...Happy reading😉...
Seorang pria tampan sedang memutar-mutar pulpen di tangannya dan menghela nafas menatap setumpukan kertas yang berada di hadapannya. Dialah si tampan dan arogan Alvino Austin sang asisten pribadi Revan Alexander ia sedang sangat pusing dengan pekerjaan yang tidak habis-habisnya.
Vino melemparkan pulpen itu ke atas meja dan melihat jam sudah menunjukkan tengah malam, namun ia masih berada di kantor dengan berkas-berkas yang membuat pusing kepalanya.
"aku akan pulang lebih awal untuk membeli hadiah kejutan untuk istri dan putra kesayangan ku kau urus semua berkas-berkas itu dan harus selesai besok pagi."
Kata-kata itu yang selalu terngiang ngiang di telinga Vino, sebelum Revan pergi meninggalkan nya dengan menamnah tumpukan berkas yang berada di mejanya. Dan pergi begitu saja meninggalkannya tanpa mendengar jawaban dari Vino.
"Dari dulu dia memang menyebalkan dan selalu seenaknya saja menyuruhku, awas saja akan ku adukan hal ini pada arandita." Kesal Vino namun tak urung dia mengerjakan tugas yang diberikan oleh bos sekaligus sepupunya itu.
Setelah mengerjakan semua tugasnya Vino pun kembali ke apartemen miliknya untuk beristirahat, ruangan yang sedikit berantakan karena Vino tak sempat membereskan barang-barangnya setelah perjalanan bisnis beberapa hari yang lalu.
Kini Vino pun mulai membereskan ruangan itu hingga bersih dan terlihat rapih, "hahh begini kan lebih enak di pandang!" gumam Vino.
Hari sudah hampir pagi vino pun mulai membersihkan dirinya agar tidur nya lebih nyaman, namun saat ia akan berjalan menuju kamar mandinya ia tak sengaja menjatuhkan foto yang ada di nakas.
Braakk
Suara itu membuat Vino sedikit terkejut dan mengambil foto yang kini jatuh ke lantai, Vino mengambil foto itu dan menyimpannya di atas nakas.
Vino terseyum saat melihat foto yang kini sudah tersimpan rapi di tempatnya lagi dan melanjutkan kegiatannya kembali.
*
*
Keesokan harinya Vino datang ke mansion Alexander dengan setelan jas lengkap dengan wajah yang masih mengantuk, ya vino hanya beristirahat selama tiga jam saja ponselnya terus berdering membangunkan Vino dari mimpi indahnya.
"Kak vino kau sudah datang ya, ayo sarapan dulu." Ajak Arandita yang sedang menyiapkan makanan di meja makan.
"Dimana Revan?" tanya Vin sambil duduk dan menyendokan nasi dan lauk pauk pada piringnya.
"Sepertinya masih di dalam kamar."
"Apa-apaan dia itu menyuruhku untuk cepat datang kemari tapi dia sendiri belum siap! kau tahu arandita semalam aku pulang jam dua dini hari dan aku baru tertidur jam tiga pagi coba bayangkan betapa menyedihkannya aku ini." Ucap Vino dengan nada yang di buat se-dramatis mungkin untuk membuat arandita merasa kasihan padanya.
"Benarkah! malang sekali nasibmu kak, kau tenang saja aku akan memberikan hukuman untuk manusia kejam seperti itu." Ucap Arandita dengan nada seriusnya.
Mendengar jawaban dari Arandita Vino pun tersenyum penuh kemenangan, "rasakan pembalasan ku Revan." Lirih vino dalam hatinya.
"Makanlah kak setelah itu istirahatlah agar tubuh mu bisa tetap sehat."
"Tapi bagaimana dengan Revan marah dan memotong gajiku lalu dia menyangka aku mengadu padamu."
"Kau tenang saja, dia tidak akan memotong gajihmu aku jamin itu." Sahut Arandita dengan penuh keyakinan.
"Terimakasih Aran kau memang yang paling baik."
Arandita hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya sambil mengacungkan jempolnya ke arah Vino.
"Mama!" seru anak laki laki yang sedikit berlari menghampiri Arandita.
"iya sayang kemarilah."
"Hey anak ganteng?" sapa vino pada keponakan nya yang kini sudah berusia tiga tahun.
"Hallo uncle jones" Arfan menjawab sapaan vino.
