"Aauuuh....... Kepalaku pusing sekali."
Keluh seorang wanita saat ia membuka matanya. Ia berkedip beberapa kali untuk menyesuaikan pencahayaan ke matanya. Diliriknya kiri dan kanan. Ruang gelap, pengap ini begitu asing. Ia baru sadar kalau sebenarnya tangan dan kakinya terikat dikursi. Ia berusaha melepaskan ikatan tersebut namun percuma, ikatannya kuat sekali.
"Sudah sadar?"
Wanita itu dikejutkan dengan suara seseorang. "Siapa disana?"
"Kau sudah lupa denganku?"
Muncul seorang gadis dari balik kegelapan. Ia melangkah pelan mendekati wanita itu dengan cambuk pink ditangannya.
"Siapa kau? Aku tidak mengenalmu. Kenapa aku terikat disini? Dimana aku? Apa yang mau kau lakukan?"
Buk!!
Satu cambukan diayunkan gadis itu dan tepat mengenai wajah cantik wanita tersebut. Darah segar mengalir perlahan.
"Terlalu banyak pertanyaan. Aku bingung mau menjawab yang mana."
Dengan wajah tanpa ekspresi, gadis tersebut seperti tidak merasa bersalah atas apa yang baru saja ia lakukan.
"Aauuuh.......! Sakit sekali," rintih wanita itu. "Apa-apaan kau ini?!! Kenapa kau mencambukku? Aku ada salah apa sama kamu?"
"Sepertinya satu cambukan belum cukup untuk mengembalikan ingatanmu. Bagaimana kalau kau rasakan lagi? Mungkin itu bisa membantumu mengingatnya."
Gadis itu mulai menganyunkan cambuknya lagi beberapa kali ke arah wanita tersebut sampai tangan, kaki, tubuh, dan wajah mengalami luka yang sangat parah.
"Hentikan!! Aku mohon hentikan! Sakit... Sakit sekali. Arg... Ampun, ampuni aku," teriak wanita itu kesakitan sambil memohon ampun.
"Apa sekarang kau sudah ingat?" sambil tersenyum gadis itu menghentikan cambukannya.
"Hiks... Hiks... Aku mohon lepaskan aku. Apa salahku padamu?" wanita itu terus memohon sambil menangis dengan rasa sakit disekujur tubuhnya.
"Ternyata cambukan tidak membantu sama sekali. Tapi mungkin ini bisa." gadis tersebut menyiramkan secangkir kopi panas di atas kepala wanita itu.
"Aaaah.......! Panas!! Panas sekali!!" wanita itu menggeliat kepanasan ketika kopi tersebut menyetuh kulitnya.
"Bagaimana? Apa kau sudah ingat?"
Wanita itu mengangkat wajahnya menatap benci pada gadis itu. "Aku ingat kau. Kau adalah pelayan bodoh yang menumpahkan kopi ke gaunku siang ini."
"Baguslah kalau kau sudah ingat. Aku tidak perlu bersusah payah lagi menceritakannya," ujar gadis itu sambil memperhatikan kukunya.
"Apa maumu? Lepaskan aku brengsek!! Apa kau tidak tahu siapa aku? Aku adalah putri dari keluarga Kafla. Sebaiknya kau lepaskan aku kalau tidak kau akan menderita!" bentak wanita itu dengan nada ancaman.
"Huam... Kau itu benar-benar bodoh. Apa kau tidak sadar kalau sebenarnya kau lah yang menderita saat ini."
Gadis tersebut berjalan mendekati meja yang tersedia disana. Ia menarik kain hitam yang menyelimuti meja tersebut. Setelah kain ditarik terlihatlah beberapa peralatan diatas sana. Pisau, gunting rumput, gunting biasa, tongkat bassball, jarum, gergaji, paku, palu, skop dan banyak lagi. Semuanya tersusun rapi dari yang besar sampai kecil. Gadis itu terlihat sedang memilih-milih alat mana yang ingin ia gunakan. Pandangan gadis itu tertujuh pada gunting rumput. Ia mengambil gunting tersebut.
"Apa yang kau ingin kau lakukan, brengsek?!!" bentak wanita itu dengan raut wajah ketakutan saat melihat gunting besar itu membuka, mangatup di depan matanya.
"Tidak ada. Aku cuman berpikir rambutmu bagus juga."
Ia langsung memotong rambut wanita itu sampai melukai kulit kepalanya. Hal hasil rambut yang indah rusak seketika berbalut cairan merah. Wanita itu hanya bisa berteriak kesakitan dengan air mata berlinang.
