ARSHAKA menginjak pedal gas lebih kencang dari sebelumnya, ia sangat marah saat ini. Ponselnya sudah berdering entah ratusan kali namun pria yang masih mengenakan jas hitam itu enggan untuk menjawabnya. Namun akhirnya, kali ini ia memutuskan untuk mengangkatkan demi sedikit saja mendengar alasan bahwa apa yang dilihatnya barusan tidak benar.
"Arsha!" Teriak perempuan di ujung telpon sana dengan nada khawatir.
Arshaka diam masih sibuk dengan stir mobilnya yang melaju semakin cepat.
"Arshaka, kamu kemana?! Gimana pernikahan kita?" Tanya perempuan itu mulai menangis.
"Pernikahan?" Ucap Arshaka tersenyum getir membuka kata pertamanya.
"Pulang sekarang akan kujelaskan, please! Kamu tau kan kita udah siapin pernikahan kita jauh-jauh hari? Orang tua kita juga khawatir kamu kaya gini, Ka!"
"Dengar, Sabila! Aku lelah, sudah berapa kali kamu melakukan ini? Mungkin aku masih bisa memaafkan dulu, tapi bahkan di hari pernikahan?" Arshaka menghela napas panjang, "alasan apa lagi yang ingin kamu buat? Aku bahkan harus melihat calon istriku melakukan hal senonoh dengan pria lain?! Kamu pikir hal seperti itu bisa dimaafkan?"
"Maafkan aku Arshaka, tolong pulanglah..."
"Cukup, Sa!" Arshaka mengatakan kalimat tersebut bebarengan saat Sabila juga memanggil-manggil namanya, lalu ia menutup ponselnya dan melemparnya ke kursi belakang.
Emosi sudah menguasainya, Arshaka melonggarkan kerah dasinya sebelum ia benar-benar menambah kecepatan mobil. Ia hanya ingin pergi ke tempat yang jauh, namun juga tempat yang sudah ia rindukan selama ini. Arshaka akan mengunjungi Ibu kandungnya yang sudah diasingkan ke suatu desa terpencil, bahkan mungkin Ayahnya sendiri sudah lupa dimana tempat istri pertamanya itu tinggal.
...\~oOo\~...
Disisi lain, seorang gadis cantik sedang melihat dirinya di depan cermin mengenakan gaun pengantin putih yang sangat indah, namun ia tidak tersenyum sama sekali di hari pernikahannya. Ia bernama Syera Ayudisa namun lebih kerap dipanggil Ayu di desanya.
Lalu seorang perempuan lagi datang menghampirinya dengan senyuman, "kamu cantik Ayu..." dia mengelus rambut Ayu dengan lembut.
"Mbak, bukan ini yang aku inginkan," ucap Ayu kini matanya membendung banyak air mata.
"Iya, mbak tau kok," jawab perempuan yang dipanggil Mbak Maya tersebut, ia adalah kakak kandung dari Ayu, seorang anak pertama.
"Aku nggak bisa..." kata Ayu pada akhirnya, Maya terkejut mendengar kalimat itu, "mbak, bisa tolong katakan pada Ibu jika aku tidak bisa melanjutkan pernikahan ini? Kumohon mbak..."
"Ayu! Kamu jangan ngomong aneh-aneh dong, ini tinggal 1 jam lagi mas Bima udah siap!" Mbak Maya mulai naik pitam, watak aslinya memang seperti ini.
"Tapi aku nggak cinta sama mas Bima..."
"Cinta bisa belakangan, kamu tau sendiri kan kondisi keluarga kita kaya gimana? Kalau nggak ada mas Bisa bisa-bisa kita jadi gembel! Kamu mau jadi gembel?!" Maya menaikkan suaranya.
"Aku ngelakuin ini demi Ibu yang minta, mba. Tapi kenapa harus aku? Kenapa harus mas Bima? Aku bisa kerja apapun kalau Ibu mau..." Ayu kini tanpa sadar sudah meneteskan air matanya.
