NovelToon NovelToon

Akan Kurebut Cinta Suamimu

Eps. 01. Permulaan Kisah

Malam nan gelap terasa sangat menyeramkan. Hujan turun begitu deras dan kilatan petir serta suara gemuruh terdengar saling bersahutan.

Dengan langkah tersuruk-suruk dan tertatih, seorang wanita muda bernama Mayuri Akhila, berjalan pelan di tengah hujan menyusuri trotoar di pinggir jalan aspal yang sepi. Sekujur tubuhnya terasa nyeri, luka lebam tampak membekas hampir di seluruh permukaan kulitnya.

"Kemana aku harus pergi sekarang?" gumam Yuri. Dia sangat bingung dan tidak tahu harus pergi kemana setelah sebuah kesalah pahaman terjadi sehingga warga di komplek rumah tempat dia tinggal, mengusirnya dengan cara yang sangat kasar. Kembali ke rumah itu, tentunya sudah tidak mungkin, karena warga pasti akan mengusir dan mencemoohnya lagi.

Di tepi jalan Yuri menghentikan langkahnya. Tubuhnya menggigil, selain menahan nyeri, rasa dingin juga terasa sudah menyusup masuk hingga ke sumsum tulangnya. Yuri memutar bola matanya, dia berharap menemukan tempat untuk berteduh.

"Jalanan ini biasanya jam segini masih ramai, tapi karena hujan tidak ada orang yang melintas disini," batin Yuri bergidik. Suasana di tempat itu memang sangat gelap dan banyak ranting-ranting pepohonan menjuntai ke badan jalan dan berayun-ayun, yang terlihat sangat menyeramkan kala terhempas oleh kencangnya tiupan angin.

Sejenak mata Yuri tertuju ke arah halte bus yang tidak jauh dari tempat ia berdiri. Di sekitar halte itu terlihat sedikit lebih terang karena ada sebuah lampu penerangan jalan di dekatnya.

"Disana ada sebuah halte, sebaiknya aku berteduh disana." Yuri segera melangkahkan kakinya menuju halte itu dan duduk berteduh disana.

Sekujur tubuh Yuri basah kuyup. Meskipun ia kini sudah terlindung dari siraman air hujan, rasa dingin tetap masih ada dan kian menusuk. Yuri memeluk lengannya sendiri seraya menggosok-gosokkan kedua telapak tangannya untuk mengurangi rasa dingin.

Yuri mengusap wajah yang basah dengan perlahan. Pikirannya kosong, dia semakin bingung karena tidak tahu harus pergi kemana di malam gelap dan hujan lebat seperti saat itu. Semua sakit yang ia rasakan di tubuhnya seolah tidak sebanding dengan deraan berjuta kegalauan yang kini memenuhi kepalanya.

"Ya, Tuhan ... mengapa kenyataan pahit ini selalu terjadi padaku? Belum sebulan aku tinggal di perumahan itu, warga sudah mengusirku lagi. Mengapa kejadian yang sama selalu terjadi padaku? Seburuk itukah pandangan orang tentang status seorang janda?" Air mata Yuri kembali mengalir deras. Dia teringat akan perjalanan hidupnya yang penuh dengan kegetiran. Mulai dari kesedihan serta kerasnya hidup yang harus dia jalani setelah menjadi anak yatim piatu di usianya yang masih sangat kecil, hingga dipaksa menikah dengan pria beristri oleh bibinya sebagai ganti membayar hutang.

Semua trauma itu begitu membekas di hati Yuri. Putus asa? Sudah pasti!

Bahkan beberapa kali Yuri sempat mencoba mengakhiri hidupnya. Akan tetapi, takdir masih berkata lain, dia masih bertahan menjalani hidupnya walau terasa bagai di neraka.

Menyesali hidup juga sudah sangat meresap di pikirannya, namun apa daya, dia sendiri tidak tahu bagaimana menjalaninya. Semua hanya bisa dia serahkan kepada waktu. Karena hanya waktu yang akan menjawab semua keputusasaan yang ia rasakan.

Beberapa menit berlalu, Yuri masih tetap duduk di halte itu. Dia tidak tahu harus pergi kemana sedangkan dia tidak punya apapun. Jangankan uang, sepotong pakaian gantipun dia tidak ada, karena dia meninggalkan rumahnya dengan cara yang sangat tidak disangkanya.

