[Ditengah Laut Wilayah Kerajaan Aldebaren]
Terlihat seorang nelayan yang terjebak ditengah laut karena badai yang sangat hebat. Ombak dengan tinggi mencapai 7 meter menghantam perahu kecil yang di tumpangi oleh seseorang bernama Eden. Dia adalah seorang nelayan yang sudah berumur 60 tahun.
Hujan deras menguyur lautan, diikuti badai petir yang keluar terus menerus, badai angin yang begitu kencang, dan gelombang laut yang tinggi menerjang perahu kayu itu.
"Ini gawat, sangat gawat." Kata Eden yang berusaha mempertahankan keseimbangan perahunya.
Perahu kecil yang dinaiki Eden terombang ambing tak beraturan. Ia mencoba menguras air laut yang masuk kedalam perahunya.
Dengan kondisi tubuh yang sudah rentang, Ia tidak bisa mempertahankan perahunya itu, bahkan hampir terbalik berkali-kali.
"Sepertinya aku akan menyusulmu Sonia." Kata Eden yang mengingat istrinya yang sudah wafat 30 tahun yang lalu.
"Aku masih belum bisa mewujudkan keinginanmu. Hiks." Kata Eden sambil menangis.
Eden hanya pasrah sambil memegang perahunya.
"Sonia, maafkan aku, Maafkan aku Hiks." Kata Eden yang pasrah menunggu ajalnya.
Lalu, tiba-tiba perahunya berhenti seketika ditengah-tengah badai. "Aaaarrgh." Suara Eden yang terpental kedepan.
"Aaah, Ada apa ini.? Perahunya tiba-tiba berhenti." Kata Eden yang kebingungan.
"Sepertinya aku menabrak sesuatu didepan." Kata Eden sambil berjalan kedepan perahunya.
"Apa ada karang yang besar disini.?" Tanya Eden.
Lalu, ia melihat sebuah peti kayu yang lumayan panjang. Peti itu menabrak perahu tepat didepan perahunya.
"Haaaa, peti apa itu.? Kenapa ada di tengah laut seperti ini.? Apa ada seseorang yang menjatuhkannya." Kata Eden sambil meraih peti itu.
Ditengah-tengah badai yang masih menerjang, perahu yang dinaiki Eden mulai berputar menghindari peti itu. Namun, Eden masih mencoba meraihnya.
"Ini gawat. Aku akan kehilangan peti itu. Aku tidak punya pilihan lain." Kata Eden sambil meloncat kedalam laut dan memegangi Peti kayu itu.
Lalu, perahu yang ditinggalkannya itu terbalik dan diterjang oleh ombak. Hanya dalam sekali terjangan saja, perahu itu hancur berpeking-keping.
"Tidaak, perahuku satu-satunya. Bagaimana aku bisa pergi ke pantai.?" Kata Eden sambil memeluk Peti kayu.
"Aku tidak tau apa yang ada didalam peti ini, tapi peti ini sudah menyelamatkan nyawaku." Kata Eden.
"Ini sangat aneh, kenapa ombak-ombak itu tidak menerjang kesini. Seperti mereka menghindarinya." Kata Eden yang kebingungan.
Peti kayu itu bergerak menjauh dari tempatnya, perlahan-lahan Eden bersama peti itu menuju ke pantai.
"Ini benar-benar mengejutkanku. Ada apa didalam peti ini." Kata Eden.
...
Beberapa jam kemudian, Eden bersama dengan peti kayu sampai di bibir pantai. Cuaca di pantai sangat cerah, berbeda dengan cuaca yang ada ditengah laut.
"Huh, huh, Aku terselamatkan." Kata Eden sambil terbaring di tepi pantai.
"Biarkan aku istirahat sebentar, setelah ini aku akan membuka peti itu." Kata Eden sambil melihat peti kayu.
"Haaah, Sepertinya aku tidak bisa menunggu, aku sangat penasaran." Kata Eden sambil memegang petinya.
Perlahan-lahan Eden membuka peti kayu itu, dan sebuah cahaya bersinar sangat terang keluar dari dalam peti kayu itu.
"Apa ini.?" Kata Eden sambil membuka peti kayu, bahkan matanya sampai terpejam karena kilatan cahayanya.
Lalu, Eden pun membuka peti itu dengan cepat, dan kilatan cahayanya mulai meredup.
"Haaa.?" Suara Eden terkejut melihat isi yang ada didalam peti.
