Helaian nafas terdengar di sebuah taman kecil dekat pinggiran sungai yang mengalir jernih airnya bersama ikan ikan yang berlarian senang menikmati sejuknya udara pagi.
Ang,begitu ia akrab disapa kembali menghelai nafas.
"Aku harap tak ada yang tahu waktu kau melakukannya. Kau sangat sembrono" Terdengar suara dari seberang kemudian berhenti
"Ah batreinya lowbat rupanya" Bergumam ia sambil mengambil pisang goreng yang masih hangat.
Ang teringat pertemuannya dengan Banyu Mas, orang yang menceritakan kejadian dimana Shaka Bumi dengan cueknya menggunakan ilmu kidang seribu untuk sampai ke pertemuan ageng
"Ang tolong kau kasih tahu Shaka jangan seenaknya pake ilmu itu.Bisa geger nanti orang orang, untung aku langsung menggunakan ilmu kabut putih sehingga orang orang tak melihat tingkahnya. Semoga saja tak ada balita disitu karena jika ada dia bisa melihat dengan jelas seperti film yg diputar lambat"
"Aku pusing kalau mikirin anak bengal itu. Kau tentu masih ingat bagaimana ulahnya bikin seorang nenek pingsan karena melihatnya bisa terbang melintasi kebun nenek itu" Ang begitu jelas mengingat kejadian dua tahun yang lalu yang bikin sang kakek buyut murka bukan kepalang dan sekarang anak bangal itu berulah lagi. Entah bagaimana reaksi sang kakek buyut jika mendengar ulahnya kali ini.
" Iya untung nenek nenek jadi ndak ada yang percaya dengan ceritanya karena dikira sudah uzur jadi banyak berhalusinasi"
Ang kembali menghelai nafas. Sebagai kakak Shaka,ia punya tanggung jawab membuat adiknya paham bahwa menyimpan rapat ilmu ilmu warisan leluhur seribu kali lebih baik dari pada menunjukkan ke khalayak.
Ang bukannya tidak menasehati, ia bahkan sudah bosan bicara itu itu saja pada anak bengal itu.
"Seandainya ayah masih ada. Shaka pasti mudah dikendalikan" Bisiknya lirih
Ayah Ang dan Shaka berpulang saat Ang berusia 10 tahun sementara Shaka si anak bungsu baru berusia 3 tahun. Tiga saudaranya yang lain Delima Ayu berusia 8 tahun, Bulan Jingga berusia 6 tahun serta Langit Putih berusia 5 tahun.
Diantara saudara saudaranya Shaka yang paling bengal, ada saja yang dilakukan anak itu. Ibunya bahkan mendiamkannya seharian waktu ia mengusili dua orang kakaknya Delima dan Bulan dengan mengunci keduanya digudang rempah rempah sampai setengah hari.
Tak ada yang bisa menemukan keduanya karena si bengal itu memakai ilmu bayangan hilang, membuat geger seisi rumah. Ibunya sampai menelpon polisi karena merasa kehilangan anak.
"Ayah dulu pernah cerita kalau aku harus lebih memperhatikan Shaka. Ditangan yang salah ia bisa menjadi pembunuh dan pemgacau keseimbangan alam" Batin Ang bicara
"Aku harus telpon om Elang Raja. Ayah pernah bilang kalau satu satunya orang yang bisa membimbing Shaka cuma beliau" Ang bermonolog sambil menggengam HP nya lalu menyalurkan energi serap cahaya. Tak sampai satu menit, HP pun menyala dengan baterai penuh. Segera ia menekan nomor dan sautan dari sebrang terdengar.
"Ada apa le, sudah beberapa bulan ndak kontak sama om. Kamu lupa ya aku ini masih om-mu,adik ayahmu"
"Maaf om, Ang besuk janji ke rumah om Elang. Ini Ang mau minta tolong perihal Shaka"
"Apa anak itu membuat ulah lagi seperti dulu?"
