Aisyah membuka mata dan melihat langit-langit kamar tempatnya berbaring. Ia menyipitkan matanya saat kilauan cahaya lampu menyilaukan penglihatannya.
Matanya memanas, bibirnya mulai bergetar saat ingatan kejadian beberapa hari yang lalu, tempatnya lima hari yang lalu kini terlintas kembali di ingatannya.
Aisyah menutup matanya saat bayangan itu tiba-tiba terlihat jelas seakan kejadian itu terulang kembali tepat di depan matanya, butiran kristal jatuh dari sudut mata indahnya, menggambarkan betapa sakitnya hatinya saat ini, saat ingatan kejadian kecelakaan yang merenggut nyawa suami dan juga anaknya. Bukan hanya itu bayi yang belum sempat dilahirkannya pun harus ikut pergi bersama kedua orang yang dicintainya itu.
Dengan mata yang masih terpejam, Aisyah dengan perlahan menggerakkan tangannya memegang perutnya yang kini tak buncit lagi.
"Hikz" suara isakannya lolos begitu saja, "Mengapa, mengapa semua ini terjadi padaku?" lirihnya, bahunya berguncang hebat. Sekuat apapun ia mencoba menerima kenyataan itu. Namun, semua terus saja merobohkan pertahanannya.
Tangisan, air mata, hanya itulah yang Aisyah lakukan untuk mengurangi rasa sesak di dadanya.
Ya, beberapa hari yang lalu Aisyah wanita berusia 22 tahun, berparas cantik dan mengenakan hijab untuk menutup auratnya itu mengalami musibah yang membuatnya menjadi sebatang kara di dunia ini.
Kehidupan Aisyah dulu sangatlah sempurna, memiliki seorang suami yang mencintainya dan ia juga sangat mencintai suaminya. Serta memiliki anak yang begitu tampan dan sebentar lagi dia akan dikaruniai bayi perempuan. Itulah keluarga yang selama ini di impikannya dan menjadi kenyataan. Hidup di panti asuhan sejak kecil membuat ia tak pernah merasakan arti sebuah keluarga yang sesungguhnya, hingga nasib baik membawanya pada kehidupan yang di impikannya itu.
Hari itu Aisyah berniat untuk memeriksakan kandungannya, dimana dokter memprediksi jika seminggu lagi ia akan melahirkan anak keduanya, senyuman terus menghiasi wajah mereka, tak sabar untuk menyambut anggota keluarga baru mereka.
Mereka menggunakan taksi untuk pergi ke rumah sakit. Namun, naas di tengah perjalanan kecelakaan tak terhindarkan. Disaat itulah, Aisyah yang merasa berbeda di puncak kebahagiaannya dihempaskan hingga ke titik terendah. Meninggalkan trauma dan luka yang begitu dalam.
Sampai saat ini Aisyah belum bisa menerima semua kenyataan itu, ia terus saja mencoba untuk mengakhiri hidupnya hingga semalam niatnya itu dilakukannya. Aisyah menyayat pergelangan tangannya, berharap ia bisa menyusul suami dan kedua anaknya. Namun, takdir masih ingin mengujinya di dunia ini.
Aisyah terus menutup matanya mengingat hari-hari bahagianya dengan keluarga kecilnya, hanya itulah yang bisa dia lakukan saat rasa sesak mulai kembali menyerangnya. Namun, tiba-tiba Ia membuka matanya dan melihat ke kiri dan ke kanannya.
"Bayiku," ucapnya saat mendengar dengan sayup-sayup suara bayi yang menangis. Aisyah berpikir itu adalah bayinya.
Dengan perlahan Aisyah turun dari ranjang rumah sakit dan berjalan pelan mendekati pintu, memutar gagang pintu hingga pintu itu terbuka. Suara tangisan itu semakin terdengar jelas, dengan perlahan Aisyah mengikuti sumber suara tersebut dengan air mata yang dibiarkan menetes mengaburkan penglihatannya. Tak mempedulikan orang yang memperhatikannya, yang ada di benak Aisyah saat ini ia ingin memeluk putrinya agar putrinya itu berhenti untuk menangis.
Aisyah bisa merasakan dadanya yang sakit karena air asinya yang sudah mulai memenuhi dadanya.
"Bayiku pasti lapar," gumamnya pelan mempercepat langkahnya saat mendengar suara tangisan bayi itu semakin terdengar jelas di telinganya.
