NovelToon NovelToon

The Seventh Secretary (Sekertaris Ke Tujuh)

Laki Laki Tua

"Halo, Stella.. uhuk.. uhuk.. bagaimana kabarmu, sayang" sapa wanita berusia 50an yang terdengar lemah melalui sambungan telfon dari negara kelahirannya.

"Bibi Mey, apa kau sedang sakit? apa sudah berobat? apa yang kau rasakan?" cecar Stella yang merasa khawatir terhadap kondisi sang bibi seorang diri.

Setelah ditinggal suaminya selingkuh, bibi Mey tak mau merajut rumah tangga lagi. Dia trauma akan kembali dikhianati.

"Tidak apa apa, sayang. Bibi hanya kurang minum. O iya, selamat atas kelulusan mu, nak. Bibi bangga padamu.. seandainya.. seandainya ayahmu.."

"Sudah lah bi. Ayah pasti bangga padaku" potongnya kala mendengar isakan sang bibi yang merupakan adik kandung dari ayahnya. Satu satunya keluarganya kini.

"Ah iya. Bibi sampe lupa, apa kamu akan mencari kerja disana?" tanya bibi Mey mengutarakan tujuan utamanya menghubungi keponakan cantiknya.

"Entah lah, bibi Mey. Semua lamaran yang sesuai dengan jurusanku membutuhkan pengalaman setidaknya 2 tahun. Pengalamanku kerja paruh waktu tak dihitung. Do'a kan saja, bi, semoga aku mendapat yang terbaik" jawabnya sendu sambil memutar mutar ballpoin dan menggoreskannya sesekali di lembaran kertas buram yang penuh dengan tulisan.

"Bolehkan bibi meminta bantuanmu sekali saja? tapi kalau kamu tidak bisa bibi tak masalah"

"Katakan saja, bi. Bibi Mey sudah seperti ibuku. Mana mungkin aku menolak permintaanmu. Kecuali menikah" kalimat terakhirnya ia tambahkan dengan sedikit jeda.

Bibi Mey tersenyum. Dia sangat tahu luka yang didapatkan keponakan rasa anaknya itu hampir sama dengannya. Dan dia menghargai keputusannya dengan tidak menjodohkannya dengan anak teman sekantornya.

"Tentu saja bukan masalah pasangan, sayang. Bibi hanya memintamu untuk menggantikan posisi bibi sementara mencari pengganti yang benar benar memenuhi kriteria. Bibi tau kalau pekerjaan ini tak sebanding dengan gelar magister mu. Bibi sudah tak ada tenaga untuk mengimbangi cara kerja bos baru bibi"

"Maksudmu, aku pulang ke Indonesia?"

"Hanya sementara, sayang. Tidak ada kontrak kerja. Kamu bebas pergi kapanpun saat pengganti bibi sudah ada. Bagaimana?" terdengar nada suara memelas diujung sana.

"Hhh.. baiklah. Demi bibi" Stella menerima sambil menguatkan diri. Dia berjanji tak akan lemah lagi. Kemungkinan bertemu dengan orang orang di masa lalunya sangatlah besar.

"Terimakasih, sayang. Bibi kirimkan e-tiket untuk penerbangan nanti sore ya"

tut

"Apa? sore- halo.. halo.. bibi Mey.. Aduuuh main tutup aja. Perasaan aku dijebak bibiku sendiri deh. Hhhh... oke, waktunya siap siap"

Sambil memilah pakaian yang akan dia bawa, Stella menyempatkan untuk searching mengenai profil perusahaan tempat bibinya bekerja. Tertera nama nama seluruh jajaran direksi dan presiden direktur yang menjadi prioritas utamanya dalam mengenali calon atasan sementaranya menggantikan sang bibi.

"Presdir William.. hmm.. laki laki tua ini masih punya tenaga untuk menjalankan perusahaannya. Apa dia tak punya penerus?" monolog Stella sambil menggosokkan telunjuknya di dagu untuk menilai karakter seseorang melalui wajah dalam foto itu.

