NovelToon NovelToon

The Great Adventure In World Of Sword And Magic.

Chapter 00 - [ Prologue ]

...BAB Ø - PROLOG...

...◇◇◇...

Keheningan menyelimuti seisi ruangan yang gelap dan dingin.

Ruangan yang lebar dengan lorong panjang menjorok di belakangnya.

Tampak Tiga orang berdiri di ujung ruangan dengan pintu raksasa di depan mereka.

Seorang Pria dengan dua pedang di pinggangnya memandang pintu raksasa itu dan melirik kedua gadis di sampingnya.

"Kita akan masuk," ucapnya menyentuh pintu di depannya yang sangat besar; ukurannya empat kali darinya.

Mereka mengangguk dan mempersiapkan senjata.

Creeaaakk

Perlahan pintu terbuka dengan berat, aura menakutkan keluar dari balik pintu dengan mengintimidasi.

Tampak di dalam ada Monster raksasa menunggu mereka datang.

Ketegangan dan adrenalin mengalir menyelimuti mereka.

"Ranan, persiapkan busurmu," ucapnya menarik kedua pedang.

"Iya, Master."

Gadis dengan telinga kucing, Ranan menarik busurnya dan mulai menjaga jarak di belakang.

"Senka, tetap awasi pergerakan Monster."

"Myu, Siap!"

Gadis satunya menyelam ke dalam bayangan dan menunggu aba-aba pria itu.

Cakar hitam menyelimuti kedua tangannya bersiap menyerang.

Pria itu tersenyum lebar dan memandang Monster di depannya yang mengaum ganas.

"Moooooooowh!!!"

Kepala banteng dengan tubuh humanoid raksasa, monster yang penuh dengan otot dan dua tanduk runcing yang tebal.

Kapak besar di tangannya tampak tajam dan berat, mata merahnya melotot dengan ganas kearah Pria itu.

Monster itu bernama Minotaur.

Penjaga Dungeon Labirin.

"Wah, wah, Monster ini."

Seringai lebar terbentuk di wajah Pria itu.

Rambut pirang kecoklatannya terhembus dengan kuat.

Udara mengintimidasi Monster memberi tekanan ke kelompoknya.

Dia mencengkram kedua pedang dengan kuat dan memasang kuda-kuda menyerang.

"Setelah lama menunggu, akhirnya lawan yang kuat," ucapnya mengarahkan kedua pedang ke depan dan dia mulai berlari maju.

"Gwoooorgh!!"

Minotaur berteriak dengan ganas dan mulai menerjang kearah mereka.

BAAM!!

Dalam hitungan detik, Pria itu melesat ke depan Minotaur.

Ayunan kapak yang keras dan berat tertumpu jatuh kearahnya dengan dahsyat. Namun, dia berhasil menghindarinya dan memberi luka di kaki kanan Minotaur.

Luka goresan yang dalam menembus kakinya.

"Mooorgh!?"

Ayunan samping yang kuat dilayangkan Minotaur ke arah Pria itu.

Sekali lagi berhasil ia hindari dan jarak keduanya semakin menjauh.

Swoosh! Jleeb!

"Mooooooawwwwrgh!?"

Mata kirinya tertusuk anak panah dan memberi rasa sakit yang mematikan. Minotaur menatap ke Gadis kucing itu dengan amarah, tanpa mempedulikan Pria itu dia melaju kearahnya.

"Ranan."

Gadis kucing itu mengangguk, dia menarik busur dan menargetkan mata kanannya.

Tapi dia berhenti dan kembali menargetkan anatomi lain.

"Fire Arrow!"

Anak panah terselimuti oleh api dan Ranan menarik busur yang kemudian ia lepaskan kearah kaki Minotaur.

Jleeb! Bwooosh!

"Mooorghh!!"

Api membesar dan menyelimuti kaki kirinya, Minotaur memekik kesakitan.

Pria itu tak ambil diam dan menebas leher Minotaur. Tapi serangannya dapat ditangkal Minotaur dengan tangan tebalnya.

Namun, tangan kanan Minotaur terpotong dan memberi rasa sakit lain.

"Mooooooowrrghhh!!"

Jeritan marah dan kesakitan terdengar keras dari Minotaur. Matanya menatap tajam dan haus akan dendam kearah mereka.

"Ranan buat dia diam sebentar," ucap pria itu dingin.

Ranan mengangguk dan membuka penutup matanya, tampak kedua mata emasnya.

Perlahan Minotaur mengalami pembatuan di tangannya.

"Moooowrrhhh!!"

Minotaur melompat mundur dan menjauh dari Ranan. Tampak dia terkejut dengan tangannya.

"Oh, dia pintar."

Pria itu kagum melihat Minotaur mencoba menjaga jarak dari mereka dan tidak mau menatap mata Ranan.

Walaupun tampak babak belur, Minotaur tidak menyerah dan sekali lagi mengangkat Kapaknya dengan tangannya.