Langkah kaki Aisyah terhenti tepat di sebuah ruang perawatan VVIP.
Dengan perlahan Aisyah membuka pintu itu, melihat orang-orang yang ada di dalamnya.
Matanya melihat satu persatu orang yang ada di dalam kamar itu begitupun sebaliknya, orang yang ada di dalam ruangan tersebut juga menyatukan pandangan mereka melihat ke arah Aisyah yang mengenakan baju pasien berdiri tepat di pintu masuk.
"Nak, ada apa? Apa kamu tak menemukan kamarmu?" tanya seorang wanita paruh baya yang terlihat begitu ramah menghampiri Aisyah.
"Berikan bayiku! Dia pasti haus. Aku ingin menyusuinya," ucapnya menatap wanita paruh baya tersebut dengan tangan yang di uluran meminta bayinya dengan mata yang berkabut di penuhi air matanya.
Mendengar apa yang dikatakan Aisyah, mereka semua semakin bingung, "Bayi? bayi siapa yang dimaksudnya, siapa wanita ini?" Pikir mereka.
Begitu Aisyah ingin melangkah masuk Seorang perawat menghentikannya.
"Maaf, Bu. Maaf mengganggu kenyamanan kalian. Ini pasien kami, kami akan membawanya ke ruangannya," ucap perawat tersebut meminta Aisyah untuk kembali ke kamarnya.
"Nggak suster, bayiku menangis. Aku ingin memberinya ASI. Lihat lah asi ku sudah banyak. Aku sudah bisa menyusuinya," ucap Aisyah memperlihatkan dadanya yang sudah basah karena air asinya dan memohon agar mereka membiarkannya masuk. Namun, perawat tersebut dibantu dua perawat lainnya membawa paksa Aisyah kembali ke ruangannya, tak peduli saat Aisyah terus memohon, membuat beberapa orang yang ada di ruangan itu masih tercengang dengan apa yang baru saja terjadi.
"Siapa dia ?" batin mereka.
Terima kasih sudah mampir.
Sekeras apapun kita mempertahankan seseorang jika takdir mengatakan kita harus berpisah, maka itulah yang akan terjadi.
Di saat Aisyah terpuruk karena kehilangan bayi dan juga suaminya, di tempat lain justru Seorang ibu lah yang meninggalkan suami dan bayinya.
Itulah yang dialami Saka Admaja, pria berusia 27 tahun yang baru saja kehilangan istrinya.
Sama halnya dengan Aisyah, sebuah kecelakaan mobil juga memisahkan mereka. Saka dan istri yang juga hamil sembilan bulan mengalami kecelakaan di hari yang sama saat kecelakaan Aisyah. Namun, di tempat yang berbeda. Beruntung malaikat masih melindungi bayi yang ada di rahim istrinya.
Kini bayi yang baru saja lahir itu terus saja menangis. Sementara Saka sendiri masih terbaring di rumah sakit tak sadarkan diri.
Sudah beberapa hari dia terbaring di sana dan tak ada tanda-tanda bahwa Saka Admaja CEO dari perusahaan L&N group itu akan sadarkan diri.
"Berlian, bagaimana ini? Bayi ini terus saja menangis," ucap Septian pada istrinya yang sedang membuat susu untuk cucu mereka.
"Ya mau di apa lagi, Pak. Timang-timang dulu, Ibu sedang membuat susu untuknya," ucap Berlian dengan terburu-buru meracik susu untuk cucunya. Begitu susunya jadi Ia pun mengambil cucunya itu.
Bayi itu meminum susunya dengan lahap. Namun, beberapa saat kemudian bayi itu memuntahkan kembali apa yang telah diminumnya. Bayi itu sangat sulit untuk minum susu formula, terkadang ia akan meminumnya. Namun, langsung memuntahkannya seperti saat ini. Sudah berbagai macam merk susu yang direkomendasikan dokter untuknya. Namun, tetap saja bayi itu menolak susu yang diberikan.
Tak lama kemudian dokter pun masuk dan memeriksa kondisi Saka dan juga bayinya.
"Dokter. Bagaimana ini, susu yang dokter rekomendasikan juga sama. Apakah tak apa-apa jika kita terus memaksanya minum susu seperti ini?" Berlian khawatir dan kasihan melihat cucunya.
