Di sebuah desa yang masih terlihat asri dan indah itu, Rania berdiri tepat di jembatan dan menghadap kearah sungai dia melemparkan batu besar ke sungai karena merasa kesal.
"Aaaaaaaaaaaargh."
setelah puas melampiaskan kekesalannya, ia langsung menuju ke rumah dan tentu saja akan mengemasi semua barangnya. hari ini dia akan pindah sekolah ke kota dan ibu bapaknya ikut mengantarkannya ke sana. Rania sedih karena harus berpisah dengan teman masa kecilnya, dia sudah nyaman di Desa ini. dan sekarang tiba-tiba bapaknya malah menyuruhnya pindah sekolah ke kota dan tidak dapat diganggu gugat lagi keputusannya itu.
"Pak... Rania Nggak mau loh pindah sekolah ke kota, lagian biaya di sana pasti mahal belum lagi rania nggak kenal sama siapapun di sana," ujarnya.
"nak, keputusan bapak sudah bulat. cepat bereskan semua barang-barangmu besok pagi kita berangkat!"
"Hmmmm, Ya udah Rania mau keluar dulu," izin Rania dengan wajah lesunya.
"mau ke mana toh Ran? sudah malam ini," teriak pak hary.
"Sudahlah, Pak. Mungkin dia mau bertemu temannya dulu untuk perpisahan, jangan terlalu keras loh sama dia," ujar Nilam istri dari hary yang tidak lain adalah ibu kandung Rania.
hary menghembuskan napasnya pasrah dan langsung mengemasi kembali barang-barang yang akan dibawa esok ke kota. mereka tidak Memberitahukan kepada Rania apa alasannya dia dipindahkan sekolah ke sana. hary memiliki sahabat seorang pengusaha di kota, dahulunya mereka mengikat perjanjian tentang sebuah pernikahan untuk anak mereka jika salah satunya sudah lebih dulu menginjak umur tujuh belas tahun. dan saat ini anak lelaki dari sahabatnya itu sudah genap tujuh belas tahun yang sudah seharusnya mereka menepati janji tersebut. hary juga merasa lega jika nanti rania dijaga oleh mereka di kota tanpa harus ngekost yang belum tentu akan baik untuk keselamatan rania.
Pagi hari sekali mereka sudah berada di stasiun kereta api. mereka telah menunggu hampir satu jam lamanya di tempat itu dan waktunya mereka berangkat. dengan disiplin mereka menaiki gerbong kereta api, rania hanya mampu tersenyum saja dan tidak ingin berbicara apapun. dia hanya harus ikhlas menjalani semuanya karena ini adalah yang terbaik untuk dirinya yang diberikan oleh kedua orangtuanya.
Pemandangan yang indah itu membuat terania sungguh takjub, manik matanya terus berbinar melihat keluar jendela bahkan perasaannya saat ini menjadi lebih baik dan dia menatap kedua orang tuanya.
"Pak... buk, Rania pindah ke sekolah apa,?" tanyanya.
"Nanti kamu juga akan tahu sayang. intinya, selama di sana kamu jangan lupa ibadah dan juga jangan berbuat hal yang bisa mengecewakan bapak ibu dan merugikan diri kamu sendiri nantinya," ujar Nilam sembari tersenyum menatap putrinya.
Rania menganggukan kepalanya dia terlihat sangat manis dan anggun. dia membayangkan sekolah yang bagus dan juga teman-teman yang baik dia berharap jika semuanya berjalan sesuai harapannya saat ini.
hampir lima jam lamanya mereka menempuh perjalanan hingga akhirnya mereka sampai di kota yang akan ditinggali oleh rania untuk beberapa tahun kedepan. tetapi, yang membuat Rania aneh adalah bawaan orangtuanya yang begitu banyak Padahal mereka hanya mengantarkan Rania saja. rasanya ia ingin bertanya namun tidak berani, jadi Dia pendam saja dan berusaha tidak berpikir yang aneh-aneh.
"loh Ini rumah siapa Bu?." tanya rania bingung.
dia memandangi rumah mewah di depannya. Apakah mereka salah alamat atau mereka salah diturunkan oleh taksi tadi?. pikiran Rania tidak tenang saat ini.
"ini rumah sahabat Bapak, ayo kita masuk" Ajak Hary.
"eh, hary... apa kabarnya?." teriak lelaki paruh baya dan langsung menjabat tangan Hary dan juga nilam.