Ang pun bercerita tentang ulah bengal Shaka
Yang ditangapi dengusan dari seberang
" Kau harus lebih tegas padanya. Kau tak bisa setiap waktu menjaganya. Kau harus mulai mengisolasi dirinya untuk memurnikan ilmunya. Aku lihat sudah banyak tercemar"
"Makanya Ang telpon om Elang untuk membimbing Shaka. Kata ayah hanya om yang bisa"
Terdengar helaian nafas yang panjang dari seberang. Lalu disusul helaian lagi
" Apa om keberatan membimbing Shaka?"
" Kau tahu Ang, waktu mudaku dulu Shaka seperti diriku. Ayahmu satu satunya yang bisa membimbingku bahkan ia merelakan nyawanya untukku. Jika energi besar Shaka keluar dan itu sangat sulit dikendalikan. Satu satunya jalan hanya membiarkan energi besar itu keluar dengan menjaga garis hitam tetap diluar dan putih berada didalam. Jangan sampai tertukar,karena jika itu terjadi Shaka akan berubah menjadi monster yang menakutkan. Ia akan kehilangan kemanusiaanya, haus darah dan tak lagi mengenal saudara. Ayahmu merelakan nyawanya untukku saat garis hitam mencoba menerabas masuk dan ingin menarikku keluar" Elang bercerita dengan sendu. Sudut matanya berair mengenang almarhum kakaknya yang bekorban nyawa untuknya demi keseimbangan alam demi ia tetap menjadi manusia.
Sementara Ang tercekat mendengar langsung cerita dari adik ayahnya itu. Ia sampai sebesar ini hanya diberi tahu kalau ayahnya tiada karena menolong adiknya. Tanpa detail cerita karena sepertinya keluarga besar masih enggan untuk mengingat tragedi berdarah itu.
"Ang apa kau mendengarku?"
" Iya om,Ang dengar. Terus bagaimana ini. Apa tidak ada cara untuk menghindarinya?"
"Sejauh om tahu belum ada cara lain Ang. Atau nanti kita tanyakan pada kakek buyut Pandhu. Om rasa beliau tahu cara menghindari tragedi berulang. Hanya saja kita harus cari waktu yang pas karena kakek buyutmu selalu sedih jika mengingat tragedi itu".
"Om, saat itu terjadi apa om berubah wujud?"
"Apa maksudmu?"
"Kata om bisa jadi monster"
" Oh itu maksudnya wujudnya tetap manusia tapi warna mata akan berubah merah menyala saat energi besar yang memporak porandakan alam digunakan. Energinya akan berubah menjadi panas. Kulit pun akan menggelap dan selera makan berubah menjadi carnivora."
" Kok mengerikan sekali om. Apakah itu kutukan?"
"Entahlah sejak seratus tahun berlalu baru aku yang mengalami lalu mungkin Shaka juga akan mengalami. Aku harap kita tak terlambat membimbingnya. Karena jika itu terjadi kita harus bersiap siap berperang"
" Maksud om ?"
" Jika menjadi monster, itu seperti medan magnet buat yang satu frekuensi untuk merapat. Dan si monster akan menjadi penguasanya. Menciptakan pasukan tanpa batas jumlahnya untuk membasmi orang orang seperti kita,Ang"
Ang merinding membayangkan jika benar Shaka berubah mengerikan seperti itu. Tak bisa dibayangkan bagaimana perasaan ibunya, adik adiknya, kakek buyutnya, keluarga besarnya. Shaka yg menggemaskan dan lincah waktu kecil berubah menjadi monster yang tak mengenal keluarganya sendiri.
"Ang, bagaimana kalau besuk kita menemui kakek buyut Pandu sehabis om kerja. Bulan ini om banyak pesanan mebel jati ukiran klasik. Jam empat om berangkat dari rumah. Paling sampai ke tempat kakek buyut Pandhu jam lima. Kita lihat kondisi kakek buyutmu dulu. Kalau memungkinkan baru kita cerita. Akhir akhir ini kakek buyut suka termenung sendiri. Kalau ditanya hanya menggeleng pelan"
"Ang jemput om saja biar bisa sama sama. Ang takut kalau kakek buyut tanya kabar kami berlima. Ang bilang apa kalau kakek buyut tanya kabar Shaka,om?"
