NovelToon NovelToon

De Lawrence : Ambisi Masa Lalu

Pilihan

...NOTE: Jangan di skip bacanya jika tidak mau bingung. ...

...HAPPY READING!...

...*****...

"Mommy tidak setuju!"

"Kami sudah punya calon untukmu."  Keputusan mutlak tidak bisa diganggu gugat.

"Aku ingin menikahi Miranda, Mom." Xavier keras kepala.

"Mommy bilang tidak maka tidak, Xavier! Aku tidak menyukainya." Wanita bergelar ibu itu sama keras kepalanya.

"Maka tidak ada pernikahan! Jangan lagi menggangguku dengan perihal cucunya." Xavier melangkah keluar pintu.

"Maka warisan juga diberikan pada orang lain." Suara itu menghentikan langkah kaki Xavier. Pria itu menatap ayahnya tidak percaya.

"Dad, kau juga?!"

"Wanita itu cocok untukmu," ucap sang ayah.

"Dad—"

"Pilihlah, Xavier. Menikahi Miranda, maka tinggalkan semua yang kau miliki."

"Dad! Aku putramu!"

"Aku tidak memiliki putra yang pembangkang."

"Terserah!" Xavier melanjutkan langkah dengan wajah marah.

Orang tuanya selalu ingin ia menikah, tapi siapa sangka harus pilihan mereka. Xavier jelas menolak karena telah memiliki kekasih yang dikencaninya hampir tiga tahun tanpa restu keduanya.

Ibunya beralasan tidak menyukai seorang model yang kini tengah dijalani oleh Miranda. Sedangkan ayahnya hampir tidak pernah berkomentar, namun sangat penurut pada istri kesayangannya.

"Ibumu masih tidak setuju?"

"Tidak," jawab Xavier singkat, masih menahan amarah yang tertahan. Kini ia berada di kantornya bersama Miranda.

"Sudah kubilang berhenti saja. Aku masih sanggup membiayaimu." Ia kesal karena Miranda sama keras kepalanya. Jika ibunya tidak menyukai model, maka Miranda cukup berhenti dari pekerjaannya.

"Aku menginginkan pekerjaan ini sejak dulu, Xavier. Kita bisa pikiran cara lain. Aku tidak bisa berhenti."

"Cara lain apa?! Sudah kulakukan banyak cara."

"Kalau begitu tunggu setahun lagi. Aku akan berhenti." Saat ini ia masih di puncak, sangat disayangkan jika harus meninggalkan ketenarannya sekarang.

"Apa! Kau tahu mereka sudah menjodohkanku. Jika aku menolak, seluruh kekayaan akan diambil dariku."

"What?!" Miranda tanpa sadar berteriak, namun segera mengatur emosinya.

"Jika kau setuju— apa yang akan terjadi?" tanya Miranda hati-hati.

"Seluruh warisan akan diberikan padaku."

Miranda berbinar senang mendengarnya, namun segera disadari oleh Xavier. Wanita itu segera memasang wajah sedih, kemudian duduk di pangkuan sang kekasih.

"Xavier ... Begini saja." Miranda mengusap pelan dada Xavier, menggoda.

"Bagaimana jika kau menyetujuinya?"

"Kau—"

"Dengarkan dulu." Miranda menyela.

"Buat kesepakatan dengan wanita itu hanya sampai kau mendapatkan semuanya. Dengan begitu kita bisa bersama tanpa khawatir lagi, kan?"

"Aku tidak yakin."

"Xavier ... Kita tidak bisa melawan orang tuamu saat ini selain menurut."

"Aku tidak perlu kekayaan mereka, Miranda. Kita bisa mencari bersama-sama setelah menikah, kan?" Miranda mulai was-was dengan jawaban Xavier. Jika seperti ini, kerja kerasnya menaklukkan Xavier hanya sia-sia jika hanya mendapat tong kosong!

"Aku tidak ingin menjadi orang jahat yang merebutmu, Xavier. Turuti orang tuamu saat ini. Kau tidak perlu menjalaninya dengan sungguh-sungguh."

-

-

-

-

"Aku tidak tahu sifat keras kepalanya itu mengikuti siapa! Selalu saja membantah karena wanita itu."

"Dia putramu, Mom. Tentu mengikutimu atau Daddy," jawab wanita yang duduk manis di kursi kerjanya dengan semangkuk salad keju.

"Kau bahkan tidak memberi solusi," cibir Rachel, ibu Xavier.

"Aku sulit berpikir saat ini," jawab wanita itu lagi.

"Dia calon suamimu, Jessie. Kau harus pikirkan cara mendapatkannya. Buat dia tidak bisa lepas darimu."