Sebelum Maya menjawab kalimat Ayu, tiba-tiba Ibu datang menggebrak pintu dengan keras. Ia tampak terkejut mendengar perkataan Ayu barusan, "Ayu kamu bilang apa barusan?"
"Ibu..." Maya gelisah saat Ibunya datang.
"Diam dulu Maya, Ibu mau mendengarkan penjelasan Ayu..."
"Apa maksud Ibu?" Tanya Ayu masih tidak mengerti.
"Kenapa kamu melakukan ini demi Ibu? Maya bilang kamu mencintai Bima dan akan menggantikan perjodohan ini..."
"Menggantikan perjodohan?" Tanya Ayu melihat Maya sekilas.
Maya menghela napas kemudian memutuskan untuk menjelaskan, "baik, aku salah Ayu, oke! Sebenarnya ini adalah perjodohan antara aku dan mas Bima, Ibu menjodohkanku dengannya karena alasan ekonomi dan memang aku bilang setuju karna aku memang menyukai dia awalnya. Tapi Ibu, aku sekarang punya pacar, bukan mas Bima..."
"Lalu apa maksudmu berkata bahwa Ayu bersedia menggantikanmu?" Tanya Ibu sangat kesal.
"Aku menjelaskan keadaan keluarga kita pada Ayu, Bu, dan aku yakin dia mengerti."
"Tapi, mbak, kamu tidak pernah berkata tentang perjodohanmu, kamu bilang ini permintaan Ibu..."
"Apa yang ada di kepala kamu, Maya! Padahal Ayu tidak harus berkorban seperti ini. Entah itu Ayu atau Kamu, jika ingin menolak pernikahan ini tidak masalah, Ibu tetap akan mencarikan calon lain hingga kalian sendiri yang memutuskan!"
"Tapi kita butuh uang Bu saat ini, bagaimana dengan pengobatan Ayah? Salah satu dari kita harus berkorban!"
"Lalu mbak Maya menjadikanku korban?!" Ayu kini menumpahkan air matanya, tidak percaya dengan kelakuan Maya. Ia memang tahu Maya sangat meterialistis namun ia juga tidak menyangka jika kakaknya bisa berbuat demikian demi memenuhi egonya.
"Kamu belum punya tanggung jawab, Ayu! Lagipula mbak sekarang punya pacar!"
Ayu tidak tahan lagi, ia kemudian berlari pergi meninggalkan Maya dan Ibu. Ia menangis sejadi-jadinya, maskaranya sudah luntur beberapa menit yang lalu. Gadis itu terus berlari meninggalkan tempat acara, ia melewati pintu belakang dan lari tanpa tujuan.
Ia tinggal di kota kecil, di sebuah desa yang masih dipenuhi dengan hutan rimbun. Ayu melarikan diri kesana, ia masih mengenakan gaun pengantinnya, namun dandanannya sudah tidak karuan.
...\~oOo\~...
Di jalanan lain tampak mobil melaju dengan kencang dengan kecepatan penuh, sudah lama Arshaka tidak merasakan adrenalin seperti ini. Namun sesaat konsentrasinya teralihkan saat ponselnya kembali berdering di kursi belakang. Bersamaan dengan itu, di kejauhan terlihat mobil truk seketika berhenti, entah kehabisan bensin atau ada mesin yang rusak, namun itu benar-benar mengejutkan Arshaka.
Ia menginjak pedal rem tiba-tiba dan beberapa detik terasa blong hingga ia harus membanting stir dan melewati pembatas jalan. Tidak tahu apa yang sedang dipikirkannya, namun mobilnya semakin melaju tidak karuan hingga terguling jatuh.
Kemungkinan kejadian tersebut tidak ada saksi mata, karna jalanan terlalu sepi kecuali mobil truk dihadapannya tadi. Arshaka dan mobilnya jatuh ke dalam hutan di dekat jurang. Ia mengerang kesakitan saat berusaha untuk membuka pintu mobil yang terhimpit. Kepalanya sangat sakit, saat ia melihat telapak tangannya, sudah ada darah berceceran disana.