"Ya sudah kamu jemput om. Jangan lupa besuk mampir dulu ke toko kue babah Ahong. Beli kue kijeng sama kue kelapa kesukaan kakek buyutmu".
"Baik om. Sampai ketemu besuk"
Ang mematikan HP lalu bergegas pulang ke rumah. Pikirannya dipenuhi banyak kekawatiran. Hatinya tiba tiba berdenyut cukup kencang .
"Delima" batinnya risau bicara
Segerombolan laki perempuan berpakaian hitam dengan surai rambut keemasan mengepung seorang gadis bernetra hitam pekat dengan warna kulit coklat eksotis.
"Ayolah cantik jangan keras kepala, serahkan mahkota ibu suri padaku.Aku janji akan membiarkanmu hidup" Suara Lantang terdengar dari kepungan itu. Seorang laki laki dengan mata nyalang memandang penuh minat pada gadis itu.
"Memalukan kalian beraninya main keroyok. Aku Delima ayu pewaris Mahkota Ibu Suri pantang memberikannya pada orang menjijikkan seperti kalian. Apa kalian lupa perjanjian antar klan?"
"Hahahaha itu perjanjian masa lalu. Bahkan pendirinya juga sudah tiada. Itu hanya berlaku ratusan tahun lalu bocah." Perempuan tua berwajah oval dengan alis seperti bulan sabit menatap sinis
"Tapi para ketua klan saat ini masih tetap menghormati perjanjian itu. Kita berasal dari leluhur yang sama tidak boleh saling bermusuhan apalagi saling serang" Delima mecoba mengingatkan
"Jangan banyak omong.Lekas berikan atau kau akan mati sia sia. Kau tak mungkin menang melawan kami" Seru gadis dengan pipi kemerah merahan
"Aku akan mempertahankan mahkota ibu suri sampai nafas penghabisan" Saut Delima bersiap untuk menerima serangan
Pancaran sinar kecokatan keluar dari tangan laki laki usia 50 tahun yang bersiap menyerang delima dengan energi tingkat lima Cukup dahsyat mampu membuat kulit terbakar hingga 40%.
"Rasakan ini"
Seketika hawa panas merasuki kulit. Hanya orang orang TACENDA yang mampu menahan serangan seperti ini dengan selaput bening milik mereka.
Delima menghelai nafas. Ia benci bertarung dengan sesama TACENDA - orang orang yang secara turun temurun mewarisi ilmu ilmu sepuh warisan para leluhur.
"howo panas lungo bali-o neng kawah purbo kawah kelenggengan manunggal marang jagad" Delima merapal mantra pengembalian energi panas dengan menggerakkan kelima jarinya seperti orang menari
Suara pekikan terdengar menggelegar disusul muntahan dari laki laki penyerang tadi.
"Aku takkan pernah membiarkanmu hidup setelah ini" Geraman datang dari perempuan berwajah pucat
"Bentuk formasi lingkarsn api. Jangan biarkan gadis itu lolos. Dia harus mati karena sudah membuat ki Jalu mengalami luka dalam" Kebencian terpancar dari wajah nyi Lada Harum. Ia tak rela suaminya terluka.
Lingkaran api mengelilingi tubuh Delima. Formasi lengkap Lingkaran api dari Klan Gunung Telu tercipta. Orang awam pasti sudah mati terbakar
"Puluh puluh udaro siji siji.Siji nyawiji jagad nyawiji dadi siji. Howo panas ora bakal ndulit Ingsun" Kembali Delima merapal tingkatan ke tujuh rapalan mantra pelebur hawa panas menjadi dingin dengan menggerakkan dua tangannya membentuk lingkaran lalu mendorongnya dengan tenaga penuh.
"Dweeeer" bunyi dahsyat terdengar menghasilkan kepulan asap yang menyelimuti alam sekitar. Disusul jeritan bersahut sahutan.
"Aku sungguh tidak ingin seperti ini. Kalian begitu memaksaku menggunakannya" Delima menatap sedih tubuh tubuh yang bergelimpangan. Mereka terluka parah dan ada satu gadis yang harus meregang nyawa
"Intan Putri,anakku. Bangun nak bangun" Jerit Ki Lembu menggoncang tubuh sang anak
"Kau pembunuh. Tak ku sangka klan Purba Putih punya seorang pembunuh" Tunjuk ki Lembu pada Delima. Ia lalu menangis meraung raung menangisi kematian anaknya.
