

"Nanti sekalian saja! Apa kegiatan ayah cuma ke pabrik?"

"Nggak juga. Kadang ke kebun sawit ataupun ke sawah. Sawah kami mawah kan pada orang lain. Ayah tak sanggup kerja sendiri lagi."

"Mawah? Apa maksudnya?"

"Mawah itu kita percayakan sawah kita pada orang lain. Dia yang kerjakan lahan sawah kita. Nanti hasilnya sesuai perjanjian kita. Ntah bagi dua, bagi tiga."

"Wah ada juga cara kerja begitu! Mengapa tidak diupah saja?"

"Itu aku kurang ngerti. Kami anak perempuan ya tunggu di rumah saja. Ayah di bantu Mawar soal ini cuma semua hasil ayah yang kelola."

"Lalu kamu dan Ayumi tak bisa bantu?"

"Itu pekerjaan kasar. Kami tak mau ke sawah. Ntar kulit gosong. Itu si Mawar mau turun sawah ikut nanam padi. Cocok untuk dia yang hancur."

"Bukankah dia guru?"

"Iya...ngajar kan pagi. Sore dia ke sawah kerjakan sepetak tanah peninggalan ibunya. Itulah harta dia! Yang lain kan punya ayah dan ibu. Anak itu mana ada hak lagi. Kalau ayah meninggal ya jadi milik aku dan Ayumi. Mawar sudah dapat jatah sawah dan rumah di sebelah. Rumah mirip kandang ayam." Dahlia tertawa renyah senang Mawar dihina habisan. Menjatuhkan Mawar seperti kenikmatan tak terhingga bagi Dahlia.

Ibu Tiri Kejam

Mendengar kalimat ini Riyan tak setuju. Dahlia seolah sedang menghina saudara sendiri bangga dengan apa yang dia miliki sekarang. Mawar perempuan nakal pantas sengsara atas semua kebejatan yang dia lakukan. Riyan tak salahkan keluarga bila tidak beri ruang pada Mawar untuk bergabung dalam keluarga. Kalau Mawar tak pantas disayangi untuk apa di beri tempat. Tapi Dahlia tak boleh bocorkan aib saudara sendiri kepada orang lain. Ini hanya menambah buruk nama Mawar.

"Biarlah semua kenakalan dia jadi rahasia keluarga!" kata Riyan menasehati Dahlia agar rem mulut jangan umbar aib saudara.

"Semua orang tahu siapa Mawar! Anak ibu tak tahu malu ambil suami orang." decak Dahlia merasa dia paling benar. Dahlia lupa kalau ibunya yang perempuan ketiga dalam rumah tangga Pak Hari dan ibunya Mawar. Dahlia bertingkah seakan ibunya korban dari kegenitan ibu Mawar.

"Bukankah ibunya Mawar itu isteri pertama ayah. Kenapa dia pula jadi orang ketiga?" ujar Riyan mulai paham kalau Dahlia terlalu marah pada Mawar sehingga bicara ngawur.

Dahlia terdiam kena bom buatan sendiri. Mau lempar bom malah jatuh di depan kaki sendiri. Wanita menyedihkan.

"Oh itu...ibu dulu itu pacar ayah! Datang ibu Mawar goda ayah maka mereka menikah. Pokoknya ibunya itu wanita sampah."

Riyan memang tak suka pada kelakuan Mawar tapi tak boleh juga hujat orang yang telah meninggal. Ini salah Dahlia meremehkan nilai almarhumah.

Riyan jadi malas omong sama Dahlia yang bicara tidak pakai saringan. Tingkah sok elite tapi bicara tak bisa hargai orang lain. Kalau saja otak Riyan sedikit cas pasti akan ngerti semua laporan Dahlia belum tentu sesuai fakta.

Jam lima sore Rizky pergi mencari Mawar lagi bersama adiknya si Arsy. Rizky ingin perkenalkan Arsy pada Mawar yang ramah. Rizky tidak peduli larangan Dahlia agar tidak jumpa Mawar. Anak ini merasa Mawar seratus kali lebih baik dari Dahlia yang mirip nenek sihir itu.

Pintu rumah Mawar tertutup dari dalam. Kiri kanan tak ada orang selain ada beberapa anak sedang main di seberang jalan sana.

Rizky dan Arsy menatap iri pada anak-anak yang bebas bermain di halaman depan rumah tanpa pengawasan orang tua. Di kota mana ada pemandangan demikian.

