NovelToon NovelToon

Indera Keenam Sang Penyidik

Chapter 1

"Serrrrrrrrrr"

Air keran shower dinyalakan, udara pagi yang dingin menambah sensasi kesejukan air di pagi hari. Seorang pria paruh baya hendak membersihkan diri dipagi hari sebelum memulai aktivitasnya. Ia mengambil botol plastik berwarna putih dengan gambar berwarna merah, lalu ia tekan tuas di atas untuk mengeluarkan cairan kental dan berbusa pada telapak tangannya. Lalu ia balurkan cairan itu ke rambut kepalanya. Layaknya seorang pria muda, ia melakukannya sambil berdendang lagu lawas. Sama sekali tidak ada pertanda bahwa hal buruk akan terjadi, hingga tiba-tiba.

"Gubrakkkkk"

"Srrrrrrrkkkkk"

Pria paruh baya itu terjatuh kelantai dalam keadaan leher tercekik oleh kain handuknya sendiri. Ia tewas dalam keadaan tanpa busana dengan mulut terbuka dan lidah menjulur keluar.

Dua jam kemudian, keluarganya baru pulang sehabis menginap dirumah saudara yang baru saja mengadakan acara pernikahan putri mereka. Saat seorang wanita paruh baya memanggil sebuah nama namun tidak mendapatkan sahutan, ia pun menjelajahi seluruh bagian rumah tersebut tanpa ada yang terlewatkan. Hingga akhirnya ia terkejut saat ia membuka pintu kamar mandi dan ia lihat kalau orang yang ia cari sudah meregang nyawa dalam keadaan tanpa busana dan lehernya terbelit oleh handuk.

"Aaaaaaarrrrrrrrgggggg!"

Wanita paruh baya itu berteriak, sontak seluruh keluarga menghampirinya dan menatap kedalam kamar mandi. Mereka semua terkejut saat melihat mayat seseorang yang sangat mereka kenal terkapar di dalam kamar mandi. Segera salah satu dari mereka buru-buru menelpon pihak berwajib.

# # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # #

Disuatu lingkungan yang sudah lumayan padat penduduk di daerah Jakarta Timur. Seorang pria yang memiliki watak tengil, angkuh, arogan dan konyol sedang asyik memainkan sebuah konsol game favoritnya yaitu Playstation 4. Terlihat ia sedang memainkan sebuah game bergenre kolosal.

"Prok.. prok.. prok"

Suara langkah kaki masuk dari pintu depan. Pria paruh baya dengan sedikit rambut berwarna putih di kepalanya menegur si pria yang sedang bermain game.

"Bukankah kau sudah tujuh kali memainkan game itu sampai tamat, lantas kenapa kau memainkannya lagi, Tirta?" tanya pria paruh baya itu.

"Ini adalah game terfavoritku, Ayah! Aku tidak akan berhenti sebelum aku mendapatkan predikat perfect legends dan kemudian akan aku upload ke medsosku!" jawab pria yang ternyata bernama Tirta.

Rupanya pria paruh baya itu adalah Ayahnya. Melihat anaknya masih asik bermain game, ia pun mendekati dan menepuk pundak anaknya.

"Kau jangan terlalu lama bermain game sampai lupa makan, ingat jangan sampai asam lambungmu kumat lagi!" pekik Ayah.

Memang kurang lebih sekitar 1 tahun yang lalu, Tirta pernah harus dirawat di rumah sakit lantaran sakit asam lambungnya kumat. Ia memang sering lupa dengan kesehatannya sendiri. Apalagi jika ia sedang mendapatkan order pekerjaan dari aparat penegak hukum.

Tirta adalah pria lulusan Fakultas ternama dan mengambil jurusan Kriminologi. Ia sendiri yang berminat dengan jurusan tersebut. Ia mempunyai hobi di bidang menganalisa kasus dan masalah. Sudah banyak kasus besar yang berhasil ia bongkar berkat ketangkasannya dalam menganalisa. Akan tetapi, ia selalu menolak tawaran untuk menjadi penyidik tetap di kepolisan negara. Alasannya sangat konyol, ia tidak ingin terpenjara oleh sistem.

"Tenanglah, Ayah! Aku sudah siapkan obat Antasida di lemari kamarku, aku akan langsung meminumnya sampai habis jika asam lambungku kumat. Hehe!" jawab Tirta sambil terkekeh.