Eden melihat seorang bayi yang tertidur pulas didalamnya. Bayi itu berusia sekitar 3 bulan, dan disebelah kirinya ada sebuah pedang berwarna putih yang lengkap dengan sarungnya. Dan di atas bayi itu terdapat sebuah kertas yang menempel didalam peti.
Eden pun mengambil kertas itu dan membacanya.
"Bayi ini sepertinya sengaja dibuang ke laut. Siapa orang tuanya.? Arjun Leon. Apa itu nama bayi ini.?" Kata Eden kebingungan.
"Lalu pedang ini, Aaah, dia memiliki aura yang sangat kuat." Kata Eden sambil memegang pedang yang ada disebelah bayi itu.
"Apa bayi ini masih hidup.?" Kata Eden sambil mengangkat bayi dari dalam peti
Lalu, tiba-tiba Bayi itu mengangis "Hoe, HOEEE, HOEE." Suara tangisan Leon.
"Aaah, dia masih hidup. Yossh, yossh. Kau akan ikut denganku Leon. Hiduplah bersamaku." Kata Eden sambil mengendong Leon.
Eden pun mengikat peti kayu itu dan menariknya pergi ke desa sambil mengendong Leon.
...
Ditempat lain. Desa Ellora.
"Ah, itu Tuan Eden. Semua Tuan Eden sudah kembali." Teriak Arga, pemuda desa.
"Benarkah.?" Kata Violen, Seorang Janda beranak satu. Suaminya meninggal saat pergi berperang.
"Apa yang dibawanya itu.?" Kata Iron, salah satu petinggi desa Ellora yang seumuran dengan Eden.
...
"Huh, huh, Cepat bantu aku." Kata Eden sambil terengah-engah.
"Tuan, bayi siapa ini.?" Kata Violen sambil mengambil Leon.
"Aku sendiri ingin tau, aku menemukannya ditengah laut. Lakukan sesuatu untuknya Violen, dia mengangis saat aku mengambilnya." Kata Eden sambil terbaring ketanah.
"Yossh, yoossh, tenanglah nak. Pasti kau lapar sekarang." Kata Violen dengan penuh kasih sayang.
"Apa yang terjadi denganmu Eden.?" Tanya Iron sambil menghampiri Eden.
"Iron, aku terjebak ditengah laut karena badai. Perahuku hancur disana." Jawab Eden.
"Hem.? Lalu bagaimana kau sampai disini.?" Tanya Iron.
"Ah, aku menabrak sebuah peti yang isinya bayi itu. Aku memeganginya dan peti itu bergerak menuju ke pantai." Jawab Eden.
"Hee, benarkah Tuan Eden. Apa peti kecil ini yang membawa anda kesini.?" Tanya Arga.
"Sebaiknya kau tidak menyentuh peti itu." Kata Eden kepada Arga dengan penuh ancaman.
"Eeeeh. Maafkan aku Tuan Eden." Kata Arga yang ketakutan.
...
"Hem, syukurlah kau selamat. Kau sudah pergi selama 2 hari, itu membuat kami khawatir. Bangunlah Eden, dan beristirahatlah di rumah. Arga, bantu Tuan Eden berdiri." Kata Iron.
"Siap laksanakan Tuan." Kata Arga sambil membantu Eden berdiri.
...
Mereka pun berjalan kerumah Eden.
"Apa sudah terjadi sesuatu Iron.? Kenapa semua orang tidak ada disini." Tanya Eden sambil berjalan.
"Ah, prajurit Aldebaren datang kesini kemarin." Jawab Iron.
"Haaa.? Apa yang mereka lakukan disini.?" Tanya Eden.
"Seperti biasa, mereka menginginkan desa ini menjadi wilayah kerajaan. Mereka tidak akan berhenti sampai tujuan mereka tercapai." Jawab Iron.
"Aku tau itu. Dalam waktu dekat, mereka pasti membawa pasukan kesini." Kata Eden.
"Hem, Lalu kenapa kau pergi meninggalkan desa.? Kau harus sadar Eden, kau adalah kepala desa disini." Kata Iron dengan emosi.
"Ah, hahaha. Aku hanya ingin pergi memancing sebentar. Aku juga seorang nelayan Iron." Kata Eden dengan tersenyum.
"Hem." Suara Iron yang kesal.