Tapi karena tangan kirinya mengalami sebagian pembatuan dan tangan kanannya sudah tidak ada, Minotaur melepas kapaknya dan mengigitnya seakan mencoba mengintimidasi mereka.

Namun..

Pria itu hanya menyeringai kejam dan senang, lalu dia berucap dengan lantang.

"Senka, sekarang!"

"Myu!"

Bayangan besar menyelimuti Minotaur, dalam sekejap rasa takut dan kengerian menghantuinya.

"Guwwoaaagh!?"

Seakan dicabik-cabik, Minotaur menatap ke Gadis yang tersenyum mengerikan itu.

"Aku akan memakanmu," ucap gadis itu dengan kengerian.

Cakar tajam hitam melesat kearah Minotaur.

Dalam sekejap, Minotaur tertelan ke dalam bayangan.

Menyisakan batu berukuran bola basket di tempat Minotaur menghilang.

"Myuu! Aku berhasil!" ucapnya keluar dari bayangan pria itu.

"Hahaha, Kau bisa juga."

"Myu! tentunya!"

Pria itu menepuk kepalanya yang membuat gadis itu senang.

"Hehe~"

Gadis kucing itu kembali memakai penutup mata dan mendekati keduanya.

"Master."

"Iya, kita akan melanjutkannya."

Pria itu menatap pintu raksasa lain yang terbuka.

"Ke lantai berikutnya."

Mereka pun maju ke lantai berikutnya.

.........

...[ End of the Prologue ]...

Chapter 01 - [ Back to The Past Time ]

...BAB 1 - KEMBALI KE MASA LALU...

...◇◇◇...

Di dalam ruangan yang sepi dan sunyi.

langit-langit yang sudah lama tidak kulihat dan udara segar di sampingku.

'Tidak ... Mungkin??'

...( Kamar tidur )...

Terbaring di tempat tidur, aku perlahan bangkit dan duduk dengan lesu di tepinya. Melihat sekeliling dengan pandangan kosong, aku menyadari ruangan ini dan menatap kedua tanganku.

"Aku kembali," ucapku dengah lelah. Perasaan yang tak terlukiskan dan dalam terukir di jiwaku.

'Bagaimana ini bisa terjadi?' Pikirku heran.

'Kenapa aku ada di sini? Bukankah aku ada di- ugh..' Sekarang aku ingat.

"Sial." Ini tidak masuk akal.

Aku melihat sekeliling dan menatap ke jendela kamarku. Pemandangan desa di kala fajar yang gelap terbentang di luar sana dan udara dingin yang mengalir dengan menyegarkan terhembus ke arahku. Begitu damai dan menenangkan.

"Hahaha.. ha.." Aku tertawa dan sedikit terkejut menyadari bahwa aku telah kembali.

Ingatan buruk yang sebelumnya seakan hanyalah mimpi dan sebuah kenyataan aneh muncul di depanku.

"..."

Aku sekali lagi menatap kedua tanganku dan melirik ke sebelah kanan. Sebuah cermin besar terlihat di sana dan menampilkan bagaimana penampilanku.

Wajah rupawan dengan rambut pirang kecoklatan dan mata hijau cerah yang menatap langsung padaku. Tampak muda dan sejenak membuatku memperkirakan usiaku sekarang.

Seakan ini mimpi yang menjadi nyata, aku terdiam dan cahaya mulai kembali di mataku.

Aku langsung berbaring kembali dan menatap langit-langit kamar yang berdebu. Mencoba menyangkal semuanya.

"Aku benar-benar kembali ... Haa..."

Aku menghela nafas dengan berat, perasaan malas dan mengantuk membuatku ingin kembali tidur dan bermimpi indah. Namun, aku tidak bisa melakukannya.

Mengapa? Itu karena aku berada di sini, di kamar yang membawa kembali kenangan lama.

Ya itu benar, ini adalah kamarku dan ruangan yang sudah lama tidak kukunjungi.

Kenapa? kau bertanya? Jelasnya aku kembali di usiaku 12 tahun yang artinya aku telah kembali ke masa lalu dan menjadi seorang Regressor.

Menarik, bukan? Tentu saja tidak. Ini Berarti, mau tidak mau aku akan menjalankan kembali hidupku setelah kematianku, 12 tahun nanti.

Sungguh aku tidak tahu harus senang atau sedih..

Aku berdiri dari tempat tidur dan berjalan mendekati cermin, di sana tercermin wajahku yang masih muda dan itu memberi ingatan lama.

Jika kuingat lagi, aku hanyalah seorang petualang rank C dan tidak terlalu dapat diandalkan semasa hidupku.

Kau tahu, aku tipe anti sosial. Jelasnya situasi ini tidak membuatku panik. Hanya saja..

"Kurasa ... Aku akan menemui kedua orangtuaku dulu," ucapku menuju lemari pakaian.

Sepertinya reuni lama yang tidak pernah aku bayangkan akan terjadi kembali.

