NovelToon NovelToon

Dendam Wanita Yang Tersakiti

Athana Morgan

Bunyi tembakan terdengar menggema di dalam ruangan yang cukup luas, diiringi jeritan memilukan dari seorang gadis yang hampir meregang nyawa.

"Suaramu sangat berisik!" ucap seorang wanita sambil menarik pelatuk pistol.

Satu tembakan kembali meluncur dan menembus jantung sang gadis. Lantas, tidak ada lagi teriakan atau sekadar rintihan. Gadis itu sudah menutup mata dan mengembuskan napas terakhirnya.

"Misiku selesai."

Wanita yang bernama Athana Morgan tersenyum puas. Dia adalah pembunuh bayaran yang bergabung dengan Red—organisasi pembunuh bayaran kelas dunia. Sebagai wanita yang sudah lama terlatih untuk menghabisi nyawa, dia tak pernah lagi merasa iba atau tidak tega. Siapa pun itu, jika sudah menjadi targetnya, maka pasti dihabisi.

"Jangan salahkan aku yang membunuhmu, tapi salahkan dia yang memasukkanmu dalam daftar Red." Athana berjongkok dan tersenyum miring. Puas rasanya melihat target mati dan bersimbah darah.

Tak lama setelah memastikan sang gadis sudah tiada, Athana menyimpan kembali senjatanya. Lantas, mengangkat tubuh lemas itu dan memasukkannya ke dalam karung plastik. Tak lupa juga, Athana membersihkan darah yang tercecer di lantai dan membereskan kekacauan yang dia buat. Setelah itu, Athana menyeret karung yang bersisi mayat dan membawanya keluar.

Sebelum memulai misi, Athana sudah merusak CCTV dan membius para pelayan yang bekerja di sana. Jadi, tidak ada jejak yang tertinggal atas kejahatannya.

Namun, ketika melintas di ruang tengah, perhatian Athana tertuju pada sebuah buku yang tergeletak di atas meja. Wanita yang Tersakiti, judul yang tertera dalam sampulnya. Entah perasaan apa yang mendorongnya untuk mengambil buku itu, padahal tidak terlihat seperti ulasan tentang senjata api, racun, atau trik serangan yang mematikan. Padahal, selama ini hanya buku semacam itu yang dia baca.

"Novel. Bawa saja deh," gumam Athana setelah membolak-balik beberapa lembar awal.

Tanpa membuang waktu, Athana langsung menyelipkan buku itu di balik jubah hitamnya. Kemudian, kembali menyeret mayat targetnya dan cepat-cepat menuju mobil. Dengan senyum puas, Athana melajukan mobil tersebut menuju markas Red.

Setibanya di sana, Athana disambut hangat oleh Johan Smith—pemilik Red, juga disambut oleh Alexandre Valencio—pacar Athana—sesama pembunuh bayaran yang bergabung di Red.

"Target sudah ada di mobil, Tuan Smith. Suruh mereka membereskannya," ucap Athana. Di dalam Red memang ada aturan membawa mayat korban ke markas, yang kemudian dikubur di sana. Dengan begitu, tidak ada orang yang menemukan bukti kematiannya.

"Kamu memang tidak pernah mengecewakan, Athana. Tidak sia-sia aku merekrutmu dalam organisasi ini." Johan menepuk pelan bahu Athana dengan bangga.

"Setelah ini tidak ada misi lagi, kan?" tanya Alex yang saat itu sedang menyiapkan beberapa senjata untuk misinya malam ini.

"Sudah selesai. Baru besok malam ada lagi," jawab Athana.

"Kalau begitu lekas pulang dan istirahat. Ingat, besok aku akan membawamu jalan-jalan, untuk merayakan anniversary kedua kita." Alex merapatkan duduknya dan kemudian merangkul tubuh Athana. "Aku juga sudah menyiapkan hadiah istimewa untuk kamu," sambungnya.

Athana tersenyum, "Sebelum mengingatkanku tentang hadiah dan anniversary, berjanjilah bahwa malam ini kamu akan pulang dalam keadaan baik-baik saja."

"Haruskah aku berjanji dulu? Bukankah selama ini aku tidak pernah membuatmu khawatir? Hmm?" Alex menjawab sambil mencolek mesra dagu Athana.

Athana tersipu malu. Meski Alex sangat kejam saat melakoni perannya, tetapi dia juga punya sisi yang lembut dan romantis. Athana adalah satu-satunya wanita yang beruntung karena berhasil mendapatkan sisi itu.