Diusir serta dipukuli beramai-ramai oleh warga karena sebuah fitnah keji, tentu merupakan hal yang sangat tidak pernah dia duga akan terjadi padanya.

Yuri sontak memicingkan dan menutup mata dengan lengannya, ketika dari ujung jalan di depan hatle tempatnya berada, tiba-tiba sorot lampu sebuah mobil menyilaukan kedua netranya.

Yuri mengerutkan keningnya karena mobil itu mendadak berhenti di di tengah jalan tepat di hadapannya.

Dari dalam mobil itu, terlihat seorang pria turun dari pintu bagian kemudi. Tanpa memperdulikan air hujan yang terus menguyur masih sangat deras, pria itu bergegas membuka kap depan mobilnya. Wajahnya terlihat panik dan sepertinya mobil itu mogok disana.

Yuri tetap tidak bergeming dari tempat duduknya. Dia merasa tidak punya urusan dengan pria tersebut, sehingga sedikitpun tidak ada niatnya menghampiri.

Dalam pandangan Yuri, dia melihat pria itu semakin panik. Beberapa kali pria itu mondar-mandir mengecek mesin mobil dan mencoba menyalakannya, akan tetapi mesin mobil itu tetap tidak bisa menyala.

Yuri hanya memperhatikan saja dari kejauhan. Akan tetapi, tiba-tiba saja Yuri menautkan alisnya ketika melihat kaca bagian belakang mobil itu terbuka secara perlahan. Seorang wanita terlihat mendongakkan kepalanya dari dalam mobil melalui kaca itu.

"Mas Pandu! Bagaimana mobilnya, apa sudah bisa?" teriak wanita itu menanyakan prihal mobil itu terhadap pria yang masih sibuk mengutak-atik mesinya di tengah hujan.

"Belum, Sayang. Aku belum menemukan kerusakannya dimana. Mesin mobil ini belum bisa dinyalakan," sahut pria itu setengah berteriak karena suaranya terhalang deras rintik hujan.

"Cepetan, Mas! Aku tidak tahan, aku sudah tidak kuat lagi, perutku sakit sekali! Sepertinya anak kita sudah akan lahir!" teriak wanita itu lagi diiringi suara ringisan menahan sakit.

Samar-samar dari balik penerangan lampu jalan, Yuri dapat melihat wanita di dalam mobil itu seperti tengah hamil tua. Wanita itu terus meringis dan mengusap-usap perutnya.

"Mungkin wanita itu sudah waktunya melahirkan, tetapi mobil mereka mogok. Kasihan mereka," batin Yuri merasa punya empati.

"Tapi bagaimana aku bisa menolong mereka? Aku tidak mengerti urusan mesin, dan aku juga tidak tahu dimana rumah sakit terdekat dari tempat ini?" Yuri hanya mampu menggumam sendiri tanpa berniat beranjak dari halte itu.

Beberapa menit berlalu, mobil itu belum juga menyala. Rintihan kesakitan dari wanita di dalamnya juga terdengar semakin kencang dan tanpa henti. Pria yang sepertinya adalah suami wanita itu, juga terlihat semakin panik. Sejauh itu dia tetap belum bisa memperbaiki mobilnya.

Melihat situasi darurat itu, hati Yuri akhirnya tergerak jua. Dia sangat tidak tega apabila membiarkan orang lain dalam kesusahan. Meskipun tidak tahu akan berbuat apa, dia lalu beranjak dari halte tempatnya berteduh, menerobos hujan dan menghampiri mobil yang masih mogok tersebut.

"Apa ada yang bisa saya bantu, Pak?" tanyanya kepada pria yang masih berdiri di depan mobilnya.

Pria itu hanya sekilas saja menoleh ke arah Yuri, sepertinya dia sangat ragu kalau seorang wanita seperti Yuri bisa membantunya.

"Iya, Mbak. Mobil saya mogok, padahal saya harus segera ke rumah sakit, istri saya mau melahirkan," sahut pria itu bersungut sendiri, dia terlihat sangat kesal dengan kondisi mobilnya. Selain itu, wajahnya terlihat sangat panik, rintihan kesakitan dari istrinya membuat sebuah kecemasan terlihat jelas, tidak dapat dia sembunyikan.