"Tidak perlu takut Tuan, kami pemuda desa akan melindungi desa ini dengan sekuat tenaga. Hehe." Kata Arga sambil membantu Eden berjalan.
"Sebaiknya kita bersiap-siap sebelum mereka datang kesini lagi." Kata Eden serius.
"Itu sudah kita lakukan, bahkan para pemuda disini sudah berlatih 12 jam tanpa berhenti." Kata Iron.
"Mereka sangat bersemangat, jiwa muda memang sangat berbeda dengan kita Iron, hahaha." Jata Eden sambil tertawa.
"Aku hanya tidak ingin terjadi peperangan lagi." Kata Iron dengan sedih.
Iron mengingat anaknya yang meninggal karena perang beberapa bulan yang lalu. Anak Iron adalah suami Violen.
"Hem, sebaiknya kita bicarakan didalam rumah." Kata Eden.
.
.
[Didalam Rumah Eden]
Violen sedang berada dikamar sambil menyusui Leon. Dan di sebelahnya ada seorang bayi laki-laki berusia 10 bulan yang sedang tertidur, bayi itu adalah anak Violen bernama Simon Lester.
"Hoee, hoee." Suara Leon yang menangis.
"Yossh, yossh, Minumlah nak, kau akan baikan setelah minum susu." Kata Violen sambil menyusui Leon.
...
Diruang Tamu.
"Bagaimana rencanamu.? Tanya Eden kepada Iron.
"Kami sudah menyiapkan ratusan pemuda di perbatasan. Tapi sepertinya kita masih kekurangan orang." Jawab Iron.
"Hem, ini akan menjadi pertempuran yang hebat." Kata Eden sambil berfikir.
"Tuan, kita sudah menyiapkan jebakan di sepanjang jalan, mungkin itu bisa menghambat pergerakan mereka." Kata Arga.
"Ah, bagus Arga. Lalu, siapkan beberapa anak panah, kita membutuhkan puluhan ribu anak panah." Kata Eden.
"Siap laksanakan Tuan." Kata Arga.
"Suruh para pengerajin untuk membuat anak panah secepatnya." Kata Eden.
"Laksanakan perintah." Kata Arga sambil berjalan keluar rumah.
"Apa kau akan ikut bertarung.?" Tanya Iron kepada Eden.
"Kita sudah tua Iron. Sebaiknya kita serahkan kepada pemuda desa, mereka adalah masa depan Ellora." Jawab Eden.
"Kekuatan mereka masih jauh dengan kita. Kau juga harus membantu." Kata Iron.
"Apa kau tau, kapan prajurit Aldebaren datang.?" Tanya Iron.
"Aku tidak tau. Mereka hanya mengancam kita kemarin." Jawab Iron.
"Hem, seperti biasa, kau selalu panik saat terjadi masalah. Sudahlah, memang lebih baik kita bersiap-siap." Kata Eden.
Lalu, petinggi desa lainnya datang kerumah Eden, dia bernama Hermes, seseorang yang berumur sama dengan Eden, dan dia adalah ayah Violen.
"Eden, akhirnya kau kembali." Kata Hermes sambil menghampiri Eden.
"Ah, Hermes kah." Saut Eden.
"Aku dengar kau datang membawa bayi. Apa kau menyuliknya dari seseorang. Sonia pasti akan marah padamu." Kata Hermes.
"Bicara apa kau, aku menemukan bayi itu ditengah laut, dan bayi itu juga sudah menyelamatkan hidupku." Kata Eden.
"Hem.? Bagaimana seorang bayi menyelamatkan Master sepertimu.?" Tanya Hermes.
"Ceritanya panjang, sebaiknya kau duduk disana." Kata Eden.
Lalu, Violen pun keluar kamar sambil mengendong Leon.
"Ayah, Lihat bayinya. Dia sangat tampan sekali." Kata Violen sambil menghampiri Hermes.
"Violen, kau disini rupanya." Kara Hermes.
"Aku sedang menyusui bayi ini, sepertinya dia kelaparan." Kata Violen.
"Apa kau baik-baik saja Violen, kau membagi makanan untuk bayimu." Kata Eden.
"Ah, Asiku masih cukup untuk menyusui mereka berdua. Tenang saja Tuan Eden. Simon juga sudah mulai makan bubur, jadi asiku masih cukup banyak." Kata Violen.
"Terimakasih Nak." Kata Eden.
"Tidak perlu berterimakasih Tuan. Lalu, siapa nama bayi ini.?" Tanya Violen.
