Viona menangis sesegukan kala mendengar bayi yang di kandungnya selama lima bulan terakhir telah tiada, akibat kekerasan yang ia dapat dari sang suami.
Bahkan tubuhnya masih merasa sakit, dan wajahnya terdapat beberapa luka lebam akibat pukulan dari Adrian suaminya.
Awalnya, suaminya ini hanya salah paham terhadap dirinya. Saat Viona sedang ke pasar untuk membeli keperluan dapur,
Ia tak sengaja bertemu dengan tetangganya yang kebetulan seorang lelaki muda yang sedang pulang dari berolahraga menggunakan sepeda motor.
Pemuda itu tak tega melihat Viona yang terlihat sangat kelelahan membawa belanjaan yang begitu banyak, bahkan wajahnya sudah terlihat sangat pucat.
Sehingga pemuda yang bernama Doni itu menawari Viona tumpangan sampai dirumahnya.
Awalnya Viona menolak, karena dia tahu bagaimana watak suaminya itu. Adrian tidak suka melihat Viona berbicara atau terlihat dekat dengan pria lain. Jadi Viona kekeh menolak ajakan Doni anak tetangganya itu.
meskipun Doni ini masih kelas tiga SMA, Adrian pasti tetap tidak suka jika dia melihat istrinya pulang di antar oleh laki-laki lain.
"Tidak usah Don, mbak bisa jala..." ucap Viona terpotong, karena Viona sudah tidak mampu menahan beban tubuhnya.
Beruntung Doni tadi saat menawari Viona naik ke motornya, ia turun menghampiri wanita yang sudah dianggap kakaknya ini.
Jadi Doni bisa menangkap tubuh Viona agar tidak jatuh. Saat wanita yang tengah hamil itu kehilangan keseimbangan.
"Mbak berdiri saja tidak kuat, apalagi jalan sampai rumah mbak?" ucap Doni kesal, karena Viona menolaknya dengan keadaan tubuhnya yang sedang tidak baik-baik saja.
"Doni gak peduli, pokoknya mbak harus naik motor saya! saya tidak mau terjadi sesuatu pada mbak Viona!" tegas Doni sambil membantu Viona jalan kearah motornya dan membantunya untuk menaiki sepeda motor matic kesayanganya.
Sesampainya di rumah, Doni menuntun Viona sampai di depan rumahnya. Di sana sudah ada Adrian yang menatap tajam ke arah mereka berdua sambil mengepalkan kedua tanganya.
"Mas, tadi mbak Viona mau pingsang dan saya mengantarnya pulang." Jelas Doni.
Adrian hanya mengangguk dan mengambil alih Viona lalu membawanya masuk dan meninggalkan Doni tanpa sepatah kata pun.
Viona menoleh ke arah Doni dan mengucapkan terima kasih dengan lirih, Doni hanya mengangguk.
"Jangan salahkan mbak Viona, karena saya yang memaksa! seharusnya Mas tidak membiarkan istri yang tengah hamil besar belanja sendirian." Doni langsung mengeluarkan uneg-unegnya sebelum mereka masuk.
Adrian menghentikan langkahnya dan berbalik menatap tajam ke arah Doni.
"Pulanglah, lagi pula ini bukan urusanmu! Dan terima kasih karena sudah mengantarkan istri saya!" setelah mengatakan hal itu Adrian dan Viona langsung masuk ke dalam dan membiarkan Doni yang masih berdiri mematung.
Brugh....
Dengan kasar Adrian mendorong tubuh Viona di atas sofa yang berada di ruang tamu.
"Sudah mulai gatal kamu ya? mau jadi wanita murahan kamu?" Murka Adrian.
"Puas kamu sekarang? saya terlihat jelek di mata semua orang, hah...?" lanjutnya.
"Apa maksud kamu mas? Tadi Doni hanya mau menolongku." Tanya Viona sambil meringis dan mengelus perutnya.
"Alah..., jangan banyak alasan kamu! saya tahu kamu hanya ingin menarik simpatik orang dengan cara berpura-pura sakit."
"Mas..., aku memang sedang tidak enak badan mas, aku tidak mencari alasan." Belanya.