"Kalian ini, sudah pacaran lama, tapi tetap saja manis. Ah, andai saja istriku masih ada, pasti aku juga seperti kalian." Johan tertawa sumbang. Istrinya memang sudah lama tiada, dan sampai saat ini dia belum mendapatkan pengganti.

Alex dan Athana saling pandang. Lalu, Alex melepaskan pelukannya dan beranjak dari duduknya.

"Saya justru kagum dengan Tuan Smith, begitu besar kesetiaan yang Anda jaga. Di sana, Nyonya pasti sangat bahagia," ucapnya.

"Iya." Johan mengangguk-angguk. Lalu, menunduk dan tersenyum penuh arti.

Tak lama kemudian, Johan pamit undur diri. Katanya, akan mengurus misi untuk anggota lain. Alex dan Athana pula ikut beranjak dan keluar markas bersama-sama.

Sebelum masuk ke mobil masing-masing, Alex dan Athana saling mendekat, lantas menempelkan bibir dan ********** cukup lama. Setelah puas, keduanya mengucapkan 'selamat malam' dan kemudian meluncur meninggalkan markas.

Sekitar satu jam perjalanan, Athana tiba di kediamannya. Sebuah mansion mewah yang berdiri megah di pusat kota. Athana lekas memarkirkan mobilnya dan kemudian berjalan cepat memasuki bangunan indah itu. Hening, tidak ada sedikit pun suara yang menyambut. Maklum, saat ini sudah tengah malam. Para pelayan pasti sudah tidur.

"Ahh, lelah sekali." Athana langsung merebahkan tubuhnya ketika tiba di kamar. Dia telentang dan merentangkan tangan lebar-lebar di atas ranjang king size miliknya.

Saat Athana masih menikmati rasa penatnya, tiba-tiba dia teringat dengan buku novel yang masih terselip di balik jubah. Athana langsung beranjak dan mengambilnya. Lalu, duduk bersandar dan mulai membacanya.

Sekitar tiga jam Athana menghabiskan waktunya dengan buku itu. Wanita yang Tersakiti adalah novel yang menceritakan tentang kehidupan wanita yang tertindas. Dewi Melati, tokoh utama dalam novel tersebut, dia adalah wanita lemah yang rela menjadikan diri sebagai pelayan dan bulan-bulanan di rumah mertua. Dia juga sangat menurut dengan suaminya, sampai-sampai tidak tahu jika sang suami sudah menikah diam-diam dengan adik tirinya. Sebenarnya, Athana sangat kesal dengan alur novel tersebut. Namun, entah mengapa dia mau membaca sampai tuntas.

"Di kehidupan nyata apa ada ya wanita sebodoh ini? Rela menjatuhkan harga diri, hanya demi laki-laki. Ah, harusnya para wanita itu tahu betapa besar kemampuan mereka. Tidak perlulah tunduk dengan lelaki yang tak bisa menghargai. Asal mau berusaha, bisa kok berdiri di kaki sendiri. Jika sudah begitu, tidak akan ada lagi yang berani menindas," ucap Athana sambil turun dari ranjang.

Kemudian, dia membawa novel itu menuju kamar mandi. Bukan akan menyimpan atau membaca ulang, melainkan akan membakar. Athana kesal dan muak dengan alur itu, jadi tak ingin melihatnya lagi.

"Benar-benar mengotori mata, heran juga kenapa kubaca sampai habis," gerutu Athana sambil memandangi buku novel yang hampir menjadi abu.

Beberapa detik setelahnya, asap dari pembakaran itu mengepul dengan tidak wajar. Athana sempat kaget dan hendak menyiramnya, tetapi gagal karena tiba-tiba dunianya menjadi gelap. Athana pingsan.

____________

Athana mengerjap cepat ketika sinar matahari menyilaukan matanya. Lantas, dia menggeliat dan berusaha bangkit.

"Hah!"

Athana tersentak ketika mendapati ranjang tempat dia tertidur. Bukan ranjang king size miliknya, melainkan ranjang kecil dengan sprei dan selimut yang sudah kusam. Ketika menatap ke sekeliling, dia disambut dengan ruangan sempit dengan perabotan yang sudah usang.

"Di mana aku?" batin Athana.

Bersambung...

 

Masuk Dunia Novel

"Semalam aku lagi di kamar mandi, terus semuanya gelap dan setelah itu aku tidak ingat apa pun. Kenapa aku bisa sampai di tempat ini?"