"Nama uncle Vino. V-i-N-O, Vino dan bukan jones lagi pula siapa yang bilang nama uncle ini jones?" Vino Merasa sangat heran dengan anak ajaib dari sepupunya yang sudah pandai menirukan ucapan orang dewasa walau di usianya yang masih tiga tahun.
"Papa." Tunjuk Arfan pada Revan yang berjalan ke arahnya.
"Papa apa itu jones?" tanya Arfan saat papanya kini sudah berada di hadapannya.
"Jones itu_" revan tak berani melanjutkan kata-katanya saat melihat Arandita yang menatapnya dengan tatapan tajam.
Glekkk
''Putraku, kenapa kau selalu menggali lubang untuk ku di waktu yang tidak tepat.''
"Papa kenapa papa diam saja?" tanya Arfan sambil menggoyangkan kaki Revan.
Revan langsung berjongkok mensejajarkan tubuhnya dengan sang putra. "Maaf papa lupa sayang sekarang waktunya kita makan ayo papa suapin."
Arfan menggelengkan kepalanya dan berlari ke arah mamanya.
"Vino kamu di sini pagi pagi begini, tumben sekali?" tanya mama Elisa sambil berjalan menghampiri mereka yang kini sudah berada di meja makan.
"Biasalah ma jones memang begitu" ucap revan keceplosan.
"Papa"
"Sayang ayo makan dulu buka mulut nak!" Arandita langsung mengalihkan perhatian putranya agar tidak bertanya banyak hal lagi yang akhirnya dia sendiri yang bingung harus menjawab apa.
"Vino apa kau sudah dewasa apa kau sudah siap untuk menikah?" tanya mama Elisa pada Vino.
"Aku akan menikah dengan wanita yang aku cintai tante." Jawab Vino dengan mantap.
"Dia akan menikah dengan siapa kekasih saja dia tak punya kan, malang sekali pria yang satu itu tampan tapi tak laku." Sindir Revan menyela percakapan Vino dan mamanya.
''Mas!" Arandita menatap wajah suaminya dengan tatapan kesal.
"Iya sayang maaf," kekeh Revan sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
Sedangkan mama Elisa hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah laku putranya. "Vin cobalah untuk membuka hatimu untuk dan mencari calon istri yang cocok untuk mu atau kau mau tante yang mencarikan calon istri untuk mu sama seperti Revan dulu?" tanya mama Elisa sambil meneliksik wajah keponakan nya.
"Aku masih menunggu seseorang yang aku cintai sampai saat ini, karena itulah aku tidak bisa menerima siapapun lagi selain dia tan"
"Baiklah kalau begitu." Mama Elisa pun pasrah saja dengan keinginan keponakan nya itu.
Akhirnya perbincangan mereka pun di tutup dan di lanjutkan dengan bercakap-cakap dengan Arfan si bocah pintar dan ceria. Arfan menuruni sifat Arandita yang ceria namun ia juga menuruni kepintaran dan kecerdasan yang dimiliki oleh Revan papanya.
*
*
Vino termenung menatap layar ponselnya menampakkan beberapa potret gadis yang selalu membuatnya kesal dan marah dalam satu waktu, gadis yang sudah memporak-porandakan hatinya dalam tiga tahun ini.
setelah kepergian Marissa untuk pulang kenegara ayahnya tinggal vino merasakan setengah hatinya juga ikut pergi bersama Marissa.
"Hay gadis barbarku? apa kabarmu, setelah tiga tahun ini apakah kau tidak mengingat aku sama sekali atau kau hanya mengingat polisi tampan mu itu? cihh.. Dia itu biasa saja masih tampan aku kan coba kau lihat dari sudut mana pun aku tetap terlihat tampan kau harus tahu itu!" ucap Vino dengan bangganya, ia terus berbicara dengan potret Marissa yang Vino ambil secara diam/diam saat Marissa tengah lengah.
Setelah acara perpisahan di hari resepsi pernikahan Revan dan Arandita Vino baru menyadari bahwa ia sudah menyimpan hatinya untuk Marissa, namun ia selalu mengelak dengan perasaannya karena rasa gengsi yang begitu besar.
Bersambung
Brakkk.. Akhhh..
Suara rintihan kesakitan terdengar begitu nyaring di ruangan itu, "berani sekali kau menendang pusaka ku!" teriak seorang pria tampan dan gagah dengan wajah marah nya menahan sakit di bagian terlarangnya.