Jadi aku mulai berganti pakaian dan sesudahnya aku pergi keluar kamar dan menuruni tangga ke lantai bawah.

"..."

Aku melangkah dalam diam, setiap langkah terasa berat dan jantungku terus berdetak dengan cepat dengan suara yang menggema di lantai bawah, itu membuat hatiku teriris.

Aku berhenti di tengah jalan dan kegelisahan menyelimutiku. "Gulp ... Ini terasa tidak nyata," ucapku yang kemudian melihat ke tanganku, keduanya gemetaran.

Aku takut untuk menghadapi ini. Aku gugup, bisakah aku melanjutkannya? Perasaan itu terus berputar dan membuatku terhenti.

"..." Dalam diam aku mengingat kembali kenapa aku bisa mati dan berakhir di sini.

Tapi.. --PAAK!

Aku dengan keras menampar kedua pipiku. Maju saja! Jangan takut! Berani melangkah, apapun kondisi di depan aku harus menghadapinya!

Aku bertekad.

Tidak akan menjadi sosok menyedihkan itu, Aku akan berubah.

Lalu, perlahan aku menuruni anak tangga dan menuju ke lantai bawah. Letaknya dekat dengan ruang tamu dan sesaat aku mendekati ruangan, suara-suara yang kurindukan terdengar sekali lagi.

Sudah sangat lama, aku hampir tidak menyangka akan bisa menemui mereka lagi.

"..."

Aku dengan berani melangkah masuk ke ruang makan. Di ruang makan aku bisa melihat keduanya. Ibu bersenandung selagi memasak di dapur dan Ayah yang duduk bersandar di kursi makan dan mengambil makanan di atas meja.

Sambil menunggu, Ayah mengunyah kudapan jamur kering di atas meja.

"...Haha.. ha." Aku memandang mereka diam dan tak terasa senyum terbentuk di wajahku.

'Mereka ... ada di sini..' Mereka hidup..

"Ah, Ren? Jadi kau bangun. Itu tidak biasa untuk melihatmu bangun sepagi ini, Nak," ucap Ayah tersenyum menatapku sementara dia memakan jamurnya lagi.

Aku tertegun mendengar Ayah berbicara padaku dan spontan aku memalingkan wajah darinya.

"Hm?" Melihat responku, Ayah tampak bingung dan wajahku memerah dengan malu. tetapi aku memberanikan diri menatap Ayah yang berbicara padaku. Ini sudah sangat lama, aku sangat merindukannya.

Aku tidak menyangka akan bertemu lagi dengannya seperti ini. Ayah kembali makan, tapi berhenti dan terlihat heran melihatku.

"Hei, ada apa Nak? Kau menangis??" Tanya Ayah keheranan. Ayah berdiri dari kursi dan bingung menatapku.

"Eh?" Aku terkejut mendengarnya. 'Menangis?' bisikku. Menetes dari wajahku, aku menyadari bahwa mataku basah dan seketika aku merasa sangat sedih.

'Apa ini...?' Aku menyentuh wajahku.

"Nak?" ucapnya sekali lagi, dia memberikan jamur kepadaku.

'Tampaknya ... Aku sangat merindukan mereka,' pikirku nyaman.

"Ti-Tidak apa-apa, Ayah. Aku hanya sedikit ... kelilipan! Ya, kelilipan sehabis tidur," ucapku berpura-pura mengusap mata untuk tidak membuatnya khawatir, juga aku mengambil jamurnya. Aku perlu membiasakan diri sekali lagi.

"Makanan telah matang! Ken, apa yang kau lakukan pada anakmu??" Ibu sedang membawa dua piring di kedua tangannya, lalu ketika Ibu melihat ayah dan aku.

Dia meletakkan kedua piring di atas meja dan wajahnya tampak tidak senang melihat ayah yang membuatku menangis. Auranya membuat kami gugup.

"Ti-Tidak apa-apa, Ibu. Kita makan saja dulu, oke?" ucapku dengan tersenyum mencoba menenangkan Ibu.

"Benar! Mari makan!" ucap Ayah yang langsung mengambil makanan di atas meja dan melahapnya.

Ayah mencoba membuat situasi lebih ceria dengan makan duluan, tapi ibu yang melihat tingkahnya itu hanya bisa menghela nafas dan memintaku makan dengan santai.

Kemudian, kami duduk di masing-masing kursi dan makan bersama. Aku mengambil sendok dan menyendok makanan di depanku, sudah lama aku tidak duduk bersama keluargaku.

"Munch.." Aku mengunyah makanan di mulutku.

Sangat enak! Aku sangat merindukan rasa masakan Ibu.

Hari ini, kami semua makan bersama dalam satu meja. Kenangan indah yang sudah lama sekali kulupakan terjadi lagi. Kuharap ini akan berlangsung selamanya.

.........

Di sebuah Padang Rumput luas di luar desa.

Aku tengah duduk beralaskan potongan kayu besar dan melirik kerumunan sapi-sapi yang makan dengan lahap di rerumputan padang rumput.