" Maaf bukan maksudku membunuhnya tapi kalian memaksaku. Aku tak punya pilihan selain mempertahankan diri" ujar Delima. Ia sungguh menyesal ada jatuh korban.
"Nyawa dibalas nyawa. Aku pastikan kau akan mati ditanganku nanti" Ki Lembu menatap Delima dengan jutaan rasa benci.
"Kita harus memberitahu ketua klan kita Nyi Sura. Klan Purba Putih harus bertanggung jawab" Seru Pati Songo
Merekapun tertatih tatih meninggalkan pegunungan Dara Tunggal.
"Berhenti" Suara bariton khas menghentikan langkah mereka.
"Kak Ang" Seru Delima gembira
"Bagaimana keadaanmu,Del? Tanya Ang kawatir. Ia memindai tubuh adiknya dengan gerakan serat telunjuk. Apapun yang terjadi pada tubuh baik tubuh luar ataupun dalam akan terdeteksi.
" Aku baik kak. Jangan kawatir. Tapi mereka..." Tunjuk Delima pada orang orang Klan Gunung Telu
Ang menatap tajam mereka. Darahnya mendidih. Bagaimana bisa Klan Gunung Telu membuat kekacauan seperti ini.
"Aku heran dengan kalian. Nyi Sura pernah datang ke tempat Kakek Buyut Pandhu. Beliau memohon pada kakek buyutku untuk melepaskan mantra Tirta Kesiku agar bisa menggunakan ilmu ilmu sepuh dari para leluhur. Tak kusangka begitu terlepas dari mantra hanya ini yang kalian bisa perbuat"
"Bukan urusanmu.Lagi pula kami juga TACENDA seperti kalian. Kami juga punya hak menggunakannya" Ki Daha membela diri
"Tapi bukan untuk menyerang sesama TACENDA" Ilmu ilmu sepuh itu untuk keseimbangan alam agar sisa sisa Jalmo Peteng tidak merajalela" Delima menjawab dengan sengit. Ia tak habis pikir pola pikir orang orang Klan Gunung Telu.
*Omong kosong. Jalmo Peteng sudah punah ratusan tahun yang lalu sejak leluhur kita yang pertama Yang Agung Meneb Jiwa menumpas habis mereka" Panca Sari berteriak lantang. Anggukan demi anggukan membenarkan perkataan gadis pemilik ilmu Geni Sewu itu.
'Selain itu sejak ditumpas oleh Yang Agung Meneb Jiwa kita tak pernah lagi berurusan dengan Jalmo Peteng. Itu artinya tak ada lagi yang perlu dikwatirkan" Randu Putra ikut membenarkan Panca Sari.
"Energi pekat sesama TACENDA akan tumpah dan berubah menjadi energi yang terbarukan buat Jalmo Peteng bila kita saling bertarung seperti tadi atau bahkan berperang. Jalmo Peteng akan bangkit dengan kekuatan yang dahsyat dan kita akan menjadi buruan mereka" timpal Delima
Mimpinya sejak usia 12 tahun yang lalu sering muncul akhir akhir ini tentang pertarungan bahkan peperangan sesama TACENDA. Hal itu sangat mengganggu aktifitasnya akhir akhir ini. Sekelebat potongan mimpi mampir di benaknya.
"Delima kau keturunanku pemilik Mahkota Ibu Suri. Pegang erat jangan sampai lepas. Kelak Mahkota itu bisa menghindarkan TACENDA dari kebinasaan. Tapi kau dan keluarga besar Klan Purba Putih harus menelan banyak pil pahit pengkianatan, pertarungan dan peperangan. Tajamkan indramu untuk bisa mengetahui siapa musuhmu yang sebenarnya" Seorang laki laki sepuh dengan baju seperti pertapa memberi wejangan pada Melati remaja waktu itu.