"Dari matanya saja sudah terlihat kalau orang ini pria yang kejam. Kasian bibi Mey. Ah.. aku tak boleh cengeng. Kini aku harus membuktikan diriku pada bibi Mey kalau aku sudah lebih kuat"

Sepanjang perjalanan menggunakan taxi ke bandara, Stella terus membaca job desc yang bibinya kirimkan. Dia mengingat satu per satu tahapan pekerjaannya juga nama nama perusahaan dan para petingginya agar memudahkannya dalam memulai pekerjaannya. Pesawat dijadwalkan berangkat pukul 16.50 waktu setempat (UTC+7) dan membutuhkan waktu sekitar 17 jam perjalanan karena harus transit terlebih dahulu di Dubai dan sampai di Jakarta pukul 15.40 WIB

(sumber : google)

"Sayang, kamu sudah datang" sambut sang bibi di ambang pintu unit apartemen. Koper koper yang berisi pakaian Stella ia masukan ke dalam unit yang sudah lama menjadi rumah barunya setelah ditinggal sang ayah.

"Halo, bibi Mey. Apa Stella mengganggumu?"

"Tidak, sayang. Ayo makan dulu. Kebetulan bibi baru selesai memasak"

"Bibi memang tau kesukaanku" sumringah Stella saat melihat opor ayam kesukaannya.

"Makanlah yang banyak. Bibi tau kamu cukup kesulitan bertahan hidup sendirian di negri orang"

Keesokan hari

Stella dan bibi Mey datang lebih awal. Itu karena bibi Mey akan menjelaskan detail pekerjaan dan cara menyusun dan memisahkan laporan dan proposal sesuai tanggal dan waktu dimana yang terkini adalah yang berada di paling atas atau paling depan, dan tata letak penempatan box berkas, tempat pinsil atau posisi laptop harus presisi dan tidak boleh miring.

Bibi Mey menjelaskan jika bos nya ini adalah seorang perfeksionis pada urutan dan tata letak suatu benda dan memiliki sedikit kelainan pada kecemasannya.

"Kamu tunggu di dalam saja. Bibi mau ke ruangan HRD untuk ikut menseleksi calon pelamar" titah bibi Mey yang tergesa berjalan kearah lift untuk turun ke lantai divisi HRD berada.

Stella melihat lihat setiap sudut ruangan sang Presdir yang tertata saaaaaangat rapi.

Telunjuknya mencolek rak buku sebatas lehernya yang ternyata tanpa debu setitikpun menempel disana.

"ck ck ck.. bahkan debu pun malas berada satu ruangan dengan pria tua kejam itu" decak Stella bermonolog.

Dia lantas memindai rak buku yang tingginya hingga hampir langit langit ruangan.

"Buset, ini rak apa tangga. Tingginya kebangetan. Gimana cara ngambilnya?" Stella lantas melihat samar samar sebuah buku dengan judul yang menarik perhatiannya.

Buku yang dulu pernah menjadi favoritnya berjudul 'Secret Admirer'.

Dia lantas berjinjit, berharap heels 5cm nya bertambah tinggi 5cm lagi.

"Ah, tangga. Gak mungkin orang bikin beginian kalo gak pake fasilitas pendukung."

Stella lantas mengitari rak dan dia menemukan tangga kayu yang memang diperuntukan mengambil dan menyimpan buku ke rak yang berada jauh dari jangkauan.

"Gak mungkin kan aku berharap ada laki laki cakep bantuin ambil buku di rak atas trus saling tatap kek di pilem pilem drakor itu" masih bermonolog sambil menarik titian tangga yang tingginya sekitar 50cm.

"Hah, dapet. Apa ku bilang. Mana ada cowok kek gitu" dia lantas membuka buku itu diatas titian. Tak berniat membawanya duduk.

"Buku ini.." dia melihat noda yang sama dengan yang diingatnya sewaktu sekolah. Lalu membuka halaman paling belakang.

"Ini kan buku perpustakaan sekolah"

Stella lalu mengembalikan buku itu ke tempatnya semula lalu turun dan hendak mengembalikan titian itu. Namun nahas, karena terburu buru dia menjatuhkan beberapa buku.

"Mampus" gumamnya.

"Apa yang kau lakukan?" seru suara baritone yang tiba tiba berada dibelakangnya.

"Ah? bisakah kamu menolongku? apa kamu tau urutan buku bukunya? aku tau aku ceroboh, kali ini saja bantu aku sebelum laki laki tua itu datang" bisiknya sambil memohon dan melihat kumpulan buku yang berserakan. Dia lupa tak menghafal urutannya.