Rizky menggenggam tangan adiknya memberi rasa tenang pada gadis kecil yang muram terus. Sebelah tangan Rizky gunakan mengetuk pintu rumah Mawar mencari Mak Bit mereka yang ramah.

"Mak Bit..." teriak Rizky memanggil Mawar.

Tak butuh waktu lama satu sosok berpakaian sederhana daster ala ibu rumahan dengan kepala ditutupi sejenis kain seperti topi karet.

Mata Mawar bersinar tatkala melihat dua sosok mungil berdiri di hadapan. Senyum mengembang di bibir Mawar sambut kehadiran dua sosok anak kecil itu.

"Rizky...dan pasti Arsy ya! Ayok masuk!" Mawar menyentuh tangan kecil Arsy selembut mungkin seolah takut lukai kulit anak itu.

Rizky dan Arsy masuk ke dalam tanpa ragu berkat kelembutan suara Mawar yang syahdu mirip suara bidadari dari surga.

"Kita pergi cari kepiting di tepi laut?" tawar Mawar tetap ramah hanya sekedar ingin menyenangkan kedua anak kakaknya. Mereka sudah datang dari jauh tentu ingin lihat pemandangan sekitar pantai yang indah.

"Apa boleh?" tanya Arsy tampak mulai bergairah.

Mawar mengangguk menarik Arsy naik ke pangkuannya. Rizky ikutan duduk di kursi rotan yang tak seberapa nilainya.

"Ayok kita pergi Mak Bit!" Rizky perlihatkan sikap tidak sabar ingin mencapai tempat yang dituju oleh Mawar. Di kota mana ada pantai bersih berpasir putih. Di sana hanya ada kemacetan dan gedung tinggi menjulang ke langit.

"Kita pergi tapi minta ijin dulu sama papa kalian ataupun sama kakek. Kita tak boleh pergi begitu saja! Itu tidak sopan namanya."

"Ok..Kak Iky minta ijin dulu ya dek! Tunggu sini saja!" Rizky bergerak lincah berlari balik ke rumah. Di depan teras Rizky bertemu pak Hari yang sedang nikmati udara sore hari.

Lelaki tua ini masih harus banting tulang kerjakan semua pekerjaan karena tidak ada anak laki bisa diminta tolong.

Mengharap pada Mawar banyak curiga dari anak isterinya yang lain maka pak Hari pilih kerja sendiri walaupun terkadang minta bantu Mawar juga. Mawar lebih bisa diandalkan ketimbang kedua anaknya yang lain.

"Kek...Iky boleh ikut Mak Bit ke pantai?" seru Rizky girang sudah ada yang bertanggung jawab untuk perijinan mereka main ke pantai.

"Mak Bit mau antar kalian?"

"Mau...cuma Mak Bit bilang harus ada ijin kakek maupun papa."

"Oh gitu ..pergilah! Hati-hati jangan sampai basahan main air laut!"

"Iya kek! Terima kasih." Rizky melesat pergi begitu kantongi ijin pergi main. Tubuh mungil Rizky pindah ke rumah sebelah dengan lincah. Anak itu sangat senang bisa pergi main setelah satu sore berada dalam kamar.

Rizky malas jumpa Dahlia yang seram. Tampang saja mirip nenek sihir pemakan anak-anak dalam dongeng. Rizky takut setengah mati pada Dahlia. Untung ada Mawar yang ramah sebagai pelipur lara.

Rizky melompat girang begitu tiba di rumah Mawar. Mawar menebak pasti sudah dapat ijin dari papanya.

"Tunggu sini ya! Mak Bit ganti baju. Kita pergi. bersama."

Arsy dan Rizky mengangguk secara serentak. Kedua anak ini bahagia tidak kepalang tanggung bisa jalan-jalan di tepi pantai sesuai harapan mereka dari awal.

Mawar kenakan setelah baju santai celana panjang dengan baju sampai ke bawah lutut. Tak lupa jilbab instan nyangkut di kepala. Menutup aurat jadi keharusan di negeri Serambi Mekah ini.

Rizky makin suka pada adik mamanya itu. Sudah cantik ramah pula. Beda jauh dari nenek sihir yang akan makan mereka.

Mawar keluarkan motor matic warna putih berikut helm. Pantai tidak terlalu jauh dari tempat tinggal mereka tapi tetap saja harus ikuti aturan lalu lintas. Apalagi Mawar seorang guru yang harus kasih contoh bagus.