Namun gadis yang ada di hadapannya hanya tersenyum mengejek, "Apa kau sakit tuan? itulah hal yang cocok untuk pria mesum seperti mu!"
"Jangan kau pikir semua perempuan mudah untuk kau rayu. Di sini aku sedang mengajukan kerja sama bisnis bukan untuk menjual diriku padamu jadi bersikap sopan dan profesional saat sedang bekerja!" tegas wanita yang sedang duduk di kursi dengan begitu elegan walau merasa sangat kesal di hatinya.
"Dasar gadis gila! lihat saja aku akan menghancurkan perusahaan kecil mu itu." Ancan pria yang berada di hadapannya.
"Oyeah apa kau mampu melakukan hal itu tuan?"
"Jangan mengejekku aku bisa dengan mudahnya menghancurkan perusahaan mu ini." ucap pria itu dengan menekan setiap kata-katanya.
"Silahkan saja jika kau mampu mengalahkan ku," gadis itu pun berdiri dengan senyuman mengejeknya. Dia lah Marissa Adriana si macan betina yang menggantikan posisi sang ayah untuk sementara waktu merintis usaha keluarganya.
Marissa selalu bekerja dengan sangat profesional, dengan hanya waktu tiga tahun saja Marissa bisa membangkitkan kembali perusahaan yang hampir roboh karena kecerobohan sang kakak saat menggantikan posisi ayah mereka.
"Apa kau sedang menantangku gadis barbar, lihat saja aku akan membuatmu bertekuk lutut padaku untuk meminta maaf." Tegas pria itu dengan penuh dendam dan kemarahan pada Marissa.
Marissa hanya tersenyum sinis mendengar celotehan yang di lontarkan oleh pria yang berada di hadapannya, "kau mengancamku ya, baiklah jika kau mengancamku tapi lihatlah ini terlebih dahulu. Wil masuklah?" Marissa pun memanggil seseorang yang berada di luar ruangannya.
Ceklek
Seorang pria muda masuk ke dalam ruangan dengan membawa sebuah laptop di tangannya, dialah Wildan partner kerja Marissa.
"Bagaimana wil?"
"semuanya beres nona!" Jawab pria yang di panggil Wil oleh Marissa pun mengacungkan jempolnya.
"Kerja bagus Wil, sekarang perlihatkan semuanya pada pria mesum itu." Perintah Marissa sambil melihat tangannya di dada, menatap pria di hadapannya dengan tatapan jijik.
Dengan cepat Wildan pun menyerahkan laptop itu pada pria yang kini masih duduk di lantai, Wildan langsung memutar rekaman saat pria itu sedang berusaha melecehkan Marissa dan mengancamnya akan menghancurkan perusahaan Marissa karena sudah menolak keinginannya.
Tuan Abraham pun tak percaya dengan apa yang ia lihat saat ini, ia tak menyangka wanita yang terlihat begitu polos itu bisa menghancurkan nya dengan sangat mudah.
"Bagaimana tuan? apa kau senang dengan klip video itu apa aku juga harus menyiapkan lagu untuk vidio itu atau tidak?" tanya Marissa sambil tersenyum dan menaik-turunkan alisnya.
"Dasar gadis tidak waras aku akan membuatmu menyesal sudah memperlakukan ku seperti ini." ancam tuan Abraham.
"Ckckck tuan Abraham kau adalah pengusaha sukses yang terkenal di negara ini, dan jika sampai video ini tersebar keseluruhan dunia bagaimana dengan karier mu dan bisnis yang sedang kau jalani saat ini. Kau sudah memaksakan kehendak mu pada gadis polos sepertiku ini dengan mengancam akan meruntuhkan bisnisku!" ucap marissa dengan raut wajah biasa saja memperlihatkan gerakan gerakan kecil saat berbicara dengan lawan bicaranya.
Namun detik berikutnya marissa pun merubah raut wajah itu menjadi Sedikit menyeramkan bagaikan singa betina yang siap menerkam mangsanya kapan saja, "bisnis yang sedang aku jalani itu tidak mudah untuk kau hancurkan tuan. Sebelum aku hancur maka kau akan hancur terlebih dahulu camkan itu!" Marissa pun melemparkan senyuman sinis untuk pria yang tengah menahan amarahnya dan kekesalan di hatinya saat ini.