Adrian geram mendengar Viona yang masih membela dirinya sendiri, tangan kekarnya mencengkram kuat rahang wanita yang sudah menjadi istrinya selama hampir satu tahun ini.
"Denger..., Bukankah saya sudah bilang? kalau saya tidak suka kamu pergi atau bercengkrama dengan lelaki lain! kamu bukanya menuruti omongan saya, kamu malah semakin gatal." Ucap Adrian sambil menghempas kasar wajah Viona.
Viona memegangi wajahnya sambil meringis,
"Mas bilang tidak menyukai aku berbincang atau pergi bersama lelaki lain, tapi apa mas pernah berpikir kalau aku juga tidak suka mas dekat dengan Sandra!" Habis sudah kesabaran Viona, kini dia ingin mengeluarkan uneg-unegnya yang ia simpan selama beberapa bulan terakhir.
"Jangan samakan aku dengan kamu! Sandra itu teman kantor aku, sudah berapa kali aku jelaskan ke kamu!"
"Temen tapi mesra maksud kamu? mana ada temen sampai peluk-pelukan kayak gitu!"
Plak...
Sebuah tamparan keras Adrian daratkan di pipi mulus Viona, bahkan kini Adrian menjambak rambut Viona hingga ia terdongak ke atas.
Adrian tak terima mendengar ucapan Viona, memang kemarin Viona memergokinya tengah memeluk Sandra, karena wanita itu tengah ada masalah dengan suaminya, dan dia berusaha menenangkan wanita itu,
Tetapi Viona malah menuduhnya berselingkuh dengan Sandra. Dan sebab itulah mereka tengah saling diam dan membiarkan Viona pergi berbelanja sendiri.
"Berapa kali aku bilang hah...? Aku sama Sandra itu hanya teman." Ucap Adrian murka,
Ia tak terima kalau dirinya di tuduh selingkuh. Bahkan dengan tega Adrian memukuli wajah Viona hingga hidung dan bibirnya mengeluarkan darah,
Dan entah apa yang ada di pikiran Adrian, dengan tega ia menendang keras perut Viona yang sudah membuncit.
aaakkkhhhh... Pekik Viona kesakitan, akibat tendangan Adrian.
"Sakit...." Jerit Viona kesakitan, sambil memeluk erat perutnya.
Hiks...hiks...
"A-anakku..." Viona menangis sambil memeluk perutnya yang terasa sangat sakit, bahkan ia bisa merasakan darah mengalir di kedua pahanya.
"Hiks... hiks... sakit... Anakku..." Viona terus menangis. Melihat Viona yang menangis sambil memegangi perutnya,
Seketika membuat Adrian tersadar dengan apa yang telah ia lakukan.
"Dek..." Adrian mendekat ke arah Viona dan memeluknya dengan erat sambil terus menggumam kata maaf.
Adrian memang memiliki tempramen yang buruk, bahkan jika dia marah tak segan untuk menyakiti Viona, dan setelah sadar dia akan meminta maaf, entah sudah berapa kali Adrian seperti ini? dan hari inilah yang paling parah.
Aaaaaaa....
Jeritan Viona membuyarkan lamunan Adrian.
Dirinya langsung berlari kedalam ruangan Viona, dan mendekatinya.
"Dek, tenanglah....mas ada disini." ucap Adrian berusaha menenangkan viona yang tengah histeris kala mendengar bayinya sudah tidak ada.
"Pergi... Pergi... Aku gak mau lihat kamu, pergiiiii....!" Teriak Viona histeris mengusir Adrian.
"Pak... Sebaiknya anda keluar terlebih dahulu, biar kami yang akan menangani ibu viona." Ucap suster sambil mendorong keluar Adrian.
Adrian terduduk lemas di kursi tunggu, hatinya terasa ter-iris kala masih mendengar teriakan Viona dan tangisan Viona yang begitu menyedihkan.
"Apa yang sudah aku lakukan, gara-gara aku,kami kehilangan anak yang sedang kami. Dan membuat Viona menjadi seperti ini." gumam Adrian sambil menangis.
🌷🌷🌷
Adrian menggenggam erat tangan Viona. di tatapnya wajah pucat istrinya, tanganya terulur mengelus lembut puncak kepala Viona dengan sayang.