"Kami akan melakukan pemeriksaan lain, Bu. Mungkin ada masalah dengan bayinya. Untuk sementara berikan saja susu yang kami rekomendasikan," ucap dokter tersebut.
Tak lama kemudian Seorang perawat juga masuk membantu dokter tersebut. Berlian yang mengenali perawat itu adalah perawat yang semalam membawa wanita aneh itu keluar dari kamar mereka.
"Permisi suster, Siapa wanita yang semalam?" tanyanya.
"Oh yang semalam itu namanya Aisyah, Bu. Dia juga baru saja mengalami musibah, suami dan bayinya meninggal dan kemarin dia mencoba mengakhiri hidupnya," jelas perawat tersebut.
"Bayinya meninggal?" tanya Berlian yang masih ingat bagaimana wanita itu meminta bayi padanya dan mengatakan jika cucunya adalah bayinya.
"Iya, Bu. Mungkin karena kehilangan bayinya Ia menjadi menganggap cucu Ibu adalah bayinya."
"Apa aku boleh menemuinya?"
"Tentu saja."
"Siapa, Bu?" tanya Septian pada istrinya. Semalam ia tak mengetahui kejadian di mana Aisyah masuk ke dalam ruangan mereka.
"Semalam ada wanita yang masuk ke sini dan ingin menyusui cucu kita. Ibu ingin bicara padanya mungkin saja dia bisa memberikan asinya pada cucu kita."
"Itu mungkin saja bisa, Bu. siapa tahu saja memang ASI cocok untuk cucu ibu. Jika wanita itu tak mau Ibu bisa membeli ASI dari wanita yang lain," ucap Dokter.
Berlian memberikan bayinya pada Pak Septian kemudian ia mengikuti perawat untuk mengantarnya menemui Aisyah.
"Ini kamarnya, Bu. Silahkan masuk," ucap perawat tersebut menunjuk salah satu ruangan yang tak jauh dari ruangan mereka. Ruangan sederhana. Namun, tetap bersih itulah yang ada di pikiran Berlian saat melihat ruangan itu. Matanya tertuju pada Aisyah yang sedang menatap keluar jendela sambil memeluk bantalnya, ia bisa melihat bagaimana wanita yang ada di depannya itu begitu terpuruk. Ia juga seorang ibu dia bisa merasakan apa yang Aisyah rasakan saat ini.
"Nak, apa kita bisa bicara?" tanya Berlian dengan hati-hati dan masih menjaga jaraknya. Ia takut jika sampai Aisyah akan menyakitinya.
Aisyah yang mendengar sapaan tersebut berbalik dan melihat Berlian, sejenak Aisyah menatapnya. Ia seperti mengenal sosok wanita yang ada di depannya itu.
"Saya yang di kamar nomor 301, semalam kita bertemu," ucap Berlian saat melihat jika Aisyah berusaha untuk mengingat dirinya.
"Oh iya, yang cucunya menangis ya, Bu? Maaf, semalam aku pasti mengagetkan Ibu. Aku hanya kasihan mendengar suara tangisan cucu Ibu dan semalam pikiranku sedang kacau," ucap Aisyah menghampiri Berlian dan mempersilahkannya untuk duduk.
Mendengar ucapan Aisyah dan melihat sikapnya membuat Berlian menjadi bernafas lega. Ternyata wanita itu tak seperti yang dibayangkannya. Ia pun kemudian duduk di sofa yang ada di ruangan itu dan duduk bersebelahan dengan Aisyah.
"Aku sudah mendengar banyak dari perawat tentangmu. Aku turut berduka cita," ucap Berlian menggenggam tangan Aisyah membuat Aisyah pun hanya mengangguk dan menarik garis senyumnya.
Sekeras apapun ia mencoba menyembunyikan kesedihannya. Namun, Berlian bisa melihat duka yang mendalam di mata wanita yang ada di depannya itu.
"Terima kasih, Bu. Aku akan belajar untuk ikhlas, aku hanya perlu waktu," ucap Aisyah mengusap air matanya yang menetes. Namun, senyuman tak pernah lepas dari wajah cantiknya.
Berlian melihat dada Aisyah yang terlihat basah, ia yakin air asinya pasti masih sangat banyak.
"Ia pun menceritakan bagaimana kondisi anak dan cucunya, nasib mereka juga sedang dilanda musibah. Berlian menceritakan bagaimana cucunya tak mau minum susu formula dan menyampaikan maksudnya untuk membeli asinya.