"Jangan sampai peperangan terjadi Yang Agung". Tercekat Delima berucap lirih
"Kau bilang apa Del? Yang Agung?".Tanya Ang sambil menoleh. Diamatinya wajah risau adiknya
Delima menggeleng pelan. Ia belum siap bercerita
"Kita akan bertemu di Pertemuan Ageng, Klan Gunung Telu" Ang berseru memandangi satu persatu wajah para pemilik ilmu yang tamak
" Aku pastikan adikku akan mendapatkan keadilan" Seru Ang lagi
' Kau pikir kami tidak hah" Randu Putra menatap tak suka
"Aku pastikan kematian Intan Putri juga mendapat keadilan dan kau gadis tengik. Kau akan mendapatkan hukuman berat dari para tetua".
"Kau bahkan akan kehilangan Mahkota Ibu Suri yang kau banggakan itu. Seorang pemilik Mahkota dilarang membunuh sesama TACENDA" Nyi Lada Harum menyeringai bengis
Delima menggeleng mendengar perkataan Nyi Lada Harum. Ia tentu tak ingin kehilangan Mahota itu. Air matanya menetes. Ia seakan terlupa saat melancarkan serangan.
"Apa kalian sengaja menjebakku?. Apa kalian sengaja mengorbankan gadis itu supaya aku kehilangan Mahkota Ibu Suri. Delima menatap nanar Klan Gunung Telu
"Lancang sejali kau bocah tengik.Bagaimana bisa kami mencelakakan keluarga sendiri. Jangan sekali kali mengadu domba kami" Panca Sari berteriak tak terima.
" Benarkah itu? Tanya Ki Lembu Gusar. Tentu ia tidak akan pernah memaafkan siapapun yang sudah merenggut nyawa anak gadisnya.
"Jangan dengarkan gadis tengik itu" Nyi Lada Harum menggeram.Tak ada yang boleh tahu skenario yang sudah ia buat bersama suaminya. Mahkota Ibu Suri sungguh menjadi obsesinya bertahun tahun yang lalu. Dan sekarang sudah sekat dalam genggaman.
"Ayo kita pergi. Intan Putri harus segera dikebumikan" Nyi Lada Harum mengomando Klannya untuk meninggalkan tempat itu.
Sementars itu Ang menoleh ke arah adiknya.Pikirannya berkecamuk memikirkan nasib Delima. Mahkota Ibu Suri jelas akan lepas dari Delima. PR besar menghadang Klannya. Tentu mereka tidak ingin Mahkota Ibu Suri jatuh ke Klan lain
Jari jari lincah bermain pada tuts keyboard notebook. Mata coklat tajam bak elang emas menatap serius huruf huruf dan simbol simbol rumit di layar.
Shaka Bumi bocah bengal dari keluarga Guntur Peksi yang merupakan anak ketiga Ratu Buana. Sedangkan Ratu Buana adalah anak ketiga dari kakek buyut Pandhu.
"Mereka ratusan tahun dorman dan sekarang mulai menunjukkan titik titik aktif" Gumamnya
"Mereka menunjukkan ketertarikannya padaku. Gumamnya lagi
"Waktunya makan siang Shaka" Bulan Jingga kakak nomor tiga berteriak dari lantai satu rumah mereka"
Shaka tak terusik dengan teriakan sang kakak. Ia masih asyik menatap huruf huruf dan simbol simbol yang telah berganti menjadi petunjuk berupa puzzle dengan gambar hujan dan petir yang bergemuruh. Netranya membeliak tak percaya.
"Ini seperti bisikan batin beberapa bulan yang lalu. Tapi kenapa harus hujan dan petir?
Tempat yang sering terjadi hujan itu di Uwoh Madya sedangkan petir sering terjadi di Kartasirih. Dan itu jauh dari sini". Batin Shaka bicara.
"Shaka kamu dengar nggak sih. Waktunya makan.Tuh ditunggu bunda" Bulan mengerucutkan bibirnya didepan pintu kamar Shaka.
"Kakak ketuk pintu dong jangan main masuk saja" Kesal Shaka merasa teralihkan konsentrasinya.
"Makanya punya kamar itu sering ditutup pintunya" Bulan ganti melototkan mata besarnya. Kelihatan begitu menggemaskan.