"Aku menemukan sebuah kertas didalam peti itu, dan disana hanya tertulis Arjun Leon. Mungkin itu adalah nama bayi itu." Kata Eden.
"Hoo, Leon. Nama yang bagus. Kau akan menjadi saudara Simon nak." Kata Violen.
...
"Lalu, lihatlah ini Iron." Kata Eden sambil mengambil pedang didalam peti milik Leon.
Pedang putih itu bersinar cukup terang.
"Pedang apa itu.? bahkan aku bisa merasakan kekuatan yang hebat dari dalam pedangnya." Kata Iron dengan terkejut.
"Itu seperti pedang legendaris. Dari mana kau mendapatkannya Eden.?" Tanya Hermes.
"Ah, pedang ini ada didalam peti bersama Leon. Mungkin orang tuanya meninggalkan pedang ini bersamanya." Kata Eden.
"Hem, sepertinya yang membawamu kesini adalah pedang itu." Kata Iron.
"Aku juga berfikir begitu, bahkan badai laut menghindari peti ini." Kata Eden.
"Apa kau akan mengunakannya Eden.?" Tanya Iron.
"Aku akan menyimpannya, pedang ini adalah milik Leon. Ketika dia sudah besar, aku akan memberikan pedang ini padanya." Kata Eden sambil melihat Leon.
"Akhirnya kau menemukan sesuatu yang berharga Eden." Kata Hermes.
"Ah kau benar, bahkan saat aku melihat Leon, itu seperti melihat harta karun yang menumpuk. Mungkin ini adalah alasanku tetap hidup." Kata Eden.
"Tenang saja Eden, aku juga akan menjaganya untukmu." Kata Iron.
"Aku juga Tuan. Kapanpun Leon membutuhkanku, aku akan memberikannya makanan." Kata Violen.
"Lakukan yang terbaik Violen." Kata Hermes.
"Sudah pasti ayah." Jawab Violen.
"Terimakasih semua. Mungkin saatnya kita melihat keperbatasan. Violen, tolong jaga anak-anak dengan baik." Kata Eden.
"Baik Tuan. Serahkan padaku." Jawab Violen.
Eden, Iron dan Hermes pun berangkat menuju keperbatasan. Dan Violen pergi kerumahnya bersama Leon dan Simon.
...
"Lester. Aku memiliki dua bayi sekarang." Kata Violen sambil mengingat suaminya yang sudah meninggal.
"Huee huee." Suara Leon yang menangis lagi.
"Yossh, yossh. Kita akan sampai dirumah Leon." Kata Violen.
...
5 hari pun berlalu.
Para pemuda dan petinggi desa masih berada di perbatasan. Dan terlihat ribuan prajurit Aldebaren sedang bergerak kesana.
"Mereka sudah terlihat." Kata Iron.
"Sepertinya analisamu benar Iron, mereka datang membawa pasukan." Kata Eden.
"SEMUAA, BERSIAP KEPOSISI MASING-MASING." Teriak Hermes kepada para pemuda.
Para pemuda desa pun bergerak dengan cepat mengambil posisi mereka masing-masing.
...
Disisi lain, pasukan Kerajaan Aldebaren.
"Hem, mereka sudah bersiap-siap disana." Kata salah satu kapten dari pasukan Aldebaren bernama Rio.
"Kapten, mereka menanam jebakan disetiap jalan." Kata salah satu bawahan Rio.
"Bersihkan jebakannya, lalu kita akan menyerang benteng yang sudah rapuh itu." Perintah Rio.
"Laksakan Kapten." Kata prajurit itu.
...
Dibenteng perbatasan.
"Tuan, mereka sedang membersihkan jebakan yang sudah kita pasang." Kata Arga kepada Eden.
"Biarkan saja, jebakan itu tidak akan mampu menghancurkan mereka. Sebaiknya kalian bersiap-siap. Pertempuran akan segera dimulai." Kata Eden dengan serius.
"Laksanakan Tuan." Kata Arga.
...
Beberapa jam kemudian, pasukan yang dipimpin oleh Rio sudah berbaris di luar benteng tua milik Ellora.
Lalu, Eden pun keluar dari benteng bersama Iron dan Hermes.
"Hallo Tuan Eden." Kata Rio.
"Tidak perlu basa-basi. Apa tujuan kalian kesini.? Sebaiknya kita hindari pertempuran ini." Kata Eden dengan tegas.