"Tak usah Bu, Ibu tak usah membeli asiku. Aku dengan senang hati memberikan asiku pada cucu Anda. Jika ibu tak keberatan aku bisa menyusuinya langsung."
Mendengar itu Berlian sangat senang, mereka pun membuat kesepakatan jika Aisyah akan menyusui cucunya dan sebagai imbalannya Berlian akan membayar semua hutang Aisyah di rumah sakit itu selama perawatannya dan biaya pemakaman suami dan anaknya yang ditanggung pihak rumah sakit.
Berlian juga akan memberikan bayaran perbulan kedepannya.
Aisyah yang tak punya tujuan dan keluarga menyambut tawaran Berlian.
Dari kamar itu mereka bisa mendengar jika bayi itu kembali menangis.
"Apa boleh aku menyusuinya sekarang? Sepertinya dia sedang haus," ucap Aisyah membuat Berlian menyetujuinya dan meminta Aisyah untuk ikut ke ruangan mereka.
Nantikan Bab Selanjutnya
Begitu masuk ke ruangan perawatan Saka, mata Aisyah langsung tertuju pada bayi yang ada di gendongan seorang pria paruh baya yang ia yakin itu adalah suami dari wanita yang mengajaknya.
"Pak, sini bayinya biar disusui sama Aisyah," ucap Berlian mengambil cucunya dari gendongan suaminya.
Septian memperhatikan wanita yang dibawa oleh istrinya itu, terlihat begitu cantik dengan hijab yang dikenakannya. Ia tak banyak bertanya. Septian percaya pada apa yang dilakukan oleh istrinya, terlebih lagi Ia juga kasihan melihat cucunya yang terus menangis. cucu pertama di keluarganya.
Aisyah dengan penuh kasih sayang mengambil bayi yang sedang menangis itu, hatinya ikut sedih mendengarnya dan dengan sangat hati-hati Aisyah membawa bayi itu ke salah satu kursi yang ada di sudut ruangan kemudian menyibak bajunya. Ia pun mulai memberikan ASInya, bayi itu langsung menyambutnya, menghisap asinya dengan sangat lahap.
"Kamu pasti sangat lapar ya?" ucapnya mengelus pipi bayi itu dan menepuk-nepuknya.
Aisyah terus menatap bayi itu dan tanpa sadar air matanya menetes.
Bayi itu tenang dalam dekapannya, bayi itu menyusu dengan mata yang sudah terpejam dan sesekali masih terdengar sesegukannya. Ia tak.memuntahkan asi yang telah masuk ke perutnya.
"Bu, Siapa wanita itu?" tanya Pak Septian berjalan mendekati istrinya yang kini sedang menggenggam tangan Putra mereka yang masih belum ada perkembangan.
"Namanya Aisyah, Pak. Ibu sudah membuat kesepakatan dengannya mulai saat ini dia yang akan menjaga cucu kita, dia akan menjadi Ibu susunya. Coba Ayah lihat, cucu kita menyukai asinya."
Pak Septian hanya mengangguk, ia bisa melihat bagaimana wanita itu memperlakukan cucunya dengan penuh kasih sayang.
"Apa dia sudah tidur?" tanya Berlian menghampiri Aisyah.
"Sudah, Bu," jawab Aisyah mengangguk, ia menyeka air matanya yang sejak dari tak berhenti menetes. Berlian bisa mengerti apa yang dirasakan oleh Aisyah, membuat dia mengusap punggungnya.
"Tidurkan saja di boxnya dan Istirahatlah! Kamu juga belum sepenuhnya pulihkan," ucap Berlian yang membuat Aisyah hanya mengangguk, ia tak sanggup lagi menjawab karena menahan isakannya.
Dengan sangat hati-hati Aisyah menidurkan bayi itu di boxnya, tiba-tiba bayi itu kembali menangis setelah terlepas dari tangan Aisyah. Dengan sigap Aisyah langsung kembali memeluknya, mendekapnya dengan erat, menepuk-nepuknya dan bayi itu kembali tertidur.
"Bu apa boleh aku menggendongnya saja, Sepertinya dia nyaman berada di pelukanku," ucapnya membuat Berlian tentu saja setuju.
Aisyah kembali duduk sofa yang ada di ruangan tersebut, terus mendekap bayi itu dengan penuh kasih sayang, matanya kemudian tertuju kepada pria yang masih berbaring tak sadarkan diri tak jauh dari mereka. Aisyah juga bisa melihat jika kakek dan nenek bayi itu terlihat begitu terpuruk dengan kondisi Putra mereka.