"Akan ku pikirkan setelah dia menjadi suamiku. Aku tidak akan melakukan hal yang sia-sia."

"Ya ... Begitulah dirimu." Rachel lelah.

"Menurutmu dia akan setuju?" Rachel kembali bertanya.

"Tergantung seberapa pintar dirinya."

"Benar juga. Dia terlalu bodoh," gumam Rachel.

"Cinta yang membuatnya bodoh. Sekarang aku percaya cinta itu buta," ucap Jessie.

Rachel sudah seperti ibu keduanya. Sejak orang tuanya meninggal dalam kecelakaan pesawat, hanya Rachel dan suaminya yang ia punya sebagai orang tua kedua. Saat wanita paruh baya itu mengajukan keinginan, sulit untuk menolaknya meski berat.

Awalnya Jessie ragu untuk menerima karena tidak mau menjadi perusak dalam hubungan orang lain. Tapi saat tahu kekasihnya hanya seorang model yang memanfaatkan pria itu, Jessie tak lagi ragu-ragu.

Sebenarnya juga ada hal lain ....

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Cerita ini sama seperti info yang aku kasih di novel Arabelle sebelah. Hanya berganti judul. jdi tidak perlu lagi ke apk sebelah karena ceritanya sdh aku pindahkan disini.

...###...

...Baca juga karya terbaru aku...

Bertemu

Buk!

Xavier meletakkan dengan kasar sebuah map di atas meja. Wanita di depannya tidak bergeming atau terkejut sama sekali.

Hari ini pertemuan mereka. Xavier setuju untuk menikah. Rachel tentu bersemangat dan langsung mengatur pertemuan mereka tanpa peduli dengan jadwal masing-masing.

Jessie berhenti menyesap jus nya dan membuka map yang diberikan Xavier. Seperti dugaannya, pria ini ingin kesepakatan.

"Kau penggemar novel atau drama?" Pertanyaan pertama yang diajukan Jessie membuat Xavier mengerjit.

"Tidak keduanya," jawabnya datar.

"Tanda tangani surat itu dan lakukan keinginan orang tua itu. Jangan berharap aku akan menerimamu. Aku juga terpaksa!"

Jessie tidak bersuara. Sulit bagi Xavier menebak reaksinya. Jujur wanita ini sedikit aneh dari kebanyakan wanita yang ia kenal. Tapi wajah cantik menjadi bonus tersendiri.

"Baiklah. Aku akan bicara pada Rachel agar tidak ada pengucapan sumpah." Jessie akhirnya bicara.

"Apa katamu? Bagaimana mungkin ada pernikahan tanpa sumpah." Baru saja ia berkata wanita ini aneh, sudah terjadi hal aneh lagi.

"Disini tertera pernikahan hanya berjalan selama setahun, sedangkan bagiku pernikahan adalah seumur hidup dan hanya sekali. Jadi aku tidak ingin mengucap sumpah yang berakibat Tuhan akan menghukumku karena melanggar sumpahnya," jelas Jessie. Xavier tak dapat berkata-kata. Sebenarnya wanita seperti apa yang diberikan oleh ibunya.

"Mr. Xavier Johansson. Aku hanya punya dua pilihan. Kita menikah dengan kewajiban yang seharusnya atau tidak sama sekali." Jessie tersenyum sembari menggeser map berisi surat perjanjian itu menjauh.

Aku tidak ingin melakukan hal yang sia-sia! Mungkin itu sudah menjadi moto hidupnya selama 25 tahun ini.

"Waktuku tidak banyak. Aku masih harus bekerja. Jadi silahkan pikirkan sebaik mungkin." Jessie berdiri dari tempatnya dan hendak pergi.

Sial! Xavier tidak pernah di perlakukan seperti ini. Wanita ini bertingkah seolah diatasnya.

"Siapa namamu?" Pertanyaannya membuat Jessie kembali duduk. Sebenarnya pria ini buta jika benar-benar menolaknya. Tidak tahukan bahwa ia menjadi incaran para pemuda kaya. Bahkan para investornya tak jarang menawarkan anak mereka seperti merk ternama.

"Jessie Milen."

"Apa pekerjaanmu?"

"Manager," jawab Jessie tanpa ragu.

Hanya Manager?

"Kau sedang meremehkanku?" tebaknya memincing.

"Tidak."

"Wajahmu meragukan."

Xavier mendelik tidak suka. "Bagian mananya yang meragukan?!"

"Kau seperti bilang ... Hanya Manager!" Jessie bicara seolah ia adalah Xavier.