"Eeeh.? Hahaha. Baiklah Tuan Eden, kita akan pergi dari sini, tapi serahkan desa Ellora kepada kerajaan." Kata Rio dengan tatapan penuh ancaman.
"Apa kau tau, desa Ellora adalah desa para leluhur dibenua wisdom. Desa ini lebih dulu ada dibandingkan dengan kerajaan kalian." Kata Eden.
"Em. Aku tidak peduli dengan itu, perintah tetaplah perintah. Kami memiliki kekuatan untuk berkuasa, sebaiknya kalian menyerah, dan serahkan wilayah ini kepada kerajaan." Kata Rio.
"Apa diotak Raja kalian hanya ingin kekuasan.?" Tanya Eden.
"DIAM KAU. Kau tidak pantas menyebut Raja kami." Kata Rio dengan marah.
"Hem, Raja Philip memang serakah." Kata Eden.
"Herrr. SERAAAAAAAAANG." Teriak Rio kepada pasukannya.
"HOOOOOAAA." Teriakan pasukan Aldebaren yang berlari dan menyerang benteng Ellora.
...
"Ini akan menjadi pertempuran hebat." Kata Eden sambil menarik pedang dari sarungnya.
"SERAAAAAAAANG." Teriak Eden kepada para pemuda desa.
Pertempuran pun terjadi diperbatasan. Pemuda desa Ellora melawan pasukan kerajaan Aldebaren. Mereka menyerang dengan kekuatan Magis yang ada didunia ini.
Dan mereka saling menembakkan anak panah yang dilapisi Magis api, dan digaris depan, mereka bertarung dengan pedangnya.
Pertempuran itu terjadi beberapa jam. Dan terlihat, pasukan kerajaan aldebaren mulai berkurang. Ratusan mayat tergeletak ditanah, tapi Rio masih berjuang melawan orang tua yang sudah rapuh disana.
"Apa kau masih ingin melanjutkannya nak.?" Kata Eden sambil bertarung melawan Rio.
"Huh, huh. Diamlah orang tua." Kata Rio yang sudah terengah-engah.
"Kalian tidak akan bisa mengalahkan kami dengan pasukan seperti ini. Sebaiknya kau pulang bersama prajuritmu." Kata Eden sambil bertarung.
Lalu, "AAAARRgh" Suara Rio yang terkena tebasan di perutnya.
Eden menyerangnya dengan bertubi-tubi, bahkan Rio sudah tidak bisa menangkis serangan dari seorang Master.
"Jika kau masih ingin melanjutkannya, aku tidak akan segan-segan, ini adalah perang dan matilah." Kata Eden sambil mengeluarkan aura putih yang keluar dari pedangnya.
"Haa." Suara Rio terkejut.
Lalu. "Uhuook." Suara Rio yang tertusuk pedang milik Eden tepat diperutnya.
"Huh, huh, Uhoouk. Uuuh." Suara Rio yang sudah lemas sambil memegang pedang Eden.
"Hem, aku akan mengakhiri hidupmu nak." Kata Eden sambil menusukkan pedangnya lebih dalam lagi.
"AAARgh" Suara Rio yang kesakitan. Lalu ia pun tewas ditempat.
"Sepertinya aku sudah selesai." Kata Eden sambil menarik pedangnya dari perut Rio.
....
"HOOOOAAAA." Suara para pemuda desa yang menyerang sisa-sisa prajurit Aldebaren.
"HAAAA,Tidaaak." Ampuuuun." AAAAA" Teriakan para prajurit Aldebaren.
Mereka semua dibunuh tanpa meninggalkan satu orang pun. Pertempuran itu dimenangkan oleh Eden bersama pasukannya.
"Bersihkan mayat mereka, lalu kembalilah kedesa." Kata Eden dengan serius.
"Laksanakan Perintah." Kata salah satu pemuda disana.
"Huh, huh, Kita menang Eden, Kita menang." Kata Iron dengan terengah-engah.
"Huh, huh, ini sangat melelahkan bagi seseorang yang sudah tua." Kata Hermes yang kelelahan.
"Mereka akan berfikir ribuan kali untuk menyerang desa ini lagi." Kata Eden sambil berjalan masuk ke benteng.
.
.
[Desa Ellora]
3 hari berlalu setelah pertempuran di perbatasan. Terlihat, Eden sedang mengendong Leon dan mengajaknya bercanda.