Rania tersenyum manis sambil ikut menjabat tangan lelaki itu, lalu keluarlah seorang wanita yang dia yakini adalah istri dari om yang ada di depannya. Wanita itu sungguh sangatlah cantik. untuk seusianya masih terlihat muda, dan memeluk ibunya. Lalu kemudian memandang rania dengan senyum manisnya Rania langsung berdiri dan mencium tangan wanita itu.
"ini Rania? Astaga cantik sekali." Puji wanita itu.
"Iya Tante, terima kasih."
"sebentar ya biar tante panggilkan anak tante dulu." Silvi langsung pergi keatas untuk memanggil alkana.
"Al..... alkana...." Panggil Silvi.
tidak ada jawaban yang membuatnya langsung masuk saja. saat melihat alkana Masih nyenyak tidur diatas ranjangnya membuat amarah Silvi meluap, dia langsung menarik selimut dan membuka jendela.
"Mama apaan sih? ini kan hari Minggu, alka masih ngantuk ma."
"Bangun, ada yang mau Mama kenalkan sama kamu."
"argh, alka malas kenalan dengan siapapun."
"bangun atau semua kartu kredit dan Aset kamu Mama Sita!!!" ancam Silvi.
"Aaaargh.... Mama nggak asik main nya selalu mengancam terus. iya iya alka bangun, mau mandi dulu" rengek alkana. dengan nyawa yang belum sepenuhnya terkumpul Dia berjalan menuju kamar mandi.
Bruuuuugh..
Alkana menabrak pintu akibat berjalan sambil Menutup Mata, membuat Silvi menggelengkan kepalanya. alkana langsung membuka matanya dan mengusap kepalanya yang sakit dan berjalan kembali memasuki kamar mandi.
"cepat!! mama tunggu di bawah," teriak Silvi.
Tiga puluh menit lamanya sudah Rania berada di rumah ini. namun lelaki itu belum juga muncul, Silvi kembali gelisah dan izin untuk memanggil alkana namun belum sempat dia menaiki tangga sudah terlihat anak kesayangannya itu berdiri diatas dan menatap mereka semua dengan Tatapan yang tidak dapat diartikan.
Rania menatap alkana dengan wajah terpesona berbinar,Ia tidak menyangka jika anak dari sahabat bapaknya sungguh tampan sekali. seperti wanita pada umumnya jika sudah melihat lelaki tampan maka pandangannya sangat sulit dialihkan dan itu terjadi pada Rania saat ini.
alkana menuruni tangga dengan tangannya yang diletakkan di saku celana,setelahnya Dia turun kemudian mendekati silvi dan berbisik.
"mereka siapa ma?"
"mereka Calon keluarga kamu."
"Apa maksud Mama,?" tanya alkana sambil mengerutkan keningnya karena tidak paham dengan apa yang diucapkan oleh mamanya.
"Sudah kamu salaman dulu sana," silvi mendorong tubuh alkana sehingga dia tepat berdiri dihadapan hary.
alkana tersenyum kaku dan langsung mencium tangan hary dan juga Nilam, namun saat manik matanya melihat ke arah Rania dia langsung berdiri dan memasang wajah dinginnya kembali. Rania seketika langsung menaikkan satu alisnya. melihat perilaku lelaki itu, respeknya langsung hilang karena melihatnya seperti itu.
"Al, itu anaknya tante Nilam namanya Rania. kenalan dulu," ujar Silvi.
"aku sudah tahu" jawab alkana.
"Hah.. kalian sudah saling mengenal,?"
Rania langsung menggelengkan kepalanya, dia tidak mengenal lelaki itu sama sekali. saat alkana melihat reaksi wanita itu dia langsung tersenyum tipis dan menatap mamanya kembali.
"kan tadi mama yang memberi tahu" jawab alkana dengan santai dan duduk di samping mamanya.
"hary, jadi bagaimana? apa sudah sepakat kita menjalankan perjanjian itu?" tanya Hendra.
"Haah...." Hary menghembuskan nafasnya kasar.
"Ya, silahkan. Lebih cepat akan lebih baik, mereka masih bisa menyembunyikannya dan melanjutkan sekolah." Jawab Hary.
"Aku sudah tidak sabar punya menantu cantik." Sahut Hendra tertawa renyah.
"menantu?" Batin Rania terkejut.
"alkana, kenalan dulu dengan Rania." perintah Hendra.
"untuk apa pa?"