Athana masih kebingungan meski sudah cukup lama mengingat-ingat tentang semalam. Lebih membingungkan lagi, ketika dia mendapati baju tidur kumal melekat di tubuhnya. Seumur-umur, dia tidak pernah mengenakan baju tidur, apalagi yang seburuk itu.

Tak ingin berlama-lama dalam kebingungannya, Athana lekas turun dan mendekati meja yang ada di sudut ruangan. Di sana ada sebingkai foto pernikahan yang cukup besar.

"Siapa mereka?" gumam Athana.

Laki-laki dan perempuan yang ada di foto itu sangat asing. Jangankan teman lama atau saudara jauh, berpapasan sekilas di jalan pun rasanya tidak pernah.

Ketika Athana masih memandangi foto itu, tiba-tiba rambutnya menjuntai ke bawah. Sontak Athana memelotot tajam. Rambutnya berubah menjadi hitam legam, padahal biasanya cokelat terang.

"Ini tidak masuk akal! Sebenarnya apa yang terjadi?" Athana menggeram kesal dan memukuli barang-barang yang ada di sekitarnya.

Aksi Athana baru berhenti setelah melihat cermin yang ada di dekat ranjang. Tanpa pikir panjang, dia langsung ke sana dan melihat rupa dirinya.

"What?" teriak Athana dengan mulut yang menganga lebar.

Tidak ada lagi wajah cantik dan tubuh kuat khas Athana Morgant, yang ada hanyalah wajah kusam dekil dan tubuh yang tampak lemah.

"Apa ini mimpi? Tapi, aku bisa merasakan sakit." Athana mencoba mencubit lengannya dan rasanya sakit. Itu artinya, kejadian ini bukan mimpi.

Ketika Athana masih kebingungan dengan apa yang terjadi, tiba-tiba pintu kamarnya digedor kasar dari luar, diiringi teriakan melengking yang menusuk telinga.

"Cepat bangun! Kamu ingin membuat kami kelaparan, iya!" teriak suara dari luar, yang entah siapa itu.

"Mungkin dengan menemui dia, aku akan tahu ini di mana." Athana bergumam sambil melangkah menuju pintu.

Pertama kali membukanya, Athana langsung disambut dengan wajah garang dari seorang wanita paruh baya. Tatapan wanita itu tajam dan tidak bersahabat, pun dengan nada bicara, sama sekali tidak ada sopan santunnya.

"Apa maksudmu bangun sesiang ini, hah? Aku dan anakku sudah kelaparan, tapi kamu masih enak-enakan tidur. Ingat ya, tanpa menikah dengan anakku, kamu hanya akan jadi gelandangan di luar sana! Tahu diri dong, sudah mendapat untung, tapi malah ngelunjak!" hardik wanita itu.

"Oh ternyata dia mertuanya pemilik tubuh ini," batin Athana.

"Kenapa masih diam? Cepat sana masak!" sambung wanita itu sambil mendorong tubuh Athana.

Athana tersenyum miring, "Aku sedang tidak enak badan. Boleh tidak, sehari saja kamu yang masak?"

Bukannya langsung menjawab, wanita itu justru memberikan tamparan keras. Beruntung Athana sudah kerap bertaruh dengan maut, jadi tamparan itu bukan apa-apa baginya. Hanya saja, emosinya yang tidak bisa dibendung.

"Siapa pun kamu dan apa pun hubunganmu dengan pemilik tubuh ini, yang jelas aku akan membuat perhitungan. Memangnya kamu siapa, berani sekali tangan kotormu menyentuhku," batin Athana.

"Kamu lupa dengan aturan di rumah ini? Hanya aku dan putra putriku yang boleh sakit. Sementara kamu, harus selalu sehat. Di sini hanya kamu yang layak mengerjakan tugas rumah, paham!" Wanita itu memelotot makin tajam, membuat Athana makin muak dan ingin sekali menghabisinya.

"Sudah ya, Melati, aku tidak punya banyak waktu untuk mendengarkan alasanmu yang tidak penting. Sekarang, cepat masak dan cuci baju kami!" Wanita itu berbalik dan kemudian melangkah pergi. Namun, dengan cepat Athana mencekal lengannya.

"Tunggu!"

"Lepaskan tanganmu! Aku tidak sudi kamu sentuh!" bentaknya.

"Kamu memanggilku siapa tadi, Melati?" tanya Athana tanpa basa-basi.