"Laki laki tua?"

HAI HAI HAAAAAI

KETEMU LAGI SAMA KARYA BARUKU

JUDUL INI DIIKUTKAN LOMBA YA BEIBZ

TOLONG BANTU VOTE YA

JAN LUPA LIKE N COMMENT

SEMOGA SYUKAAAA

😘😘😘

Jinak?

"Laki laki tua?"

"Iya cepetan, nanti keburu dateng. Kamu tau kan urutannya?"

Laki laki itu lantas mengambil beberapa buku yang dirasa urutannya mulai dari paling kanan.

Dia mengestafetkannya pada Stella, yang langsung ditatanya dengan rapi se rapi mungkin.

"Apa kamu juga ada perlu dengannya? atau kamu juga salah satu calon pelamar?" tanya Stella sambil melangkah turun dari titian lalu mengembalikan titian itu ke tempatnya semula dengan cara mendorongnya.

Suara gesekan antar lantai dan titian yang terbuat dari kayu itu memekakkan telinga yang membuat laki laki itu mengerutkan dahinya.

Stella lantas duduk di sofa dan menumpukan salah satu kakinya pada kaki yang lain. Laki laki itu ikut duduk di sebrangnya.

"Calon pelamar?" tanya si laki laki.

"He em. Bibiku memintaku menggantikannya untuk sementara. Dia sudah terlalu tua untuk pekerjaan ini. Tapi sepertinya laki laki tua itu punya stamina yang luar biasa" kalimat terakhir ia sembunyikan dibalik punggung tangannya seolah berbisik.

"Jadi kamu hanya sementara?"

"Tentu saja. Tapi.. apa kita pernah bertemu? aku seperti tak asing dengan wajahmu"

"hm, ya. Semua orang mengaku seperti itu"

"Ah, aku gak bermaksud seperti itu, aku benar benar merasa pernah mengenal- ah sudahlah. Kenalkan, namaku Stella. Aku mungkin tak akan lama berada disini." Stella mengulurkan tangannya untuk bersalaman. Laki laki itu menyambut uluran tangannya.

"David William"

"Hn? seperti pernah dengar nama itu. William William.." Stella bergumam sembari berfikir pernah melihat nama itu dimana.

Matanya lantas melihat pada papan nama diatas meja kerja besar yang mana adalah meja kerja bos besar bertuliskan 'William David / Presiden Direktur'

Sontak Stella langsung bangkit berdiri dan bersikap siaga. Dia lantas membungkukan tubuhnya berkali kali untuk meminta maaf.

"Tuan Presdir, maafkan saya. Maafkan atas kelancangan saya"

David melipat kedua tangannya didepan dada.

"Jadii.. menurutmu aku laki laki tua?" ucapnya datar dengan mata menyorot tajam.

"Ah.. tidak.. lupakan kebodohan saya, tuan, saya telah lancang. Maafkan saya" Stella membungkuk lagi untuk terus meminta maaf.

tok

tok

"Masuk"

"Maaf pak apa bapak.. ah.. sudah ada disini rupanya" seru bibi Mey yang merasa lega karena melihat ponakannya tampaknya sudah memperkenalkan diri.

Tapi.. situasi macam apa ini? tanyanya membatin kala melihat kegugupan dan keringat di wajah Stella. Sedangkan sang bos masih terlihat arogan meski duduk membelakanginya.

"Apa.. ada masalah, pak presdir?" tanya bibi Mey kemudian.

"Tidak ada. Hanya saja aku tak menyadari kalau aku ternyata sudah tua meski staminaku kuat" ucapnya sambil berdiri dan mengancingkan jas nya kemudian melangkah menuju meja kerjanya.

Stella menampakkan wajah ngeri dengan pernyataan sang bos. Apa dia akan dipecat sebelum bekerja? pikirnya.

"Ah, bapak ada ada saja. Ah iya. Perkenalkan, ini adalah Stella, keponakanku. Saya harap bapak tidak keberatan jika aku meminta bantuannya sebelum penggantiku ada yang sesuai dengan kriteria bapak. Dan ini cv nya. Dia hanya sementara membantu saya, setelah ini.."