Saat ini, aku sedang menjaga ternak yang ditugaskan padaku untuk digembalakan. Jadi karena itu aku menjaga sapi-sapi ini agar tidak menjauh dari kawanan.

Sejak awal keluarga kami memiliki banyak hewan ternak dan sering kali aku atau pamanku yang menjaga dan menggembalakannya.

Mengingat kembali, aku hampir tidak pernah melakukan tugas ini saat kecil dulu dan hanya ingin bermain-main saja sampai aku dewasa yang kemudian langsung merantau keluar desa untuk menjadi seorang petualang.

Sungguh ... Jika aku ingat lagi, kenangan itu memang tidak terlalu bagus untuk kukenang. Karena hanya membuatku ingat ketika aku masih payah dalam berpedang.

Begitu menyebalkan.. Guhh..

"Haa.." Aku menghela nafas mengingat ingatan yang buruk itu.

"Hmm?"

Ketika aku sedang berbaring, aku melihat di sisi kiri yang agak jauh, ada seekor sapi yang keluar dari kawanannya dan menuju ke dalam hutan.

Oh, sial..

"Hei, Emna! Mau kemana kau??" Teriakku langsung berdiri dan mengejar sapi itu.

Aku bergegas mengikutinya untuk membawanya kembali ke kawanan.

Hanya saja, jarakku dengan sapi itu lumayan jauh. Karenanya aku memberikan sihir sementara di kedua kakiku agar bisa berlari lebih cepat.

Sesampai di dalam hutan, aku menemukan sapi itu, Emna dan akan membawanya kembali.

Namun, sesuatu yang berkilau di dekat sapi membuatku tertarik.

"Apa ini?" ucapku mengambil benda itu dan melihatnya.

Ketika aku mengambilnya, aku menyadari apa jenis benda itu. Sebuah batu berbentuk kubus dengan berbagai ukiran persegi dan lingkaran yang terlukis secara acak dan tampak kuno.

Itu terlihat seperti batu dengan rune-rune sihir yang terwujud di permukaannya, apa ini katalis sihir?

"Hmm?" Aku menyadari ada permata kecil di tengah kubus itu, jadi aku menyentuh permata itu dan.

Szzzt!!

Tiba-tiba aku merasakan energi sihirku (Mana) terserap ke dalam kubus itu, yang membuatku tercengang.

"Ughh?? Apa yang terjadi?!" ucapku terkejut dan menjatuhkan kubus itu.

Buuk.

"Uhh??" Aku langsung terjatuh dengan kelelahan dan menatap ke kubus yang jatuh dari tanganku itu.

Cahaya putih terpantul dari permata itu dan membuatku merasakan energi sihir dari kubus itu kembali menuju kepadaku yang sebelumnya terserap dariku.

Perlahan aku merasa baikan.

[ Mana Player teridentifikasi. ]

[ Nama Player dibutuhkan. ]

[ Tolong sebutkan Nama anda, Player. ]

"Eh? Eh??" ucapku keheranan.

'Suara darimana itu??'

Suara anorganik yang tiba-tiba membuatku terkejut dan suara itu terdengar mirip dengan pedang sihir dengan intelijen tinggi yang dimiliki seorang petualang Rank S.

'Apa kubus itu termasuk harta suci!? Mirip dengan Holy Sword Victoria??' pikirku kagum.

'Jika itu benar, pasti kubus ini sangat berharga!' ucapku gembira dalam hati.

Aku menatap kubus itu dengan mata berbinar dan berkata "Aku Ren Maulana," ucapku tanpa ragu menjawab suara itu.

Aku menyebut namaku untuk mengetahui apa benar kubus ini adalah harta suci atau tidak.

Lalu, itu menjawab kembali.

[ Nama Ren Maulana telah terdaftar. ]

[ Player Ren Maulana. Selamat telah menjadi The Chosen. ]

Layar muncul di depanku dengan suara anorganik. Layar apakah ini?

Namun, setelah kemunculannya ada keheningan yang amat panjang..

Tidak ada yang terjadi?

Hmm..

Aku menunggu apa ada hal lain lagi yang terjadi. Tapi setelah menunggu lama, tetap tidak ada yang terjadi dengan batu itu.

..? Tidak ada suara lagi? Sebentar..

"Hah?!! Apa maksudmu!! Hei jawab aku!?" Aku membentak batu misterius yang kuambil itu, juga aku merasa seperti sudah gila berbicara dengan batu.

Mengambil kubus itu, aku mengguncangnya dalam kekesalan dan marah. Namun, tetap kubus itu tidak merespon.

Jadi karena batu ini tidak ada respon sama sekali, aku membantingnya dengan kesal ke tanah.

"Geh, apa-apaan tadi itu.." ucapku dengan kesal.

"Moo.." Suara sapi terdengar.

"Ah, benar. Emna, ayo kembali.." ucapku menariknya pergi.