Sang Ayah hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat anaknya menjawab dengan konyol.

"Yasudah kalau begitu! Ayah akan bersiap-siap merawat tanaman bonsai yang sudah kuanggap seperti anakku sendiri. Kau makanlah kalau sudah terasa lapar!" ucap Ayah lalu langsung berjalan keluar menuju pekarangan di belakang rumah.

Sementara Tirta masih fokus dengan game yang ia mainkan, hingga tiba-tiba.

"Krrriiiiiiiing"

Suara ponsel di saku celananya mengejutkan dirinya. Cepat-cepat ia mengambil ponsel itu dan ia melihat nama kontak yang memanggilnya. Rupanya nomor itu tidak ada namanya alias nomor baru.

"Click"

Tirta pun menyentuh tombol berwarna hijau di layar ponselnya, lalu ia dekatkan speaker ponselnya ke telinga sebelah kanannya.

["Halo, selamat siang, Tirta. Apakah kau sedang sibuk hari ini?"]

"Hei, kau Komandan Wira! Ya saya sedang ingin menamatkan game favorit saya saat ini, ada perlu apa anda menelepon saya, pak?"

["Kalau begitu tiga puluh menit lagi anda akan saya jemput dirumah, segeralah merapihkan pakaian, saya ada tugas untuk anda!"]

["Tuuut"]

Teleponpun dimatikan. Tirta mengernyitkan dahinya, lalu ia menaruh ponselnya di meja. Bukannya segera merapihkan pakaian yang ia kenakan, ia justru malah kembali melanjutkan permainan game yang ia mainkan.

"Komandan Wira, kau selalu saja memerintahku layaknya Diktator, kau lupa kalau aku ini bukan bawahanmu!-

"Inilah yang membuatku tidak ingin menjadi Detektif tetap di kepolisian!" menekan tombol silang di joysticknya dengan sekuat tenaga, "Aku tidak suka diatur dan diperintah seperti bawahan!" ucap Tirta sambil menyeringai.

Akhirnya Tirta berhasil menamatkan game itu dengan mendapatkan predikat Perfect legends seperti yang ia harapkan. Buru-buru ia mengambil ponselnya kembali yang ia taruh di meja. Lalu ia gunakan ponsel itu untuk memotret layar Televisi yang ia gunakan untuk bermain game tadi. Lalu ia unggah foto itu ke akun media sosialnya dengan hashtag, "Aku bukan lagi Pro Player, tapi aku adalah The Legends of Pro Player".

Setelah selesai menamatkan game, Tirta pun langsung bergegas menuju kamarnya untuk mengambil cairan obat Antasidanya. Sebelum makan, ia terlebih dahulu meminum cairan obat tersebut agar kadar asam dilambungnya tidak berlebih. Setelah itu ia pun menuju ke meja dapur untuk memulai sarapannya yang sudah kesiangan.

"Cekrekkk"

Suara pintu terbuka dan yang membuka pintu adalah Ayah. Ayah sudah selesai merawat dan memberikan pupuk pada tanaman bonsai yang menjadi lahan usahanya. Tak hanya itu, ia juga membudidayakan ikan koi. Ia menuju dapur untuk mengambil minuman dingin di lemari es.

"Krekkk" pintu lemari es dibuka.

Ayah mengambil sebotol penuh air putih, lalu meneguknya sampai tinggal sisa setengah.

"Kalau saja kamu makan dari pagi, pasti lebih nikmat lagi. Karena gulai itu lebih nikmat jika disantap saat masih hangat!" ucap Ayah mengajak Tirta berbincang, ia lalu mengambil posisi duduk di kursi meja makan di sebelah Tirta.

"Ayah, hari ini aku mendapat tawaran kerja lagi dari kepolisian!" ucap Tirta.

"Wow, itu sangat bagus! Bukankah itu memang keahlianmu? Ayah lebih suka melihat kau begadang menangani kasus daripada begadang menamatkan game yang seperti bocah kecil!" kata Ayah.

"Ayolah, Ayah. Berhentilah mengolok-olokku seperti itu, kau juga pasti pernah mengalami masa-masa muda dimana kau masih hobi bermain games!" ucap Tirta membela diri.

"Ya itu benar, tapi aku tidak pernah segila dirimu!" jawab Ayah.