Wanita itu tertawa, "Apa sekarang kamu pura-pura amnesia? Bahkan dengan identitasmu saja kamu lupa, begitu?"

Athana tidak menyahut lagi. Dia termenung sesaat karena merasa familier dengan nama Melati.

"Dewi Melati, novel yang kubaca semalam. Tapi, apa iya bisa masuk ke dunia novel?" batin Athana dengan jantung yang berdetak cepat.

"Kamu benar-benar menantang ya, bukannya memasak, tapi malah ngelamun. Ingat, sebentar lagi Anjani berangkat kerja, dia harus sarapan. Dan Arvian sebentar lagi juga pulang. Dia sudah lembur semalaman. Istri macam apa kamu, tidak bisa melayani suami dengan baik."

Hardikan dari wanita yang berstatus mertua itu makin menguatkan fakta bahwa dirinya sudah masuk ke dunia novel. Dalam buku Wanita yang Tersakiti, nama suami Melati adalah Arvian dan nama kakak iparnya adalah Anjani. Namun, Athana belum percaya begitu saja. Selama ini, dia memikirkan sesuatu berdasarkan teori dan logika. Sedangkan transmigrasi ke dunia novel sangat jauh dari kata itu.

"Cepat!"

Demi mencari kebenaran, Athana tak membuang waktu lagi. Dia langsung berjalan menuju dapur dan mengakhiri pertikaian dengan ibu mertuanya.

Sesampainya di dapur, Athana dikejutkan dengan keberadaan kursi plastik di sudut ruangan. Dalam novel yang dia baca, diceritakan bahwa Melati sering menangis di sana saat menyantap makanan sisa. Selama tinggal di rumah mertua, Melati memang tidak pernah diperlakukan dengan layak. Selain dianggap pembantu, makanan dan perawatannya pun tidak terjamin. Melati tidak diizinkan memegang uang, jadi tidak pernah menggunakan skin care. Baju pun hanya bekas Anjani yang dia punya dan makanan pula hanya menunggu sisa mertua serta iparnya.

Sebelum menikah dengan Arvian, Melati hanya anak yatim piatu. Sebelum meninggal, ayahnya sempat menikah lagi. Kendati warisan yang ditinggalkan cukup banyak, tetapi sudah dikuasai oleh ibu tiri dan adik tirinya. Bahkan, sekarang pun adik tiri Melati sudah menikah dengan Arvian.

"Apa benar aku masuk ke dunia novel? Ini sungguh sulit dimengerti." Athana menggeleng-geleng sambil menggigit jarinya.

Setelah cukup lama memasak, Athana mencoba membuka laci yang ada di bawah kompor. Di sana, ada kotak obat milik ibu mertua yang selama ini tidak boleh disentuh.

"Dalam novel, di sini juga tersimpan obat pencuci perut dan obat tidur. Coba lihat dulu." Athana membuka pelan kotak itu dan benar saja, sangat sesuai dengan deskripsi dalam novel.

"Benar-benar ada," gumam Athana dengan perasaan yang makin tak nyaman.

"Sudahlah, benar-benar masuk dunia novel atau tidak, yang penting aku akan membalas mereka." Athana tersenyum miring saat menaburkan obat pencuci perut ke dalam masakan, yang sebelumnya sudah disisa sedikit untuk dirinya sendiri.

Setelah selesai, Athana menghidangkannya di atas meja makan. Kemudian, memasukkan masakan miliknya ke dalam kotak makan, lalu menyelipkannya di balik baju tidur dan membawanya ke kamar.

"Bu, sarapannya sudah siap," kata Athana kepada ibu mertua.

"Kamu mau ke mana? Biasanya kan menunggu di dapur?"

"Saya mau membersihkan kamar dulu, sebelum Mas Arvian pulang," jawab Athana dengan senyuman lebar.

"Bagus. Tahu diri juga kamu."

Athana tersenyum saat mertuanya bicara sinis. Dia sudah tidak sabar menunggu orang-orang brengsek itu sakit perut dan diare.

Ketika mertuanya sudah pergi, Athana tidak sengaja melihat paket yang ada ada di atas sofa. Athana membacanya sekilas, dan nama yang tertera di sana membuatnya memijit pelipis.

"Mirna Iswara. Itu adalah nama mertua Melati, jadi benar aku telah masuk ke dunia novel," batin Athana.

 Bersambung...

