NovelToon NovelToon

Hati Untuk Aisyah

Sakitnya hati Aisyah

Aisyah tengah mematut diri di depan cermin untuk memastikan tidak ada yang kurang pada dirinya. Aisyah merapikan tatanan rambutnya yang sebenarnya sudah sangat rapi.

Malam ini, Aisyah akan di lamar oleh pujaan hatinya yang selama ini Aisyah cintai. Dia adalah anak sahabat dari ayahnya, namanya Dafansya Saputra.

Aisyah tersenyum melihat wajahnya di cermin. Aisyah yakin kalau Dafa kan terpesona dengan kecantikannya, karena Aisyah sudah mati-matian berdandan secantik mungkin untuknya.

"Sempurna...." Aisyah tersenyum puas, melihat pantulan dirinya di cermin.

Tok tok tok

"Ais...." Hana masuk dan tersenyum menatap wajah putrinya itu. "Cantik sekali anak ibu," puji Hana.

"Terima kasih, ibu."

"Ais sudah siap bertemu dengan calon pujaan hati?"

Aisyah mengangguk senang. Ini hari yang sangat di tunggu-tunggunya. Aisyah dan Hana keluar beriringan dan segera menemui orang yang sangat spesial malam ini.

Senyum Aisyah bertambah lebar, saat melihat sang pujaan hatinya tengah duduk diampit oleh kedua orang tuanya. Bahkan Aisyah tak jemu-jemu memandang wajah Dafa.

"Nah, ini dia orang yang kita tunggu-tunggu dari tadi," seloroh Aditya, yang menatapnya hangat.

Aisyah duduk di tengah-tengah antara Hana dan Aries. Aisyah melirik Dafa yang malam ini terlihat sangat tampan. Sungguh hati Aisyah bertambah meleleh menatap wajah tampan Dafa.

Marshall juga tersenyum bahagia melihat adik kesayangannya yang terlihat sangat cantik. Kini Aisyah sudah mendapatkan tambatan hatinya dan berharap Aisyah selalu diberikan kebahagiaan dan pastinya kesehatan juga.

"Selamat malam semuanya. Saya selaku orang tua dari Dafansya Saputra, Mau menyampaikan maksud dan tujuan kedatangan kami kesini yaitu ingin melamar putri Bapak Aries yang bernama Aisyah. Semoga lamaran putra saya di terima oleh Bapak Aries, terutama Nak Aisyah," ucap Aditya.

"Bagaimana, Ais? Apa Ais menerima lamaran dari Dafa?" Tanya Aries dan Aisyah pun menjawab. "Iya, Ais terima lamaran dari Dafa."

Semua yang mendengarnya tersenyum senang. Lain halnya dengan Dafa yang merasa tidak senang dengan pertunangan ini. Dafa terpaksa menuruti perkataan papanya, walau sebenarnya Dafa tidak menyetujuinya.

Aisyah dan Dafa langsung tukar cincin. Aisyah terus menyunggingkan senyumnya. Hatinya saat ini benar-benar sangat bahagia. Setelah sekian lama memendam rasa cintanya terhadap Dafa, kini Aisyah ingin terus bersamanya sampai maut memisahkan.

Setelah saling tukar cincin, Aries dan Aditya membicarakan soal hari dan tanggal pernikahannya. Dafa yang ikut mendengarkan pembicaraan papanya dan Aries, langsung ikut menimpali pembicaraan kedua lelaki itu.

"Aku boleh mengajukan syarat," Ucap Dafa.

"Syarat apa?" Tanya Aditya.

"Aku mau nikah siri aja," ungkap Dafa.

"Kenapa harus nikah siri?" Tanya Aries.

"Ada berbagai alasan. Salah satunya aku masih ingin mengejar cita-citaku dan lagian aku sama Ais masih muda."

"Alasan apaan itu! Pernikahan ini tidak akan menghalangi cita-citamu dan kamu masih muda atau tidak, itu bukan persoalan yang berat," ucap Aditya.