"Berhenti! Aku mohon berhenti! Aku akan berikan apapun yang kau inginkan. Uang, pakaian, perhiasan, tas, sepatu atau apapun itu akan aku berikan. Tapi aku mohon lepaskan aku. Aku sudah tidak tahan lagi. Hiks... Hiks..."
"Kau menyuruhku berhenti? Tapi aku baru mulai. Aku tidak butuh uangmu tapi aku mengingikan nyawamu."
Dengan tatapan tajam gadis itu membuang gunting tersebut ke sembarang arah. Kini ia mengambil paku dan palu. Tanpa aba-aba gadis itu langsung memaku kedua bahu wanita itu sampai menancap kuat dikursi. Darah muncrat sampai wajahnya.
"ARRGH................. ! ! ! ! "
Teriak wanita tersebut menggema di ruang bawah tanah.
"Itu akan menahanmu agar tidak banyak bergerak."
"Apa salahku sampai kau menyiksaku begini? Huhu... Hu..."
"Salahmu? Em... Bukankah kau menuduhku menumpakan kopi ke bajumu, sampai bosku memarahiku di depan umum."
"Itu memang kenyataannya. Kerjamu yang tidak becus. Kau memang pantas dimarahi bosmu. Jika kau marah akan hal itu kenapa tidak kau siksa saja bosmu itu, kenapa aku?"
"Menyiksa bosku? Kenapa? Ia orang baik kok. Sebaliknya kau," gadis itu merobek pakaian wanita itu menggunakan pisau dapur sampai melukai dada dan perut.
"Aaaaaah...........!" teriakan kembali menggema.
"Kau sendiri yang menabrakku sampai kopi itu membasahimu. Kenapa kau menyalahkanku? Karna perbuatanmu bosku yang selalunya baik kini memarahiku. Semua ini memang salahmu, bukan?"
"Aku, aku minta maaf. Aku mohon lepaskan aku. Hu.... Hu...."
"Baik. Aku akan melepaskan mu."
"Benarkah? Terima ka..."
Belum selesai wanita itu berkata pisau dapur sudah menancap di tenggorokannya. Hal hasil wanita tersebut tewas seketika.
"Ups, maksudku melepaskan mu dari dunia ini."
Dengan pakaian pinknya yang berlumuran darah ia melemparkan pisau ditangannya kebelakang tubuhnya. Ia melepaskan semua ikatan dan juga mencabut paku yang menancap dibahu wanita itu, lalu membaringkannya dilantai. Gadis itu mengambil kapak yang ada diatas meja kemudian memotong tubuh wanita itu menjadi 21 potongan dan di tempatkan pada 3 karung berbeda. Ia membawa karung-karung yang berisi potongan tubuh manusia itu ke jembatan terdekat, lalu di lemparkannya ke dasar sungai. Agar tidak mengambang nantinya ia mengisi masing-masing karung tersebut dengan pemberat.
Dasar sungai yang dalam sampai tidak terlihat dasarnya memang cocok di gunakan sebagai tempat menyembunyikan tindak kejahatannya. Sudah tak terhitung jumlah korban dibawa sana yang bernasip sama seperti wanita tadi.
Veliana atau biasa dipanggil Lina. Gadis manis nan lugu. Setidaknya itulah pandangan semua orang ketika melihatnya. Perawakan seperti gadis yang baru masuk SMA tapi sebenarnya ia sedang menumpuh pendidikan di sebuah universitas ternama di ibu kota. Ia terpilih sebagai pelajar yang mendapat beasiswa karna kepintarannya.
Rambut hitam panjang selalu terurai cantik menutupi punggungnya, wajah berbentuk seperti telur terbalik, mata sebiru langit, hidung mungil, bibir merah delima yang dihiasi gigi ginsul begitu manis ketika ia tersenyum. Tubuh ramping setinggi 155 cm dan berkulit putih bersih. Saat melihatnya tidak akan ada yang tahu kalau sebenarnya ia adalah gadis yang menjadi dalang dari hampir seluruh kasus orang hilang dan belum ditemukan sampai sekarang.
.
.
.
.
.
.
ξκύαε
Pagi dengan cahaya mentari hangat menyinari wajah manis sang penjahat. Lina membuka matanya perlahan sambil berusaha duduk di tempat tidur. Diregangkannya tubuhnya yang terasa kaku sambil menguap. Ia beranjak dari tempat tidur berjalan menuju jendela. Di bukanya lebar-lebar pintu jendela, membiarkan seluruh udara pagi mengisi setiap sudut ruang kamarnya. Lina hirup dalam-dalam udara yang segar itu, ditahan nya sebentar di paru-paru lalu dihembuskannya perlahan.