"Mungkin kali ini kau menang, tapi tidak untuk lain kali aku akan membalas rasa sakit hatiku padamu nanti." seetelah memberikan ancaman pada Marissa pria itu pun pergi meninggalkan ruangan itu.
"Pria seperti tuan Abraham tidak cocok bergabung dengan perusahaan kita. Coret saja dia dari daftar dan masukkan saja dia ke daftar hitam dan cari pengusaha lain yang mau menanamkan sahamnya untuk membantu kita Wil.
"beaik nona!"
"Wil kirimkan juga video itu pada kakeknya aku ingin tahu bagaimana reaksi pria tua itu saat melihat ketidak sopanan dan tidak profesional cucu yang selalu mereka banggakan saat sedang bekerja." Ucap Marissa.
"Baik nona!"
Setelah memberikan perintah kepada Wildan Marissa pun pergi meninggalkan ruangan itu untuk melanjutkan pekerjaannya.
"Mengapa banyak sekali pria mesum yang sudah sering ku temui selams ini, gusti kuatkan lah iman dan imin hambamu yang lemah ini"
Marissa terus menggerutu tidak jelas mengeluarkan semua unek-unek yang ada di dalam hatinya.
Sedangkan Wildan terseyum saat melihat Marissa pergi meninggalkannya, "Nona rissa, semakin lama aku bersama denganmu semakin dalam aku menyukai karaktermu yang tidak mudah di tindas dan di permainan oleh seorang pria, kau adalah wanita pertama yang membuat aku kagum dengan kepribadian mu" wildan pun tersenyum dan kembali mengerjakan tugas yang diberikan oleh Marissa.
"Lelah sekali aku hari ini," ucap Marissa sambil meregangkan otot-otot tubuhnya yang terasa sedikit kaku, dan mulai mengerjakan pekerjaannya kembali.
Tokk.. Tokk.. Tokk..
''Permisi nona apa saya boleh masuk?" tanya seorang wanita muda yang meminta izin pada Marissa sebelum masuk ke dalam ruangan itu.
"Masuk lah!"
"Ada apa?" Tanya Marissa pada asistennya.
"Nona ada sedikit masalah dengan pembangunan restoran baru kita di Indonesia."
"kenapa? dan apa masalahnya coba jelaskan secara detail padaku!"
"Nona kita kekurangan dana untuk membangun proyek itu karena pemasukan kita bulan ini sedikit kenurun dari biasanya, terpaksa kita harus menghentikan sementara untuk pembangunan restoran itu" Ucap mentari menjelaskan.
"Jangan di hentikan lanjutkan sampai selesai pakai saja uang pribadi ku, aku tidak ingin menunda lagi proyek itu karena itu adalah salah satu impian ku sedari dulu " Sahut Marissa dengan wajah tenangnya.
"Nona bolehkah saya bertanya?" Mentari dengan sedikit ragu-ragu.
"Tanya kan saja, aku tidak akan marah!" seru Marissa dengan cepat.
"Hmmm itu, apa setelah proyek anda selesai anda juga akan kembali ke Indonesia nona" tanya Mentari yang sedikit penasaran.
"Entahlah, ayahku sudah sehat saat ini usahanya juga sudah mulai berkembang tugasku pun sudah selesai dan mulai minggu depan ayah sudah kembali menempati posisinya, sedangkan aku ingin mewujudkan impianku yang sudah lama terpendam dan aku ingin kembali lagi ke negera dimana aku di besarkan"
"Dan berusaha untuk mengejar cinta pertama ku."
Marissa terseyum samar mengingat pria yang sudah menempati posisi tertinggi di hatinya, demi pria itu ia menolak semua pria yang akan di jodohkan dengannya.
Marissa rela menunggu untuk waktu yang lama agar pria itu bisa menerima kehadirannya, walau begitu sulit namun demi cinta pertamanya Marissa rela melakukan apapun untuk mendapatkan cinta dari sang pujaan hatinya.
"Aku sangat merindukanmu, bagaimana kabarmu di sana apakah kau masih mengingat tentang ku atau sebaliknya"
"Nona, nona" mentari melambai-lambaikan tangannya di hadapan Marissa yang sedang melamun sambil senyum-senyum sendiri.
"Nona rissa apa kau baik-baik saja?"