Ada rasa sesal di dalam hatinya dengan apa yang tengah terjadi, seandainya ia bisa sedikit saja menahan emosinya maka ini tidak akan pernah terjadi.
Viona perlahan membuka matanya, saat merasakan usapan lembut di kepalanya,
dan dia juga merasakan tanganya tengah di genggam erat oleh Adrian suaminya.
Dengan kasar ia melepas genggaman tangan Adrian.
"Pergilah mas, aku tidak mau melihatmu."
"dek... Mas minta maaf...."
"Apa dengan minta maaf bisa mengembalikan anakku?" tanya Viona ketus.
Adrian terdiam, benar kata Viona hanya dengan mengucapkan kata maaf tidak akan bisa mengembalikan anak mereka yang telah pergi.
"Lalu apa yang harus mas lakukan untuk mendapatkan maaf darimu dek?" tanya Adrian sendu.
"Ceraikan aku mas... Duluu aku masih berusaha bertahan dan berharap kamu akan berubah, tetapi apa? sikap tempramen kamu semakin menjadi, jika kamu menyakitiku mungkin aku akan berusaha untuk tetap bertahan.
Tetapi kali ini aku kehilangan anak yang tengah tumbuh sehat akibat ulahmu, aku gak bisa untuk bertahan mas, maaf aku menyerah. Ceraikan aku..." ucap Viona sambil meneteskan air matanya.
"Tidak... Mas gak akan pernah menceraikanmu, berikan mas kesmpatan sekali lagi dek, mas mohon..." ucap Adrian memelas.
Viona menggeleng kuat, "keputusanku sudah bulat mas, jika mas tidak mau menceraikanku maka aku yang akan menuntut mas untuk cerai."
"Tidak... Apapun yang akan kamu lakukan, mas tidak akan pernah setuju untuk menceraikanmu, ingat itu!"
Setelah mengatakan hal itu Adrian keluar dari ruangan Viona, ia tak ingin emosinya kembali meledak jadi dia memilih untuk pergi dan mencari cara agar Viona membatalkan rencananya.
Viona termenung memikirkan bagaimana cara agar dirinya bisa terlepas dari Adrian, dia sangat tahu watak Adrian jika mengatakan tidak tetap tidak.
Bahkan dia bisa melakukan apapun untuk bisa mendapatkan apa yang dia inginkan. Seandainya di masih memiliki orang tua atau saudara, pasti dirinya memiliki tempat untuk bersandar dan berbagi masalahnya.
Tetapi dia harus menghadapinya sendirian. Viona adalah anak tunggal dan kerabat kedua orang tuanya begitu jauh, sebenarnya dia memiliki satu Tante yang masih begitu peduli denganya,
beliau ada di Surabaya dan rencananya dia ingin pergi kesana dan memulai hidup baru setelah resmi bercerai dengan Adrian.
Yang jadi masalahnya adalah bagaimana cara dirinya bisa terlepas dari suami tempramenya itu. Jujur dia masih mencintai suaminya itu,
Jika biasnya dia akan mudah memaafkan kesalahan Adrian, tetapi tidak untuk kali ini. Dia sudah lelah dan memilih menyerah. Dirinya sudah tidak sanggup lagi menghadapi sikap tempramen suaminya ini.
Ting...
Ponsel Viona berbunyi menandakan ada pesan masuk, dengan segera dia meraih ponselnya yang berada di atas nakas, dia melihat ada sebuah pesan.
Tanpa pikir panjang Viona langsung membacanya saat tahu siapa yang sudah mengiriminya pesan.
"Viona apa kabar? kenapa tidak pernah memberi kabar Tante, kamu baik-baik saja kan?" tanya Tante Bella adik dari ibunya itu.
Setelah membaca pesan dari Tantenya, Viona langsung meneteskan air matanya. Entah kenapa dia merasa kalau tantenya ini memiliki firasat buruk tentangnya, sehingga beliau mengiriminya pesan di saat yang tepat.
"Viona baik-baik saja Tante." Balas Viona, tak lama setelah ia membalas pesan Bella, ponselnya langsung bergetar ada panggilan telpon dari Bella, tanpa pikir panjang Viona langsung mengangkatnya.