"Ayo nggak pakai lama.Kasihan bunda nungguin kelamaan" Bunda menyeret tangan Shaka
"Eh apaan itu?" Tunjuk Bulan ke layar notebook
Buru buru Shaka menutup notebooknya.Ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal
"Mau bikin jantung bunda copat ya? Mau bikin ulah lagi kah adikku sayang? Mata Bulan menyelidik
"Ckk kakak berburuk sangka. Aku sudah tobat tauk"
"Really?" Dulu juga bilang tobat ndak taunya tomat habis tobat kumat.
Shaka mendengus. Ia ingat tobat adalah kata pamungkasnya setiap bikin ulah.
"Aku serius kakak. Aku bener bener tobat"
"Okay. Anggap kakak percaya tapi apa tadi yang dilayar notebookmu itu?"
"Bukan hal yang serius kak"
'Itu artinya kau belum sepenuhnya tobat. Kau menyembunyikan sesuatu. Dan itu mencurigakan"
Shaka memejamkan mata. Sulit baginya untuk berterus terang. Tampilan dilayar itu bukan sesuatu yang mudah untuk diceritakan. Ia kuwatir kakaknya belum siap untuk menerimanya.
"Jangan sekarang kak. Nanti kalau sudah waktunya pasti Shaka cerita" Rakha berusaha mengulur waktu
"No" Bulan menggerakkan telunjuknya kekiri kekanan.
" Please kak.Jangan paksa Shaka sekarang ini. Ya ya kakakku yang cantiik, baik hati dan tidak pelit. Shaka menaik turunkan alisnya
Bulan menggembungkan mulutnya lucu.
"Shaka berbagilah denganku. Kita ini keluarga. Jangan kau tanggung sendiri. Aku beritahu ya hujan dan petir yang di notebookmu itu mengerikan"
Shaka membelalakkan mata. Ia begitu sulit mempercayai pendengarannya.
"Apakah kakak mengetahui tentang hujan dan petir itu?"
"Apa kau pikir Klan Purba Putih tidak ada yang tahu hhhmm"
Mulut Shaka ternganga. Jika Klannya sudah tahu. Lalu mengapa mereka begitu tenang seolah olah tidak terjadi apa apa
"Jadi semua sudah tahu begitu?"
"Tidak semua Shaka tapi beberapa sudah. Kakek buyut Pandhu sering murung akhir akhir ini. Beliau mendapat petunjuk berupa puzzle hujan dan petir yang bergemuruh sekitar empat bulan yang lalu"
"Dari mana kakak tahu hal itu?"
" Banyu Mas dan Banyu Segara yang memberitahu kakak. Mereka bilang hampir empat bulan ini kakek buyut Pandhu sering sekali bertandang ke pegunungan Srikaton untuk bertemu kakek buyut mereka, kakek buyut Satria. Kakek buyut Satria sering mengurung diri di ndalem Tapa Sira setiap kali setelah pertemuan mereka"
"Mengapa mereka cerita ke kakak?. Itu kan tidak boleh diceritakan kesembarang orang"
"Apa kau bilang? Kau anggap aku ini apa hah". Bulan gemas menjitak kepala adiknya
"Aduh aduh kakak ini tangannya seperti tangan laki laki" Shaka mengusap usap kepalanya
"Kau mau kupukul ya enak saja ngatain tangan kakak. Lihat nih putih, halus,lembut. Kakak rajin spa tau"
Shaka hanya nyengir kuda mendengar reaksi kakaknya yang terkenal jutek dan bawel
"Apa kakak tahu artinya"
Bulan menggeleng pelan. Ia terlalu ngeri untuk menafsirkannya
"Sudahlah ayo kita makan. Bunda pasti sudsh kesal menunggu kita" Bulan beranjak dari kamar Shaka
"Eheem hmmm" Terdengar deheman dari balik pintu
" Bunda" Seru mereka berdua
Air muka Bening Tiara wanita yang dipanggil bunda itu memucat
"Kalian harus menutup mulut rapat rapat.Jangan cerita apapun pada keluarga budhe Sekar Kinasih"
"Budhe Sekar Kinasih kan keluarga Klan Purba Putih juga ya bunda.Kenapa tidak boleh?" Tanya Bulan penasaran
Bening Tiara terdiam. Ia tak mungkin menceritakan prasangkanya pada suami kakak iparnya itu. Sekilas kejadian sebelum suaminya berpulang melintas.
