NovelToon NovelToon

One Night With Mr.R

ONWMR-1

Amsterdam, Belanda

"Nona, malam ini Tuan Besar meminta anda datang ke mansion utama"

Lea berhenti sejenak lalu mulai berpikir "Kali ini aku akan datang"

"Kalau begitu saya permisi. Saya akan mempersiapkan gaun terbaik untuk anda malam ini"

"Lakukanlah!"

Asisten pribadi yang biasa mengurus semua kebutuhan Nona Lea itu akhirnya keluar untuk melaksanakan tugas. Dia perlu datang ke butik langganan Nonanya untuk mengambil gaun terbaru minggu ini.

Tak lama kemudian pintu kembali diketuk, Lea menoleh pada sebuah layar yang memperlihatkan keadaan di depan pintu ruangannya, cukup dengan menekan salah satu tombol yang berada di samping telepon saja pintu itu bisa bergeser pertanda mempersilahkan sang pengetuk pintu untuk masuk.

"Ada apa?" tanya Lea to the point.

"Maaf Nona, tentang schedule meeting untuk hari besok, klien meminta dimajukan menjadi hari ini"

"Ini sudah hampir sore, kenapa mendadak sekali?"

"Maaf Nona"

"Ck, kalau begitu kau atur saja. Tapi aku tidak bisa lama karena sudah ada janji lain pukul tujuh malam"

"Baik Nona, saya permisi"

"Hm"

Wanita cantik bak barbie hidup itu kembali fokus pada laptop di depannya, dilihat dari bagian manapun wanita itu lebih cocok menjadi model. Tapi siapa sangka, wanita itu ternyata adalah seorang Presdir Muda di perusahaan besar yang hampir merajai dunia bisnis di benua eropa.

Berbekal otak cerdas yang dimiliki, sangat bermanfaat untuk mengambil alih perusahaan kakeknya dengan mudah. Bahkan bertambah pesat ditangannya.

...---...

Saat sore menjelang Lea mendatangi salah satu restoran untuk menemui kliennya. Walau waktu tersisa hanya satu jam lagi, tapi dia yakin bisa menyelesaikan meeting kali ini dengan cepat.

"Selamat datang, Nona Braine" sapa seorang pria tampan berkulit coklat dengan kumis tipis dan alis tebal.

"Terima kasih, Tuan Brooks"

"Silahkan duduk"

Lea mengangguk mengerti, wanita itu duduk dengan anggun. Matanya kini menatap lurus lawan bicaranya.

"Saya tidak bisa berlama-lama Tuan karena masih ada urusan lain, bisa kita mulai pembahasannya sekarang?"

"Ya baiklah, silahkan"

Lea meminta berkas yang dipegang oleh sekretarisnya, Presdir Muda itu mulai menjelaskan semua ide-ide cemerlangnya untuk kemajuan bisnis keduanya.

Sementara lawan bicaranya-Yuzo Brooks hanya diam sembari memperhatikan sesuatu yang dimiliki Lea, pria itu tidak melepaskan tatapannya dari Lea walau satu detikpun.

Tatapan tajam itu berubah menjadi lapar kala dirinya kembali berfantasi liar ketika melihat belahan dada Lea nampak jelas di hadapannya karena wanita itu memakai dress ketat sebatas paha dengan belahan dada yang rendah.

Jika biasanya dia akan berfantasi dengan potret-potret seksi wanita itu, kali ini dia mempunyai kesempatan untuk melihatnya secara langsung.

"Bagaimana pendapat anda Tuan Brooks?"

Yuzo gelagapan karena sedari awal dia tidak fokus pada pokok pembahasan "Yq ya, ide tersebut terdengar sangat bagus dan menarik. Saya setuju"

Lea dan Fanny-sekretarisnya tersenyum puas, karena tidak ingin membuang banyak waktu Lea segera meminta surat persetujuan dari kedua belah pihak.

"Sekretarisku belum kembali sedari tadi, bisa minta tolong cek dia di toilet?" Pinta Yuzo pada Fanny.

Fanny melirik majikannya untuk meminta ijin dan Lea menganggukan kepalanya pertanda mengijinkan.

"Baik Tuan, saya permisi"

"Maaf harus membuat anda menunggu"

"Tidak apa-apa Tuan"

"Minumlah terlebih dahulu" tawar pria itu.

"Terima kasih" Lea menerima minumannya tanpa menaruh curiga sedikitpun.