"Bu, aku ke kantor dulu," ucap Septian membuat Berlian pun mengangguk. Anaknya saat ini sedang berbaring tak sadarkan diri, mau tak mau Ia yang harus mengambil alih kembali perusahaan mereka, ia hanya memiliki satu Putra yaitu Saka yang kini berbaring di depan mereka yang entah sampai kapan Putra mereka itu sadarkan diri.
Berlian menghampiri Aisyah yang masih duduk di sofa dengan memangku cucunya.
"Nak, Ibu titip anak dan cucuku dulu ya, Aku ingin membeli sesuatu, aku tak akan lama," ucapnya pada Aisyah dengan berbisik, ia tak ingin membangunkan cucunya yang kembali terjadi pulas.
"Tentu saja, Bu," jawabnya sambil tersenyum. Berlian pun meninggalkan mereka bertiga untuk membeli sesuatu keperluannya. Namun, ternyata apa yang dia carinya tak ada di minimarket yang ada di sekitaran rumah sakit itu, Berlian berpikir ada Aisyah yang akan menjaga mereka membuat ia memutuskan untuk kembali ke rumah mengambil apa yang dibutuhkannya sekalian membersihkan tubuhnya.
Aisyah yang merasa lelah memangku bayi kecil itu berjalan pelan dan dengan hati-hati meletakkannya kembali ke boxnya. Namun, bayi itu seolah enggan berpisah dengannya.
"Kamu juga pasti merindukan ibumu ya seperti aku merindukan bayiku, merindukan anak dan suamiku," ucap nya dengan suara bergetar. Aisyah mengecup punggung tangan bayi mungil itu.
Aisyah pun kembali menggendongnya ia berjalan pelan menuju ke pria yang sedang berbaring tersebut, ia bisa melihat beberapa alat bantu yang menempel di tubuhnya. "Setidaknya kamu masih punya Ayah, nenek dan kakek yang menyayangimu tak seperti diriku yang hanya sendiri," ucapnya dengan senyum di bibirnya. Namun, air mata yang mengalir dari sudut matanya.
Aisyah kembali menyanyikan lagu Nina Bobo untuk bayi itu. Namun, sampai lagunya diulang beberapa kali bayi itu seolah tak ingin tidur.
"Aku sangat lelah, kita ke ruanganku saja ya! Kita istirahat di sana," ucap Aisyah kemudian Ia pun keluar membawa bayi itu ikut bersamanya.
Aisyah meletakkan bayi itu di sampingnya, berbaring sambil menyusuinya.
Berlian yang baru datang sangat panik saat ia tak melihat Aisyah dan cucunya ada di ruangan perawatan putranya, "Cucuku! Di mana mereka?" gumamnya mencari cucunya di dalam box, tetapi cucunya tak ada di sana.
pikiran negatif mulai menghampiri wanita paruh baya itu, ia berpikir mungkin saja jika Aisyah menculik cucunya. Ia dengan terburu-buru berlari ke ruangan Aisyah. Namun, pikiran buruk yang tadi sempat hinggap di pikirannya kini sirna sudah saat melihat Aisyah tertidur sambil memeluk bayi itu, bayi itu pun tidur dengan begitu pulas dengan mulut yang masih menempel di dada Aisyah dan sesekali menghisap ASI dari sana.
Melihat pemandangan itu hati Berlian ikut terenyuh, cucunya seharusnya berada di dekapan ibunya. Namun, ia harus kehilangan ibunya saat ia dilahirkan, ayahnya juga tak sadarkan diri. Kelahiran yang seharusnya disambut bahagia yang kedua orang tuanya Kini harus bersama dengan wanita asing yang tak mereka kenal.
Berlian Ingin mengeluh dengan takdir yang diberikan kepada putranya. Namun, ia sadar keluhannya tak akan merubah apapun, menantunya kini telah beristirahat dengan tenang. Dia hanya bisa berdoa semoga putranya bisa cepat sadar dan bisa menjaga cucu mereka.
Saka sangat mencintai istrinya, Berlian tak tahu apa yang akan terjadi jika Putranya itu sadar dan mengetahui jika wanita yang dicintainya ternyata telah tiada, telah meninggalkannya untuk selama-lamanya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!