"Naninanina, Ucucucu." Suara Eden yang sedang menimang Leon.
"Tuan, berikan Leon padaku, waktunya dia makan." Kata Violen yang tiba-tiba datang sambil mengendong Simon dibelakangnya.
"Ah, Violen." Kata Eden sambil memberikan Leon kepada Violen.
"Hallo Leon, waktunya kau makan." Kata Violen.
"Sepertinya dia harus tinggal bersamamu untuk sementara Nak." Kata Eden.
"Tuan, seorang bayi harus diberi makan setiap 2 jam sekali. Aku akan merawatnya untuk sementara dirumahku. Apakah boleh Tuan.?" Tanya Violen dengan muka yang senang.
"Hem, aku tidak tau itu Nak. Baiklah, bawalah Leon bersamamu. Aku akan mengunjunginya setiap hari." Kata Eden.
"Terimakasih Tuan." Kata Violen sambil membawa Leon pergi dari rumah Eden.
"Kita akan tinggal bersama lagi Leon, hihihi." Kata Violen sambil mengangkat Leon.
...
"Kelak kau akan menjadi seorang warrior yang hebat Leon." Kata Eden dalam hati.
...
1.5 tahun kemudian. Dirumah Eden.
"Tuan Eden, Sepertinya Leon sudah bisa tinggal disini, apa kau bisa menyuapinya makanan.?" Tanya Violen
"Apa yang harus saya berikan padanya Violen.?" Tanya Eden kebingungan.
"Hem, sepertinya Anda tidak tau. Baiklah, aku akan kesini setiap hari untuk menyuapinya makanan." Kata Violen.
"Terimakasih Nak, aku selalu merepotkanmu." Kata Eden.
"Tidak apa-apa Tuan, aku sangat senang merawat Leon." Kata Violen.
...
3 tahun kemudian, Sejak pertempuran di perbatasan.
"Kakek, kakek, bangunlah kakek." Kata Leon sambil memukul kepala Eden.
"Leoon, berhentilah memukul wajahku." Kata Eden yang masih memejamkan mata.
"Buatkan aku pedang seperti milik Simon." Kata Leon sambil memukul kepala Eden.
"Apa kau ingin belajar memakai pedang Leon.?" Tanya Eden.
"Aku ingin pedang kakek." Jawab Leon.
"Baiklah, aku akan membuatkannya untukmu." Kata Eden sambil berdiri dari tidurnya.
...
5 tahun kemudian, sejak pertempuran di perbatasan.
"Grook, fiuuuh, Grook, fiuuuh." Suara Leon yang tertidur didalam kelas. Tubuhnya penuh dengan luka dan banyak perban yang menempel ditubuhnya.
"Leon, Bangunlah." Kata ibu guru.
"Dia sedang kelelahan bu." Kata Simon tersenyum.
"Bangunkan adikmu itu Simon, atau aku yang membangunkannya." Kata ibu guru.
"Haaiik," Kata Simon sambil berdiri.
Lalu. "BANGUNLAH BODOH." PLAK. Suara pukulan Simon yang memukul kepala Leon.
"HAAAAAaa." Suara Leon yang terkejut.
"Dia sudah bangun bu guru." Kata Simon.
"Heee.?." Suara ibu guru yang terkejut.
"HOAAAAM. Aemm. Apa sudah pulang.?" Tanya Leon.
"Leon, pergilah keluar, disini bukan tempat tidur." Kata ibu guru yang kesal.
"Ah, baiklah bu." Kata Leon yang langsung berdiri dan keluar dari kelas.
"Heeeee.?" Suara ibu guru yang terkejut.
"Dia akan tidur diluar kelas bu. Apa perlu aku membangunkannya lagi.?" Tanya Simon.
"Hee.? Huh. Sudahlah." Kata ibu guru yang mulai frustasi.
...
8 tahun kemudian, sejak pertempuran diperbatasan.
PRAK. PROOK. PROK. PRAK. Suara benturan pedang kayu.
"Kau semakin hebat Simon." Kata Leon yang sedang berlatih pedang bersama Simon.
"Huh, huh, kenapa kau hebat sekali Leon.?" Tanya Simon sambil tetengah-engah.
"Kau tau, aku sudah berlatih pedang sejak kecil bersama kakek." Jawab Leon.
"Huh, huh, kau sangat curang Leon. Dasar Master kecil." Kata Simon sambil menyerang Leon sekuat tenaga.