"ya agar kalian saling kenal" sahut Silvi menimpali.
Alkana menghembuskan nafas kasar dan mengulurkan tangannya, lelaki itu dikenal sangat dingin dan juga susah didekati oleh wanita manapun. sebab Ia malas sekali bersinggungan dengan wanita untuk jarak yang dekat, Karena menurutnya Wanita itu sangat ribet dan membuat hidupnya penuh dengan tekanan. hanya mamanya saja yang boleh melakukan itu padanya dan dia tidak mau menambah satu wanita lagi. tetapi Walaupun dia selalu kesal dia tetap sangat menyayangi dan menuruti semua perintah mamanya.
"Alkana." Ujarnya mengenalkan diri.
Rania membalas uluran tangan alkana,
"Rania."
Alkana langsung melepaskan jabatan tangannya dan kembali duduk dengan tenang. Rania memutar bola matanya malas, lalu ia mengalihkan pandangannya kearah Silvi.
"Oke, karena kalian sudah saling mengenal. Maka hari ini kami akan memberitahu kalian berdua berita bahagia."ujar Silvi dengan bahagia.
"Nanti malam kalian akan bertunangan." Sambung Silvi.
Alkana dan Rania langsung terkejut, lalu mereka berdiri dan menentang pertunangan itu.
"Tidak. Apa apaan ini ma? Alka masih sekolah, dan alka juga tidak mengenal wanita itu." Tolak alkana mentah mentah sembari menunjuk kearah Rania.
"Bu.. pak.. jelaskan sama Rania, ini maksudnya apa? Kalian menyuruh Rania pindah sekolah dikota karena hal ini? Rania masih sekolah, kenapa harus bertunangan dengan lelaki aneh yang tidak Rania kenal." sungutnya dengan wajah kesal.
"Heei, siapa yang kau bilang aneh?." Teriak alkana.
"Tentu saja kau." Jawab Rania dengan tatapan tajam.
"CK, maa.. pa.. batalkan ini semua! Tidak mungkin alkana menikah dengan dia. alka akan menikahi wanita yang alka cintai, bukan dengan yang kalian inginkan!."
"Tidak ada tawar menawar, dan kami tidak membutuhkan persetujuan kalian. Keputusan ini sudah bulat, dan kalian harus bertunangan malam ini. Lalu Rania akan om daftarkan disekolah yang sama dengan alkana. Dan dua hari kemudian kalian akan melaksanakan akadnya, untuk resepsi kita adakan setelah kalian lulus." Jelas hendra yang tidak ingin dibantah.
"Aaaargh!" Alkana langsung berlalu begitu saja meninggalkan ruangan itu menuju luar rumah.
"Biarkan saja, nanti juga dia akan kembali pulang."
"Bu, aku keluar dulu sebentar." Pamit Rania.
Melihat kepergian kedua anak mereka, ada rasa bersalah yang merasuki pikiran mereka masing masing.
"Apa kita tidak egois memaksa mereka seperti ini?" Tanya Hary.
"Aku berharap banyak dari Rania, aku sangat yakin dia bisa merubah alkana sedikit demi sedikit. Anak itu tidak pernah akrab dengan wanita manapun, membuat kami khawatir jika alkana telah menyimpang." Ujar Hendra jujur akan keresahan hatinya.
"Aku berharap mereka akan saling menyayangi nantinya, aku tidak ingin putriku satu satunya tersakiti hanya karena pernikahan ini." Ucap Nilam.
"Tidak akan, nanti aku awasi kelakuan alkana." Sahut Silvi tersenyum manis.
Diluar Rania melihat alkana duduk di sebuah taman dengan menyugar rambutnya kasar. Dia melangkahkan kakinya menuju ke arah lelaki itu dengan tatapan sulit diartikan.
"Ekhemm." Dehem Rania ketika sudah didekat alkana.
Alkana langsung menatap Rania dengan malas. "Mau apa kau?"
"Emm, aku tidak tahu kalau kita akan dijodohkan seperti ini. Jika kamu tidak mau, kamu minta pada om dan Tante untuk membatalkan ini semua. Aku juga tidak mau menikah denganmu." Ucap Rania jujur.
Manik mata alkana langsung membulat karena merasa tidak percaya dengan ucapan wanita disampingnya, baru kali ini dirinya ditolak oleh seorang wanita. Dia langsung berdiri dan menatap tajam Rania.