Aku meninggalkan batu kubus itu dan menarik Emna si sapi keluar dari hutan. Namun, batu kubus itu tiba-tiba melayang di sekitarku dan berputar memutariku seakan merespon saat aku berjauhan dengan benda itu.

"Apaan ini??" ucapku agak heran.

[ Konfirmasi. Player dapat menggunakan Supreme Cubic untuk meningkatkan Status Player. ]

"Hah? Apa artinya itu?" ucapku bingung tiba-tiba mendengarnya.

Seakan meresponku, kubus itu bercahaya sebentar dan suara anorganik terdengar lagi.

[ Player akan mampu mendapatkan kekuatan luar biasa. Pertumbuhan Player akan meningkat dan Player akan menjadi sangat kuat. ]

Terdengar menggiurkan, tapi apa maksudnya ini?

"Lalu berikan," ucapku spontan menjawab.

[ Diterima. ]

Suara anorganik terdengar lagi dan batu kubus itu melayang mendekat ke depan wajahku.

Craaak! Terdengar suara retakan dari kubus yang melayang itu, beserta cahaya terang ke arahku dan seketika banyak informasi asing masuk ke dalam otakku.

"Huh??" Aku kebingungan dengan berbagai informasi yang masuk dengan tiba-tiba itu.

Dan tiba-tiba aku merasakan tekanan yang luar biasa melebihi apapun yang pernah aku rasakan, rasa sakit menyebar ke seluruh tubuhku. Berbagai informasi masuk dalam kapasitas yang melebihi daya ingatku.

"!?!?!?!??!?!?" Rasa sakit tak tertahan menusuk ke seluruh tubuhku hingga aku tidak bisa mendengar lagi teriakanku sendiri.

Ini sangat menyakitkan!?

"...Ha.. Ha.." Aku berkeringat banyak hingga membasahi pakaianku.

Lalu, saat rasa sakit itu perlahan mereda. Kubus itu mulai menguap di udara dan cahayanya terbang kepadaku yang lalu menghilang masuk ke dahiku.

[ Selesai. ]

"Huh??" ucapku dengan bingung.

Setelah suara itu menghilang, ada sebuah layar lain atau sebuah kotak persegi tipis berwarna biru transparan melayang di depanku dan menggantikannya dengan teks yang tidak biasa tertulis di layar itu.

Tertulis dalam bahasa kerajaan dan tidak terlalu sulit untuk membacanya.

Awalnya aku heran, tapi menyadari ada kesamaan yang aku tahu.

"Ini sama dengan yang akan tertulis di kartu pribadi Adventureku!" ucapku seketika melupakan rasa sakit dan melihat layar biru dengan antusias.

[ Player Status ]

[ Nama : Ren Maulana ]

[ Gelar : - ]

[ Kelas : Player ]

[ Pekerjaan : Pengembala [1] Koki [2] ]

[ Level 8 ]

[ Kesehatan (HP) : 100/100 ]

[ Kekuatan (Str) : 20 ]

[ Intelektual (Int) : 16 ]

[ Vitalitas (Vit) : 22 ]

[ Kelincahan (Agi) : 12 ]

[ Mana (Mp) : 120/120 ]

[ Skill : - ]

[ Sihir yang dimiliki : Sihir Api dasar (Level 1) ]

[ Kondisi : Sehat ]

"Ini benar-benar mirip dengan yang akan tertulis di kartu pribadi petualangku," ucapku bersemangat.

Aku mengingatnya pernah mencoba mengecek statusku dengan item gulungan status (Scroll of Status Identification) untuk memeriksa lebih lengkap mengenai isi statusku.

Layar itu sangat mirip dengan informasi yang diberikan gulungan status, sekarang aku bisa menggunakannya kapan saja tanpa perlu memerlukan banyak uang ke benda sekali pakai untuk mengecek status.

Bagus, sepertinya aku bisa menjadi lebih kuat. Tapi pekerjaanku ada dua? itu tidak biasa.

Seingatku, aku mendapat pekerjaan sebagai Pendekar pedang saja saat kedewasaan. Lalu, kelasku akan menjadi Petualang secara naluriah sejak aku bergabung di Guild Petualang.

Sepertinya aku mendapat jakpot yang tidak disangka-sangka, aku akan menggunakannya dengan baik!

"Baiklah! Ayo kembali!!" Teriakku dengan bersemangat menarik si Sapi Emna ke kawanannya, lalu bekerja dengan santai kembali.

.........

Sekembali dari menggembala Sapi, aku memasukkan semua ternak ke kandang.

Lalu, pergi ke kamarku setelah makan malam bersama kedua orangtuaku.

"Huaa.. Hari yang melelahkan.. Baiklah, kurasa aku akan berlatih pedang besok saja.." ucapku berbaring di atas tempat tidur.

'Aku akan lebih serius dari sekarang! Menjadi yang terkuat dan kaya raya!!' ucapku bertekad dalam hati.