PRAK. Suara tangisan pedang kayu.
"Hehe, kau masih belum cukup kuat untuk melawanku." Kata Leon dengan tersenyum.
"HIAAAA. RASAKAN INI LEOON." Teriak Simon sambil menyerang bertubi-tubi.
PRAK. PRAK. PROK. Suara benturan pedang kayu.
"Hem, kau harus berlatih lebih keras lagi Simon. HIAAAAA." Kata Leon sambil memukul kepala Simon.
BUOOK. Suara pedang Leon yang terkena kepala Simon.
"Itteeeeeeeeh." Suara Simon yang kesakitan. Bahkan kepalanya sampai mengeluarkan darah.
"HEeee.? Simon, apa kau tidak apa-apa, kepalamu berdarah." Kata Leon sambil menghampiri Simon.
"Hehe, kau lengah Leon." Kata Simon dengan tersenyum.
BUOOK. Suara pukulan Simon yang memukul kepala Leon menggunakan tangannya. Bahkan hidung Leon sampai berdarah.
"Aaarrgh." Suara Leon kesakitan.
"Hehe, kita impas sekarang." Kata Simon.
"Itteeeeeh, Apa yang kau lakukan Simon.?" Kata Leon dengan kesal.
"Kau sudah lengah Leon. Kau harus ingat, kita masih dalam pertempuran." Kata Simon.
"Heee.? Rasakan ini." Kata Leon sambil menyerang balik.
BUOK. PRAK. PRAK PROK.Suara pertempuran Leon dengan Simon.
Mereja berlatih tanding sudah lebih dari 2 jam lamanya, lalu mereka berdua bersandar dibawah pohon besar.
"Huh, huh, kau hebat sekali Leon." Kata Simon yang sudah kelelahan.
"Ini masih belum seberapa, bahkan aku masih belum bisa mengalahkan paman Arga. Hahahaha." Kata Leon yang masih berdiri didepan Simon.
"Hhuuuh, Kenapa kau harus melawan orang itu.?" Tanya Simon.
"Paman Arga sangat kuat, aku ingin mengalahkannya." Jawab Leon.
"Butuh 10 tahun lagi kau bisa mengalahkannya." Kata Simon sambil berdiri.
"Hahaha, tidak perlu selama itu untuk melawannya." Kata Leon sambil membantu Simon berdiri.
...
Dirumah Eden.
"Huh, huh, Sepertinya tubuhku sudah mencapai batasnya." Kata Eden sambil memasak.
"Uhuook." Suara Eden yang batuk. Bahkan ia sampai mengeluarkan darah dari mulutnya.
"Sebaiknya Anda beristirahat Tuan. Biar aku yang melanjutkannya." Kata Violen yang tiba-tiba datang.
"Violen, aku tidak apa-apa Nak." Kata Eden yang masih memasakkan makanan untuk Leon.
"Tuan, kondisimu sangat buruk, sebaiknya Anda berhenti." Kata Violen dengan sedih.
"Uhuook, Uhuook." Suara Eden yang batuk, sampai ia terjatuh ketanah.
"Tuan, Tuan." Kata Violen sambil membantu Eden berdiri.
"Uuuh, Uhuook." Suara Eden yang masih terbatuk, bahkan ia mengeluarkan banyak darah dari mulutnya.
"Haa. ARGAAA, ARGAAA." Teriak Violen dengan panik.
"Ada apa kakak.?" Tanya Arga yang berlari ke dapur.
"Hiks, tolong angkat Tuan Eden kekamarnya." Kata Violen sambil menangis.
"Tuan, Tuan. Bertahanlah." Kata Arga sambil mengangkat tubuh Eden.
Eden pun dibaringkan ditempat tidurnya dengan muka yang sudah sangat pucat.
"Panggilkan dokter kesini Arga, cepat, cepat." Kata Violen yang panik.
"Baik kak, tunggu disini sebentar, aku akan memanggil Tuan Iron dan Tuan Hermes juga." Kata Arga sambil berlari keluar rumah.
...
Beberapa menit kemudian. Dokter dari desa pun datang bersama Arga.
"Cepat dokter, periksalah Tuan Eden." Kata Violen yang panik.
"Baik Violen, tunggulah." Kata Dokter itu sambil memeriksa Eden.
"Hiks, hiks." Suara Violen yang menangis.