"Mas Pandu, cepat! Aku sudah tidak tahan, ini sakit sekali!"

Mendengar teriakan itu lagi, Yuri lalu mendongakkan kepalanya ke dalam mobil. Kini dengan jelas melihat seorang wanita tengah meringis dan memegang perutnya. Mata Yuri terbelalak, ada bercak darah terlihat di rok yang dikenakan wanita itu.

"Astaga, Ibu......" Tanpa meminta izin, Yuri segera membuka pintu mobil itu dan ikut masuk ke kursi penumpang bagian belakang.

"Bu, sepertinya ketuban Ibu sudah pecah. Ini sangat darurat!" pekik Yuri ikut merasa panik.

"Sa-kit sekali, Mbak.... Sepertinya bayi saya sudah mau keluar, sa-ya ti-dak ta-han lagi," rintih wanita itu terbata, dengan air matanya yang tampak mengalir deras membasahi pipinya. Dia terlihat sangat kesakitan dan tidak mampu lagi menahan calon bayinya yang sudah mendesak akan segera lahir.

"Maafkan saya, Bu. Izinkan saya mencoba membantu ibu."

Yuri bergegas membaringkan tubuh wanita itu dengan posisi terlentang di atas jok mobil bagian tengah. Yuri menekuk kedua lutut wanita itu dan membukanya dihadapannya. Betapa terkejut dia, ketika melihat darah sudah semakin banyak keluar bercampur air ketuban bahkan sampai menetes ke lantai mobil.

Menyadari kondisi istrinya seperti itu, pria yang merupakan suami wanita itu, juga ikut menghampiri kesana.

"Aduh, bagaimana ini? Rumah sakit masih jauh dari sini," panik pria yang dipanggil Pandu, oleh istrinya itu.

"Ini sa-kit se-kali, Mas. A-ku tidak tahan lagi, aarghh...." Wanita itu terus mengerang kesakitan seraya meremas kuat-kuat cover jok mobilnya.

"Ya, Tuhan! Apa yang bisa aku lakukan sekarang?" Pandu mengusap wajahnya yang tampak semakin cemas namun tidak bisa berbuat apa-apa untuk menolong istrinya.

"Kepala bayinya sudah keluar, Pak. Kita sudah tidak ada waktu lagi untuk pergi ke rumah sakit. Kalau dibiarkan seperti ini bisa fatal. Bayinya bisa kehabisan nafas terjepit disana," ujar Yuri juga sangat panik karena tidak tahu bagaimana harus menolongnya.

"Sebaiknya bapak cari bidan terdekat di sekitar sini. Istri bapak, biar saya yang menjaganya. Saat ini dia sudah tidak boleh bergerak, saya takut air ketubannya akan habis sebelum bayi ini lahir!" saran Yuri.

Bersambung ...

...****************...

Dear Readers,

Ketemu lagi dalam novel karya terbaru Author Bau Kencur. Kalau biasanya Author menulis Fantasi Urban, kali ini Author mencoba berganti genre dan menulis novel kategori wanita.

Harapan Author, cerita ini tetap bisa memenuhi keinginan para pembaca setia semua.

Tetap ditunggu dukungan dan sarannya. Terima kasih dan happy reading ya....

Eps. 02. Awal Perkenalan

"Baik, Mbak. Tolong jaga istri saya."

Tanpa berfikir panjang, Pandu bergegas meninggalkan mobilnya dan berjalan cepat, mengitari area itu berharap ada bidan praktik terdekat yang bisa dia temui disana.

"Sakit, Mbak! Saya su-dah ti-dak kuat la-gi....." Wanita itu kembali mengerang seraya mencengkram tangan Yuri sangat kuat.

"Bukaannya sudah besar, persalinan harus segera dilaksanakan, kalau tidak, bayi Ibu bisa tidak selamat," sergah Yuri.

"To-tolong la-lakukan sesuatu, Mbak," rengek wanita itu dengan suara serak menahan sakit.

"Dengan sangat terpaksa ibu harus melahirkan disini, Bu," ucap Yuri pasrah.