Tirta tidak menjawab karena perkataan ayahnya ada benarnya juga. Ia kembali melanjutkan makan sampai habis. Ayah kembali meneguk air mineralnya dan kembali berbicara kepada Tirta.

"Tirta, masa depanmu masih sangat panjang. Pikirkanlah masa depanmu, Nak!" ucap Ayah sambil mengusap pundak Tirta.

"Meskipun aku bukan..." ucapan Ayah terhenti karena Tirta langsung menatap matanya dalam-dalam.

"Meskipun apa? Aku tidak suka kalau kau mengungkit hal itu lagi!" pekik Tirta.

"Ahh sudah lupakanlah, maafkan Ayah. Cepat habiskan makanmu, setelah ini aku ingin mengajakmu memberi makan pada ikan-ikan ternakku!" ucap Ayah sambil senyum.

Tirta pun selesai menghabiskan makannya. Lalu ia taruh peralatan makannya di wastafel sambil ia mencuci tangan meskipun tangannya tidak menyentuh makanan.

"Tok.. tok.. tok..! Permisi, Assalamu'alaikum!"

Suara pintu diketuk dan ada orang yang menyalam. Sepertinya mereka kedatangan tamu. Ayah langsung berdiri dan berjalan menuju pintu rumah untuk membuka pintu.

"Krekkk" pintupun dibuka oleh Ayah.

"Selamat siang, Pak! Perkenalkan, saya Komandan Wira, kepala bagian penyidik kapolri. Boleh saya masuk dan menemui anak anda!" ucap pria itu.

Ayah lalu mengangguk, "Ya, silahkan masuk. Anak saya baru saja selesai sarapan!" jawab Ayah.

Komandan Wira pun masuk kedalam dan duduk di kursi ruang tamu. Setelah itu, Tirta pun menemuinya dalam keadaan masih memakai kaos oblong dan celana pendek.

"Hei, bisakah anda bersikap professional, bukankah saya sudah menyuruh anda untuk merapihkan pakaian karena saya akan membawa anda ke lokasi TKP sekarang!" pekik Komandan Wira.

"Maaf Pak Komandan, aku akan terima tawaran pekerjaanmu. Akan tetapi, bukan berarti kau bisa memerintahku seperti itu! Bawa santai sajalah, jangan terlalu tegang!" ucap Tirta sambil membakar sebatang rokok menthol dihadapan komandan Wira, bahkan ia juga menyodorkan bungkus rokok miliknya kepada komandan, Ayah hanya tersenyum melihat tingkah Tirta.

Chapter 2

"Hei, bisakah anda bersikap professional, bukankah saya sudah menyuruh anda untuk merapihkan pakaian karena saya akan membawa anda ke lokasi TKP sekarang!" pekik Komandan Wira.

"Maaf Pak Komandan, aku akan terima tawaran pekerjaanmu. Akan tetapi, bukan berarti kau bisa memerintahku seperti itu! Bawa santai sajalah, jangan terlalu tegang!" ucap Tirta sambil membakar sebatang rokok menthol dihadapan komandan Wira, bahkan ia juga menyodorkan bungkus rokok miliknya kepada komandan, Ayah hanya tersenyum melihat tingkah Tirta.

"Katakan saja disini, kasus apa yang membuat tim penyidik Kepolisian Republik Indonesia kewalahan menanganinya?" tanya Tirta dengan nada mengejek.

"Aku tidak mengatakannya disini, ada ayahmu yang jelas-jelas berada di luar pemahamannya! Ditakutkan nanti akan menjadi berita yang simpang siur dan penuh asumsi!" jawab Komandan Wira.

"Terkadang kebenaran bisa ditemukan berkat adanya asumsi. Tanpa adanya asumsi, tentunya tidak akan pernah ada tim penyidik kasus, Pak Komandan yang terhormat!" Tirta duduk dihadapan Komandan sambil menyilangkan kakinya.

Akhirnya komandan Wira angkat suara, "Ketua Hakim Frans Hutapea ditemukan tewas di kamar mandinya. Beliau terkenal jujur dan anti suap. Beliau memang memiliki banyak musuh, namun!" Komandan Wira menghentikan ucapannya.