Lima belas menit berlalu tapi Fanny belum juga menampakkang batang hidungnya, begitupun dengan sekretaris Yuzo yang katanya tidak kembali sedari tadi.

Lea tentu gelisah, apalagi dia mulai merasakan sesuatu yang tidak beres dari dalam tubuhnya. Wanita itu mulai mencari-cari letak AC, tapi sepertinya penyejuk ruangan itu baik-baik saja. Lalu kenapa dia merasa kepanasan?

Keringat dingin mulai membasahi pelipis wanita itu dan Yuzo tentu menyadarinya, pria itu tersenyum samar lalu berpura-pura peduli.

"Are you oke Nona?"

"Yes, i'm oke" balas Lea berbanding terbalik dengan keadaannya.

"Sebenarnya kemana perginya mereka?" lirih Yuzo bertanya-tanya.

"Maaf Tuan, sepertinya aku harus ke toilet sebentar" pamit Lea yang beranjak dari tempat duduknya.

Tapi Yuzo tidak membiarkannya. Pria itu menarik tangan Lea dengan kasar lalu menghimpitnya ke dinding.

"Kau tidak bisa kemana-mana" ucap lelaki itu berkabut gairah.

"Lepaskan saya Tuan!" kesal Lea.

"Aku akan melepaskanmu setelah memiliki tubuhmu"

"Jangan macam-macam!"

"Ternyata princess juga bisa galak" Yuzo mulai mengusapkan tangannya dibalik leher mulus Lea yang membuat wanita itu mendesis "Bukankah ini yang kau butuhkan saat ini?"

Tak dapat berbohong, Lea memang membutuhkan sentuhan itu. Tapi otaknya kembali bekerja, dia yakin kalau pria itu telah sengaja menjebaknya seperti ini.

"Arrgghhh Raff seharusnya kau mengawalku disini" batin Lea memanggil asisten pribadinya.

Lea menepis tangan Yuzo yang sedang bermain-main di tengkuk lehernya.

"Hei, why?" tanya pria itu dengan senyum miringnya "Baiklah, sepertinya kau tidak ingin melakukannya disini. Mari kita ke hotel"

Ingin rasanya Lea mencabik-cabik wajah pria itu tapi yang dia pikirkan kali ini hanya melarikan diri sebelum terlambat.

Dengan sedikit ilmu bela diri yang dia pelajari, wanita itu mendorong Yuzo dengan sekuat tenaga lalu menendangnya tepat di sangkar burung untanya.

"Arrgghhh brengsek" umpat Yuzo memegangi selangkangannya.

Tak menyia-nyiakan kesempatan, Lea berlari menuju pintu ruangan terkutuk itu. Jujur saja dia merasa sangat lemas dan lebih lemas saat terpaksa mengeluarkan tenaga untuk menumbangkan pria gila itu.

Tak memperdulikan umpatan demi umpatan yang dilontarkan Yuzo, Lea bergegas membuka pintu. Wanita itu berjalan sempoyongan mencari-cari pintu keluar tapi yang dia temukan justru dada seorang pria tampan berbadan tegap dan bermata tajam. Ya, dia menabrak dada pria itu.

"Pakai matamu nona!" desis pria itu tidak suka.

Tapi Lea tak menghiraukannya, wanita itu menoleh ke belakang untuk memastikan pria gila itu mengejarnya atau tidak tapi ternyata Yuzo ikut keluar walau dengan langkahnya yang tertatih.

"Help me"

Pria itu mengerutkan kening tidak mengerti maksud wanita yang tiba-tiba menabraknya ini.

"Aku sedang di kejar oleh seseorang, ku mohon bantu aku untuk pergi dari sini" jelasnya dan untuk pertama kalinya Nona muda Braine meminta bantuan pada seseorang.

"Apa kau terlibat hutang?"

Lea menyorot pria itu dengan tajam apa katanya, hutang?

"Ck, sudahlah sepertinya aku meminta bantuan orang yang salah" Lea mendorong dada pria itu supaya menyingkir dari jalannya. Dan tentu saja pria itu mempersilahkannya.

Lea beranjak pergi dengan berjalan sempoyongan wanita itu menahan semua rasa panas dan geli yang terasa di dalam tubuhnya. Dan semua itu tidak luput dari pandangan pria yang ditabraknya tadi.

"Aku akan membantumu" putus pria itu yang tiba-tiba mengangkat tubuh Lea hingga melayang di pundaknya. Langkah lebar pria ini mempercepat Lea untuk melarikan diri.