"Pa, aku kan sudah bilang. Beberapa bulan lagi aku mau lanjut kuliah di luar neger dan papa tahu kan kalau aku tidak pernah mencintai Ais."

"Dafa!" Bentak Aditya.

"Sudah-sudah. Om terima syarat dari kamu, walau sebenarnya Om tidak setuju, tapi demi kebahagiaan Ais, Om menyetujuinya." Aries mencoba berlapang dada dengan keputusan Dafa.

"Ries, kamu yakin?" Ucap Aditya, yang tak percaya.

Aries mengangguk lemah. Aries hanya bisa berharap, semoga setelah menikah Dafa bisa mencintai Aisyah dan membangkitkan kembali semangat Aisyah untuk terus menjalani hidup. Selama ini, Aries sering melihat Aisyah tidak memiliki semangat hidup semenjak di vonis menderita pengerasan hati dan saat Aries mengetahui kalau putrinya itu mencintai anak sahabatnya, Aries langsung meminta Aditya untuk menikahkan Dafa dan Aisyah. Aries lakukan semua ini demi kebahagiaan Aisyah.

***

Setelah bertunangan beberapa Minggu lalu. Kini hari pernikahan pun tiba. Semua tamu undangan sudah pada hadir dan bapak penghulu sudah duduk di tempatnya.

Dafa menatap dingin kepada Aisyah yang saat ini tengah berjalan ke arahnya. Aisyah berjalan di dampingi oleh Zee, dengan bibirnya terus tersungging kepada semuanya terutama kepada Dafa.

Aisyah dan Dafa sudah duduk berdampingan dan acara ijab qobul pun di mulai. Di depan Aries dan Bapak penghulu, Dafa mengikrarkan janji suci pernikahan dengan hanya satu tarikan nafas.

Kini Aisyah dan Dafa sah menjadi sepasang suami istri. Senyum bahagia terpancar dari bibirnya Aisyah. Betapa membuncahnya hatinya saat ini, orang yang selama ini di cintainya kini sudah sah menjadi suaminya.

Setelah acar ijab qobul dan resepsi, Aisyah dan Dafa kini sudah berada di kamarnya.

"Ais, aku mau bicara serius sama kamu," ucap Dafa. Aisyah menghentikan gerakan tangannya yang sedang menyisir rambutnya.

"Aku mau bilang, setelah sebulan kita menikah aku mau kita pisah," sambung Dafa.

"Maksudnya pisah gimana?"

"Cerai." Dafa mempertegas ucapnya.

Deg... Jantung Aisyah mendadak berhenti. Aisyah terkejut mendengar perkataan Dafa. Baru hitungan jam Aisyah dan Dafa menikah, tapi kini Dafa sudah membicarakan soal cerai.

"Cerai? Kenapa harus cerai." Bingung Aisyah.

"Asal kamu tahu, aku tuh terpaksa menikahi kamu. Kalau bukan karena permintaan papa, aku nggak bakal mau menikah sama kamu. Satu yang harus kamu tahu, aku tuh sudah memiliki kekasih dan aku akan segera menyusul pacarku ke luar negeri. Maka dari itu, aku nggak mau pernikahan konyol ini jadi penghalang untukku."

Seketika kebahagiaan yang baru saja di genggamannya, hancur berkeping-keping. Hatinya benar-benar sangat sakit, bahkan sakitnya melebihi penyakit yang di deritanya.

Aisyah tak mampu lagi membendung air matanya. Suami yang baru saja menikahinya, tega mengucapkan kata pisah di malam pertamanya sebagai sepasang suami istri.

"Tapi kamu tenang saja, selama sebulan penuh aku akan memenuhi kebutuhan lahir batin kamu. Setelah itu aku akan langsung menceraikan kamu. Lagian pernikahan kita ini hanya pernikahan siri, agar aku mempermudah menceraikan kamu."