Mawar menutup pintu rumah pintu pagar rumah sebelum pergi. Di kampung memang jarang terjadi kemalingan karena semua warga saling menjaga. Nilai saudara masih sangat kental di daerah kecil ini. Lucunya para tetangga suka pada Mawar kecuali Bu Tiara dan kedua anaknya.

Mawar cantik jelita sedangkan Dahlia dan Ayumi lebih mirip perempuan kampung biasa. Tidak ada istimewanya bila tidak dibantu dengan alat-alat make up. Berkat bantuan alat-alat make up semua wanita menjadi cantik. Kini tidak ada wanita yang bertampang jelek. Semua wanita tampil kinclong dengan wajah putih mulus. semuanya berkat sulapan alat-alat kosmetika yang marak dijual secara umum.

Mawar membawa kedua anak kakaknya telusuri jalan kampung yang tidak terlalu ramai. Hanya ada satu dua kendaraan berpapasan sepanjang jalan. Udara sore hari yang sejuk membuat kedua anak Riyan kegirangan akan segera melihat pantai idaman mereka.

Dari jauh terdengar suara deburan ombak. Angin laut berhembus pelan membelai setiap pengunjung yang datang.

"Itu pantai Mak Bit!" seru Rizky tak bisa menyembunyikan rasa bahagia di dalam dada. Arsy agak pasif menanggapi dengan senyum kecil. pendek kata kedua anak ini sangat bahagia berhasil mencapai tempat yang mereka idamkan.

Mawar menghentikan kendaraan di bawah pohon Cemara yang besar. Kehadiran mereka disambut oleh tiupan angin agak kencang. Arsy memeluk Mawar masih takut-takut lihat deburan ombak memecah di pantai. Beda dengan Rizky yang tidak sabar ingin segera berlari di sepanjang pantai.

"Ayok Mak Bit kawani ke tepi pantai. Janji tak boleh main air karena kalian sudah mandi. Kita jalan-jalan saja ya!" ujar Mawar melawan suara angin yang kencang. Suara Mawar yang lembut kalah oleh tiupan angin laut yang lebih kencang.

Tampaknya nanti malam akan turun hujan lebat karena angin bertiup tak bersahabat. Mawar pun tak ingin ambil resiko terlalu lama di pantai karena sore ini udara agak lembab tanda akan turun hujan.

"Ayok jalan!" seru Rizky tak sabar hendak berlari sepanjang pantai.

Mawar mengangguk gandeng keduanya berjalan sepanjang pantai cari anak kepiting. Baru saja hendak ditangkap kepiting laut yang imut susah sembunyi dalam lubang pasir.

Mawar ajak kedua keponakannya korek lubang cari persembunyian bayi kepiting itu. Mawar tahu itu pekerjaan sia-sia namun ini hanya sekedar menyenangkan anak kakaknya.

Hampir satu jam Mawar ajak kedua anak itu bercanda di tepi pantai sampai terdengar suara mengaji dari mesjid terdekat. Mawar melayangkan mata ke arah suara yang datang sayup-sayup kena terpaan angin. Suara itu beri tanda mereka harus segera tinggalkan pantai.

"Sayang...kita pulang ya! Sudah mau maghrib. Besok kita datang lagi bawa sekop kecil untuk tangkap kepiting. Ok?"

Dengan berat hati Rizky dan Arsy iyakan permintaan Mawar. Rasanya baru sebentar main sudah harus tinggalkan pantai. Rasanya ingin tinggal lebih lama main sepuasnya. Tapi Mawar sudah janji akan bawa mereka balik ke sini maka mereka bersedia pulang.

Mawar membawa kedua anak itu pulang sebelum maghrib datang. Pamali bawa anak kecil keliaran di tempat sepi jelang waktu maghrib. Mawar tak ingin sesuatu terjadi maka bergegas pulang sebelum adzan maghrib. Beberapa pengunjung pantai ikut angkat kaki tinggalkan deburan ombak jelang matahari terbenam. Padahal lihat matahari terbenam menjadi data tarik sendiri yang tak pernah bosan kita amati. Setiap hari pemandangan berbeda walau tempat dan waktunya sama.

Untunglah mereka tiba di rumah sebelum adzan. Mawar membawa kedua anak itu bersihkan kaki dari sisa pasir sebelum balik kepada papa mereka. Datang dalam kondisi bersih, pulang maunya juga bersih. Mawar tak mau dianggap tak bertanggung jawab bawa anak kakaknya pulang dalam kondisi berantakan.