Bagaimanapun juga bayi itu harus segera dilahirkan, apabila tidak, kemungkinan buruk bisa saja terjadi. Bukan hanya bayinya, ibunya pun bisa saja tidak tertolong.

Yuri menghela nafas dalam-dalam. "Bismillahirrahmanirrahim."

Sebelum memberi pertolongan sebisanya, Yuri menyempatkan berdoa dalam hatinya. Bergegas ia mengangkat tinggi-tinggi kedua paha wanita itu.

"Ayo tarik nafas, Bu!" Satu tangan Yuri menekan perut bagian bawah wanita itu sedangkan tangan yang lain siaga untuk bayi yang akan lahir.

"Aaaaaahh........" Dengan erangan panjang dan isak tangisnya, wanita itu menarik nafas dalam dan menghembuskannya sepanjang yang dia sanggup.

Setelah beberapa menit dalam suasana yang begitu panik, Yuri akhirnya bisa sedikit tersenyum lega. Kendati sama sekali tidak berpengalaman menangani sebuah proses persalinan, pada akhirnya dia tetap bisa membantu wanita itu. Bayi yang dilahirkannya pun selamat.

"Wah... Alhamdulillah. Selamat ya, Bu. Bayi ibu perempuan. Bayi ini lahir dengan selamat dan sempurna," ujar Yuri tersenyum lega seraya meraih kotak P3K yang ada di dalam dashboard mobil itu dan mengambil gunting untuk memotong tali pusarnya.

"Te-rima ka-sih, Mbak. Tolong jaga bayi saya," lirih wanita itu dengan suara lemah. Peluh bercucuran membasahi keningnya. Tubuhnya lemas terbaring pasrah di atas jok mobil, nafasnya tersengal-sengal dan darah masih terus keluar dari jalan lahir bayinya.

Tangis bayi yang baru saja terlahir ke muka bumi itu memekik nyaring, memecah kesunyian malam. Dengan cekatan, Yuri membersihkan bayi yang masih berlumur darah itu dengan menggunakan tisu basah, lalu membungkusnya dengan bedong bayi. Atas petunjuk wanita yang ditolongnya itu, Yuri mendapatkan bedong bayi dari sebuah tas yang memang sudah dia persiapkan dari awal, jauh sebelum perkiraan persalinan dan tanggal kelahiran bayinya.

Hujan masih turun, walau kini sudah sedikit mereda. Dari kejauhan, terlihat sebuah mobil yang lain, melesat cepat dan berhenti tepat di samping mobinya. Pandu turun dengan tergopoh dari mobil itu dan segera menghampiri Yuri yang masih ada di dalam mobil itu.

"Sial, Mbak. Tidak ada bidan dekat sini," sesal Pandu dengan nafas terengah. "Tapi saya meyewa sebuah mobil dari bengkel rekan saya, kebetulan tempatnya tak jauh dari sini. Saya harus secepatnya membawa istri saya ke rumah sakit," sambungnya.

"Bayi anda sudah lahir, Pak. Lihat ini, dia sangat cantik!" Yuri tersenyum seraya menunjukkan bayi yang masih merah dan tertidur dalam hangatnya balutan bedong dalam gendongannya.

"Hah ... sudah lahir?" Pandu terperangah dan membulatkan matanya seolah tidak percaya.

"Alhamdullilah..... terima kasih banyak, Mbak," ucapnya sambil tersenyum bahagia memandangi wajah bayi mungil di gendongan Yuri.

"Mas Pandu, akhirnya bayi kita bisa lahir dengan selamat," panggil wanita itu lirih, serta berusaha tersenyum menatap wajah suaminya.

Bergegas Pandu masuk ke dalam mobilnya dan menghampiri istrinya.

"Iya, Sayang. Terima kasih karena sudah berjuang untuk kelahiran putri kita." Pandu mengusap wajah dan keringat di kening istrinya yang terlihat sangat lemah setelah sebuah proses persalinan menegangkan baru saja dia lewati.

"Tapi kita tetap harus segera ke rumah sakit, Pak. Sampai sekarang istri anda masih mengeluarkan banyak darah. Dia harus segera mendapat pertolongan," sela Yuri dan seketika membuyarkan perasaan senang Pandu atas kelahiran putrinya.