"Viona, apa kabar? firasat Tante tidak enak makanya Tante tanya kabar kamu."
"Tante...." pecah sudah tangisan Viona kala tantenya menelponya dan benar dugaanya, kalau tantenya memiliki firasat yang buruk tentangnya.
"Hei... Kenapa menangis, coba cerita sama Tante? ada apa?" tanya Bella lembut.
untuk sesaat Bella membiarkan Viona menangis, setelah sedikit lebih tenang, Bella langsung meminta Viona menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. karena jujur sejak kemarin perasaanya tidak enak takut terjadi sesuatu yang buruk terhadap keponakanya itu.
mendengar cerita Viona Bella langsung marah. Dari dulu dia memang tidak menyukai suami keponakanya itu, tetapi Viona tetap kekeh ingin hidup bersama dengan lelaki yang di cintainya.
Sekarang terbukti bagaimana sifat asli Adrian, sepertinya dia harus menjemput keponakanya dan membantunya untuk lepas dari lelaki psikopat seperti Adrian.
"Tante akan susul kamu sekarang, berikan alamat rumah sakitmu sekarang." Perintah Bella tak bisa di bantah.
Viona langsung memberikan alamat rumah sakit tempat dirinya di rawat sekarang, dirinya merasa beruntung memiliki Tante, yang sudah seperti ibunya sendiri.
"Ayo sayang makan buburnya, setelah itu minum obatnya." Adrian mencoba untuk menyuapi istrinya ini, tetapi Viona tetap diam dan menolak.
"Ayolah sayang buka mulutnya, bukankah sedari tadi kau belum makan dan meminum obat?" Ucap Adrian yang masih berusaha merayu istrinya agar mau mengisi perutnya, dan meminum obatnya.
"Udahlah mas, gak usah sok peduli! biarin aku mati sekalian, biar aku bisa bersama dengan anakku!"
"Apa yang kau bicarakan Viona, itu tidak akan pernah terjadi. Anak kita sudah tenang disana, kamu harus iklaskan dia." Ucap Adrian meraih sang istri untuk di peluknya.
"Kau bisa bicara seperti itu, karena kau tidak bisa merasakan bagaimana sakitnya aku kehilangan anak yang sudah lama aku nantikan mas, dan penyebab dia pergi tidak lain adalah kamu sendiri. Coba kalau kamu mau mendengar penjelasan ku, pasti ini semua tidak akan pernah terjadi.
Jika kamu sudah bosan denganku maka cukup tinggalkan aku, Jangan anakku yang kau jadikan korban." Viona mengeluarkan uneg-unegnya, yang sedari kemarin ia pendam.
Sungguh ia sudah tidak sanggup lagi hidup dengan orang yang membunuh anaknya sendiri.
"Tidak, sampai kapanpun mas tidak akan pernah melepas mu dek. Tentang kejadian kemaren mas yang salah, mas minta maaf. Kita bisa memulainya lagi dek,
mas janji akan berubah berikan mas satu kali kesempatan." Ucap Adrian memeluk erat Viona dan mengecup lembut puncak kepala sang istri.
"Viona...." pangil seseorang yang langsung menyerobot masuk, karena sangking kawatir dengan keadaanya.
"Tante Bella...." Viona memanggil sambil menangis. Bella langsung menghambur memeluk tubuh lemah keponakanya ini.
"Dasar lelaki brengsek, beraninya kamu melukai keponakanku!"
Bugh... Bugh....
Raja suami Bella langsung memberi Adrian beberapa kali pukulan. Sementara Adrian hanya diam saja tak membalas. Karena dirinya tahu dia salah dan pantas mendapatkan pukulan bahkan atau lebih dari pukulan akan dia terima asalkan dia tidak berpisah dengan Viona.
"Ingat... Saya akan membawa masalah ini ke kantor polisi dan akan membuatmu mendekam di penjara!" tekan Raja.
"Saya akan terima apapun hukuman dari kalian, Tapi tolong jangan pisahkan saya dengan Viona." Adrian memohon.
"Cih... Saya tidak Sudi memiliki menantu seperti mu, dan saya akan membantu Viona untuk mengurus surat perceraian kalian." Kali ini Bella yang berbicara, ia menatap tajam ke arah Adrian.