"Kau tidak mau menikah denganku? Apa kau yakin? Tanya alkana percaya diri.
"Tentu saja yakin. Aku juga ingin menikah dengan laki laki yang aku cintai dan mencintaiku, bukan denganmu."
"Hahaha." Alkana tertawa hambar, harga dirinya sebagai laki laki terpopuler kini tercoreng akibat Rania.
"Aku tahu kau sedang berbohong, tidak mungkin kau tidak menyukaiku!."
"Jangan narsis, masih banyak pria yang lebih tampan darimu."
"Apa kau bilang!? Aku bukan narsis! Lihatlah, aku akan menikahi mu sekarang juga." Ucap alkana merasa kesal dengan Rania.
Alkana langsung berjalan masuk kedalam rumah meninggalkan Rania, membuat wanita itu melebarkan matanya akibat ucapannya tadi. Rania langsung mengejar dan berusaha mencegah apa yang akan dilakukan oleh lelaki itu.
"Hei, jangan coba coba untuk menyetujuinya ya! Aku tidak mau menikah dengan pria narsis sepertimu." Teriak Rania emosi.
"Cih, enak saja dia menjatuhkan harga diriku! Seharusnya aku yang menolak, kenapa seakan dia yang jijik melihatku. Lihat saja, akan kubuat kau tahu siapa alkana sebenarnya, biar tahu rasa kau." Gerutu alkana kesal.
..
"Ma.. pa.. aku setuju dengan pernikahan ini." Ucap alkana yang membuat semuanya menatap bingung kearahnya.
"Kenapa menatap alka seperti itu?, Alka serius." Imbuh alkana lagi.
"Kamu serius sayang?." Tanya Silvi dengan wajah berbinar.
Alkana tersenyum manis dan menganggukkan kepalanya kearah sang ibu, Rania menyusul dengan nafas yang tersenggal. Semua menatap mereka berdua dengan senyum mengembang, membuat Rania menatap tajam kearah alkana, sedangkan yang ditatap hanya melempar senyum manis seperti mengejek Rania.
"Baiklah, karena kalian berdua sudah setuju kita harus segera menyiapkan tempat untuk acara tunangan nanti malam." Ujar Silvi.
Silvi mengajak Nilam untuk menyiapkan semuanya, sedangkan Hary dan Hendra berjalan beriringan sambil tertawa bahagia karena akan segera menjadi besan. Rania menatap mereka dengan memajukan bibirnya sebal. Lalu kemudian menghadap kearah alkana.
"Kan aku sudah bilang, aku tidak menyukaimu dan aku tidak mau menikah denganmu, kenapa kau tidak mengerti? Mau kamu apa sih? "
"Benarkah? Kau tidak suka? Sudahlah jangan bohongi perasaanmu." Jawab alkana tertawa sinis.
"Ada ya orang sepertimu." Sungut Rania sebal.
"CK, siap siap saja kau akan tahu siapa aku sebenarnya!! Berani beraninya kau menolakku!" Pungkas alkana ketus, dan langsung meninggalkan Rania sendirian.
"Aku belum selesai berbicara denganmu, alkana..." Teriak Rania.
Alkana menaiki tangga dan hanya memutar bola matanya malas, tapi dia sangat senang karena menang melawan wanita itu. Alkana selalu menjadi incaran para wanita bahkan semua wanita siap memberikan hidupnya untuk bisa menjadi pacar alkana, tetapi sedetik saja harga diri alkana dibuat hancur oleh rania.
Rania ikut menaiki tangga dan ingin meluruskan semuanya sebelum terlambat, dia belum siap menikah di usianya yang masih sangat muda. Terlebih lagi dia masih menempuh pendidikan dan baru kelas sebelas SMA.
"Alkana, tunggu!"
Rania menarik lengan alkana dan berdiri tepat di hadapannya, lelaki itu hanya menatap kesal kearah Rania sambil menaikkan satu alisnya.
"apa!?"
"segera tarik ucapanmu tadi." pinta Rania.
"setelah aku menang baru kita cerai, aku juga tidak Sudi menikah denganmu!"
"pernikahan itu bukan permainan! kamu tidak bisa berfikir bodoh seperti itu." geram Rania.
"shuuuuuutt." Alkana meletakkan telunjuknya tepat didepan bibir Rania agar wanita itu diam.
"Kau masih kelas dua SMA bukan? Kenalkan, Alkana Vano Anggara, kelas tiga SMA." Alkana mengulurkan tangannya.