"Apa kau sungguh sungguh Atmo Panji?. Kau tidak sedang menjebakku kan?" Selidik Yudistira pada anak ketua Klan Geni Urip
' Ha ha ha Yudistira aku bukan orang yang suka main main. Aku serius menawarkan kerjasama dengan hasil yang menggiurkan. Mahkota Ibu Suri kau serahkan padaku dan imbalannya kau kupastikan menjadi ketua Klan Samudra Lor tanpa setetes darahpun mengalir. Bagaimana? Kau setuju?" Atmo Panji meyakinkan Yudistira dengan wajah yang dibuat semeyakin mungkin.
"Akan kupikirkan. Mahkota Ibu Suri bukan barang recehan yang bisa diambil dengan mudah" Sungut Yudistira
"Aku tahu makanya aku menawarkan Klan Ketua padamu plus Delima Ayu padamu" Atmo Panji menyeringai licik.
"Delima Ayu? Apa maksudmu?" Yudistira berkata gusar
"Ha ha ha ha Jangan pura pura kau. Kita sama sama kaki laki. Keponakanmu itu memang sangat menawan. Sekali mendayung kau bisa mendapatkan dua hal yang sangat kau inginkan. Bukan begitu hah?"
Yudistira mengumpat dalam hati. Bagaimana bisa Atmo Panji tahu obsesinya pada Delima Ayu, keponaannya sendiri.
"Ayolah tidak perlu malu. Aku sudah lama mengamatimu. Kau sudah lama tertarik dengan keponakanmu itu sejak dia mulai mengalami perubahan karena hormon bukan?"
"Aku tidak segila itu" Yudistira mendengus
"Kalau kau tak mau aku yang mau. Aku tidak akan membiarkan Delima jatuh ke Klan lain. Selain cantik paripurna dia juga punya ilmu ilmu sepuh warisan para leluhur. Itu sangat berguna untuk Klan"
Atmo Panji mengobarkan api hasutan pada Yudistira dan berhasil.
" Baik. Aku sanggupi. Ingat hanya kau dan aku yang tahu. Jika sampai bocor. Aku pastikan kau tidak akan bisa membuka mulut lagi" Yudistira menyanggupi dengan ancaman yang tak main main.
"Kau tak perlu kuwatir. Guntur Peksipun tak akan sanggup menolak saat kau sudah menjadi ketua Klan Samudra Lor" Atmo Panji meyakinkan Yudistira.
Jantung Yudistira berdetak cepat kala mendengar nama Guntur Peksi. Adik iparnya itu punya ilmu tak main main. Ia bisa mati bila Guntur Peksi mengetahui obsesinya itu.
"Kita lanjutkan lain kali. Tidak baik berlama lama disini. Jangan sampai orang lain tahu pertemuan kita ini" Yudistira melangkah pergi meninggalkan Atmo Panji
"Hmmm Racun di Klan Purba Putih" Lirih Atmo Panji bergumam lalu meloncat dari tebing ke tebing meninggalkan tempat itu dengan meringankan tubuh.
Bening Tiara keluar dari ceruk kecil. Matanya memerah menahan emosi yang membuncah. Ia tak menyangka suami kakak iparnya mengincar Mahkota Ibu Suri dan Anak gadisnya Delima.
"Bunda" Suara berat tapi manja membuyarkan kilasan peristiwa itu.
"Bunda kenapa?"
Bening Tiara menggeleng pelan.Ia bahkan belum berani ke siapapun termasuk pada almarhum suaminya. Ia begitu takut perpecahan akan terjadi pada Klan.Purba Putih.
"Sayurnya pasti sudah dingin bunda hangatkan dulu. Ingat kata bunda tadi". Bening Tiara melangkah keluar kamar Shaka.
Sementara itu kedua anaknya saling pandang sambil mengedikkan bahu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!