"Permisi... kami mencari bapak Adrian Maulana." ucap salah satu petugas polisi mencari Adrian.
Memang saat tadi Bella dan suaminya datang ke rumah sakit, mereka sempat melaporkan kasus Viona, dan sekarang dua orang polisi sudah datang untuk menangkap Adrian.
"Dia orangnya pak, tangkap dia dan hukum dia seberat-beratnya." Ucap Raja dengan menggebu-gebu.
Viona menyembunyikan wajahnya di dada sang bibik, dia diam saja saat para polisi itu membawa Adrian.
Dan Adrian hanya diam saja ketika dibawa oleh polisi, ia menatap ke arah Viona dengan tatapan sendu.
"Kalian boleh memenjarakan saya, tetapi ingat saya tidak akan pernah menyetujui perceraian saya dengan Viona, sekalipun surat cerai sudah ada tetapi saya akan tetap menganggap viona sebagai istri saya. Tunggu mas dek, mas akan segera kembali."
Setelah mengatakan itu Adrian langsung dibawa pergi oleh kedua polisi itu.
Hiks...Hiks....
Seketika tangisan Viona pecah, ketika Adrian sudah pergi dari hadapanya. Sungguh ia tak menyangka kalau pernikahannya akan berakhir seperti ini.
Hatinya lega akhirnya dia bisa terbebas dari Adrian, tetapi di lain sisi dia juga kawatir jika Adrian sudah keluar dari penjara, Adrian akan kembali mengganggu kehidupanya.
Diaa hanya bisa berdoa ucapan Adrian hanya bualan saja. Dirinya sudah tidak mau lagi berhubungan dengan lelaki yang sudah berhasil menorehkan luka yang begitu dalam.
"Tenang sayang, ada kami disini. Kami akan selalu menjaga dan mendukungmu." Ucap sang Tante menenangkan.
"Iya, Viona kami akan membawamu ke Surabaya agar kamu bisa melupakan kejadian mengerikan itu. Dan kamu juga harus memulai kehidupan baru di tempat baru juga." Raja ikut membuka suara.
"Terima kasih, jika tidak ada kalian aku tidak tahu harus bagaimana? terima kasih om, Tante karena sudah mau membela Viona." Ucap Viona menatap kedua pasangan suami istri itu.
"Jangan sungkan kepada kami sayang, kami sudah menganggapmu seperti anak kami. dan kamu tahu? Varo pasti sangat senang jika kamu tinggal bersama kami."
Viona tersenyum mengangguk. Sungguh dia merasa beruntung karena masih memiliki keluarga yang begitu peduli denganya.
Memang Bella dan Raja sudah menganggapnya sebagai anak sendiri, karena Bella sudah tidak bisa lagi memiliki anak.
Kaeena setelah melahirkan Varo, rahim Bella terpaksa di angkat karena sebuah penyakit yang di deritanya. Padahal mereka sangat mendambakan kehadiran seorang anak lagi, tetapi tidak bisa. Jadi mereka sudah menganggap Viona sebagai anak mereka.
Butuh waktu seminggu, untuk memulihkan kondisi Viona. Dan sekarang Viona sudah berada di rumah tantenya, sekarang dirinya tengah duduk di atas ranjang sambil memandang ke depan dengan tatapan kosong.
Sekarang dirinya sudah berpisah dengan Adrian, meskipun belum resmi. Viona bisa bernafas lega, karena dirinya tidak tinggal bersama suaminya. Ralat, calon mantan suaminya.
Dan Adrian kini mendekam di penjara selama kurang lebih lima tahun penjara. meskipun merasa hukuman Adrian terlalu ringan, tetapi setidaknya ia bisa bernafas lega karena untuk beberapa tahun kedepan dirinya tidak akan ber-urusan lagi dengan lelaki itu.
Dan dia sangat berharap untuk tidak pernah bertemu dengan Adrian lagi. Dirinya ingin menjalani kehidupan yang baru, tanpa adanya bayang-bayang masa lalunya.
"Hei...pendek, ayo turun maka." Lamunan Viona langsung buyar, saat mendengar panggilan itu.