Ia berhasil keluar, jalan terhuyung hendak mencari bantuan namun kakinya tak bisa bergerak lagi, Arshaka jatuh kesakitan.
Di ujung sana, nampak seorang perempuan dengan gaun putih pengantin lari ke dalam hutan, mengampiri Arshaka. Apa dia Salina? Atau malaikat? Tanya Arshaka dalam hati? Matanya sudah buram, ia tak bisa melihat apapun dengan jelas, kepalanya sakit, kakinya serasa remuk, tangannya lemas.
"Astaga!" Pekik gadis itu panik melihat Arshaka terbujur lemas di hadapannya, "aku akan mencari bantuan, sabar ya!" Ucapnya lagi namun sebelum itu ia terduduk dan menyobek ujung kain gaunnya lalu membalutnya di sekitar kepala sang pria itu demi menghentikan pendarahan. "Tunggu disini..."
Arshaka sudah tidak tahu apa lagi yang terjadi di dirinya, dia kenapa dan kenapa gadis cantik di depannya berlumuran darah.
"Sayang, kenapa kamu berselingkuh?" Lirik Arshaka kemudian ia terpejam tidak sadarkan diri.
AYU melirik Maya yang sedang dimarahi oleh Ibu. Beberapa tetangga membantu untuk membereskan rumah yang sudah di dekorasi sedemikian rupa demi pernikahan yang batal kemarin.
Ia berjalan ke kamar melihat seorang pria yang sudah berganti pakaian sedang terbujur tidak sadarkan diri disana. Ayu membawa air di dalam baskom kecil serta handuk basah untuk membersihkan tubuh pria itu.
"Gimana Ayu keadaannya? Belum sadar juga ya?" Seorang pria yang sering dipanggil mas Dhany itu datang membawa peralatan medisnya. Ia adalah satu-satunya perawat yang ada di desa ini, mas Dhany banyak membantu perkara pria ini, ia juga yang membersihkan dan menggantikan pakaiannya kemarin.
"Belum mas, padahal ini udah sore." Jawab Ayu mulai cemas, ia sudah selesai membasuh badan pria itu sehingga sekarang jauh terlihat lebih segar.
Mas Dhany mendekat dan kembali memeriksanya.
"Aku tinggal dulu ya Mas, banyak yang harus diberesin diluar..."
Mas Dhany hanya mengangguk, sebenarnya ia ingin menanyakan tentang pernikahannya kemarin yang tiba-tiba batal, namun ia urungkan karna ia tidak ingin membuat Ayu merasa tidak nyaman.
Ayu berjalan keluar meletakkan baskom kecilnya dan membereskan beberapa piring yang tersisa banyak karna pesta pernikahan kemarin. Karna pernikahannya dibatalkan banyak sekali makanan yang tersisa, jadi beberapa diantaranya keluarga Ayu membagikannya secara cuma-cuma kepada seluruh tetangga.
Saat hendak meninggalkan dapur, ia menghentikan langkah kakinya saat mendengar seseorang menyebut namanya dengan bisik-bisik.
"Tau sendiri Jeng, si Ayu kan cantik gitu, siapa sih yang nggak mau?"
"Heran aja kok bisa-bisanya dia kabur di acara pernikahannya sendiri, pulang-pulang bawa cowok lain. Aduuuh..." ucap salah satu Ibu-ibu itu menggelengkan kepala tidak percaya.
"Tapi kata si Andini tuh, Ibunya Ayu, cowok itu emang ditemuin kecelakaan di hutan, Jeng!"
"Ngapain berdua di hutan gitu, kalo nggak selingkuhan atau mantannya..." timpal Ibu itu lagi tidak ingin percaya.
"Ayu nggak pernah pacaran, Jeng! Kemarin itu—" Ayu berdehem sebelum Ibu itu sempat menyelesaikan kalimatnya, mereka tersigap kaget melihat kedatangan gadis yang baru saja mereka bicarakan.