"Kenapa kau berhenti? Lanjutkanlah!" Tirta mengambil posisi sedikit condong ke depan untuk mendengar ucapan Komandan Wira lebih jelas lagi.

"Tim penyidik kepolisian sama sekali tidak menemukan tanda-tanda pembunuhan ataupun kekerasan, hanya handuk yang melilit lehernya, setelah di periksa tidak ada sidik jari orang lain di kamar mandi!-

"Oleh karena itu kami tidak sanggup menanganinya, kami meminta jasa freelance dari anda! Kami menaruh harapan kepadamu, Tirta!" celoteh Komandan Panjang.

Tirta pun terdiam sejenak, matanya nampak berkaca-kaca. Rupanya Ketua Hakim Frans adalah idola bagi Tirta. Tirta seringkali menangani kasus yang sulit dan setiap kali Tirta berhasil memecahkan kasus tersebut, Hakim Frans lah yang memberikan hukuman yang setimpal dengan apa yang dilakukan oleh si terdakwa.

"Kenapa beritanya belum muncul di media televisi, sampai aku sendiri tidak mengetahuinya?" tanya Tirta.

"Untuk sementara ini kediaman korban masih kami tutup. Kemungkinan nanti sore beritanya akan kami edarkan di media elektronik!" jawab Komandan Wira.

Mendengar cerita tersebut, Tirta pun langsung berdiri dan bergegas menuju kamar tidurnya untuk merapihkan pakaian yang ia kenakan.

"Prok.. Prok.. Prok"

Tirta menaiki tangga menuju kamarnya di lantai atas dengan berlari. Pak Arman memang terbilang cukup kaya raya, ia memiliki rumah yang berdiri di atas lahan seluas Dua ratus Meter persegi dengan sisa pekarangannya masih sekitar Empat Ratus Meter persegi ia gunakan untuk menanam dan budidaya ikan koi. Tirta sejak kecil mendapatkan kamar di lantai atas. Ia sangat senang memiliki kamar di lantai atas, karena dia merasa bisa berolahraga tiap kali keluar masuk kamarnya menuju ruang TV.

"Prok.. prok.. prokk"

Tirta turun kembali dari lantai atas, kali ini dia sudah rapih dengan pakaian professionalnya. Ia mengenakan Jaket kulit berwarna hitam yang panjangnya sampai setengah di atas lututnya, serta celana jeans hitam berbahan ketat. Ia juga mengenakan kacamata sport berbentuk kotak dengan lensa berwarna cokelat. Rambut hitamnya yang panjangnya sampai leher ia tata rapih menggunakan pomade. Tirta memang terbilang tampan, wajahnya bersih karena ia rutin mencukur kumis dan brewoknya. Hidungnya yang mancung dan bulu alis yang tebal membuat banyak wanita terkesima dengannya. Oleh karena itulah Tirta sering sekali bergonta-ganti pasangan.

"Ayah, anakmu yang tampan ini pamit pergi dulu untuk menangani kasus! Doakan aku semoga semuanya berjalan mulus!" ucap Tirta pamit kepada Ayah.

"Berhati-hatilah di jalan, nak! Jangan lupa gunakanlah kaca spionmu!" balas Ayah.

Tirta dan Komandan Wira pun kini bersama-sama keluar dan hendak menuju ke lokasi tempat kejadian perkara.

"Sebaiknya anda ikut dengan saya saja, Tirta!" perintah Pak Wira yang mengendarai mobil.

"Tidak Pak Komandan, saya sudah terbiasa berpergian dengan kendaraan beroda dua ini!" jawab Tirta.

Lalu Tirta pun menaiki kendaraan roda dua miliknya yang terbilang masuk kategori MOGE. MOGE yang ia bawa berjenis Harley Davidson keluaran tahun lawas dan berwarna hitam, entah ia dapat kendaraan itu dari mana. Tirta melakukan sedikit modifikasi dibagian knalpot dan kaca spionnya. Ia kenakan helm khas retro miliknya yang juga berwarna hitam.

"Brruuummm.. brruuumm"

Suara auman dari knalpot motor milik Tirta membuat telinga Komandan Wira tidak tahan mendengarnya. Buru-buru ia menutup jendela mobil kemudia ia menyalakan mesin mobilnya. Ia pun langsung menancap gas dalam-dalam dan memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi agar cepat sampai ke TKP. Tak ingin kalah, Tirta pun mengejar dengan menarik gas dalam-dalam. Persis adegan di film Fast and Fourious, Tirta menempel mobil Komandan Wira di belakang dengan jarak hanya sekitar satu setengah meter.