"Sabarlah Kak." Kata Arga sambil mengelus bahu Violen.
Lalu, Iron dan Hermes pun datang dengan tergesa-gesa.
"Violen, bagaimana keadaan Tuan Eden.?" Tanya Hermes yang panik sambil melihat Eden yang sedang diperiksa Dokter.
"Hiks, Ayah." Kata Violen yang menangis.
Lalu, tiba-tiba raut wajah sang Dokter terkejut. "Haaa." Suara Dokter dengan sangat sedih.
"Bagaimana keadaanya Dokter.?" Tanya Iron yang panik.
Dokter hanya menundukkan kepalanya dengan sangat sedih.
"Apa maksudmu dengan wajah seperti itu.?" Tabya Iron.
"Katakan yang sebenarnya Dokter." Kata Hermes yang sudah panik.
"Maafkan saya Tuan. Penyakit yang diderita Tuan Eden sudah sangat parah. Ini sudah diluar kemampuan saya." Kata Dokter dengan sedih.
"Apa yang kau katakan, cepat sembuhkan dia." Kata Iron sambil mengengam kerah baju Dokter.
"Maafkan saya Tuan." Kata Dokter dengan sangat sedih.
"Leoon, Leon." Kata Eden yang mengerang-ngerang.
"Haa." Suara Iron terkejut sambil melepaskan gengamannya.
"ARGAAA, Cari Leon sekarang, dan segera bawa dia kesini." Kata Iron dengan serius.
"Baik Tuan." Kata Arga sambil berlari keluar rumah.
"Eden, Bertahanlah, bertahanlah. Hiks." Kata Iron sambil menghampiri Eden dengan menangis
"Iron, kau sudah tua, tidak pantas kau menangis." Kata Eden dengan tersenyum.
"Hiks, hiks." Suara tangisan Iron.
Hermes pun hanya terdiam sambil mengeluarkan air mata.
"Sepertinya aku akan pergi dulu Iron." Kata Eden dengan mengerang.
"Kau akan sembuh Eden, bertahanlah." Kata Iron.
"Sampaikan pesanku kepada Leon. Jadilah anak yang baik, jangan lupa makan, dan suruh dia berlatih dengan giat." Kata Eden dengan lemah.
"Hiks, katakan sendiri padanya." Kata Iron yang menangis.
"Iron, berikan pedangnya kepada Leon. Dan katakan padanya, aku sangat menyayanginya." Kata Eden dengan lemas.
"Hiks, diamlah, diamlah, kau akan sembuh setelah ini. Jadi bertahanlah." Kata Iron dengan menangis.
"Terimakasih kau sudah membantuku Iron. Lalu Hermes, terimakasih kau sudah mendukung Leon. Dan Violen, aku benar-benar sangat berterimakasih padamu Nak, kau sudah merawat Leon dengan baik. Uhuuok." Kata Eden dengan lemas.
"Hiks, hiks." Suara tangisan semua orang yang ada disana.
...
"Heem, aku akan menyusulmu Sonia, akan aku ceritakan seorang anak nakal yang hebat padamu. Leoon, tumbuhlah menjadi laki-laki yang bertangung jawab, kau adalah harapan Terra. Tunjukan keadilan diatas dunia ini." Kata Eden dalam hati dengan tersenyum.
Lalu, Eden pun menghembuskan nafas terakhirnya. Tangannya yang dipegang oleh Iron, terjatuh dengan sendirinya.
"Tidak, tidak. EDEEEEEEN." Teriak Iron dengan menangis.
"Huaaa." Suara Violen yang menangis. "Hiks Tuan Eden." Kata Hermes dengan menangis
...
Di pasar. Terlihat Leon sedang berjalan sambil membopong Simon melewati pasar.
"Leoon.? Akhirnya aku menemukanmu." Kata Arga sambil berlari menghampiri Leon.
"Ah, paman Arga." Kata Leon.
"Pulanglah kerumah Leon, Tuan Eden sedang sakit parah." Kata Arga.
"Ada apa dengan orang tua itu.?" Tanya Leon.
"Pulanglah sekarang, cepat." Kata Arga sambil mengendong Simon dibelakangnya.
"Apa yang sudah terjadi.?" Kata Leon dengan tercengang.
"CEPATLAAAH." Teriak Arga sambil berlari.
"Leon Cepat, mungkin sesuatu sedang terjadi." Kata Simon.
.
.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!