"Saya mau ambil minum, permisi ya, Bu!" Ayu berjalan mengambil gelas air dan meminumnya dengan cepat, ia hendak pergi namun sebelum itu, ia ingin mengatakan sesuatu. "Oiya, saya cuman mau kasih tau kalau kaya gitu caranya rumor dan fitnah gampang tersebar. Karna nggak pernah tanya sama narasumbernya dan langsung membuat opini sendiri yang belum tentu kebenarannya..." Ayu segera pergi.
"Dia ngomong apa sih, Jeng?"
...\~oOo\~...
"Ayu, sini! Mbak mau ngomong!" Maya menyeret tangan Ayu membawanya ke kamarnya yang sepi.
Ayu seketika itu menghempaskan genggaman tangan Maya, ia masih kesal saja karna kejadian kemarin.
"Gara-gara kamu mbak jadi dimarahin sama Ibu!" Maya menunjuk-nunjuk ke arah Ayu dengan kesal.
"Mbak nggak akan dimarahin Ibu kalau nggak bertindak sejauh ini..."
"Ngerti apa kamu sama masalah orang dewasa?! Nurut aja susah sih?"
Ayu enggan bertengkar dengan Maya, melihat wajahnya saja untuk saat ini membuat Ayu sangat muak. Ia harus menjadi gadis baik dan penurut selama ini, namun jika kebaikan hatinya selalu dimanfaatkan seperti ini lalu apa gunanya?
Seseorang mengetuk pintu kamar Maya, ia segera membukanya dengan terpaksa padahal Ayu pun tahu sebenarnya ia masih ingin mengomeli adiknya.
Ada mas Dhany berdiri disana, dia melihat Ayu sekilas namun kembali melihat Maya.
"Maya, pria yang pingsan kemarin bisa tolong dijaga dulu? Aku mau pulang dan ke kota sebentar buat cari obat..."
"Aduh! Merepotkan aja sih!" Gerutu Maya, "kamu juga aneh-aneh! Ngapain sih nambah masalah sama bawa anak orang kesini?!"
"Biar aku aja mas yang jaga..." ucap Ayu tidak ingin berdebat, ia lalu melewati Maya dan segera pergi. Tentu saja, mana mau Maya repot-repot meluangkan waktunya untuk orang lain jika itu tidak ada manfaat untuk dirinya sendiri.
Ibu sendiri tidak masalah jika harus menampung keberadaan pria tersebut, ia juga lebih manusiawi dibanding dengan Maya.
Ayu duduk di samping pria yang masih terbaring itu, dia melihat sekotak kubus kecil yang ada di atas meja. Mas Dhany bilang, ia menemukan ini di kantong si pria saat menggantikan pakaiannya.
Ayu yang penasaran sedikit memberanikan diri untuk membukanya, perlahan ia melihat dua pasang cincin cantik yang masih utuh disana. Salah satu bertuliskan "SABILA" dan cincin lainnya bertuliskan "ARS..." dibalik punggung cincin tersebut. Ayu mengerutkan kening karna beberapa huruf lainnya seperti tergores, seperti pria ini memang sengaja untuk menghapus namanya.
Seketika itu pula Ayu memandangi pria di hadapannya, "Ars? Apa itu namamu?" Dia kembali memandangi cincin dan pria yang di panggilnya "Ars", menatapnya penuh rasa iba, ia ingat saat itu Arshaka masih mengenakan jas pernikahannya disaat ia ditemukan tak berdaya. "Apa yang terjadi di pernikahanmu?" Tanpa sadar Ayu menanyakan hal aneh tersebut.
Beberapa menit berlalu, Arshaka merintih seperti meminta perhatian Ayu. "Hei, apa kamu sudah sadar?"
Ia masih merintih kesulitan untuk bicara, badannya juga masih terasa sakit.
"Tunggu sebentar!" Ayu buru-buru menelpon mas Dhany, berharap ia masih di rumah dan belum pergi ke kota. Ia mondar-mandir gelisah saat kemudian Ibu datang penasaran dengan apa yang terjadi.
"Ada apa?" Tanya Ibu khawatir.