"Kamu benar, Mbak. Kita memang tetap harus segera ke rumah sakit. Istri dan bayi saya harus tetap mendapat penanganan dokter." Pandu mengangguk paham. Meski bayinya sudah lahir dengan selamat, mereka tetap harus ke rumah sakit untuk mendapat tindakan pertolongan yang lain.

"Mbak, apa kamu bisa ikut saya ke rumah sakit? Saya butuh bantuan Mbak, untuk menjaga bayi ini sampai saya tiba di rumah sakit," pinta Pandu, berharap Yuri mau ikut bersamanya, hingga mereka tiba di rumah sakit.

"Baik, Pak." Yuri mengangguk setuju. Kepalang menolong, dia merasa tetap punya tanggung jawab membantu pasangan itu dan memastikan bayi dan ibunya baik-baik saja, hingga mereka mendapat pertolongan medis di rumah sakit.

.

Tiba di rumah sakit, para petugas medis dengan sigap memberi pertolongan terhadap istri Pandu, dengan membawanya masuk ke ruang bersalin. Bayinya pun segera di bawa ke ruang inkubator. Meski tidak terlahir prematur, dokter memutuskan sementara waktu bayinya dirawat disana karena proses persalinan yang terjadi secara spontan sebelumnya, tanpa bantuan medis sama sekali.

"Ibu dan bayinya akan kami beri tindakan, Pak. Bapak silahkan menunggu di luar dulu," ujar seorang suster, melarang Pandu ikut masuk ke dalam ruang bersalin.

"Baik, Suster. Tolong beri penanganan terbaik untuk istri dan bayi saya," angguk Pandu sama sekali tidak menolak. Dia tahu dokter memang harus segera menangani istri dan bayinya. Bersama Yuri, dia lalu sama-sama duduk di kursi ruang tunggu di rumah sakit itu.

"Terima kasih banyak ya, Mbak. Akhirnya istri dan bayi saya bisa selamat. Itu semua berkat bantuan Mbak," urai Pandu sungkan, merasa sangat berhutang budi kepada Yuri. Karena bantuan wanita itulah, nyawa istri dan bayinya bisa selamat.

"Iya sama-sama, Pak," sahut Yuri singkat.

"Ohya, Mbak. Tadi itu kenapa Mbak bisa kebetulan sekali ada di tempat itu?" Pandu mulai membuka obrolan di antara mereka.

"Saya hanya sedang berteduh di halte itu, Pak," ungkap Yuri jujur.

"Malam-malam begini, mbak ada di tempat sepi seperti itu. Memangnya mbak tinggal dimana?"

"Saya ... saya ..." Yuri tergagap, dia tidak tahu bagaimana menjawab pertanyaan Pandu.

"Ahh, saya lupa! Kita belum berkenalan," jeda Pandu memotong ucapan Yuri.

"Namaku Pandu, Mbak." Pandu mengulurkan tangannya ke hadapan Yuri.

"Saya Mayuri, Pak Pandu. Cukup panggil Yuri saja." Yuri menjabat tangan Pandu serta berusaha mengulas sebuah senyum ramah di bibirnya.

Pandu terpaku, untuk sesaat dia memperhatikan wajah Yuri yang terlihat sayu. Pakaiannya juga masih basah, dan terlihat kusut. Yang cukup membuatnya terperangah adalah ketika melihat tubuh Yuri penuh luka memar.

"Itu badan Mbak Yuri, kenapa lebam-lebam seperti itu? Apa ada yang memukulimu?" tanya Pandu sedikit heran dan juga bingung melihat keadaan Yuri saat itu.

"Aaa ... ini tidak apa-apa, Pak Pandu," sahut Yuri seraya memalingkan wajahnya dan menggeser duduknya sedikit menjauh dari Pandu yang terus menatapnya penuh tanda tanya.

Eps. 03. Diusir Warga

Yuri menundukkan wajahnya dan tanpa sadar matanya berkaca-kaca. Pertanyaan yang dilontarkan Pandu, membuatnya teringat akan semua kejadian yang baru saja terjadi terhadapnya, sehingga dia harus berjalan sendiri di kegelapan malam dan tanpa tujuan.