Gesekan kulit antar keduanya membuat Lea mendesis.

"Mobilku ada disana" tunjuk Lea.

Tapi pria itu tak menghiraukannya, dia justru berjalan ke arah yang berlawanan menuju tempat dimana mobil miliknya terparkir.

ONWMR-2

Lea pasrah saja, wanita itu tidak memberontak saat pria yang menolongnya memasukkannya ke dalam mobil lain. Yang terpenting sekarang adalah kabur dari jebakan Yuzo.

Tidak banyak bicara, pria itu segera melajukan mobilnya meninggalkan area restoran.

Rasa panas dan geli semakin terasa membuat Lea tak tenang dan terus bergerak di tempat duduknya.

"Sebenarnya apa yang terjadi padamu? Apa kau mabuk? Tapi aku tidak mencium bau alkohol sedikitpun"

Lea menatap pria itu dengan mata sayu "Aku dijebak seseorang" jawabnya tanpa berniat memberitahu tentang apa yang dia rasakan, tentu saja dia tahu yang terasa saat ini adalah ulah obat perangsang.

"Tolong antarkan aku ke Apartemen Gloss, setelah ini aku akan membayarmu berapapun karena telah membantuku pergi dari restoran itu"

"Kau pikir aku miskin?" decih pria itu tak suka.

Tapi Lea menghiraukannya, rasanya dia semakin tersiksa dengan reaksi obatnya.

"Cepatlah!" ucapnya sembari menggoyangkan tangan untuk mengipasi badannya yang panas.

"Apa AC mobilmu ini rusak?"

"Ck, rusak? Mana mungkin"

"Lalu kenapa panas sekali?"

"Diamlah, aku sedang menyetir"

Pria itu tak berhenti mengumpat di dalam hati karena Lea yang tidak diam sedari tadi, membuat belahan dada wanita itu bergoyang ke atas dan ke bawah.

Apalagi dress yang dipakainya juga mulai menyingkap ke atas. Bohong kalau dia tidak tergoda dengan pemandangan itu.

Allea Laticia Braine dengan segala pesonanya.

"Kita sampai"

"Bisakah kau membantuku? Aku sudah tidak tahan lagi" ucap Lea pasrah.

Pria itu membuka seatbeltnya lalu menoleh kesamping dimana Lea masih tidak diam bahkan saat ini wanita itu sedang meliuk-liuk seperti ular yang mendengar terompet.

"Are you oke?"

"Touch me" pinta wanita itu dengan tatapan sayunya.

"Maksudmu?"

"Tolong sentuh aku, aku sudah tidak tahan dengan reaksi obat perangsang ini. Aku membutuhkan sentuhan dan pelepasan, aku akan membayarnya nanti" persetan dengan segala rasa malu dan semua yang akan terjadi. Lea sudah tidak dapat menahannya lagi.

"Obat perangsang?" beo pria itu.

Tak sabar menunggu jawaban, Lea langsung merangkak naik ke pangkuan pria itu, tangan rampingnya menangkup kedua pipi lalu menempelkan bibir tipisnya dengan bibir tebal milik sang pria.

Pria itu tentu terkejut, memang bukan kali pertama dia berciuman seperti ini tapi dia juga tidak terlalu gila sampai melakukannya dengan orang yang bahkan tidak dia kenali.

"Nona" panggilnya disela-sela ciuman itu.

"Pliss"

Baiklah, lagipula bukan dia yang memaksa bukan?

"Aku tidak ingin melakukannya disini. Beritahu aku dimana unit apartemenmu"

"1444A lantai 14"

Pria itu kembali mengangkat tubuh lemas Lea menuju unit yang dimaksud, dia berjalan dengan tatapan lurus ke depan tanpa peduli dengan tatapan semua orang.

"Beritahu aku passwordnya"

"Sama seperti nomor kamar ini" jawab Lea yang sudah tidak berdaya.

Sebuah unit apartemen yang tidak terlalu luas namun cukup mewah karena terdapat banyak pernak-pernik mahal. Apalagi warna putih terlihat mendominasi.

Pria itu membawa tubuh gelisah Lea menuju ke salah satu ruangan dengan pintu besar satu-satunya yang ada disana. Dia yakin itu adalah kamar utama.

Benar saja, di balik pintu besar itu terdapat sebuah kamar dengan ranjang queen size bersprei putih, ruangan walk in closet lengkap dengan sebuah bathroom.