Apa dia cenayang atau terlalu peka? Xavier sedikit terkejut.

"Jangan meremehkanku, Mr. Johansson. Jika aku berkualifikasi rendah, aku tidak akan masuk dalam daftar keluargamu."

Benar juga. Tapi apa pedulinya! Toh mereka akan berpisah.

"Kau terlalu berburuk sangka." Xavier menyangkal.

"Keinginanku masih sama. Mungkin kau akan berubah pikiran. Jadi bawa ini bersamamu." Xavier tidak menyerah, jadi menggeser map berisi perjanjian itu pada Jessie.

Jessie masih berusaha tersenyum meski hatinya sangat ingin mencekik pria ini.

"Sebenernya, Mr. Johansson ... Setuju atau tidak, aku tidak akan rugi apapun." Xavier terlihat tertarik. "Karena tuan besar berjanji akan memberikan sebagian sahamnya sebagai kompensasi penolakanmu." Kali ini Xavier terkejut bukan main, bahkan matanya membola tidak percaya.

"Aku bisa saja menolak, tapi aku kasihan padamu yang harus kehilangan setengah saham secara sia-sia hanya karena penolakan. Tapi sepertinya kau tidak setuju dan menolak, itu sebabnya membuat surat perjanjian." Jessie terus berbicara.

"Kita hentikan sampai disini saja. Semoga bisa menjadi rekan yang baik di masa depan sebagai pemegang saham. Aku permi—"

"Kapan kau ingin menikah?"

Jessie yang sudah hampir berbalik tersenyum penuh kemenangan. Langkah pertama berjalan dengan baik.

-

-

-

-

"Sial, sial, sial!" Jessie *******-***** bantal sofa gemas. "Mom tahu dia melempar surat perjanjian itu dengan percaya diri! Dia pikir aku wanita seperti apa?!"

"Seharusnya kau bersikap seperti itu di depannya tadi." Rachel berkomentar. "Tapi intinya kita menang, Jes."

Jessie menarik nafas lalu menghembuskan pelan. "Tenang Jessie. Kalian belum menikah. Pikirkan cara membuatnya berlutut." Jessie menasehati diri sendiri.

Rachel menggeleng. Wanita ini sebenarnya mempunyai banyak wajah.

"Jessie ... Kau tahu Mom hanya mempercayaimu, kan. Kau berbeda dengan wanita kebanyakan yang mungkin sulit bertahan dengan Xavier."

"Jangan menjilat, Mom."

"Aku tidak menjilat! Kupikir kau cocok membuat pria itu berubah. Kau pintar, cerdas, dan berani. Xavier pasti sulit melawanmu!" Untuk putranya yang keras kepala itu, Jessie adalah solusinya.

"Berdoa saja aku tidak mati muda." Jessie berdiri dari duduknya.

"Tenang saja."

"Nona, rapat dimulai 5 menit lagi." Sekretarisnya kebetulan muncul.

"Sekarang?!" Sekretaris itu mengangguk.

"Mom bantu aku!" Rachel segera berdiri, membantu Jessie memperbaiki penampilannya. Bahkan Jessie ikut mengatur raut wajahnya agar tetap berwibawa.

"Baik! Ayo pergi." Jessie keluar lebih dulu dengan wajah datar.

Sekretaris itu berusaha menahan tawa. Andai semua orang tahu sifat lain di belakang Nona nya ini, pasti akan sulit percaya.

"Memang calon menantuku." Rachel tersenyum bangga.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Bertaruh

Xavier sedang berkutat dengan lembaran-lembaran di depannya. Pria itu masih meragukan identitas Jessie sehingga memastikan sendiri dengan ahli informasinya.

"Dia bekerja di perusahaan Lawrence sebagai Manager ternyata benar. Tapi penampilannya berkata lain. Aku harus hati-hati dengannya. Dia pandai mempermainkan orang." Xavier berbicara sendiri.

"Berapa banyak saham yang kita miliki disana, Felix?" tanyanya kemudian pada sang asisten.

"Tidak ada." Felix mengingat-ingat.

"Bagaimana mungkin tidak ada?!"

"Kita memang tidak pernah berhubungan dengan mereka, Tuan."

"Yang benar saja!"

Kau ingin menyalahkan siapa?

"Cari tahu semua tentang dia! Aku tidak percaya daddy bisa memberikannya sebagian saham begitu saja dan berikan juga data mengenai perusahaan Lawrence."

"Baik, Tuan."

Xavier akan mencari tahu kelebihan apa saja yang dimiliki wanita itu sehingga menarik perhatian orang tuanya.