Viona langsung menoleh ke asal suara yang tidak asing baginya.
Senyum Viona langsung berkembang, saat melihat wajah tampan yang hampir satu tahun tak ia temui.
Bagaimana bisa ia temui, semanjak menikah dengan Adrian, Viona belum berkunjung ke rumah paman dan bibinya.
Jika Viona mengajak Adrian untuk mengunjungi paman dan bibinya, Adrian selalu mencari alasan agar tidak mengunjungi paman dan bibinya.
"Kak Varo..."
"Sudah jangan berdiri, kondisimu masih lemah." Varo melarang Viona untuk berdiri dan menghampirinya.
Alvaro Pratama, laki-laki yang berumur dua puluh lima tahun itu berjalan mendekat dan segera memeluk gadis yang sudah dianggapnya sebagai adik kandungnya.
"Bagaimana keadaanmu sekarang? maaf kakak kemaren tidak bisa menjengukmu, karena aku ada pekerjaan."
"Ck...iya deh yang super sibuk!" ucap Viona yang pura-pura merajuk.
"Sudah jangan ngambek, kamu mau di beliin apa?" Varo berusaha merayu adiknya ini.
"he...he..he...gak usah kak, melihat kakak sehat aja udah seneng kok."
"kamu ini, maafkan aku karena tidak bisa menjagamu. Andai saja kakak ada di sana, pasti sudah habis di tanganku lelaki brengsek itu!" ucap Varo geram. jujur dia begitu marah saat mendengar kekerasan yang menimpa adik sepupunya ini.
Jika saja kemarin dia tidak ada keperluan pekerjaan, pasti dia sudah ikut bersama dengan kedua orang tuanya untuk pergi menemui lelaki itu dan akan menghajarnya.
"Sudahlah kak, semuanya sudah terjadi, dan aku ingin memulainya dari awal. Kakak cukup dukung aku saja."
"Tentu kakak akan mendukungmu, karena masa depanmu masih panjang. Jangan pernah merasa sendirian karena kami selalu ada untukmu."
Viona tersenyum lalu mengangguk. Dia sangat bersyukur karena masih memiliki keluarga yang begitu menyayanginya.
"Eh...bukanya tadi kakak kesini mau ngajak aku makan ya."
"Iya, sampe lupa. Ayo kakak bantu turun."
Varo langsung mengangkat tubuh kurus Viona, dan membawanya turun untuk makan malam bersama.
Viona menolak dan meminta untuk di turunkan, tetapi Varo tak menghiraukan ucapan Viona dan membawa gadis itu dalam gendonganya sampai di meja makan.
sungguh Varo tak habis fikir, kenapa Adrian bisa Setega itu terhadap wanita yang terlihat kurus dan lemah ini.
bagaimana bisa, padahal Viona baru saja hamil. tetapi berat badannya bisa begitu seringan ini.
Bukankah orang hamil itu berat badannya akan bertambah? Tetapi kenapa Viona bukanya bertambah malah menjadi semakin kurus.
"Apa suamimu tidak pernah memberimu makan?" tanya Varo, saat menuruni anak tangga.
"Maksud Kaka?"
"Kenapa badanmu terasa lebih ringan sekarang? dan lihat tubuhmu tak ada dagingnya sama sekali."
Viona berdecak sebal, bagaimana tidak sebal? Varo selalu mengomentarinya, walaupun yang di komentari memang benar adanya sih.
"Aku kan habis dari rumah sakit kak, dan selama itu berat badan aku turun."
"Ya sudah, kalau begitu kamu harus makan yang banyak." Varo mengambilkan makanan lalu menyodorkan ke arah Viona.
Viona membelalakkan matanya, saat melihat makanan yang berporsi besar di depannya.
"Kak...."
"Kakak, tak mau tahu kamu harus makan yang banyak agar badanmu lebih berisi."
Viona hanya mengerucutkan bibirnya, sambil memakan makanan yang berporsi besar itu. mau tidak mau dia harus mau, karena Varo tidak mau di bantah.
sementara Bella dan raja hanya terkekeh melihat tingkah kedua anaknya itu.
Mereka sangat senang dengan kehadiran Viona, rumah mereka menjadi ramai dan lebih hidup.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!