"Aku baik-baik saja kau pergilah aku harus meneruskan pekerjaan ku!"
"Tapi nona,"
"Aku baik-baik saja tari." Marissa merasa sangat kesal dengan asisten pribadi nya itu, sedangkan mentari yang melihat raut wajah serius Marissa pun langsung bergegas keluar dari ruangan tersebut.
"Dasar asisten tulalit, aku heran mengapa ayah memilih nya untuk menjadi asisten pribadi ku?"
"Nona apa kau mengatakan sesuatu?" tanya Mentari yang tiba-tiba memunculkan kepalanya di depan pintu, membuat Marissa sangat terkejut dengan ulah asistennya itu.
"Apa yang kau lakukan! kau sangat mengejutkan ku. pergilah! atau aku akan melempar mu dengan ini." Marissa mengangkat semua tumpukan berkas yang berada di meja kerjanya.
"Ampun nona!" Mentari pun langsung bergegas pergi meninggalkan Marissa yang sedang terbakar emosi.
"Nona sangat mengerikan kalau sedang marah seperti itu." Mentari bergidik ngeri saat mengingat wajah Marissa yang tengah marah padanya.
Sedangkan Marissa langsung menetralkan emosinya, ia menarik nafas dalam-dalam dan hembuskan nya secara perlahan.
"Tahan Rissa jangan terlalu banyak emosi atau kau akan menua sebelum waktunya.'' Marissa menyadarkan dirinya sendiri.
"Sekarang aku harus mengerjakan tugas membosankan ini agar cepat selesai, jika ayah sudah menjabat kembali maka aku akan tenang dan tinggal memikirkan usahaku sendiri.''
Namun sebelum Marissa mulai mengerjakan pekerjaannya ponselnya berdering menapakan nama sahabatnya tertera di layar benda pipih itu, dengan cepat Marissa pun mengangkat panggilan dari sahabatnya dengan wajah ceria.
"Hallo Aran apa kabarmu?''
[Harusnya aku yang menanyakan hal itu, sudah beberapa hari ini kau tidak mengabariku apa kau baik-baik saja.]
"Aku baik, hanya saja pekerjaan ini selalu mengurungku di sini."
[Lalu bagaimana dengan rencana pembangunan restoran mu itu?]
"Entahlah,'' sahut Marissa dengan lemas.
[Apa ada masalah?]
"Hanya Sedikit."
[Apa itu, mungkin saja aku bisa membantu mu.]
"Tidak perlu ini bukan masalah besar, aku hanya perlu tambahan dana lebih. Tapi kau tenang saja aku bisa memakai tabungan ku, ya sudah aku tutup telpon nya dulu ya nanti kita sambung lagi oke!''
Akhirnya sambungan telepon pun terputus dan Marissa pun mulai disibukkan kembali dengan aktivitasnya.
*
*
Waktu demi waktu berlalu begitu cepat, Marissa bekerja dengan sangat keras hingga ia tak menyadari hari pun kini sudah mulai larut, ia melihat jam yang berada di pergelangan tangannya menunjukkan pukul sembilan malam.
"Seperti hari-hari sebelumnya aku akan menghabiskan waktu ku untuk bekerja dan bekerja hingga aku lupa segalanya, tapi hanya satu yang tidak aku lupakan" Marissa tersenyum mengingat pria tampan yang sedang tersenyum padanya menapakan dua lesung pipi yang menghiasi wajah tampan nya.
"Hahhh aku jadi semakin rindu padanya, bagaimana penampilan setelah tiga tahun ini ya? aku ingin menelepon nya tapi aku takut mengganggu pekerjaan nya." Marissa menghela nafas panjang, ia mulai meregangkan otot tubuhnya dan bersiap untuk pulang ke rumahnya.
Tokk.. tokk.. tok.
"Nona apa kau masih di dalam?" tanya Wildan dengan begitu sopan, Wildan pun membuka pintu ruangan Marissa setelah mendapatkan ijin darinya.
"Ada apa Wil, apa ada yang serius?" Marissa bertanya kepada wildan dengan tangan nya yang sibuk membereskan barang-barang yang berada di meja kerjanya.
"Tidak ada nona, saya hanya ingin mengantarkan anda pulang saja." Sahut Wildan ragu-ragu.
"Apa ayah yang menyuruhmu?"
"tidak nona, ini adalah keinginan saya sendiri.''