Awalnya pria itu mengira jika wanita ini adalah wanita bayaran melihat bagaimana cara berpakaiannya yang sangat berani, tapi setelah melihat semua ini semua dugaannya tidak dibenarkan.

Dia yakin kalau wanita itu bukanlah wanita biasa-biasa.

"Aku sudah tidak tahan" keluhnya.

Pria itu menurunkan Lea dari pangkuannya "As you wish"

Pria itu mulai menyerang bibir tipis Lea, tangannya berkelana liar ke area sensitif sang wanita.

Pagutannya tak terlepas walau hanya sedetik saja. Pria itu mendorong Lea hingga terlentang diatas ranjang  dan hanya dalam satu tarikan saja dia berhasil merobek dress mahal Lea dengan hanya menyisakan sepotong baju kemben yang menyangga dua buah da-danya. Dan juga kain berbentuk segitiga yang masih berada di tempatnya.

Lea tidak tinggal diam, tangannya mulai meraba-raba rahang pria itu, lalu turun membuka kancing demi kancing kemeja yang masih menempel pada sang tubuh kekar pria itu. Lalu menariknya hingga jatuh ke lantai.

Roti sobek. Jeritnya dalam hati.

Kedua anak manusia yang amatiran itu terus memberikan rangsangan demi rangsangan pada lawan mainnya. Meniru adegan-adegan film dewasa yang pernah mereka lihat. Ya, siapa sangka kalau ini adalah pengalaman pertama untuk keduanya.

Entah kapan, kini keduanya sudah benar-benar polos tanpa sehelai benangpun.

Pria itu mulai memposisikan dirinya untuk memasuki Lea, Lea juga sudah membuka kakinya lebar-lebar untuk merasakan nikmatnya surga dunia seperti ucapan orang-orang.

Meskipun dalam pengaruh obat, tapi Lea seratus persen sadar.

Setelah dirasa pas dengan arahnya, pria itu mulai mendorong pinggul tapi bukannya merasa nikmat Lea justru merasa kesakitan dia refleks mundur.

"Kenapa?" tanya pria itu bertanya-tanya.

"Ini sakit, aku tidak mau melanjutkannya"

"Sakit? Tidak mungkin. Baiklah aku akan hati-hati"

Lea kembali memposisikan dirinya untuk bersiap disuntik tapi saat pria itu mendorong pinggulnya rasa sakit kembali terasa membuat Lea berteriak kesakitan karena pria itu memaksa untuk masuk.

"Sh*ittt, kau menyakitiku brengsek!"

"Tenanglah, aku akan bergerak perlahan"

Setelah dirasa Lea sudah sedikit rileks pria itu mencoba memaju mundurkan pinggulnya, awalnya memang sakit tapi lama kelamaannya rasa sakit itu tidak terasa karena rasa nikmat yang lebih mendominasi.

Teriakan kesakitan Lea berubah menjadi erangan nikmat, begitupun dengan pria itu karena merasa adik kecilnya terjepit di dalam sana. Tanpa pengalaman dan tanpa rencana keduanya melepas kepolosannya selama ini bersama-sama.

Lima belas menit berlalu, Lea merasakan inti tubuhnya mulai berkedut seakan ingin mengeluarkan sesuatu.

"Aku seperti ingin pipis"

"Keluarkan saja di dalam"

"Tapi.." bukannya mendengarkan, pria itu semakin menambah kecepatannya yang mana membuat Lea mau tidak mau menumpahkan sebuah cairan di dalam sana.

"Ahhh"

Menyusul Juvel, pria itu kembali menambah kecepatannya sampai sesuatu terasa sudah merangsek ingin dimuntahkan tapi saat dia ingin mencabut miliknya Lea malah menahan pinggulnya.

"Aku ingin pipis lagi, ahhh" teriaknya.

"Ahhh"

Keduanya mengerang nikmat dikala ******* datang bersamaan.

Dengan nafas yang terengah-engah, Lea menatap pria yang sudah mengambil mahkotanya dengan tatapan yang sulit diartikan. Entah dia harus menangis atau bagaimana, karena semua ini adalah atas permintaannya sendiri.

"Siapa namamu?"

"Apa perlu kau mengetahui namaku?"

"Tentu saja"

"Apa tidak ingin mencabutnya dulu?"

"Tidak, biarkan saja seperti ini dulu"

"Rellys Scouth. Dan kau?"