"Kenapa kamu menuruti kemauan papamu, kalau pernikahan ini akan menyakiti hatiku. Asal kamu tahu, dari dulu aku sudah mencintai kamu. Apa tidak ada sedikitpun rasa cinta untukku?"

"Tidak. Sama sekali aku nggak mencintai kamu. Aku harap kamu mengerti perasaanku."

Aisyah memegangi dadanya yang terasa sesak. Aisyah benar-benar tak menyangka, lelaki yang sangat di cintainya tak membalas cintanya. Seandainya Aisyah tahu dari awal, maka pernikahan ini tidak akan pernah terjadi.

Setelah pembicaraan itu, keduanya sibuk dengan pemikirannya masing-masing.

Aisyah menoleh ke arah Dafa, yang saat tengah sibuk dengan handphonenya. Hati Aisyah bertambah sakit saat Dafa menelpon kekasihnya. Begitu mesranya Dafa berbicara dengan kekasihnya. Sungguh Aisyah tak mampu mendengar ucapan mesra Dafa terhadap kekasihnya.

"Aku sangat merindukan kamu sayang dan tunggu aku menyusul kamu ke sana."

" Iya, aku juga sangat mencintai kamu, bahkan pake banget."

Itulah pembicaraan Dafa terhadap kekasihnya, yang di tangkap oleh pendengaran Aisyah. Air matanya terus mengalir membasahi pipinya terutama hatinya yang perih dan terkoyak.

Berpura-pura mesra

Malam pertama bukannya di habiskan dengan penuh cinta, tapi ini di habiskan dengan kesedihan di hati Aisyah dan diabaikan oleh Dafa.

Aisyah meringkuk di atas ranjang sembari menahan Isak tangisnya, sedangkan Dafa sudah terlelap di sampingnya. Tidak peduli rasa sakit yang Aisyah rasakan. Rasa cintanya terhadap sang kekasih membuat Dafa harus mengatakan kata cerai di malam pertamanya.

Pukul sembilan pagi, Aisyah baru bangun dari tidurnya. Hampir semalaman Aisyah tidak bisa memejamkan matanya, karena rasa sakit yang di rasakannya.

Aisyah menoleh ke samping, dimana Dafa tidur dan ternyata Dafa sudah tidak ada di sana. Aisyah merengut lesu. Begitu tidak pedulinya Dafa terhadapnya. Kemudian Aisyah memilih membereskan tempat tidur dan segera mandi, tapi saat akan melangkah ke kamar mandi sayup-sayup terdengar suara Dafa dari balkon.

Aisyah yang penasaran, memilih mendekati Dafa dan Aisyah berdiri di balik pintu.

"Jangan lupa makan dan jangan terlalu memforsir diri. Kalau kamu sakit bagaimana? Siapa yang jagain kamu, sedangkan aku jauh dari sisi kamu."

"Iya, i love you. Tunggu aku ya sayang, muach...."

Begitu perhatiannya kamu sama pacar kamu, sedangkan aku sebagai istrimu diabaikan. Batin Aisyah,

Hati Aisyah bertambah sakit, saat Dafa tengah tersenyum menatap foto pacarnya.

Apa tidak ada sedikitpun rasa cinta untukku dan betapa malangnya nasib pernikahanku.

Aisyah bergegas pergi, saat melihat Dafa akan masuk. Aisyah berpura-pura merapikan tempat tidur dan melirik Dafa yang melewatinya begitu saja.

"Bahkan Dafa tidak melirikku," lirih Aisyah.

***

Saat akan keluar dari kamar, Aisyah mencegah tangan Dafa yang akan membuka pintunya.

"Dafa, bolehkah aku mengajukan syarat," kata Aisyah.

"Syarat apa?"

"Tolong di depan keluargaku kita bersikap mesra, seperti layaknya suami istri."

"Baiklah."

"Terima kasih," ucap Aisyah.

"Hmm...."

Dafa melangkah keluar lebih dulu dan Aisyah menatap punggung Dafa dengan perasaan sedih.

"Aku harus lebih bersabar dan terus berdoa, semoga suatu hari Dafa bisa mencintaiku," gumam Aisyah.