Veliana tinggal di sebuah kontrakan tua dipingiran kota. Ia terpaksa mengontrak disana karna cuman tempat itu yang paling murah biayanya. Tidak ada orang lain yang mengontra disana kecuali Veliana karna konon katanya kontrakan itu berhantu. Tapi selama Veliana tinggal disana tidak perna ia bertemu hantu. Jika yang mereka dengar adalah teriakan tengah malam itu mungkin Veliana yang sedang bermain dengan nyawa seseorang. Ia sangat menyukai tempat ini, suasana yang tenang memang cocok untuknya, biaya yang murah dan juga cukup dekat dengan kampusnya. Cuman butuh waktu 30 menit bersepeda dan ditambah 5 menit lagi untuk sampai di tempat ia berkerja.
Veliana merupakan gadis yatim piatu. Ia tidak tahu siapa orang tuanya. Ia dibesarkan oleh seorang wanita tua yang menyelamatkannya dalam sebuah gubuk. Hanya liontin kunci bernama kan dirinya saja yang menjadi peninggalan orang tuanya. Semasa kecilnya ia tumbuh dan dibesarkan dalam lingkungan pedesaan. Wanita yang merawatnya itu atau ia biasa memanggilnya dengan sebutan Ramona yang artinya penyelamat, berkerja menjadi petani untuk menghidupi kebutuhan mereka. Setelah tamat SMA ia pindah ke kota untuk melanjutkan pendidikan. Ia berkerja paru waktu disebuah kafe untuk menambah kebutuhan hidupnya. Terkadang jika ada lebih, uang hasil kerja kerasnya akan dikirim ke Ramona di desa.
5 menit sudah cukup baginya menikmati suasana pagi. Ia bergegas pergi ke kamar mandi dan siap-siap berangkat ke kampus. Lina mengambil program study bagian kedokteran. Selesai sarapan ia berangkat menggunakan sepeda kesayangannya. Dikayuhkannya pelan pedal sepeda menyelusuri jalanan. Sampai di depan pintu gerbang kampus ia memarkirkan sepedanya di tempat biasa. Cuman dia seorang yang berangkat menggunakan sepeda. Sebagian besar mahasiswa di universitas ini berangkat menggunakan mobil sendiri dan sisanya diantar sopir pribadi. Melihat pemandangan itu hampir setiap hari terbesit di pikirannya seandainya ia berasal dari keluarga kaya pasti ia akan sama seperti mereka.
Lina menekan pikiran itu jauh-jauh. Ia melangkah menujuh kelasnya sambil melihat-lihat media sosial di layar hpnya. Telah tersebar kabar hilangnya putri keluarga Kafla. Melihat itu Lina tersenyum dan bergumang dalam hati...
"Gadis sombong itu sedang berenang bersama ikan di dasar sungai yang dingin."
"Veliana!"
Teriak seseorang memanggil namanya membuat ia menoleh. Seorang gadis bertumbuh berisi dengan dada seperti melon berlari menghampirinya. Dia adalah putri dari salah satu keluarga kaya yang juga satu-satunya teman Lina. Namanya Xavira atau sering dipanggil Ira. Cuman gadis ini yang mau berteman dengan Lina. Tentu karna perbedaan status yang tinggi membuat tidak ada yang mau menjalin pertemanan dengan Lina.
Oh, iya hampir lupa. Lina menggunakan samaran gadis lugu nan polos di lingkungan kampusnya. Tapi tenang saja, ia juga disebut gadis pembawa sial. Siapapun yang berurusan dengannya pasti akan mengalami kesialan. Sebenarnya bukan secara kebetulan mereka yang menggangu Lina akan sial, itu karna perbuatan Lina sendiri. Siapapun yang menggangunya atau menggangu Ira, ia akan membuat rencana agar orang tersebut menderita.
Tapi sayangnya masih ada satu orang yang sulit disetuh Lina, namanya Violet. Ia tidak bisa berbuat apa-apa terhadap Violet karna ada rumor mengatakan Violet adalah putri dari seorang Mafia kejam. Sangking ditakutinya bahkan direktur universitas saja harus memberi hormat jika berpapasan dengan Violet. Lina berusaha untuk tidak berurusan dengan gadis sombong itu. Tapi sepertinya kepintaran dan kemampuan ia mendapat beasiswa di universitas ternama telah menarik perhatian Violet. Sialnya Lina harus satu kelas dengannya. Violet sering memerintah Lina untuk mengerjakan semua tugas-tugas kuliahnya. Dengan terpaksa Lina menuruti kemauan Violet.
Dikelas, Lina sedang membaca buku tentang penawar racun ketika Violet datang bersama dua temannya.