 

Rencana Athana

Setelah seharian berperan sebagai Melati, Athana cukup kelelahan. Bagaimana tidak, ia mengerjakan semua tugas rumah tanpa ada yang membantu. Seolah sengaja menyiksa, mertuanya itu tidak mau memakan masakan yang sudah dipanasi. Jadi, Athana harus memasak tiga kali untuk memuaskan perutnya.

Namun, satu hal yang membuat Athana sedikit puas. Seharian mertua dan kakak iparnya itu sakit perut, sampai-sampai mereka lemas dan hanya berbaring di ranjang.

"Aku mana punya obat atau racun semacam itu, Bu. Aku tidak pernah keluar rumah, juga tidak pernah memegang uang, jadi mana mungkin beli barang-barang yang tidak penting begitu. Aku memasak juga dengan bahan dan bumbu yang telah kamu sediakan," kilah Athana ketika Mirna menuduh yang tidak-tidak.

Kini, saat pagi telah tiba, Athana terbangun sejak matahari belum terbit. Ada yang berbeda dengan kemarin, yakni keberadaan Arvian di ranjangnya. Selama ini, Arvian sering meninggalkannya ketika malam. Dalam hari-hari tertentu, dia memanipulasinya dengan lembur. Namun, pada hari-hari lain, dia sengaja memberikan obat tidur kepada Melati. Jadi, istrinya itu tidak sadar jika semalaman dirinya tidak pulang. Namun, berbeda dengan tadi malam. Karena sibuk mengurus ibu dan kakaknya, Arvian tidak sempat memberikan obat tidur untuk Melati. Malah sebaliknya, Athana yang memberikan obat itu untuk Arvian.

"Tampan sih, tapi kelakuanmu tidak beda jauh dari iblis. Kamu sengaja menindas orang lemah, demi kepuasanmu sendiri. Apa kamu tidak sadar jika selama ini istrimu sudah berjuang banyak? Dasar laki-laki tidak berguna! Lihat saja, aku akan membuat perhitungan. Sosok Melati yang lemah, akan kuubah menjadi sosok yang kuat dan tegas. Dan ... aku juga akan mengantar kalian ke tempat yang damai." Athana membatin sambil tersenyum miring.

Selama ini, dia sudah terbiasa membunuh orang-orang dari bermacam kalangan, termasuk mafia kelas kakap. Jadi, jika sekadar menghabisi suami dan mertuanya, bagi Athana hanya semudah menyuap nasi.

Sambil menggulung rambut dengan asal, Athana turun dari ranjang dan berjalan menuju dapur. Dia memasak seperti kemarin dan kali ini sengaja membuat aman, tidak ada kadar apa pun dalam masakan itu.

"Tante, aku datang!" teriak seseorang yang kalimatnya cukup familier di ingatan Athana.

"Eh, ada anak gadis Tante. Masuk sini, Nak. Duh pagi-pagi gini udah cantik aja. Memang beda deh sama kakakmu itu."

"Jangan begitu, Tante. Kakak juga cantik kok, buktinya Kak Arvian sampai jatuh cinta sama dia."

Sambutan dari Mirna membuat Athana tersadar. Dalam novel, yang sering berteriak seperti itu adalah adik tirinya—Laura Gantari. Dia juga selalu mendapat sambutan hangat, dan wanita itu selalu menampilkan sikap lemah lembutnya. Bahkan, dia seolah-olah menyesali sikap ibunya yang membuat Melati menjadi miskin. Bodohnya, Melati sangat percaya dengan wanita munafik itu.

"Kamu selalu begitu, Nak. Sangat rendah hati. Tante jadi makin sayang deh sama kamu."

Perbincangan yang sungguh memuakkan. Athana hanya memutar bola mata dengan jengah, sembari menyusun rencana untuk membuat Laura kapok.

"Melati, cepat hidangkan sarapannya! Ini ada adikmu juga, kita makan bersama!" perintah Mirna dengan nada ketusnya.

"Iya, Bu."

Tanpa banyak protes, Athana segera menyajikan sarapan. Lantas, dia ikut duduk di salah satu kursi, tetapi tidak ikut makan.

"Arvian mana? Kenapa tidak kamu panggil?" tanya Anjani.

"Dia tadi masih tidur, katanya capek. Cuma pesen saja, suruh bawa sarapan ke kamar. Mmm, tidak apa-apa kan, Bu, kalau aku dan Mas Arvian sarapan di kamar?" Athana bertanya sambil menunduk, sesuai dengan ciri khas Melati.