"Tidak ada yang bisa memutuskan disini selain saya. Kalau saya bilang tidak, berarti dia harus keluar sekarang juga. Kalau saya bilang iya, berarti dia harus tinggal selama aku mau" sergahnya sambil menautkan kesepuluh jarinya dan matanya kembali menyorot tajam.

"Apa? t-tapi.."

"Dan kubilang, kamu boleh tinggal"

"Hah.. t-tapi bi.."

"Mana kopi ku?" pintanya sembari membuka lembar demi lembar kertas yang ada di. salah satu map yang bertumpuk.

"Sh sh sh.. cepet ikut bibi.." bibi Mey menarik tangannya segera setelah meng iya kan permintaannya dan memberi hormat. Sedangkan Stella menampakkan wajah merengek nya pada sang bibi.

"Bibi gimana sih, katanya sementara. Mana calon pelamarnya, apa sudah dapat? aku gak bisa kerja sama orang kayak gitu" bisiknya sambil merengek namun langkahnya mengikuti sang bibi menuju pantry.

"Uhuk.. uhuk.. Stella sayang.. apa kamu tega sama bibi?" bibi Mey berpura pura batuk lalu menampilkan wajah memelas.

"hhh... bibi ngerjain Stella lagi.. emang nasib ya dari dulu. Keknya aku harus operasi plastik. Wajah ini bermasalah. Benar benar bermasalah. Bibi ku sendiri ngerjain aku" Stella menampilkan wajah sinisnya pada sang bibi yang tengah terkikik.

Bibi Mey lantas mengajarkannya meracik kopi sesuai takaran yang David minta. Dia membuat 2 cangkir. 1 untuk mereka cicipi, dan 1 lagi tentunya untuk sang bos.

"Pait" Stella memeletkan lidahnya kala mencicipi seujung sendok kopi.

"Tapi ada asem asemnya dikit" dia lantas menyendok nya lagi.

"Sama kek orangnya. Asem, pait" gerutunya.

"Nih kamu yang antar. Ingat, peraturan utama, gak boleh jatuh cinta"

"Yeee sembarangan. Ogah jatuh cinta sama orang asem kek gitu. Yang ada ngebatin mulu" dia lantas mengambil cangkir kopi yang diperuntukan untuk bosnya. Lalu terlihat komat kamit didepan cangkir dan sedikit meniup nya seperti menyemburkan air liurnya.

"Apa yang kamu lakukan?" tanya sang bibi.

"hehe.. biar jinak bi" kikiknya sambil berlalu menuju ruangan presdir.

tok

tok

"Masuk"

"Ini kopi anda tuan presdir"

"hm, ya. Taruh disitu" tunjuknya pada sudut meja kerjanya.

Stella menyimpan sesuai arahan. Lalu membungkuk dan melangkah berbalik.

"Tunggu" sergahnya.

"Ya, tuan. Ada lagi yang kau butuhkan?"

"Kamu cicipi" titahnya sambil terus membuka lembaran kertas yang tak kunjung habis.

"Apa? tapi-"

"Apa kamu yakin tak menaruh racun atau mantra?"

'Bagaimana dia tau?' batinnya.

"Tapi saya tak suka kopi, tuan" sanggahnya beralasan.

"Lalu maksudmu aku harus pasrah kau racuni? apa kamu gak takut aku datangi tiap malam untuk mencekikmu?"

'Presdir sialan' umpatnya dalam hati. Dia lantas mengambil cangkir itu dan menyeruputnya sedikit.

David menatapnya, menunggu reaksinya.

"Panas" refleknya kala merasakan air hitam itu menyentuh bibir atasnya.

"Tidak ada masalah, tuan. Saya masih berdiri tegak" ucapnya sambil menaruh kembali cangkir pada tatakannya.

"Lalu maksudmu, aku harus meminum bekas mu?"

"Ha?.."

"Buatkan lagi yang baru. Dan pastikan air liurmu tak kau masukan dalam kopi ku"

"....."

"Dan jangan memantrainya. Aku tak akan jinak pada siapapun"

Yakin gak akan jinak pak?