Aisyah segera menyusul Dafa dan saat sudah di depan keluarganya, Aisyah tersenyum sembari menggenggam tangan Dafa.

"Selamat pagi semuanya," sapa Aisyah, dengan senyum manisnya.

"Aduh... pengantin baru, jam segini baru turun," goda Hana

"Ih... Ibu...." Aisyah tersipu malu.

"Ibu sudah siapkan sarapan buat kalian. Sana kalian sarapan dulu," titah Hana.

" Iya... Ayo, yang," ajak Aisyah.

Hana tersenyum melihat Aisyah dan Dafa yang tampak terlihat bahagia. Tiba-tiba pipinya di kecup oleh lelaki yang sangat di cintainya.

"Aku bahagia melihat wajah Ais berseri-seri," ucap Hana kepada suaminya.

"Aku juga dan semoga pernikahan anak kita langgeng," timpal Aries, sembari merangkul pundak Hana.

Aisyah dan Dafa sudah berada di meja makan. Sebagai seorang istri, Aisyah harus melayani Dafa. Dari mengambilkan makanan dan yang lainnya.

Aisyah sudah mau mengambil piring milik Dafa, tapi Dafa menahannya.

"Kamu nggak perlu melayaniku seperti layaknya seorang istri, karena kamu hanya istri sesaat bagiku," ucap Dafa.

Seketika hatinya Aisyah terasa perih. Begitu tak sudi kah Dafa terhadapnya. Padahal Aisyah tulus melayani Dafa, tapi ternyata Dafa menolaknya mentah-mentah.

Aisyah langsung duduk dan segera sarapan. Entah kenapa, makanan yang dimasuk ke mulutnya terasa susah untuk di telan.

Selesai sarapan, Dafa meninggalkan Aisyah yang belum selesai sarapan. Cepat-cepat Aisyah menghentikan sarapannya dan bergegas menyusul Dafa.

"Kamu mau pergi kemana?" Tanya Aisyah.

"Aku mau pulang. Aku harus mengambil beberapa barangku di rumah."

"Mm... Boleh... Aku ikut?" ucap Aisyah ragu.

"Terserah kamu." Jawab Dafa.

Aisyah tersenyum senang, karena Dafa memperbolehkan ikut." Tunggu sebentar, aku ambil tasku dulu."

"Jangan lama-lama."

Aisyah mengangguk dan segera mengambil tasnya.

Dafa dan Aisyah segera berangkat ke rumah orang tua Dafa. Sekitar satu jam, Dafa dan Aisyah sampai di kediaman orang tuanya Dafa.

Bella tersenyum senang melihat Aisyah dan Dafa datang berkunjung. Dipeluknya Aisyah dengan sayang.

"Ma, Dafa ke kamar dulu."

Bella mengangguk dan mengajak Aisyah duduk.

"Bagaimana perasaan kamu, Nak? Apa Dafa memperlakukan kamu baik?" Ujar Bella, dengan tatapan teduhnya.

"Baik kok, ma. Bahkan Dafa sangat perhatian sama Ais."

"Syukurlah. Mama senang mendengarnya." Ucap Bella seraya tersenyum dan mengelus lengan Aisyah, sedangkan Aisyah hanya tersenyum kecut.

Andai mama tahu, kalau Dafa sudah mengajukan kata cerai semalam dan betapa sakitnya hati Ais, ma....

"Ma, Ais boleh ke kamarnya Dafa?"

"Tentu saja boleh."

Aisyah langsung bergegas menuju kamarnya Dafa dan Aisyah langsung masuk ke kamarnya Dafa.

Aisyah terkejut melihat Dafa tidak mengenakan baju, kemudian Aisyah memutarkan tubuhnya membelakangi Dafa.

"Lain kali ketuk pintu dulu sebelum masuk. Apa kamu sengaja ingin melihatku tanpa busana!" Cibir Dafa.