Tidak terasa setelah hampir tiga puluh menit lamanya perjalanan, akhirnya Tirta dan komandan Wira kini sudah sampai di lokasi tempat kejadian perkara, yaitu di kediaman tuan Frans Hutapea. Terlihat disana sudah ada beberapa penyidik dan aparat kepolisian yang berjaga-jaga di sekitar TKP. Tirta dan Komandan Wira bersama-sama masuk ke dalam rumah Frans untuk melihat kondisi TKP.

"Tuk.. tuk.. tuk"

Tirta melangkah pelan saat berada di dalam rumah Tuan Frans, matanya melirik ke segala penjuru rumah, tidak ada bagian rumah yang luput dari pandangannya. Sepertinya Tirta sedang melakukan penganalisaan tempat kejadian perkara. Tirta melangkah bagaikan tokoh Sherlock Holmes yang sedang menganalisa kasus. Sampailah ia didepan tempat kejadian perkara yaitu di ruangan kamar mandi milik Tuan Frans.

"Tuk.. tuk.. tuk"

Tirta memasuki pintu kamar mandi, ia masih melihat kain handuk yang melingkar di leher tuan Frans. Sepintas sepertinya tuan Frans seolah-olah tewas terlilit oleh handuknya sendiri, akan tetapi itu sangat-sangat tidak masuk akal. Diliriknya seluruh penjuru kamar mandi, namun tidak ia temukan sesuatu yang mencurigakan.

"Tuk.. tuk.. tuk"

Tirta berjalan mendekati cermin di kamar mandi, kondisi cerminnya masih bersih tanpa ada goresan apapun. Tirta mendekatkan wajahnya ke cermin untuk lebih jelas melihat apakah ada perubahan yang terjadi pada kaca tersebut.

"Apakah kau mendepatkan petunjuk?" ucap Komandan Wira setelah melihat Tirta mendekatkan wajahnya ke cermin.

Tirta tidak menjawab pertanyaan dari komandan Wira, namun wajahnya menyeringai dan terlihat oleh komandan Wira melalui pantulan cermin.

"Detektif Tirta, jika kau mendapatkan petunjuk sekecil apapun itu, segeralah beritahukan kepada kami!"

Lagi-lagi komandan Wira menegaskan suaranya kepada Tirta, namun Tirta tetap tidak memperdulikan ucapan komandan Wira.

Tirtapun melangkah menjauhi cermin dan bergerak menghampiri komandan Wira.

"Pak Komandan Wira, bisakah anda tenang sedikit!"

Tirta memerintahkan komandan Wira untuk tenang dan tidak tergesa-gesa, Tirta memang seorang pribadi yang sangat tidak suka mengerjakan sesuatu karena tergesa-gesa.

"Bukan begitu maksudku! Aku hanya merasa aneh kenapa kau tersenyum saat menatap ke cermin?"

Komandan Wira mengutarakan rasa penasarannya kepada Tirta.

"Oh, soal itu ya! Aku hanya tersenyum karena saat mengaca tadi aku melihat ada jerawat dibawah bibirku dan itu membuat wajahku nampak sedikit konyol. Hahahaa!"

Tirta menjawab pertanyaan komandan Wira sambil tertawa terbahak-bahak, sehingga membuat komandan Wira menjadi malu bukan kepalang.

Chapter 3

"Pak Komandan Wira, bisakah anda tenang sedikit!"

Tirta memerintahkan komandan Wira untuk tenang dan tidak tergesa-gesa, Tirta memang seorang pribadi yang sangat tidak suka mengerjakan sesuatu karena tergesa-gesa.

"Bukan begitu maksudku! Aku hanya merasa aneh kenapa kau tersenyum saat menatap ke cermin?"

Komandan Wira mengutarakan rasa penasarannya kepada Tirta.

"Oh, soal itu ya! Aku hanya tersenyum karena saat mengaca tadi aku melihat ada jerawat dibawah bibirku dan itu membuat wajahku nampak sedikit konyol. Hahahaa!"

Tirta menjawab pertanyaan komandan Wira sambil tertawa terbahak-bahak, sehingga membuat komandan Wira menjadi malu bukan kepalang.