YOOOK MVOTE YOK😆

❤️❤️❤️

Malaikat Pencabut Nyawa

7 Tahun yang lalu

POV STELLA

Namaku Stella Aubrey. Usiaku sama seperti murid lain yang saat ini masuk ke sekolah favorit unggulan. Bedanya adalah status sosialku yang berasal dari kalangan miskin. Bukan menengah kebawah lagi. Tapi yang paling bawah.

Ayahku yang hanya seorang buruh bangunan hanya bisa memberikan tempat berteduh beratapkan kardus di kolong jembatan. Tapi aku tetap bersyukur setidaknya kami masih punya tempat berteduh dari sengatan matahari dan dinginnya angin malam. Kami tak perlu khawatir atap kardus kami hancur terkena hujan karena kami berada tepat dibawah jembatan jalan.

Ibuku yang sangat cantik dalam fotonya meninggalkan kami saat usiaku masih menginjak 5 tahun. Tak ada yang bisa ayah sembunyikan dariku karena pertengkaran mereka tepat berada didepan mataku.

Yang kini ku tahu jika ibuku pergi karena ayah miskin.

Aku gak tau kenapa ibuku memberikan nama sebagus itu. Menurutku.

Tapi lain halnya dengan teman teman sekelasku yang kemudian menyebar ke satu sekolah, yang katanya namaku tak sebanding dengan diriku yang menjadi kotoran pada mata mereka.

Aku tak peduli.

Yang kupedulikan adalah membuat ayahku bangga karena aku berhasil masuk ke sekolah favorit unggulan karena prestasi nilai nilaiku yang nyaris sempurna.

Di kelas sepuluh (X) ini aku tak punya teman. Tak ada yang mau mengajakku berkenalan, dan tak ada yang mau menjadi teman sebangku ku.

Kata mereka aku bau. Padahal seragamku yang hanya kupunya 1 stel ini selalu ku cuci sepulang sekolah agar tak bau, dan aku menyisihkan uang jajanku untuk membeli pelicin pakaian yang harganya 500 perak 1 sachetnya agar wangi.

Meski tak punya setrika, aku berusaha agar seragam itu tak tampak kusut.

Tetap saja hasilnya berbeda dengan mereka yang mempunyai alat pelicin pakaian yang membutuhkan listrik untuk memanaskannya.

Aku tak pernah mengeluh. Agar ayah tak sedih. Meski selalu kudengar isakan darinya sambil mengusap kepalaku lembut saat aku pura pura tidur.

Betapa malangnya ayahku. Apakah aku menjadi beban untuknya.

"Perhatian anak anak... anak anak tolong jangan dulu bubar.."

Senin pagi setelah upacara bendera selesai, salah seorang guru mengambil alih mic dan memberikan pengumuman.

"Tahun ini sekolah kita seperti biasa mengikut sertakan murid murid berprestasi kedalam lomba sains yang diselenggarakan kementrian pendidikan nasional antar sekolah se Indonesia.

Dan tahun ini, dengan bangga kami selaku para pendidik mengumumkan bahwa sekolah kita yang menjadi juara umumnya"

Suara riuh dan tepuk tangan menyelimuti lapangan upacara.

"Dan inilah pahlawan kita. Mari kita sambut...

STELLA AUBREY dari kelas X IPA 1, silahkan maju ke depan Stella"

Euphoria itu mendadak hening saat namaku disebut.

Dengan gugup aku melangkahkan kaki kecilku sambil menundukkan wajahku. Aku yang selalu berbaris paling belakang butuh waktu cukup lama agar segera sampai di podium.

Saat aku berhasil melewati barisan teman teman sekelasku, suara riuh kembali terdengar. Namun itu adalah suara riuhnya para murid yang menyoraki ku, bukan mengapresiasi.

"Harap tenang anak anak. Mohon hargai perjuangannya mengharumkan nama sekolah kita" ucap tegas guru yang sedari tadi memegang mic.

"Huuuuu.... bauuuu...."

Suara riuh yang menyorakiku itu serempak berkumandang. Untungnya aku yang sudah ditempa dalam pahitnya hidup tak memperdulikan hinaan mereka.

Kenyataan bahwa otak mereka yang ekonominya jauh diatasku itu ternyata tak sebesar cacian dan kebencian mereka padaku.

Itulah salah satu yang menjadi motivasiku untuk menjadi yang terbaik.

Saat ini mungkin mereka berada diatasku, tapi besok lusa, dengan kemampuan otakku, mungkin mereka akan berada dibawah kakiku.