"Baiklah! Aku akan langsung Tidur!!" ucapku yang kemudian tertidur lelap.

.........

...[ Continued ]...

Chapter 02 - [ The Origin of An Ability ]

...BAB 2 - ASAL MULA SEBUAH KEMAMPUAN...

...◇◇◇...

Mengangkat tangan kananku ke depan, aku mengarahkannya ke hamparan padang rumput.

Aku mulai merapalkan sihir yang kukuasai.

Sihir Api.

Bwooosshh!

Bola api melesat ke depan dengan megah dan setelah beberapa saat menguap di udara.

"Woohoo~" Aku kagum dengan daya sihirku itu.

Lalu aku mengangkat tangan kananku lagi, tapi berbeda dengan yang pertama. Aku hanya ingin memeriksa saja.

"Sihir api memang bagus," ucapku melihat nyala api di tanganku.

Nyala api yang sebesar bola basket muncul di telapak tanganku. Api di tanganku memercik dengan panas dan mematikan. Warna merahnya menyala dengan terik.

Walaupun sihir yang aku gunakan ini termasuk sihir paling dasar. Hasilnya lumayan bagus untuk digunakan bertarung dari bagaimana tembakan pertama yang sebelumnya kulakukan.

"Aku memang terampil dengan sihir Api. Tapi, kurasa aku harus belajar mengontrolnya lebih baik lagi," ucapku mengingat bagaimana aku ceroboh dalam mengendalikan sihir.

Lalu Api di tanganku langsung padam seketika setelah aku menghentikan aliran mana di telapak tanganku.

"Baiklah, aku hanya perlu berlatih seperti biasanya," ucapku mengambil pedang kayu yang tergelatak di sampingku.

Karena saat aku dewasa, aku adalah seorang petualang dan pendekar pedang, aku menguasai keterampilan pedang lamaku dan sekarang aku dapat dengan mudah menguasainya lagi di usia mudaku.

Saat aku menggembala, aku tak jarang berlatih mengayunkan pedang dan memperagakan teknik-teknik pedangku agar keahlianku tidak tumpul.

[ Kemampuan Swordsmanship naik 1 tingkat! ]

Bagus. Sekarang aku merasa lebih mudah untuk mengayunkan pedang.

"Ini yang terbaik!"

Aku menjadi sangat bersemangat dan terus mengulangi mengayunkan pedang di padang rumput selagi menjaga ternak.

Kemudian suara yang sering kudengar muncul.

"Ren, kau tidak bosan hanya mengayunkan pedang setiap hari?" ucap seorang gadis yang membawa keranjang makanan.

Gadis muda yang cantik itu datang mendekat dan langsung duduk di atas sebuah batu besar yang tidak jauh dari tempatku, dia tampak jutek dan dingin.

Dia memiliki rambut berwarna oranye kemerahan yang kontras dengan padang rumput, lalu dia melirikku dengan bosan sambil menepuk keranjang itu.

Mata birunya sayu melihatku.

"Ini Makanan yang kubawa, Ibumu bilang habiskan."

"Iya, iya aku tahu," ucapku tetap mengayungkan pedang.

Dia menghela nafas dan memperhatikanku dengan agak malas.

Gadis itu bernama Amelia urona, dia adalah teman semasa kecilku dan seseorang yang akan bergabung dengan gereja suci saat dewasa nanti.

"Ren, apa menyenangkan berlatih pedang seperti itu setiap hari?" ucapnya dengan wajah bosan.

"Hahaha!" Aku tertawa dengan geli.

"Kenapa kau tertawa?" ucapnya heran.

Aku berhenti tertawa dan menatapnya.

Amelia berusia satu tahun lebih muda dariku dan paling sering mengunjungi ku selagi membawakan bekal makanan yang Ibu ku buat.

Alasan dia sering mengunjungiku dan membawa keranjang makanan adalah karena ibuku.

Dia pernah dimintai bantuannya untuk membawakan bekal buatan ibu ke padang rumput tempat di mana aku menggembala.

Akan tetapi, entah sejak kapan dia menjadi lebih sering melakukannya. Meskipun ibu hanya memintanya sekali saja, dia dengan sukarela mau membawakannya setiap hari.

Bahkan hingga hari ini saja, dia sering membawakan bekal makanan untukku.

Whoosh!

Aku masih mengayunkan pedangku dan berbicara dengannya.

"Ya, jujur awalnya memang membosankan. Tapi!"

Aku menarik kedua tanganku dan mengayunkan pedang secara horizontal ke sebelah kananku di mana terdapat beberapa pohon dan salah satu pohon paling besar, tinggi dan kokoh terlihat.

Ayunan pedangku lurus kearah pohon itu.

BRAAK!!

Pedang kayu tertancap ke pohon dan aku mendorongnya lebih dengan tenang.

Cahaya biru mengelilingi pedang, tampak Amelia menatapku dengan bingung.

BRAAAKK! BAAAAM!

"Aku juga menyukainya," ucapku berbalik kearahnya.