"Maaf, aku nggak tahu kalau kamu tengah berganti pakaian."

"Terus kamu mau ngapain ke kamarku!" Ketus Dafa, yang tak suka ada orang yang sembarangan masuk ke kamarnya.

"Aku... Cuma ingin tahu, seperti apa kamar kamu."

"Alasan saja! Lebih baik kamu keluar saja dari kamarku. Aku paling nggak suka ada orang asing masuk ke kamarku," usir Dafa.

Bless... Hati Aisyah langsung sakit, saat Dafa mengatakan dirinya orang asing. Dengan perasaan perih, Aisyah keluar dari kamar Dafa. Sebisa mungkin Aisyah menahan air matanya. Aisyah tidak mau menunjukkan kesakitan hatinya di depan Dafa ataupun kepada keluarganya.

"Loh, Ais?!" Seru Difa, saudara kembarnya Dafa.

"Difa...."

Difa tersenyum dan menghampiri Aisyah. "Kapan datangnya?" Tanya Difa.

"Tadi. Kamu mau berangkat kuliah."

"Iya. Aku berangkat dulu ya...."

"Iya...."

Setelah Difa pergi, Aisyah memilih duduk dan bermain handphone. Lama Aisyah menunggu Dafa, akhirnya Dafa keluar juga dari kamarnya.

"Ayo, kita pergi," kata Dafa.

Aisyah dan Dafa berpamitan terlebih dahulu kepada Bella, setelah itu langsung meninggalkan rumahnya.

Sepanjang perjalanan, Dafa dan Aisyah tidak ada yang berbicara. Walau sebenarnya Aisyah ingin mengajak Dafa berbicara, tapi melihat Dafa yang begitu dingin membuat Aisyah mengurungkan niatnya.

Saat berhenti di lampu merah, handphonenya Dafa berdering. Dafa tersenyum sumringah melihat siapa yang menelponnya.

"Halo, sayang...." Jawab Dafa.

"...."

"Apa?! Kamu serius sudah di bandara? Oke, aku jemput kamu sekarang."

Dafa pun mematikan teleponnya dan menoleh kepada Aisyah.

"Turun."

"Turun? Maksudnya?" Bingung Aisyah.

"Kamu turun dari mobilku. Aku mau menjemput pacarku di bandara. Cepat turun!"

"Apa nggak nganterin aku dulu ke rumah."

"Nggak bisa. Lebih baik kamu pulang sendiri saja. Aku nggak mau membuat pacarku menunggu lama."

Dengan terpaksa Aisyah turun dari mobil. Dafa langsung tancap gas menuju bandara. Aisyah menatap sendu mobil Dafa yang pergi meninggalkannya demi menjemput pacarnya. Aisyah menundukkan kepalanya mencoba untuk tidak menangisi kisah cintanya yang tak terbalaskan dan juga tak diinginkan.

Peringatan Byan

Aisyah berjalan lesu menyusuri trotoar. Aisyah ingin menenangkan hatinya yang sangat pedih, karena Dafa memilih pacarnya ketimbang dirinya. Tiba-tiba sebuah klakson menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah mobil.

Kaca jendela mobil tersebut di turunkan dan sebuah tatapan teduh menatapnya.

"Kak Byan?"

"Pengantin baru, kenapa jalan sendiri."

"Aku habis dari toko buku dan kebetulan suamiku sedang ada urusan di kantor papanya," bohong Aisyah.

"Oh... Terus sekarang mau kemana?" Tanya Byan lagi.

"Mau pulang. Ini juga lagi nunggu taksi lewat."

"Kalau gitu cepat naik. Biar aku antarkan kamu pulang."

"Nggak usah, kak. Aku pulang naik taksi aja."

"Sudah, cepat naik," paksa Byan.

Aisyah segera masuk kedalam mobil dan Byan segera melajukan mobilnya. Byan melirik Aisyah yang terlihat murung dan hal itu membuat Byan penasaran.

"Pengantin baru kok terlihat murung."