Tak lama notif pesan masuk. Rachel mengirim pesan agar ia pulang lebih awal untuk makan malam bersama. Jessie datang agar hubungan mereka semakin akrab.

"Jangan harap aku berbaik hati padanya."

**

"Jessie Milen, ada yang mencoba membobol identitasmu." Jessie hanya melirik.

"Aku tahu," jawabnya singkat.

"Kali ini cukup ekstrem."

"Aku tahu."

"Sangat mendalam hingga mengenai orang tuamu," katanya lagi.

"Aku tahu."

"Dia calon suami yang kau katakan itu."

"Aku tahu, Valeriee!" Jessie mulai kesal.

Wanita itu adalah sahabat dekatnya, Valerie sekaligus Direktur di perusahaan Lawrence setelah Presdir.

"Biarkan dia mencari tahu sampai bosan," putusnya.

"Kau tidak pernah punya pacar, tapi langsung menikahi seorang Presdir terkaya. Hebat sekali kau!"

"Itulah yang dinamakan koneksi, Val. Itu sebabnya aku memintamu mengenal banyak orang, kan?"

"Semua yang kau tunjukkan hanya pria tua mesum, Jessie!"

"Tapi mereka kaya," ujar Jessie tanpa beban.

"Menjijikkan!" Valerie bergidik.

Jessie terkekeh. "Mereka semua ibarat jaringan yang memperluas koneksi kita, Val. Tugas kita hanya perlu menarik investor, bukan lebih. Kecuali kau ingin menjadi salah satu simpanan. Aku tidak peduli."

"Sialan kau!" Jessie hanya tersenyum.

"Kau yakin, Jes? Kudengar dia memiliki kekasih."

"Aku bisa mengurusnya," jawabnya santai.

"Semoga saja."

°°°°

Mansion Johansson

Tiba saatnya semua orang berkumpul. Tinggal menunggu satu orang lagi yang belum menampakkan diri.

Tuan Argus tersenyum memperhatikan Jessie yang menikmati cemilan kecil di atas meja tanpa malu sembari menunggu kedatangan Xavier. Rachel sudah mencoba menghubungi berkali-kali namun belum ada jawaban.

"Jika kau suka, Daddy akan minta koki dapur untuk membuat lebih banyak lagi untukmu."

"Thanks, Dad."

"Andai Xavier seperti Jessie, pasti aku tidak berbuat sejauh ini," keluh Rachel.

"Setiap orang punya kekurangan dan kelebihan masing-masing, Mom. Jangan membandingkan mereka," ujar Jessie meletakkan sebiji kue kering di piring Rachel.

"Anak itu menyebalkan!" sungut Rachel kesal. "Dia pasti sedang bersama wanita itu!"

"Jangan khawatir, Jessie. Daddy tidak akan biarkan anak itu menyakitimu." Pria paruh baya itu khawatir gadisnya terluka mendengarnya. Argus tidak seperti Rachel yang begitu mengenali watak Jessie. Hal seperti ini saja tidak akan menyakiti Jessie yang hampir tidak peduli apapun.

"Memangnya apa yang kulakukan?" Yang ditunggu akhirnya datang. Rachel berdiri sambil berkacak pinggang.

"Darimana saja kau!" hardik Rachel.

"Pekerjaanku banyak, Mom," jawabnya malas sembari melirik Jessie yang tidak peduli.

Wanita ini sekarang adalah rivalnya. Surat perjanjian gagal digunakan. Maka cara selanjutnya adalah membuat Jessie tidak tahan dengannya.

"Kau sudah putus dengannya, kan?" Argus angkat bicara.

"Sudah kulakukan semua yang kalian minta."

"Bagus!"

"Jangan coba-coba membohongi kami, Xavier. Setelah menikah, kau hanya boleh menatap istrimu," peringat Argus.

"Akan kucoba," jawab Xavier seperlunya.

"Kita lanjutkan nanti. Sebaiknya makan dulu." Rachel meminta semua ikut ke ruang makan. Jessie sengaja memperlambat langkah agar beriringan dengan Xavier.

"Dengarkan ayahmu. Kau hanya boleh menatapku," bisiknya mengejek.

"Jangan harap!" balas Xavier ikut berbisik.

"Mau bertaruh?" Jessie tertawa pelan hingga membuat Xavier kesal.

"Aku akan berlutut jika itu terjadi!"

"Sungguh?! Kalau begitu hati-hati jatuh cinta padaku. Mungkin tidak perlu waktu lama." Tawa Jessie semakin menjadi. Sebelum Xavier benar-benar marah, Jessie lebih dulu menyusul Rachel dan Argus.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!