"Orang itu, sepertinya sudah sadar. Aku menelpon mas Dhany tapi belum juga diangkat!" Ayu masih berusaha menelpon yang hanya tersambung dengan nada dering saja, ia tanpa sadar menggigiti kuku jarinya.
"Kamu jaga orang itu, Ibu sekarang ke rumah Dhany. Kamu tunggu disini!" Saran Ibu kemudian segera meraih jaketnya dan pergi.
Ayu hanya mengangguk dan berlari ke kamar lagi. Melihat keadaan Arshaka yang masih merintih kesakitan. Ia berusaha menenangkan sebisa mungkin dan kemudian Arshaka membuka matanya perlahan.
Hal pertama yang ia lihat adalah mata Ayu yang sangat indah, rambut hitam panjang yang menawan dan senyum kecilnya yang cantik, ia tak mengerti kenapa wanita di hadapannya ini tampak ketakutan namun juga berusaha ingin terlihat ramah. Siapa dia?
"Kamu tidak apa-apa?" Suara Ayu terdengar lebih lembut dari dugaan Arshaka sebelumnya.
"K-kam.. ka..mu..." ia berusaha mengatakan sesuatu walaupun itu sulit. Bibirnya masih kaku untuk bergerak.
"Jangan dipaksa, sebentar lagi akan ada perawat yang datang jadi tenang saja, oke!"
Namun Arshaka tak ingin menyerah, ia masih penasaran, "ka...mu... s-sia..pa?"
"Namaku Ayu, siapa namamu?"
"A-yu? Can..tik.." kalimatnya membuat Ayu tersenyum tanpa sadar, telinganya kini memerah, "ak..u? aku?" Pria itu berpikir keras berusaha mengingat siapa namanya. "Aku t-tidak ta..u..."
Ayu mengerutkan kening, "apa namamu Ars?"
"Ars? Si..apa? Aku? Na..maku Ars? A-aku tidak ingat apa..pun.."
Dhany kemudian datang bersama dengan Ibu, ia buru-buru memeriksa keadaan Arshaka tanpa sempat bertanya pada Ayu.
"Mas Dhany," panggil Ayu saat Dhany tiba-tiba membuka kaos Arshaka ke atas untuk menempelkan stetoskop pada dada Arshaka, Ayu memalingkan muka, "dia bilang dia tidak ingat apapun..."
Dhany kembali menutup kaos Arshaka, kemudian menghela napas lega. "Maaf, aku terlalu panik. Apa kamu masih merasa sakit sekarang?" Tanyanya pada Arshaka.
"Se..dikit..."
Lalu Dhany kembali memperhatikan Ayu yang berdiri disana, "aku sudah memberinya obat penghilang rasa sakit, apa dia menyebutkan namanya?"
Ayu menggeleng pelan, sedangkan Dhany melihat Arshaka sekilas.
"Kita bisa tunggu sampai 24 jam, jika masih belum membuahkan hasil kita harus membawanya ke rumah sakit di kota..."
JARUM jam sudah menunjukkan pukul 9 pagi, ini bukan lagi 24 jam tapi sudah lebih namun Arshaka belum juga mengingat apapun. Bedanya, kini ia sudah bisa berbicara lebih lancar.
Ayu terus merawat Arshaka, terkadang Ibu dan Dhany bergantian menemani, sedangkan Maya bahkan menengok saja enggan, ia lebih ingin sibuk dengan pacar barunya atau melakukan hal tidak berguna.
"Kita berangkat jam berapa, Mas?" Tanya Ayu setelah Dhany keluar dari kamar selesai menggantikan baju.
"Sekarang?"
Lalu mereka segera berkemas hendak ke rumah sakit mengantar Arshaka.
Mereka naik mobil Dhany, Ayu duduk di kursi belakang menemani Arshaka sedangkan Dhany menyetir sendirian di depan. Sepanjang perjalanan, Arshaka hanya melihat Ayu.
"Ada apa?" Tanya Ayu penasaran.
Arshaka tersenyum kecil, "tidak tau, aku melupakan apapun tapi hanya mengingatmu..."