Pohon itu jatuh dengan megah dan terbelah menjadi dua dengan mulus.

Amelia menatapku terdiam dan memalingkan wajah saat membalasku.

"Bodoh, kau tidak harus pamer," ucapnya dengan pipi merona.

"Begitukah? Hahaha.. sepertinya aku agak berlebihan."

Amelia cemberut tapi dia masih duduk dengan bosan, tanpa ingin pergi.

"Huup!"

Walaupun begitu, aku tetap berlatih..

Whoosh!

Sejak latihan merupakan kesenangan ku itu sendiri.

"..." Amelia menatapku terus menerus, seakan tidak memiliki kerjaan.

.........

"Hei, Ren.." ucapnya sesaat aku mengistirahatkan diri.

"Apa?" ucapku mengambil Roti isi daging dari Keranjang makanan.

Amelia yang duduk di sampingku menatap langit sejenak, dan lalu menatap lurus ke mataku, wajahnya masih terlihat bosan.

"Besok akan ada Festival Berburu. Kau akan ikut?"

"Berburu?"

Ah.. Festival itu.. Aku baru ingat.

Seharusnya besok akan diadakan "Hunting Festival" di mana para peserta berlomba-lomba membawakan buruan hewan liar terbanyak untuk mendapatkan juara pertama.

Lalu hadiah Juara pertama tahun ini..

Yah, kuyakin banyak yang akan ikut serta.

"Hmm.."

Kurasa aku akan mengikutinya.

"Kau tidak ikut?" Amelia mencoba mengkonfirmasi.

"Tidak, aku akan ikut. Karena dengan ikut acara, aku bisa menunjukkan betapa berkembangnya skill pedangku di sana," ucapku memakan Roti dengan santai.

"Ya, mungkin. Tapi kupikir memburu dengan memanah lebih baik, kan?" ucapnya mengambil Roti isi sayuran.

Memanah? Hmm.. Seharusnya itu lebih mudah dalam berburu hewan liar, tapi aku tidak begitu cocok menggunakannya.

Mungkin, karena aku lebih menyukai pertarungan jarak dekat..

Hm.. Jika aku tidak salah ingat, bukankah Amelia ahli memanah sebelum dia mendapat Job Pendeta Suci nanti, ketika Berkah Kedewasaan di dapatkannya.

"Tetap, aku akan menggunakan pedang," ucapku dengan yakin.

"Hmm.. Yah, aku sering melihat gaya berpedangmu. Jadi seharusnya kau tidak punya masalah di festival," ucapnya memakan Rotinya.

"Tentunya." Aku juga memakan Rotiku.

Uwaah.. Memang, makanan buatan Ibuku yang terbaik!!

"Benar juga.."

"Mm?"

Melihat Amelia yang banyak bicara, membuatku sedikit penasaran akan niatnya. Mungkinkah..

"Lia, Apa kau berencana ikut acaranya?"

"Aku? Tidak, tidak. Aku tidak mau." Dia dengan serius menolak.

Bahkan Amelia sampai menyilangkan tangannya untuk menolak.

"Begitukah, sayang sekali. Kupikir aku akan mendapat rival saat berburu," ucapku sedikit memprovokasinya.

"Hmph, itu tidak akan mempan. Aku tetap tidak mau!" ucapnya dengan cemberut.

"Bukannya, Lia ahli dalam memanah?"

"Tetap tidak mau!" ucapnya menggembungkan pipinya dan menelan habis rotinya.

"Uhuk."

Aku tersedak dan mengambil minuman. Melihatnya begitu lucu saat mengembungkan pipi, aku ingin sekali mencubit pipinya itu.

Setelah meminum air, sekali lagi aku bertanya.

"Apa benar, kau tidak mau?"

"Hmph, aku tidak mau! Bodoh!"

Amelia berdiri dan menjulurkan lidah padaku yang kemudian langsung lari setelah mengatakannya, meninggalkan aku seorang diri dengan beberapa Roti.

"Haha.. Sepertinya dia masih trauma.." ucapku yang kemudian melanjutkan menggembala ternak.

.........

Besoknya, Aku berada di alun-alun desa.

Hari ini adalah Hari acara Festival Berburu akan diadakan dan acara utama akan dimulai di tengah desa sebagai titik start dan tempat pengumpulan buruannya berlangsung.

Aku mengikuti acara utama, karena Ayah mendesakku untuk ikut andil dalam berburu. Walaupun memang niatku sejak awal mengikuti acaranya.

Lalu, ada dua temanku yang juga hadir dalam Acara Berburu.

Mereka adalah Doglass Jera, Pria keriting dengan rambut berwarna Coklat dan satunya lagi bernama Rico Dio, Pria Pendek berambut Coklat sebahu dengan potongan rambut Bob.

"Yo, Ren. Kau ikut juga?" ucap Doglass melihatku mendekatinya.