Lea tersenyum hambar, mana mungkin orang didepannya tidak mengenalnya sama sekali tapi dia tetap memperkenalkan diri.

"Allea Laticia Braine."

ONWMR-3

"Tulislah berapa bayaran yang kau inginkan" ucap Lea seraya menyodorkan cek kosong ke depan pria yang sudah membantunya semalam.

"Ck, kau kira aku adalah pria bayaran nona?"

"Tidak, anggap saja itu adalah permintaan maafku karena sudah merepotkanmu"

Rells menarik tangan Lea sampai wanita itu jatuh di pelukannya, beruntung Lea sudah berpakaian.

"Kau ini aneh Nona, bukankah seharusnya aku yang meminta maaf karena sudah mengambil mahkotamu?" Ya, Rells tau kalau kejadian semalam adalah pengalaman pertama untuk Lea.

Dia baru sadar ketika melihat noda darah diatas sprei dan juga mengingat susahnya dia disaat ingin mendobrak lubang kecil itu.

"Itu bukan kesalahan, karena aku sendiri yang memintanya"

"Benarkah?"

"Hm"

"Jadi kau tetap ingin membayarku?"

"Tentu saja"

"Baiklah. Tapi aku tidak mau dibayar dengan uang"

"Lalu?"

"Aku menginginkan tubuhmu lagi" balas Rells seraya mengendus tengkuk Lea yang mana membuat wanita itu mendesis geli.

"Rells.."

"Yes call my name" ucap Rells yang mulai menyukai semua tentang Lea. Tubuh, suara, dan juga pesonanya seakan menjadi candu untuk Rells.

Keduanya kembali melakukan olahraga panas dipagi hari ini, membutuhkan waktu sekitar 30 menit untuk mereka kembali mengerang bersamaan.

Rells mengunci tatapannya pada wajah cantik Lea, banyak wanita cantik bahkan lebih cantik dari Lea di negaranya tapi entah kenapa dia merasa Lea ini lain daripada yang lain. Suara dering ponsel diatas nakas mengalihkan atensi mereka.

"Aku akan menjawab teleponnya" pamit Rells, pria itu memungut celana boxernya baru menyambar ponsel dan berjalan ke arah balkon.

Lea menatap punggung Rells, tidak ada rasa menyesal sama sekali setelah melewati malam panas dengan pria itu.

Selama ini Lea selalu menjaga mahkotanya hanya untuk calon suaminya kelak. Terdengar kolot karena di negaranya para wanita bahkan tidak peduli akan hal itu tapi dia justru tidak ingin sama seperti mereka. Dia ingin sesuatu yang berbeda, wanita seksi yang limited edition misalnya.

Aneh? Memang.

Tapi siapa sangka, karena suatu jebakan bodoh malah membuatnya luluh pada pesona seorang pria yang bahkan baru dia kenal setelah pria itu mengambil mahkotanya. Semua prinsipnya selama ini lenyap seketika.

"Aku harus pulang"

Lea kembali memusatkan perhatiannya pada Rells yang sedang memungut baju-bajunya karena berserakan di lantai.

"Dimana rumahmu?"

Rells tersenyum tipis "Yang jelas bukan di negara ini"

"Are you seriously?"

"Of course"

"Lalu, kau akan pulang ke negaramu?"

Rells menjawab dengan anggukan kepala. Entah kenapa Lea merasa kecewa setelah tahu bahwa pria itu bukan berasal dari negara yang sama dengannya, pantas saja dia tidak mengenali Allea Laticia Braine.

"Kapan kau akan kembali?" tanya Lea bodoh.

"Untuk apa?"

"Em ti-tidak ada"

Selesai berpakaian Rells mendekati Lea yang masih duduk di atas ranjang. Pria itu menempelkan bibirnya untuk memberikan ciuman perpisahan.

"Terima kasih atas pengalaman ini" ucap pria itu ambigu.

Juvel mengerutkan kening tidak mengerti.

"Sampai jumpa di lain waktu" kata terakhir yang pria itu ucapkan sebelum menghilang dibalik pintu.

Lea memegangi dadanya dikala hatinya terasa berdegup kencang "Come on Lea, masih banyak pria diluar sana yang menginginkanmu"

Tak ingin larut dalam rasa yang tidak bisa dia mengerti, Lea akhirnya bangkit dari ranjang walau sedikit sakit dan perih, dia akhirnya bisa sampai di bath up. Lebih baik dia berendam dulu untuk merilekskan badan dan pikirannya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!