Pipi Ayu kini memerah, Dhany sedikit mengintip dari balik spion.
"Aku ingat terakhir kali saat kamu mengenakan gaun warna putih dan membalut lukaku dangan kain yang kamu robek, lalu, aku melihat tanganmu penuh darah, aku seperti mengucap sesuatu tapi tidak ingat itu apa," jelas Arshaka kemudian.
"Tidak apa-apa, kamu bisa mengingatnya perlahan nanti..." ucap Ayu menenangkan disambut dengan senyuman dari Arshaka maupun Dhany yang ikut melihatnya.
...\~oOo\~...
"Dokter bilang dia sepertinya mengalami hilang ingatan sementara, bukan masalah, itu biasa kok terjadi, nanti seiring waktu ingatannya akan pulih," ucap Dhany kepada Ayu, mereka duduk di kursi depan resepsionis masih menunggu Dhany untuk keluar dari ruangan.
"Apa beneran nggak apa-apa, Mas?" Tanya Ayu lagi ragu-ragu.
Dhany mengangguk yakin, "sementara itu, Dokter bilang dia bisa dirawat di rumah saja. Gimana menurutmu?"
Ayu menatap kakinya yang sedang digoyang-goyangkan, memikirkan sebentar. Bukan masalah besar juga sebenarnya selama Arshaka ada di rumahnya, waktunya bisa ia habiskan untuk merawatnya sementara menghindari omelan Maya. "Sampai kapan, Mas?"
Dhany menghela napas, "kita bisa merawatnya sementara membuat laporan kehilangan di kepolisian, kamu juga belum melaporkannya kan kemarin?"
Ayu mengangguk.
"Semoga polisi bisa segera mendapatkan identitas pria itu agar bisa diambil oleh keluarganya, tapi kalau dia ingat sebelum itu ya syukur..." ucap Dhany tertawa ringan mencoba mencairkan suasana.
...\~oOo\~...
"Bagaimana?" Tanya Ibu sesampai mereka di rumah. Dhany segera menjelaskan apa yang terjadi.
Mereka juga sudah mampir ke kantor polisi, Ayu sudah menunjukkan lokasi dimana pertama kali ia menemukan Arshaka dan kepolisian akan segera menyisir area tersebut serta membuat berita kehilangan.
Mereka bilang mungkin akan memakan waktu agak lama, bisa seminggu, 2 minggu atau lebih. Ditambah lagi bahwa Arshaka sendiri tidak bisa memberikan informasi pribadinya karena hilangnya ingatan.
"Kalian makan dulu kalau gitu, kamu juga Dhany!" Perintah Ibu menyeret tangan Dhany ikut masuk.
"Tidak usah, Bi. Tadi udah makan sama Ayu juga..." tolak Dhany dengan sopan.
"Kita tadi makan buat sarapan pagi, Bu. Ikut makan aja, Mas!" Ucap Ayu juga ikut mengajak.
Pada akhirnya Dhany menurut juga, mereka semua sudah ada di meja makan, termasuk Maya. Sesekali Ayu mendapati Dhany sedang mencuri-curi pandang ke arah kakaknya, namun Maya tidak mau peduli. Baginya, Dhany adalah pria biasa, hanya seorang perawat dari desa. Meskipun mengetahui fakta bahwa Dhany pernah suka terhadapnya bahkan mungkin sampai sekarang, Maya tetap tidak mau melihatnya sebagai seorang pria yang pantas dicintai.
"Kamu jadi pergi hari ini?" Tanya Ibu pada Maya saat menyuap sup yang hangat.
Maya hanya mengangguk.
"Mbak Maya mau kemana?" Tanya Ayu ikut penasaran.
"Mau ke desa sebelah, ada rapat disana."
"Wah... Maya sibuk ya..." ucap Dhany basa-basi, tentu saja ia hanya ingin diperhatikan oleh wanita yang ia suka. Kadang Ayu sendiri heran kenapa Dhany bisa suka dengan kakaknya yang keras itu. Sudah menjadi rahasia umum jika Dhany menyukai Maya.