"Hah... Apa, murung. Nggaklah, aku nggak murung. Aku cuma merindukan suamiku," sanggah Aisyah, agar Byan tidak menatapnya curiga.

"Oh... Kirain ada masalah. Mm... Ais, apa kamu mau temani aku makan dulu. Kebetulan aku belum makan siang."

"Boleh...."

Byan tersenyum senang. Byan membelokan mobilnya ke restoran Jepang.

"Kamu mau pesan apa?" Tanya Byan, sembari memilih menu makanannya.

"Aku pesen miso soup dan minumnya teh manis hangat."

Byan mengangguk dan memberitahukan pesanannya kepada waiters.

"Apa kamu bahagia menikah dengan Dafa?" Tanya Byan.

"Iyalah, masa nggak."

"Baguslah kalau bahagia. Aku lega dengernya."

Aisyah hanya tersenyum kecut, padahal kenyataannya tidak seperti itu.

*

Selesai makan siang, Byan langsung mengantarkan Aisyah pulang. Setelah itu Byan melanjutkan ke tempat lain untuk bertemu dengan Dhika dan Sigit di cafe.

Byan langsung bergabung dengan kedua temannya begitu tiba di cafe tersebut.

"Sorry telat," ucap Byan.

"Iya, nggak apa-apa. Santai saja kali," jawab Sigit.

"Gimana-gimana, kamu nyuruh aku datang kesini mau cerita apa," ucap Byan kepada Dhika.

"Kalian tahu nggak, kalau gue masuk ke perusahaan teknologi terbesar di Indonesia," ujar Dhika penuh antusias.

"Wow... Hebat kamu," timpal Sigit.

"Dhika gitu loh! Dan kalian tahu, di sana tuh cewek-ceweknya, beuh... Cantik-cantik, bro," ucap Dhika seraya mengacungkan jempolnya.

Byan dan Sigit menggelengkan kepalanya. Dhika kalau bercerita tidak jauh-jauh dari namanya perempuan, apalagi perempuannya cantik dan seksi.

"Kalian tahu... Rasanya tuh sangat menyenangkan kerja sambil pandangin cewek-cewek cantik. Ah... Jadinya pengen gue pacarin semua cewek-cewek di kantor," sambung Dhika.

"Dasar Playboy cap kadal," cibir Sigit.

Saat sedang asik berbincang dengan Dhika dan Sigit. Tanpa sengaja Byan melihat Dafa masuk bersama dengan perempuan lain.

Itukan suaminya Ais? Dia ngapain dengan perempuan lain. Batinnya Byan.

Byan terus memperhatikan Dafa dan perempuan itu. Byan lihat kalau Dafa dan perempuan itu begitu mesra, apalagi Dafa memperlakukan perempuan itu begitu lembut.

Apa jangan-jangan perempuan itu selingkuhannya Dafa? lalu Ais bagaimana?.

Byan ingin sekali menghajar Dafa, tapi mengingat dirinya bukanlah siapa-siapanya Aisyah maka Byan membiarkannya dan berpura-pura tidak tahu. Byan tidak ingin ikut campur dalam rumah tangga yang baru di bina oleh Aisyah dan Dafa.

Hampir setengah jam, Byan duduk bersenda gurau dengan Dhika dan Sigit. Akan tetapi pandangannya terus menatap Dafa dan Byan sudah sangat geram melihat sikap Dafa yang begitu mesra kepada wanitanya, bahkan tanpa rasa malu Dafa mencium kening pacarnya. Ketika Dafa dan pacarnya pergi, Byan juga ikut bangkit.

"Bro, aku keluar dulu sebentar," kata Byan.

"Oke...." Jawab Dhika.

Dengan langkah lebar, Byan menyusul Dafa yang sudah keluar dari cafe. Byan mempercepat langkah kakinya dan tangannya Byan sudah sangat gatal ingin memukul Dafa. Saat sudah dekat dengan Dafa, Byan menarik baju Dafa dari belakang. Dafa langsung menoleh dan di saat itu juga Byan memberikan bogem mentah.