Rania menepisnya dan langsung turun kebawah karena merasa usahanya sia sia saja, dia bingung harus melakukan apalagi. Jika dia kabur, pasti tetap saja akan bisa ditemukan oleh bapaknya. Rania mendengus kesal, dia berusaha menetralisir emosinya dan mencoba pasrah saja.
"Kalau teman temanku tahu, mereka pasti akan mengira jika, aku hamil diluar nikah makanya dinikahkan secepat ini." Gumamnya.
"Kenapa sih bapak melakukan perjanjian konyol seperti ini."
Rania mengambil ponselnya, perasaannya benar benar kacau saat ini. Menikah diusia muda terlebih lagi dirinya juga masih sekolah, Rania mungkin tidak akan menolak jika sudah lulus sekolah. tetapi kenyataanya orang tuanya menginginkan dirinya menikah secepat ini.
*****
Malam yang indah, terdengar suara jangkrik disini seperti saat Rania masih di desa. Rania memandangi langit yang cerah, hatinya terus berdoa agar apapun yang akan terjadi padanya adalah yang terbaik untuknya.
"Tuhan, bisakah takdir ini jangan terjadi padaku?, Ini terlalu berat untukku." Ujarnya.
Rania tanpa sadar meneteskan air matanya, dia menatap jari manisnya yang masih polos dan belum ada cincin yang tersematkan.
"Sebentar lagi kamu akan diisi oleh cincin dari pria yang sangat asing bagiku" ujarnya tersenyum getir.
"Bahkan sifatnya saja aku tidak tahu. andaikan ini film Disney, aku bisa meminta bantuan pangeran agar bisa kabur atau minta bantuan pada nenek sihir." Gerutunya.
"Awww." Rania mengaduh sembari memegangi dahinya yang terasa sakit akibat sentilan alkana.
"Dasar bocah, yang kau tahu hanya dongeng saja. Jangan sampai kau memintaku membacakan dongeng sebelum tidur untukmu! Jika tidak mau aku bacakan cerita horor." Ketus alkana menatap lurus kedepan.
"Apasih? sedang apa kamu disini? Tanya rania kesal.
"Kau dicari semua orang! Acaranya akan segera dimulai, jangan membuang buang waktuku!" Ketus alkana lagi.
"Kak alka... Kamu tidak menyukaiku kan? Kita batalkan saja ya perjodohan ini. Kita bisa sama sama mencari orang yang kita cintai." Ujar Rania sambil memegang tangan alkana dan memohon padanya.
"Aaaargh.. sialan! Apa aku sejelek itu sampai kau tidak mau menikah denganku dan memilih membatalkan ini semua?" Tanyanya dengan emosi.
"Kenapa dia jadi membahas jelek atau tidak sih? Aneh sekali dia ini." Batin Rania bingung.
"Kenapa kau diam saja? Sudah cepat! Aku tunggu disana, kalau sampai kau membuang waktuku lagi, kau akan tidur diluar!" Ancam alkana.
Lelaki itu membalikkan tubuhnya dan segera meninggalkan Rania, tanpa sadar seulas senyum tipis terbit dibibir lelaki itu. Sedangkan Rania hanya menggerutu kesal, ia menghentakkan kakinya lalu berjalan menuju ruangan yang akan menjadi tempat acara tunangannya itu berlangsung.
Sekarang mereka duduk berdampingan dan memasangkan cincin tersebut secara bergantian. Raut wajah mereka sama sama datar dan tidak memberikan ekpresi apapun. Sedangkan kedua orangtua mereka sudah berpelukan karena senang anak mereka akan segera menikah, dan mereka akan menjadi besan.
Acara itu hanya dihadiri oleh kedua orang tua mereka dan para pelayan saja. Rania terlihat sangat manis hingga membuat semua orang betah memandangi wajahnya, tetapi pemilik wajah itu sedang menjerit dalam hatinya.
"Rania ayo pikirkan cara agar kamu bisa terhindar dari pernikahan ini, masih ada waktu dua hari untuk memikirkan caranya." Batinnya terus menjerit memikirkan cara untuk kabur.
Acara telah selesai dan Rania sedang duduk diatas meja, tangganya ia letakkan diatas meja dan dia terus menatap cincin itu. Cincin yang mengubah hidupnya.
"Alka... Awas ya kamu!"
"Aaargh, kenapa harus aku sih?"