"Lina, apa tugas kemarin telah kau selesaikan?" tanya Violet sambil menepak meja.
"Su, sudah," jawab Lina pura-pura takut. Ia menyodorkan sebuah buku pada Violet.
"Bagus sekali. Memang layak jadi murit terpintar. Jika hari ini ada tugas lagi tolong dikerjakan ya," Violet berlalu kembali ke mejanya yang ada dibarisan depan.
"Violet apa kau tidak takut tertimpa sial?" ujar temannya yang bernama Anisa.
"Iya. Menurut rumor siapapun yang menggangu gadis itu akan tertimpa kesialan. Aku perna mengalaminya. Saat itu aku perna merusak tasnya. Ia tidak berani berbuat apa-apa tapi esoknya seharian aku tertimpa sial. Terpeleset di kamar mandi, kecoa dalam makan siang ku, air kotor tiba-tiba mengguyurku. Aaah.... Itu adalah hari paling mengerikan dalam hidupku," cerita temannya yang bernama Riva.
"Itu cuman rumor. Tidak ada satupun yang dapat menghalangiku termasuk nasip sekalipun," kata Violet dengan sombongnya.
Dan tentunya semua kejadian yang menimpah Riva itu karna ulah Lina sendiri. Ia memang tidak bisa menyentuh Violet tapi biarpun teman Violet berani menggagunya, ia masih bisa bermain dengan mereka.
.
.
.
.
.
.
ξκύαε
Sampai di rumah jam 9 malam, Lina menuntun sepedanya masuk ke rumah. Hari ini cukup melelahkan baginya. Pelanggan yang berkunjung pada malam hari begitu ramai dari biasanya. Ia melemparkan tasnya ke tempat tidur bersamaan dengan tubuhnya sekalian. Lina berbaring di kasur melepas lelah. Matanya terasa berat sampai-sampai ia malas untuk bangun setidaknya hanya sekedar mencuci wajahnya sendiri dari riasan tipis. Lina tertidur dengan posisi kaki masih menginjak lantai.
Jam 01.48 Lina dibangunkan dengan suara seseorang menerobos masuk ke rumahnya. Dengan hati-hati Lina memeriksa siapa itu. Berbekal pisau dapur di tangannya, Lina berjalan pelan menuju pintu. Sampai di depan pintu ia mendapati seorang pria tergeletak disana tidak sadarkan diri.
"Bagaimana pria ini bisa masuk? Apa aku lupa mengunci pintu lagi?"
Dengan memberanikan diri Lina memeriksa pria itu. Dibaliknya tubuh pria itu yang terjatuh tengkurap di lantai. Ada luka tembak di lengan kirinya yang masih mengalirkan darah dan beberapa luka sayatan pisau tersebar di sekujur tubuhnya. Lina menatapi wajah tampan pria tersebut. Ini adalah bentuk sempurna dari ketampan seorang pria.
"Sadarlah Veliana. Lebih baik kau selamatkan dia dulu. Sangat disanyangkan jika wajah setampan ini mati, kan?"
Lina berusaha mengangkat pria itu ke tempat tidur. Tidak bisa, tubuhnya terlalu kecil untuk memindahkannya. Hal hasil ia terpaksa mengobati luka pria itu di lantai saja. Lina mengeluarkan semua peralatan yang ia butuh kan seperti gunting, jarum dan benang untuk menjahit luka, alkohol untuk membersikan luka, perban, pinset dan lainnya. Sebagai calon seorang dokter masa depan ia harus dengan serius mengobati pasien dihadapannya. Hampir setengah jam akhirnya selesai juga. Semua luka di tubuh pria itu sudah dibersihkan dan diperban. Lina membereskan semua peralatannya dan membersikan semua darah yang berceceran di lantai. Ia pergi ke kamar mandi untuk mencuci tangannya dan membersikan pendarahan di hidungnya. Roti sobek pria itu terlalu menggoda sampai ia mimisan.
Bingung bagaimana cara memindahkan pria ini, Lina menggaruk kulit kepalanya yang tidak gatal. Tidak mungkin ia membiarkannya tergeletak di lantai yang dingin. Lina berusaha sekuat tenaga menarik pria itu ke sofa. Nafasnya sudah putus-putus ketika baru menyeret pria itu dua meter dari tempat sebelumnya. Huh... Memang tidak mungkin memindahkannya dengan tubuh sekecil Lina. Ketika hendak istirahat sebentar ia tiba-tiba mendengar suara ketukan di pintu.