"Aa.. aa.. aku minta maaf, aku kira tadi kau menemukan sebuah petunjuk!"

Pak Wira menggaruk kepalanya yang tidak gatal, Tirta benar-benar sudah membuat dirinya menjadi malu bukan kepalang.

"Hahahaa! Lain kali sebaiknya anda harus lebih mengontrol emosional yang ada dalam dada anda, komandan Wira!"

Tirta tertawa dan mengejek komandan Wira, lalu dia berjalan kembali menyisiri jalan menuju keluar kamar mandi milik korban.

"Tuk.. tuk.. tuk.."

Suara langkah Tirta yang memakai sepatu pantofel safety terdengar sangat gagah.

Dia merogoh saku bajunya dan dia keluarkan kotak kayu yang berisikan rokok menthol yang biasa dia hisap.

"Komandan Wira, apakah anda suka dengan rasa menthol?"

Tirta menoleh kebelakang dan menawarkan rokok menthol miliknya kepada komandan Wira.

"Hmm.. aku bukan penikmat rokok menthol, rokok menthol dapat menyebabkan gangguan organ reproduksi, berhati-hatilah!"

Komandam Wira menolak tawaran dari Tirta, dia justru malah menasihati Tirta untuk tidak banyak menghisap rokok menthol yang dapat merusak organ reproduksinya.

"Persetanlah dengan jargon itu! Belum ada hasil ilmiah nyata yang jelas-jelas membuktikan kalau rokok menthol itu berbahaya bagi organ reproduksi!"

Tirta mengelak ucapan komandan Wira sambil menghembuskan asap rokok ke atas, Tirta memang pria yang arogan dan sulit untuk dinasehati, hanya Ayahnya saja yang bisa menasihatinya.

"Sudahi omong kosong ini, cepatlah kau cari petunjuk siapa pelaku pembunuhan terhadap pak hakim!"

Komandan Wira menegaskan suaranya kepada Tirta, dia tidak ingin berlama-lama dengan hal yang tidak berguna.

Komandan Wira adalah pria berdarah blasteran Jawa dan Jepang, meskipun usianya sudah hampir paruh baya namun dia masih terlihat gagah berani.

Komandan Wira sudah sepuluh tahun menjabat sebagai pimpinan tim khusus investigasi dan penyelidikan kasus di Polri.

Kini dia dipercaya untuk menjadi pimpinan tim yang menangani kasus pembunuhan misterius yang menimpa ketua hakim yang terkenal sudah banyak menjebloskan raja mafia di Indonesia, bahkan ada yang sampai dia jatuhkan hukuman mati.

"Komandan Wira, kalau anda ingin aku bekerja denganmu sebaiknya anda jangan banyak memerintahku, karena kalau tidak aku akan pulang kerumahku sekarang juga!"

Tirta mengancam balik komandan Wira sambil mematikan rokoknya dengan telapak tangannya sendiri.

Tirta adalah seorang pria ahli kriminal sekaligus detektif yang berbakat, sudah banyak kasus yang sulit dipecahkan oleh tim kepolisian namun akhirnya bisa terpecahkan berkat kecerdasannya dalam menganalisa kasus dan mencari petunjuk.

Sebenarnya pihak kepolisian belum tahu banyak informasi pribadi Tirta, hanya saja komandan Wira mengetahui kalau sebenarnya Tirta bukanlah anak kandung dari Pak Arman.

Tirta adalah putra angkat Pak Arman, Pak Arman adalah seorang veteran pensiunan dokter yang pensiun dini.

Entah bagaimana bisa Pak Arman mengangkat Tirta menjadi anaknya, yang jelas Pak Arman sangat menyayangi Tirta sudah seperti putra kandungnya sendiri.

"Tuk.. tuk.. tuk.. tuk.."

Tirta kembali melanjutkan langkahnya, kali ini dia melangkah menuju ke kamar milik si korban.

Komandan Wira mengikuti Tirta dari belakang, kali ini dia tidak banyak berbicara dan hanya fokus memperhatikan gerak-gerik dari Tirta.

Tirta mendekati pintu kamar milik korban, tidak lupa dia mengambil sarung tangan plastik di sakunya agar sidik jarinya tidak menempel pada gagang pintu.