Merasakan sikap canggung dan rona wajah Yuri yang seketika berubah ketika dia bertanya, membuat Pandu sadar kalau wanita yang ada di hadapannya sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja. Namun, sedikitpun tidak ada prasangka negatif di pikiran Pandu terhadap Yuri. Wanita itu terlihat begitu tulus menolong menyelamatkan istri dan juga bayinya. Semua sikap Yuri tidak ada menunjukkan kalau dia bukan wanita baik-baik.

"Maafkan saya kalau lancang bertanya. Kalau boleh saya tahu, apa yang sebenarnya terjadi? Apa Mbak Yuri ini korban KDRT?" tanya Pandu lagi sekedar menerka-nerka.

Dengan wajah yang masih tertunduk, Yuri hanya menggelengkan kepalanya pelan. "Bukan, Pak. Saya bukan korban KDRT," sahutnya lirih.

"Lalu kenapa badanmu lebam-lebam begini?" Pandu mengerutkan keningnya.

Meski Yuri tetap bungkam, tetapi Pandu terus saja berceloteh dan menyambung bertanya banyak hal kepada Yuri, tentang bagaimana dia bisa ada di jalanan di tengah gelap dan hujan. Bahkan, Pandu juga terus mencecar Yuri, menanyakan tentang identitasnya. Melihat keadaan Yuri yang tampak menyedihkan saat itu, ada niat Pandu membantu sekaligus sebagai balas budi atas semua pertolongan yang Yuri telah lakukan untuk istri dan bayinya.

"Sebenarnya, saya habis dipukuli dan diusir warga karena sebuah kesalahpahaman, Pak."

Terdesak oleh semua pertanyaan yang dilontarkan oleh Pandu, akhirnya Yuri menceritakan semua kejadian yang baru saja menimpanya.

Sambil terus menundukkan wajahnya, Yuri mencoba mengingat dan mengatakan kepada Pandu semua hal yang menjadi cikal bakal, dan membuat dia diusir oleh warga di lingkungan tempat tinggalnya.

****

Sore itu, tiba-tiba saja awan hitam berkerumun melingkupi langit dan tak khayal hujan pun turun amat deras.

Seorang pria mengetuk pintu rumah Yuri dan mohon izin berteduh di depan teras rumah kontrakan kecil milik Yuri.

Tidak tega pria itu kedinginan dan basah oleh tampias air hujan, Yuri mengijinkan pria itu masuk dan berteduh di dalam rumahnya. Namun, sesuatu yang tidak disangka justru berawal dari sana. Seorang wanita dengan sangat tidak sabaran tiba-tiba mengetuk pintu rumahnya dan berteriak keras memanggilnya.

"Keluar kalian! Aku tahu kalian berdua sedang berbuat mesum di dalam sana!"

"Mas Haikal! Keluar kamu, Mas!"

Meskipun diiringi derasnya suara rintik hujan, teriakan itu terdengar tajam dan menusuk telinga Yuri.

"Siapa yang berteriak seperti itu di tengah hujan seperti ini?" batin Yuri.

"Ada yang bertamu ya, Mbak?" heran pria yang tengah berteduh di rumahnya dan sudah memperkenalkan diri bernama Haikal.

"Kurang tahu nih, Mas. Nggak biasanya ada tamu hujan-hujan begini," jawab Yuri juga merasa heran.

"Sebentar ya, Mas. Aku akan buka pintu dulu." Yuri bergegas bangun dari tempat duduknya dan membuka pintu.

Yuri membulatkan matanya tatkala melihat seorang wanita tengah berdiri di depan pintu rumahnya dan menatapnya sinis. Entah dari mana datangnya, tiba-tiba saja wanita itu sudah ada di sana.

"Maaf, Mbak cari siapa ya?" tanya Yuri dengan wajah terlihat bingung, karena tidak merasa mengenal wanita yang tengah ada di hadapannya.

"Aku kesini mau cari suamiku! Kau pasti menyembunyikannya di dalam sana, kan? Dasar janda ganjen! Wanita penggoda!" Tanpa aba-aba, wanita itu langsung mengumpat dan ucapan caci-maki meluncur sangat ketus dari mulutnya.