Bugh

Pukulan keras mendarat di rahangnya Dafa. Tatapan Byan begitu nyalang terhadap Dafa.

"Siapa elo! Kenapa elo pukul gue!" Dafa marah, karena tiba-tiba dirinya dipukul oleh orang yang tidak di kenalnya.

Byan menarik kerah baju Dafa. "Elo nggak perlu tahu siapa gue dan elo pantas mendapatkan pukul dari gue, karena elo sudah menyakiti Aisyah. Istri elo!" Byan sengaja menekan kalimat terakhirnya, tidak peduli dengan pacarnya yang terlihat terkejut sekaligus bingung dengan ucapan Byan. Hati Byan benar-benar sudah sangat marah, tak terima kalau Aisyah disakiti oleh Dafa. Padahal Byan tahu kalau Aisyah sangat mencintainya, tapi justru dikhianati oleh Dafa.

"Gue peringatan sama elo, jangan coba-coba kamu sakiti Aisyah. Kamu akan tahu akibatnya," lanjut Byan memberi peringatan keras. Setelah itu Byan meninggalkan Dafa yang terlihat sangat emosi.

"Brengsek!" Maki Dafa, penuh emosi.

"Apa benar yang diucapkan lelaki tadi?" Tanya pacarnya Dafa, yang bernama Wulansari.

"Nggaklah sayang. Dia itu nggak waras. Aku aja nggak kenal sama tuh orang."

"Jangan bohong kamu."

"Nggak sayang... Aku nggak bohong, percaya sama aku." Dafa berusaha meyakinkan Wulan, walau sebenarnya Dafa sangat marah kepada Byan yang sengaja mengatakan kalau dirinya sudah menikah.

"Ayo, aku antarkan kamu pulang."

Wulan pun mengangguk dan segera naik ke dalam mobil.

***

Sudah jam sepuluh malam, Aisyah menunggu Dafa pulang. Berkali-kali Aisyah melirik jam di dinding, hatinya Aisyah resah mengkhawatirkan Dafa. Dering handphonenya bunyi, dengan cepat Aisyah mengambil handphonenya.

"Kak Byan? Tumben kak Byan telpon aku," gumam Aisyah. Aisyah segera mengangkat telponnya.

"Halo, kak."

"Gimana keadaan kamu. Apa kamu baik-baik saja," kata Byan. Walau sebenarnya Byan sangat mencemaskan keadaan Aisyah dan takut kalau Dafa menyakiti Aisyah yang lemah.

"Aku baik-baik saja, kenapa memangnya?"

"Nggak kenapa-napa. Bagus kalau kamu baik-baik saja. Ya sudah, jaga diri baik-baik."

Byan mematikan teleponnya. Aisyah heran dengan Byan yang tiba-tiba perhatian terhadapnya.

Dafa datang dengan sikap dinginnya dan mengabaikan Aisyah yang sejak tadi menunggunya pulang.

"Kenapa baru pulang," tanya Aisyah.

"Karena aku sibuk dengan pacarku," jawab Dafa tanpa memikirkan perasaan Aisyah.

"Bisa nggak sih, kamu jangan ketemuan dulu dengan pacar kamu. Aku takut kalau orang tua kita tahu, kamu pasti bakal di marahin."

"Bodo amat! Emang aku pikirin," ketus Dafa. Baginya, saat ini Dafa ingin meluapkan rasa rindunya terhadap kekasihnya, Wulan. Karena Wulan yang paling penting di dalam hatinya.

Dafa tidak peduli dengan orang tuanya yang akan marah, jika mengetahui kalau dirinya masih menjalin cinta dengan Wulan. Rasa cintanya terhadap Wulan sangatlah besar, meski orang tuanya menentang keras hubungannya dengan Wulan. Bagi Dafa, Wulan lah wanita yang terbaik baginya. Sedangkan Aisyah, hanya wanita penyakitan dan sebentar lagi juga akan mati.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!