"Siapa yang bertamu ditengah malam seperti ini?" pikirnya. Ia berdiri mencoba memeriksa siapa itu. Pintu dibuka, empat orang berpakaian jas lengkap menyambutnya.
"Cari dia disini! Bila perlu geleda semuanya!" perintah salah satu dari mereka yang sepertinya pemimpin mereka. Semua anak buahnya itu dengan cekatan menuruti perintah atasannya itu.
"Baik."
"Hei...! Apaan yang kalian lakukan? Kenapa kalian menggeleda rumahku?" bentak Lina tidak terima rumahnya tiba-tiba digeleda orang asing.
"Diam! Atau aku tembak kepalamu," bos mereka seketika menyodorkan pistol ke dahi Lina. Hal itu membuat Lina mengangkat tangannya menatap ngeri pistol itu dan diam seribu bahasa.
"Maaf bos, tidak ada siapa-siapa disini," ujar salah satu anak buahnya.
"Apa mereka sedang mencari pria itu? Tunggu, bukan tadi pria itu masih pingsan di lantai? Kemana hilangnya dia? Aah... Terserahlah, untung aku sudah membersikan semua darah yang ada jadi mereka tidak curiga kalau aku telah menyelamatkan orang yang mereka cari," batin Lina.
"Sudahlah, ayok pergi. Kita cari di tempat lain," bos mereka itu menyimpan kembali pistol nya dibalik jas hitamnya lalu melangkah pergi di ikuti anak buahnya yang lain.
"Maaf membuatmu takut," kata salah satu anak buahnya yang terakhir meninggalkan rumah Lina.
"Pria yang satu itu cukup baik," pikir Lina sambil menutup pintu.
Lina kembali ke kamarnya seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Ia tidak mau memusingkan apa yang terjadi barusan. Pria yang baru saja ditolongnya juga sudah pergi dan sekelompok orang tadi tidak mungkin datang lagi. Lebih baik ia melanjutkan tidurnya karna besok masih harus kuliah.
Dua langkah lagi menujuh tempat tidurnya tiba-tiba seseorang menyekap mulutnya dari belakang. Kaget akan hal itu Lina berusaha melawan. Tapi percuma, tubuhnya terlalu kecil untuk menggapai pria itu. Lalu pria tersebut membantingnya ke tempat tidur. Lina meringis kesakitan ketika tubuhnya menghantam tempat tidur dengan keras. Tidak sampai disitu, pria tersebut kemudian merangkak di atas tubuh Lina. Ternyata selama ini pria tersebut bersembunyi dibalik pintu kamar mandi.
"Apa yang mau kau lakukan?!! Menjauh lah dariku!" bentak Lina sambil merontah melepaskan diri.
Pria tersebut tidak terusik sama sekali dengan perlawanan Lina. Ia mulai mengecup leher Lina terus menjalar sampai ke kuping. Nafas yang panas begitu terasa di kulit Lina membuatnya merinding. Lina tidak bisa berbuat apa-apa. Kedua tangannya dicengram kuat oleh salah satu tangan pria itu, terangkat ke atas. Sedangkan tangannya yang lain mulai bermain dibalik bajunya. Lina menggigit bibi bawahnya menahan erangan yang hendak keluar saat pria itu mulai meremas buah dadanya.
"Kau harum sekali," bisik pria tersebut di telinga Lina yang merah.
"Lepaskan aku! Ah...!" nada itu berhasil keluar ketika pria tersebut berhasil menggigit apa yang dimainkannya. "Ada apa dengan pria ini? Kenapa ia begitu bernafsu? Ia bahkan tidak memperdulikan lukanya. Tunggu, nafas yang panas ini... Ia sepertinya diberi... Obat perangsang!" pikir Lina.
"Kau rasanya manis," pria itu berani menjilati leher Lina.
"Kau terpengaruh obat perangsang. Aku seorang dokter. Aku dapat membantumu. Tolong lepaskan aku," pinta Lina dengan susah payah. Tubuhnya mulai mengikuti permainan pria itu.
"Obat perangsang? Aku tahu obatnya."
Pria itu seketika melepaskan seluruh pakaian Lina, lalu melepaskan pakaiannya sendiri. Lina terperangak atas apa yang dilakukan pria tersebut. Lina kembali berusaha melepaskan diri, namun pria tersebut menduduki pinggulnya yang membuat ia tidak bisa bergerak. Kejantaan pria itu telah menyentuh area sensitifnya membuat ia tidak bisa mengendalikan keinginan tubuhnya. Tubuhnya mulai ikut terangsang oleh setiap sentuhan lembut pria itu.
"Aku akan mulai. Jangan takut, aku akan pelan."
.
.
.
.
.
.
ξκύαε
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!