"Suami?" Yuri mengerutkan keningnya. "Oh ... jadi Mas Haikal itu suami Mbak, ya?" tanya Yuri dengan polos dan sama sekali tidak mengindahkan kalimat wanita di hadapannya, yang mengatakan dirinya adalah seorang wanita penggoda.

Ya! Tentu saja Yuri tidak peduli, karena dia tidak merasa sedang menggoda siapapun.

"Jangan pura-pura, kamu! Cepat kembalikan suamiku!" bentak wanita itu lagi.

Kendatipun rambut, wajah dan seluruh tubuh wanita itu basah oleh air hujan, tetapi Yuri bisa melihat ada aura kemarahan terpancar jelas dari wajahnya.

Mendengar suara keributan, Haikal yang masih duduk di ruang tamu bergegas menghampiri.

"Ada apa ini ribut-ribut?" tanya Haikal seraya ikut menoleh ke depan pintu.

"Lisa!" Mata Haikal terbelalak lebar begitu melihat siapa wanita yang tengah berdiri berkacak pinggang di teras rumah Yuri.

"Dasar laki-laki mata keranjang kamu, Mas Haikal! Dari tadi aku mencarimu. Di rumah anakmu sedang sakit, tapi rupanya kamu enak-enakan berbuat mesum dengan janda murahan ini!" tuduh wanita itu dan terlihat sangat marah.

Wanita itu bernama Lisa yang tak lain adalah istri Haikal dan mereka tinggal di perumahan sama dengan Yuri, hanya saja rumah Haikal dan Lisa terletak paling ujung di komplek itu.

"Aku disini hanya untuk berteduh, Lis. Hujannya sangat deras dan aku lupa membawa jas hujan," terang Haikal berusaha menenangkan istrinya.

"Alaaahh! Jangan banyak alasan kamu, Mas! Aku tahu kau dan janda tidak tahu malu ini, sudah berbuat hal tidak senonoh disini!" bentak Lisa lagi semakin terlihat marah.

Dengan cepat Lisa menarik tangan Haikal keluar dari rumah itu. Lisa lalu berdiri membelakangi suaminya dan menatap ke arah Yuri dengan sorot penuh kebencian.

"Maaf, Mbak! Ini hanya salah paham. Saya tidak pernah ada niat menggoda suami, Mbak. Hujannya sangat deras dan Mas Haikal hanya kebetulan saja sedang berteduh di rumah saya," ujar Yuri membela diri.

"Tidak perlu cari alasan! Dasar janda genit! Aku akan kasih kamu pelajaran hari ini!" bentak Lisa sambil menaikkan tangannya dan menjambak rambut Yuri, ditariknya dengan kasar hingga tubuh Yuri terpelanting dan tersungkur hingga di halaman rumahnya.

"Aaww!" Yuri meringis karena jatuh terjerembab di tanah dan lututnya terluka lecet saat menyentuh permukaan tanah.

Lisa yang masih dikuasai amarah, kembali mendekati Yuri dan mengangkat pundaknya.

Plaakk!

Sebuah tamparan keras Lisa hadiahkan di pipi Yuri.

"Rasakan ini perempuan murahan! Penggoda suami orang!" Lisa kembali mengumpat berang.

Di tengah hujan yang masih turun dan mengguyur tubuh mereka dengan derasnya, Lisa kembali menarik kerah baju yang dikenakan Yuri. Dengan sangat kasar, Lisa kembali menampar wajah Yuri. Akan tetapi, tidak ada perlawanan dari Yuri. Dia masih terlihat shock serta tidak menyangka, wanita yang mengaku istri dari pria yang berteduh di rumahnya itu sangat marah dan tega menuduhnya melakukan perbuatan kotor bersama suaminya.

"Hentikan! Tolong jangan pukuli saya lagi! Saya tidak punya hubungan apa-apa dengan Mas Haikal. Demi Tuhan, dia hanya sedang berteduh di rumah saya," rengek Yuri seraya menitikkan air mata dan berusaha membela diri. Walau merasakan sakit, dia tidak mampu melawan wanita yang mencengkram tangannya sangat kuat serta terus saja menyerangnya tanpa ampun.

"Lis ... hentikan! Kau tidak boleh memperlakukannya seperti itu. Ini hanya salah paham, aku dan dia memang tidak punya hubungan apa-apa!" pekik Haikal, sambil ikut mendekati kedua wanita itu, serta menahan tangan Lisa yang sudah siaga kembali memukuli Yuri.