"Bukannya sudah jelas, aku ingin sekali mencoba skill pedangku setelah sekian lama berlatih mandiri," ucapku menepuk pedang besi di pinggangku.

"Hahaha, umurmu sekarang sudah bisa ikut Festival. Tapi kau harus melebihi buruanku nanti jika ingin menang!" ucap Doglass dengan percaya diri.

Aku ingin menyanggahnya karena usianya sama denganku, tapi kurasa aku biarkan saja.

Doglass menepuk punggungku dengan keras saat mengatakannya, itu menyakitkan.

Lalu dia pergi bersama Rico yang tidak banyak bicara seperti biasanya.

"Haa.." Aku menghela nafas melihat mereka tidak berubah.

Yah, aku ingat sejak dulu kalau Doglass memang berkepribadian keras dan memiliki gengsi tinggi. Tidak seperti Rico yang lebih sering diam dan hanya mendengarkan, dia lebih penurut dari yang terlihat.

Sudahlah, lalu di mana Ayah?

Jadi aku berjalan dan mengitari jalanan desa, banyak stan kios dibuat di samping jalan.

Karena aku memiliki beberapa koin tembaga, aku membeli satu sate kelinci dan memakannya di jalan.

"Hm?" Aku menelan habis Sate kelincinya dan melihat orang yang kucari.

Di tempat di mana Kepala desa berada, terlihat Ayah bersama Kepala desa sedang berbincang dengan begitu keras.

Seakan-akan memberitahu kalau mereka ada di sana.

Kemudian aku menghampiri mereka berdua.

"Ah, Nak. Kau sudah menyiapkan semuanya?"

"Tentu saja, Ayah."

Ayahku, Daken Maulana. Berperawakan besar dan dua kali lebih tinggi dariku. Wajahnya berewok dan memiliki bekas luka di pipinya yang berbentuk silang.

Dia tampak sangar dan liar, tapi tetap saja dia pria yang perhatian dan mudah khawatir.

Dia membawa sebuah Pedang besar di punggungnya dan terlihat seperti ingin sekali Berburu.

"Bagus, lalu Kepala desa. Kapan acara akan dimulai?"

"Sebentar lagi. Kalian bisa mulai bersiap-siap terlebih dahulu. Jadi tunggu saja."

Kalau begitu, aku akan bersiap sekali lagi sebelum berangkat.

"Ayah, aku akan pergi dulu."

"Ya, sana pergi."

Jadi aku beranjak pergi dari mereka yang masih berbicara dengan lantang.

Lalu aku pergi ke tempat acara akan dimulai.

"Oh?" Aku menemukan Amelia tidak jauh dari sana bersama temannya.

kemudian aku menuju ke tempat Amelia yang berbincang-bincang dengan temannya itu.

"Hei, Lia," ucapku menyapanya.

"Oh, Ren? Ada apa?"

Saat aku datang menyapa Amelia, Temannya itu bersembunyi di belakangnya.

Dia seingatku bernama Fiona Asfa. Mereka berdua memiliki kemiripan berambut berwarna Oranye kemerahan. Terlihat seperti mereka berdua kembar, akan tetapi mereka sebetulnya adalah kerabat sepupuan dan memiliki garis keturunan yang sama dengan nenek buyutnya.

"Apa kau tidak ikut saja?" ucapku mengajaknya.

"Bukannya, aku sudah menolaknya.." Amelia berbicara dengan agak kesal.

Wajahnya tidak senang, tapi bukannya aku tidak tahu. Tapi cepat atau lambat dia akan menghadapinya, karena di masa depan dia akan menjadi Pendeta Suci (Holy Maidens.)

"Yah, tapi kau mungkin suatu hari perlu melakukannya.."

"Apa maksudmu?"

"Tidak ada maksud lain.."

Saat aku mengatakannya, aku sudah mulai pergi meninggalkan Amelia yang cemberut.

Fiona di sampingnya masih bersembunyi walaupun dia terlihat sudah lebih tenang setelah aku pergi.

Jadi sambil menunggu acara dimulai, aku berkeliling sebentar di sekitaran kios makanan yang dibuka oleh para pedagang keliling.

"Beli satenya satu Pak."

"Aigo, Ini dia."

"Tenkyu."

Aku duduk di kursi yang tersedia dan menunggu dimulainya acara.

Sesekali aku melihat sekitarku yang ramai akan orang-orang yang berlalu lalang dalam kesenangan akan Festival Berburu.

Acara Festival Berburu desa Konora memanglah yang terbaik. Jadi sudah pasti banyak pedagang dan pelancong yang datang untuk berbisnis dan melihat acara ini.

Kemudian, seseorang yang berpenampilan bagus naik ke atas panggung dan membawa artefak suara; Mic.

"Tes, tes.." ucapnya saat naik ke panggung.

"Baiklah, Acara Festival akan dimulai!"

Suara Pembawa Acara terdengar mengelegar di atas panggung.

Festival Berburu sebentar lagi dimulai.

.........

...[ Continued ]...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!