"Sampai malem? Mba Maya nggak bohong demi jalan sama pacar barunya mbak kan?" Ledek Ayu karna masih kesal dengan kebohongan Maya sebelumnya.
"Husshh! Jaga omongannya, Ayu!" Peringat Ibu, ia kemudian mengambil ayam dengan capitnya dan memberikan potongan itu pada Arshaka yang terdiam ikut makan disana, ia hanya memperhatikan keluarga kecil ini. Masih mencoba mencerna apa yang terjadi disini. "Habis makan coba kamu ajak jalan-jalan Ars ya, Ayu, mumpung masih sore." Kini Ibu ikut memanggilnya "Ars" sesuai seperti yang disarankan oleh Ayu.
Maya tiba-tiba tertawa mengejek, "bahkan kalian sekarang memberinya nama?"
"Maya!" Peringat Ibu kini lebih keras, "tidak sopan!"
"Jangan dipikirkan ya, dia emang agak sinting..." ucap Ayu berbisik membuat Arshaka tertawa geli sendiri.
Seusai makan dan membersihkan meja, Arshaka sudah tidak sabar menunggu Ayu untuk pergi berjalan-jalan dengannya mengelilingi desa.
Ayu mengenakan dress warna biru yang cantik, sedangkan Arshaka mengenakan kaos putih pemberian Dhany. Mereka jalan bersama, Ayu sesekali berhenti dan memberikan informasi tentang sesuatu seperti tour guide kepada Arshaka mengenai desanya. Jika dilihat lagi, Arshaka sangatlah tinggi, bahkan jika berdiri tegak pun Ayu masih berada dibawah bahunya pria itu.
Ia tahu betul saat jalan bersama Arshaka, saat itu pula banyak mata yang memandanginya. Beberapa ikut senang namun beberapa juga bersiap untuk membuat gosip baru.
Ayu memberitahu dimana rumah Dhany, bagaimana cara mereka jika ingin pergi ke kota, atau sekedar nama kucing yang selalu ia temui.
"Donat?" Tanya Arshaka merasa lucu.
Ayu mengangguk antusias, "iya, namanya Donat." Lalu mereka saling mengelus kucing gembul berwarna cokelat yang sedang tiduran di bawah pohon.
"Namanya lucu..."
"Dia seperti kucing milik bersama, semua orang panggil dia Donat, dia juga nggak pernah kelaparan karna semua orang sayang sama dia."
"Aku jadi iri," ucap Arshaka lalu keduanya tertawa bersama.
"Sebenarnya aku penasaran dengan ceritamu, karena sepertinya saat kita bertemu kita juga sedang mengalami hal yang mirip."
"Benarkah?" Tanya Arshaka ikut penasaran.
Ayu mengangguk lagi, mereka masih jongkok sembari mengelus kucing pemalas itu.
"Aku tidak ingat apa yang terjadi di hidupku sebelumnya, tapi, disini rasanya aku seperti sedang dirumah."
Ayu mengerdipkan mata, kini keduanya saling bertatapan. Baru kali ini ia benar-benar memperhatikan wajah tampan Arshaka, ia juga baru sadar jika pria di hadapannya ini memiliki bulu mata serta alis tebal yang menawan, dagunya tegas, rambutnya juga tebal namun sering sekali berantahkan sehingga Ayu rasanya ingin sekali membenarkan.
Bukan hanya Ayu, namun Arshaka juga memerhatikan kecantikan Ayu, dia sangat manis apalagi jika tersenyum, baru-baru ini Arshaka mengetahui bahwa Ayu berusia 20 tahun, entah usia dirinya berapa namun sepertinya mereka tidak beda jauh.
"Ayu..." panggil Arshaka kemudian menyita perhatian Ayu, "meskipun aku hilang ingatan tapi aku bersyukur bisa bertemu denganmu. Jika aku tidak kecelakaan, aku tetap ingin bisa bertemu denganmu bagaimanapun itu..."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!