"Keterlaluan kamu, Mas. Kamu masih saja membelanya, itu artinya kamu sudah benar-benar tergoda oleh perempuan ini!"

Plaakk!

Dengan kasar Lisa melepaskan tangan haikal dan balas memberi sebuah tamparan di pipi suaminya itu.

Haikal hanya bisa diam menghadapi sikap emosional istrinya. Bukannya tidak berani melawan, tetapi dia enggan beradu argumen dengan istrinya apalagi dalam keadaan dikuasai emosi seperti itu.

Meski hujan masih turun, mendengar adanya keributan di rumah itu, warga di sekitar komplek perumahan Yuri yang kebanyakan kaum perempuan, langsung berdatangan menyaksikan kejadian tersebut. Mereka saling berbisik satu sama lain, menerka-nerka apa yang membuat Lisa begitu gusar dan tega menyeret Yuri dengan kasar.

"Sudah, Lis. Berhentilah memukulnya! Malu dilihat orang-orang!" Haikal kembali menahan tangan Lisa agar berhenti memukuli Yuri yang masih duduk tersungkur, menangis di halaman rumahnya.

"Buat apa malu, Mas! Justru semua orang disini harus tahu siapa perempuan ini!" bentak Lisa lagi.

"Ibu-Ibu semua, ketahuilah! Kehadiran janda ini di komplek kita, sudah sangat meresahkan! Dia sudah menggoda dan berselingkuh dengan suami saya! Dan ibu-ibu juga bersiaplah. Sudah pasti dia akan menggoda suami-suami kalian juga!" Lisa berteriak lantang menghasut warga yang berkumpul disana.

Mereka kembali saling berbisik. "Sepertinya iya, Yuri itu kan janda. Aku dengar dulu sebelum tinggal disini dia juga diusir dari rumah sebelumnya, karena berselingkuh dengan suami orang," ujar seorang ibu disana kepada rekannya.

"Iya, itu benar," bisik seorang ibu yang lain.

"Jangan sampai suami kita juga tergoda oleh janda itu. Sebaiknya kita usir dia dari komplek ini!" Seorang ibu yang lain juga ikut menghasut.

"Kita usir dia dari sini!"

"Iya, kita usir dia!"

Kompak teriakan itu terdengar riuh. Meski masih hujan, para ibu-ibu yang tadi berkerumun bergegas beramai-ramai menerobos masuk ke halaman rumah Yuri. Ada yang membawa batu, sapu, pentungan, panci, sendok dan apa saja yang bisa mereka pakai untuk menghajar Yuri.

"Tunggu! Jangan salah paham dulu. Itu semua tidak benar!" rengek Yuri ketakutan, berusaha membela dirinya dari amukan warga.

"Tolong lepaskan saya! Saya tidak bersalah!" Yuri terus merengek dan memelas.

Warga yang sudah terhasut, sama sekali tidak memperdulikan rengekan memelas Yuri. Mereka beramai-ramai menarik tangan Yuri dan menyeretnya keluar dari halaman itu. Ibu-ibu itu juga memukuli tubuh Yuri dengan alat-alat yang mereka bawa.

Sedangkan kaum pria di kawasan itu pun tidak ada yang berani menolong Yuri. Bukan karena takut atau apa, mereka hanya malas bila harus ribut dan bertengkar dengan istri-istri mereka apabila mencoba menghentikan semua itu.

Yuri yang terdesak juga sama sekali tidak bisa melawan. Dia hanya bisa menangis dan merengek saat orang-orang itu menyeret dan menghajarnya habis-habisan. Namun, naluri menyelamatkan diri tetap ada dalam diri Yuri. Tidak sanggup melawan dari serangan warga yang terus menghajarnya, Yuri berusaha melarikan diri.

Dengan sisa tenaganya, Yuri berlari sekencang-kencangnya meninggalkan komplek, dan wargapun tidak mampu mengejarnya.

Pelarian itulah pada akhirnya membawa Yuri tiba di halte bus dan bertemu dengan Pandu bersama istrinya yang saat itu mengalami kontraksi disana.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!