"Tidak perlu repot-repot, aku akan membawa mobilku sendiri." Jawab Marissa dengan nada dinginnya, sebenarnya ia sudah tahu bahwa selama ini Wildan mencoba untuk mendekati nya, namun Marissa tidak ingin membuat wildan kecewa dengan memberikan harapan palsu padanya.
"Tapi nona ini sudah malam dan,"
"Kau tenang saja Wil, aku bisa menjaga diriku sendiri."
"Nona kita pulang sekarang!" ajak Mentari yang tiba-tiba masuk begitu saja ke dalam ruangan Bosnya, membuat dua orang yang berada di hadapannya kini menatap ke arahnya secara bersamaan.
"Maaf saya mengganggu," Mentari merasa tidak nyaman melihat dua orang yang berada di hadapannya menatapnya dengan tatapan aneh, ia pun mulai berjalan mundur untuk keluar dari ruangan tersebut.
"Kau mau kemana tari?"
"Saya akan menunggu di luar saja nona!''
"Kau akan pulang bersama wildan, aku akan pulang sendiri saja" ucap marissa yang langsung mengambil kunci mobilnya dari tangan mentari.
"Yes, terimakasih nona akhirnya setelah sekian lama aku bisa pulang bareng si tampan Kesayanganku''
Mentari merasa sangat bahagia hatinya penuh dengan bunga-bunga yang sedang bermekaran, namun berbeda dengan wildan yang menunjukkan wajah kecewanya.
"Ayo tuan."Ajak Mentari yang akan menggandeng tangan Wildan, namun dengan cepat wildan menghindari tangan mentari yang akan memegangnya.
Sedangkan Mentari mengerucutkan bibirnya karena merasa sangat kesal karena pujaan hatinya selalu bersikap cuek dan dingin padanya, sangat berbeda saat Wildan berbicara dengan bos nya.
"Beginilah nasib cinta bertepuk sebelah tangan!" gumam Mentari lirih.
Marissa mengendarai mobilnya sendiri meninggalkan perusahaan ayahnya tempat dimana ia bekerja saat ini, Marissa menyusuri jalanan yang terlihat begitu sepi dengan mata yang sedikit mengantuk.
Setelah beberapa menit kemudian akhirnya ia sampai di kediaman nya, "Assalamualaikum" ucap Marissa yang langsung melewati ruang tamu dimana ayah dan ibunya sedang berbicara dengan seseorang.
"Wa'alaikum salam." Mereka menjawab salam Marissa serempak.
"Risa kemarilah nak,'' panggil sang bunda.
"Nanti saja bun risa mau mandi dulu."
"Baiklah kalau begitu jangan lama-lama ya!"
"Asiap bun.''
Marissa pun meninggalkan ruangan tersebut dan menuju kamarnya, ia merasa sangat penasaran siapa yang datang bertamu di malam seperti ini. Marissa menaiki tangga berusaha untuk melihat wajah pria yang sedang duduk di hadapan kedua orang tuanya, namun sayangnya sang pria sedikit menunduk membuat Marissa tak bisa melihat wajah pria itu.
"Siapa pria itu kenapa aku seperti mengenalnya tapi dimana?"
Marissa terus bertanya-tanya dalam hatinya.
"Rissa apa kau masih disana?" tanya ayahnya yang mengejutkan Marissa dari aktivitasnya untuk melihat wajah sang pria
"Ahhh... Rissa akan datang sebentar lagi ayah!" Marissa sedikit berteriak dan berlari masuk ke dalam kamarnya.
membuat pria yang berada di hadapan kedua orang tua Marissa tersenyum penuh arti menatap ke arah kamar Marissa yang tertutup dengan rapat. "Ternyata kau masih sama seperti dulu," batin sang pria.
Sedangkan di dalam kamar Marissa masih bertanya-tanya dalam hatinya siapakah pria itu, "Aku sangat yakin pernah melihatnya tapi dimana? ahh lupakan saja lebih baik sekarang aku mandi dan menemui nya dari pada aku setres memikirkan nya." Marissa pun langsung pergi berjalan menuju kamar mandinya.
Setelah lima belas menit kemudian Marissa datang dengan wajah segarnya untuk menemui tamu ayahnya, namun ia terkejut saat tahu siapa pria yang duduk di sofa dan menatapnya saat ini.
"Kau!!"
Bersambung..
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!