"Capek? Memangnya Kak Arvian habis ngapain?" tanya Laura dengan cepat.

Athana tersenyum puas. Untuk membuat wanita menampakkan kedok aslinya, cara paling efektif memang membuatnya cemburu.

"Kau masuk perangkapku, Laura," batinnya.

"Laura, aku dan Mas Arvian sudah menikah. Apakah pantas kamu menanyakan hal itu? Di sini ada Ibu dan Kak Anjani, apa kamu berharap aku menjelaskan detailnya? Bukankah itu tidak sopan?" Athana melayangkan pertanyaan yang membuat Laura mati kutu.

"Aku ... aku___" Laura tergagap.

"Hanya masalah kecil, jangan diperpanjang. Sana cepat ambilkan makanan untuk suamimu!" sela Mirna. Dia tidak ingin Melati curiga dengan hubungan Arvian dan Laura.

"Iya, Bu." Sembari mengulas senyum kemenangan, Athana menyiapkan dua porsi makanan ke dalam nampan.

"Bawa ini juga, Kak. Tadi aku sendiri yang bikin. Ini adalah kue kesukaan Kak Arvian, bolu pandan dengan toping keju." Laura ikut tersenyum. Dia ingi menghapus kecurigaan dengan sikap baiknya.

Namun, Athana tak jua menerima kue bolu itu. Dia malah terdiam dan menilik wajah Laura cukup lama.

"Akhir-akhir ini Mas Arvian sering sakit gigi. Dia menghindari makanan manis," ucapnya.

"Jangan bohong, Kak. Kak Arvian tidak pernah sakit gigi. Dan lagi, dia sangat suka dengan kue bolu. Aku hanya berniat baik memberikan kue buatanku untuk kakak ipar, tapi kenapa kamu menghalang-halanginya, Kak?" Emosi Laura mulai tersulut. Tanggapan Melati kali ini sangat berbeda dengan sebelumnya.

"Aku tidak ada maksud menghalangi niat baikmu, Laura, memang itulah kenyataannya. Tapi, aku heran, kok kamu sangat yakin kalau Mas Arvian suka kue bolu. Padahal, selama ini kamu datang ke sini hanya sebentar-sebentar, dan sepertinya Ibu juga jarang membahas Mas Arvian denganmu," jawab Athana, tegas dan sarkas.

"Aku ... Aku___" Laura kembali tergagap.

"Laura, jangan buat aku berpikiran yang tidak-tidak ya," pungkas Athana lengkap dengan tatapan tajamnya.

"Melati, cepat sana. Ini sudah jam sarapan, jangan sampai Arvian kelaparan." Mirna menyela dengan sedikit gugup.

"Baik, Bu. Kalau begitu, aku permisi dulu ya," pamit Athana.

Sepeninggalan Athana, Laura menggeram kesal. Masih tak terbayang jika kakaknya yang dianggap pec*ndang itu bisa menyudutkannya.

"Lain kali harus hati-hati, sepertinya sekarang dia mulai berubah," ujar Mirna.

"Berubah gimana, Tante?" tanya Laura.

"Entahlah, sulit untuk dijelaskan. Tapi, aku merasa dia tidak selemah biasanya."

"Aku masih tidak mengerti." Laura menggaruk kepalanya, masih bingung dengan penjelasan Mirna yang abu-abu.

"Sudahlah. Yang penting untuk sementara kita hati-hati dulu, nanti kita selidiki bersama-sama apa yang terjadi dengannya." Mirna menenangkan menantu kesayangannya.

"Setuju. Apa pun rencana yang dia susun, jangan sampai berhasil. Aku tidak mau kehilangan pembantu yang sepatuh dia," sahut Anjani.

"Sayangnya, aku bukan Melati yang dulu, wanita lemah yang hanya bisa diam saat ditindas. Aku adalah Athana, wanita kuat yang tidak sembarang orang bisa menyentuh. Para wanita yang berhati iblis, ingat baik-baik ya, sebelum rencana kalian berhasil, aku sudah mengantar kalian ke alam baka," batin Athana yang saat itu masih bersembunyi di balik dinding. Dia sengaja menguping pembicaraan mereka ketika tidak ada dirinya.

"Tunggu saja tanggal mainnya, kalian pasti akan suka," bisik Athana sambil menyeringai. Di dalam otaknya, kini sudah terlintas rencana untuk membnuh ibu mertua.

Bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!