Kedua anak itu puas sekali main dengan Mawar yang terlalu lembut. Sifat keibuan Mawar jelas terukir di raut wajah cantik itu. Sosok begini yang diharapkan Rizky gantiin mamanya yang telah berpulang.

Mawar antar kedua anak itu sampai ke pintu pagar pembatas dia rumah. Mawar segan melangkah masuk ke rumah sebelah karena setiap datang yang ada hanya cacian dari saudara tirinya. Mawar bosan berada di situasi tak kondusif.

"Masuk ke dalam dan sholat ya sayang!" Mawar meminta kedua anak itu masuk ke dalam rumah karena adzan sudah berkumandang memanggil umat bertandang ke rumah Allah.

"Nanti kami datang lagi ya!" pinta Rizky tak ingin lewatkan waktu tanpa Mawar.

"Datang saja! Masuklah! Mak Bit mau ke mesjid."

Rizky dan Arsy berlarian masuk ke dalam rumah mencari papa mereka. Riyan dan pak Hari telah berada di ruang tamu untuk bersiap ke mesjid. Para lelaki rata-rata dirikan sholat di mesjid sekalian berkumpul dengan sesama umat muslim.

Riyan lega melihat kedua buah hatinya pulang dalam keadaan selamat. Semula Riyan kuatir dengar kedua anaknya diajak Mawar main ke pantai. Akhlak Mawar yang tak indah buat Riyan ilfil percayakan anaknya pada gadis itu.

"Dari mana nak?" tanya Riyan meneliti kalau-kalau ada yang kurang dari anaknya. Parno melebihi ambang batas.

"Main ke pantai. Asyik lho pa! Mak Bit itu orangnya sangat baik. Kami sayang pada Mak Bit! Ya kan Arsy?" Rizky puji Mawar di hadapan papanya dengan mata berbinar.

Riyan hanya tersenyum mengutuk kelakuan Mawar sok baik padahal aslinya busuk. Riyan takkan ijinkan kedua anaknya dekat-dekat dengan Mawar takut tertular sifat busuk wanita itu.

"Papa dan kakek pergi sholat. Kalian di rumah saja ya! Nanti kita makan bersama."

"Ya pa..."

Rizky dan Arsy menatap nanar papa dan kakek mereka keluar dari rumah langsung menuju ke mesjid yang letaknya tak jauh dari rumah kakek.

Rizky mengajak Arsy masuk kamar sebelum jumpa nenek sihir. Rizky sudah baca keadaan kalau tak lama lagi nenek sihir bakal datang mengomeli mereka.

"Yok ke kamar Arsy! Di sini ada nenek sihir. Wajahnya seram kayak setan." Rizky menakuti Arsy supaya tidak menunda langkah kabur dari ruangan yang sepi.

"Hei..mau ke mana? Kecil-kecil sudah pinter ngelayap. Siapa kasih ijin pada kalian pergi main? Apa sudah ijin pada aku mana kalian?" ntah dari mana muncul Dahlia berkacak pinggang memarahi kedua anak kecil itu.

Arsy ketakutan bersembunyi di belakang badan Rizky minta lindungan. Sikap Dahlia sangat tidak pantas terhadap anak kecil. Belum jadi ibu tiri sudah praktek gaya khas seorang ibu tiri. Dahlia ikuti gaya ibu tiri jaman dulu siksa anak tiri. Padahal tidak semua ibu tiri itu jahat. Banyak juga yang baik sayang pada anak.

"Apa urusan Tante kami mau ke mana? Kamu ini cuma Tante bukan mama kami. Kami tidak mau kamu jadi mama kami. Kamu jahat!" tantang Rizky besarkan mata.

Dahlia bergerak maju hendak pukul mulut Rizky yang tajam. Dahlia sungguh tidak sabar pada anak kecil bermulut tajam. Dahlia ingin tundukkan kedua anak ini sebelum betul-betul menjadi ibu sambung mereka.

"Kak...apa yang kau lakukan? Mereka hanya anak kecil." seseorang datang menahan Dahlia memukul anak kakaknya.

"Mereka kurang ajar berani lawan aku! Gimana nanti kalau aku jadi mama mereka? Mau injak aku?"

"Pede amat mau jadi isteri bang Riyan. Kan belum tahu bang Riyan mau pilih kamu atau aku! Kita tunggu saja!"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!