Aku selalu memotivasi diriku sendiri.

Bapak kepala sekolah memberikan piala yang cukup besar, aku sempat kewalahan menerimanya. Meski itu hanya simbolis untuk dokumentasi prestasi sekolah yang kemudian piala itu disimpan pihak sekolah. Sedangkan aku hanya membawa sertifikat untuk menambah daftar portofolio ku kelak.

Waktu istirahat tiba

"Heh cewek udik, belagu lo. Baru ikutan begituan aja udah bangga. Udah ngerasa jadi orang hebat lo. Denger ya, elo itu jangan banyak tingkah ya. Kita semua disekolah ini gak ada yang suka sama lo. Sampe kapanpun lo gak ada apa apanya. Sekali udik, selamanya udik" cewek yang paling ditakuti di sekolah ini menghardikku dengan membawaku ke suatu sudut di sekolah ini, dibantu teman temannya dengan mudah dia menindas para siswi yang tak sejalan dengannya.

Bahunya dengan keras menyenggol bahuku setelah puas mencaciku. Membuat tubuh lemah ini terdorong kebelakang.

"Ehm.. kesian kamu sampe keringetan gini. Pasti haus ya, nih minum" salah satu anteknya dengan senyum manis menyodorkan minuman dingin berwarna merah dalam botol. Tanganku gemetar ragu ragu menerimanya.

"Ayolah, aku hanya kasihan padamu" pintanya lagi dengan ramah.

Aku pun akhirnya mengangkat tanganku untuk menerimanya. Tapi tanganku melayang diudara kala perempuan itu menariknya kembali.

"Aku suapin aja ya"

Dia lantas membuka tutupnya dan langsung menyiramkannya pada wajahku.

Aku tersentak, lalu kulihat kearah seragamku.

Menangis. Aku menangis melihat seragam putihku yang kini berubah warna menjadi pink tua. Aku lansung berlari ke kamar mandi meninggalkan mereka dan tawa mereka.

Ku coba membersihkannya dengan tisu namun tetap tak mengurangi kadar warna.

Air mata ini tak hentinya mengalir.

Setelah aku menghabiskan waktu istirahatku di kamar mandi untuk menangisi seragamku satu satunya.

Biasanya aku mengisi waktu istirahatku di perpustakaan, kini aku harus absen.

Pasrah dengan kondisi seragamku, akupun menyeret kaki ini keluar kamar mandi. Entah bagaimana caraku membeli yang baru. Yang paling ku takutkan adalah ayahku yang akan sangat khawatir. Dia pasti mencari pekerjaan tambahan untuk bisa membeli seragam baru. Dan aku tak mau ayah seperti itu. Aku ingin ayah bahagia. Aku ingin membahagiakan ayahku.

"Awaaas..."

bugg

Sesuatu menghantam wajahku saat aku melangkah gontai kearah kelasku.

Kaca mata, aku meraba raba mencari kaca mataku. Dan saat kudapatkannya dan kembali kukenakan, kacamata itu juga patah. Satu lagi musibah yang bisa membuatku menjadi anak durhaka karena terlalu banyak membebani ayah.

Terasa cairan hangat mengalir dari hidungku, lalu pandanganku seketika memburam.

"Stella.. Stella.. bangun Stella.. buu.. ibuu..."

Hanya itu yang kudengar saat aku tiba tiba kehilangan kesadaranku. Samar samar kulihat wajah tampan meski buram, apakah itu malaikat pencabut nyawa ku? kenapa tampan sekali?

"Enghh.. apa aku sudah sampai?"

"Kamu sudah sadar, Stella?" tanya bu Fany, guru BK yang sangat perhatian padaku.

"ini.. ini dimana?" tanyaku yang lantas meraba meja sebelahku. Kuraih kaca mataku dan kupakai.

"Uks?"

"Iya kamu di UKS, nak. Kamu gak sengaja kena bola basket. Gimana, masih pusing?" tanya bu Fany sambil menyodorkan teh manis hangat padaku.

"Sedikit. Terima kasih bu"

Kupijat sedikit kepalaku lalu aku cukup terkejut.

"Seragamku, kaca mataku.."

Kenapa mereka kembali ke semula?

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!