Ia terus memikirkan nasibnya kedepannya, ingin sekali dia mengadu dan berharap kedua orangtuanya kembali berpikir jernih dan membatalkan pernikahan ini. Tetapi ternyata Mereka terlihat sangat senang saat dirinya bertukar cincin dengan alkana.
"gagal sudah planning ku di masa depan."
Rania langsung bangkit dan berjalan menuju kasur yang langsung merebahkan dirinya di atas kasur, dan berusaha memejamkan matanya. karena besok adalah hari pertamanya masuk sekolah baru yang juga berisi orang baru yang tidak ia kenal sama sekali, Rania menghembuskan nafas pasrah dan mulai tertidur.
di kamar sebelah nya adalah kamar milik alkana, lelaki itu juga sama gelisahnya seperti Rania. dia menyesali perbuatan buruknya karena menerima pernikahan itu, dia melepaskan cincin itu dan ingin membuangnya keluar. tetapi diurungkannya saat wajah mamanya melintas di pikirannya.
"Hah kenapa aku harus menikah dengan wanita kampung itu."
"Bagaimana kalau satu sekolah tahu? bisa hancur masa depanku."
"alkana Kau bodoh sekali."
"Ayo berfikir alkana.. berfikir."
karena merasa lelah memikirkan sesuatu yang tidak ya temukan ujungnya. Kini dia terbaring di atas kasur dan memejamkan matanya.
Matahari pagi telah bersinar, semua sudah berkumpul di meja makan. Rania duduk disebelah mamanya dengan wajah yang tidak bersemangat lalu hendra menatap Rania dengan tersenyum.
"Rania Nanti kamu pergi sama Om ya, biar semuanya Om yang urus." ujar Hendra.
Rania hanya tersenyum dan menganggukkan kepala "terima kasih om."
Silvi langsung menyuruh semuanya makan, mereka makan dengan nikmat tanpa ada suara yang tercipta di atas meja. Alkana melamun karena memikirkan nasibnya di sekolah lalu dia menatap dengan tajam dia harus membicarakannya dengan wanita itu
setelah selesai makan Rania berpamitan kepada kedua orang tuanya dan juga silvi, begitupun dengan alkana setelah itu lelaki itu memasuki mobilnya dan meninggalkan pekarangan rumah. Rania juga ikut masuk kedalam mobil hendra dan mobil itu juga langsung melaju pergi.
"Rania jika alkana menyusahkanmu bilang sama Om ya."
"Iya Om." Rania hanya tersenyum kaku, hanya kata itu saja yang dapat terucap dari mulutnya. padahal ingin sekali Dia berkata jika alkana terus saja mengganggu dirinya.
Lima belas menit lamanya akhirnya mereka sampai di sekolah SMA Dharmayuda, sekolah yang terkenal di kota ini. rania keluar dari dalam mobil dan mengikuti langkah Hendra yang menunju keruangan peran kepala sekolah.
banyak Tatapan yang mengarah kearah dirinya membuatnya menunduk karena merasa canggung berada di situasi seperti ini.
Indra mengurus semuanya Rania yang duduk di samping calon mertuanya itu.
"pak Hendra tidak perlu repot-repot kemari, tinggal telepon saya saja pasti semua sudah beres." ujar kepala sekolah.
"kalau begitu saya pamit pergi dulu." Hendra berdiri dan menjabat tangan kepala sekolah.
"Rania kamu nanti diantar ke kelas oleh guru, kamu tunggu disini dulu ya. Om pergi dulu, ingat kata om jika alkana menyusahkanmu langsung hubungi om, oke?" Ujar Hendra.
"Terimakasih om." Rania tersenyum dan Melambaikan tangannya kepada hendra.
"Bu Rani, kita kedatangan siswa baru jadi tolong antarkan ke kelas sebelas IPA dua." Pinta kepala sekolah.
"baik pak."
"nama kamu siapa?" tanya Bu Rani.
"Nama saya Rania Bu."
"Rania Ayo ikut ibu ke kelas, nanti Ibu kenalkan sama teman-teman baru kamu." ujar Bu Rani.
Rania berjalan mengikuti langkah Bu Rani, tetapi tanpa dia disadari karena terlalu gugup dia Hampir saja menabrak tembok dan dihadang oleh lelaki dengan menempelkan tangannya di dahi Rania agar tidak menabrak. Rania terkejut dan langsung menatap lelaki itu.
*sorry typo gaeeess
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!