"Ceklek!"

Tirta membuka pintu kamar lalu masuk ke dalam kamar itu, dia memperhatikan seisi ruangan itu secara mendetail.

Pandangan matanya menyisir seisi ruangan itu secara menyeluruh, tidak ada tanda-tanda mencurigakan ditempat itu.

Tirtapun kembali keluar kamar korban, ekspresi wajahnya datar dan biasa saja.

Komandan Wira hanya diam dan memperhatikan Tirta tanpa mengajukan pertanyaan apapun.

Lalu Tirta menuju ruangan tengah, dia menatap seluruh ruangan tengah tanpa dengan fokus.

Belum juga ditemukan tanda-tanda yang mencurigakan pada ruangan itu, hingga tiba-tiba saat Tirta menatap ke atas bibirnya tersenyum dan lalu dia berteriak.

"Aha!"

Tirta menghela nafasnya dalam-dalam, lalu dia kembali mengambil sebatang rokok dari sakunya.

Komandan Wira yang merasa penasaran kenapa Tirta berteriak lalu memberanikan untuk bertanya kepada Tirta.

"Apakah kau mendapatkan suatu petunjuk sampai kau berteriak kegirangan seperti itu?-

"Jangan kau katakan lagi kalau kau berteriak senang karena kau berhasil buang angin! Hahahahaa!"

Komandan Wira bertanya kepada Tirta dengan nada mengejek karena sebelumnya Tirta melakukan hal yang konyol.

"Hahahaa! Komandan Wira, anda ternyata orang yang humoris juga ya!"

Tirta membalas ejekan komandan Wira dengan tertawa, lalu dia menawarkan kembali rokok kepada komandan Wira padahal sebelumnya komandan Wira sudah menolak tawaran itu.

"Wajahmu sepertinya sudah sangat keriput, itu disebabkan oleh kurangnya zat nikotin dalam darahmu! Ambillah sebatang dan hisaplah agar kau lebih rileks!"

Tirta melempar kotak kayu berisi rokok miliknya ke komandan Wira, komandan Wira lalu menangkap dan menerima kotak kayu itu.

Sungguh mengejutkan ternyata komandan Wira membuka kotak kayu itu dan mengambil sebatang rokok, lalu dia juga meminta korek api kepada Tirta untuk membakar ujung rokok.

"Happ!"

Tirta melempar korek kayu kepada komandan Wira, komandan Wira menangkapnya dengan satu tangan.

"Cekrekk!"

Komandan Wira menggesekkan sebatang korek kayu ke sisi bungkus korek yang sudah dilapisi oleh lapisan mesiu hingga akhirnya korek kayu itupun terbakar dan komandan Wira gunakan untuk membakar ujung rokok yang ingin dia hisap.

"Komandan Wira, bolehkah aku bertemu dengan semua penghuni rumah ini termasuk dengan Asisten rumah tangga, Supir dan tukang kebun disini?"

Tirta meminta ijin kepada komandan Wira untuk berbicara dengan seluruh penghuni rumah korban.

"Tentu saja boleh, tetapi kalau kau mencurigai mereka aku rasa kau salah!-

"Saat kejadian, mereka semua sedang berada diluar rumah, korban hanya sendirian dirumah ini!"

Komandan Wira menduga kalau Tirta mencurigai orang dalam rumah sebagai pelakunya, tentu saja hal itu tidak mungkin mengingat kalau saat kejadian, keluarga korban dan juga yang lainnya sedang berada diluar rumah.

Hanya Pak Hakim sendirian yang berada didalam rumah.

"Tidak, Komandan Wira! Kau jangan mengeluarkan asumsi dahulu!-

"Aku hanya ingin mengobrol santai dengan mereka semua!"

Tirta melambaikan tangannya pertanda kalau dugaan komandan Wira terhadapnya adalah salah, Tirta hanya ingin berbincang sambil bersantai dengan seluruh penghuni rumah.

"Hmmm.. baiklah kalau memang itu maumu! Aku akan meminta Bripda Adam membawa mereka semua kesini!"

Komandan Wira mengambil ponsel dari saku celananya, lalu dia mengetik nomor kontak Bripda Adam untuk memintanya membawa keluarga korban dan Asisten Rumah Tangga, Supir, Security dan Tukang kebun kembali ke lokasi TKP.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!