NovelToon NovelToon

Pelatihku

Episode 1

Awal masuk sekolah adalah sebuah hari yang paling ditunggu tunggu oleh siswa baru untuk mengetahui bagaimana dan dimana kelas mereka nantinya dan siapa saja yanng menjadi teman sekelas mereka.

Begitu pun dengan Risda yang begitu bersemangat untuk berangkat kesekolah bersama dengan temannya panggil saja namanya Wulan.

Keduanya kini tengah berada dihalaman depan sebuah sekolahan yang cukup besar dan bertuliskan SMA Bakti Negara, sebuah sekolah swasta yang terkenal dikota Jakarta.

"Eh Ris, dia tampan banget, lihat kesana deh" Ucap Wulan ketika melihat seorang lelaki dengan memakai sebuah jas berada tidak jauh dari keduanya.

"Soal cowok aja langsung nyaut lo, buruan deketin deh, pepet Lan sebelum diambil orang lain nanti nangis" Seru Risda yang juga tengah memandang kearah yang sama.

"Ya kali gue bukan cewek murahan, seharunya dia yang ndeketin bukan gue" 

"Cuma memberi saran anjay, lo pikir gue ngangep lo cewek murahan apa? Ngak kan?"

Mendengar kebisingan kedua orang itu membuat lelaki yang dimaksud mereka segera menoleh kearahnya, tatapan antara Risda dan lelaki tersebut bertemu hingga membuat Risda menjadi salah tingkah.

"Ayo pergi Lan, merinding gue" Ajak Risda dan langsung menarik tangan Wulan.

"Apaan sih? Jangan ngada ngada deh" Ucap Wulan yang kesal tiba tiba ditarik oleh Risda.

"Ish, lo ngak tau aja tatapan dia kek gimana tadi, ngeri tau lihatnya"

"Emang dia menatap ke kita? Kayaknya sih ngak, salah lihat aja kali dirimu"

"Mana mungkin, mata gue masih normal woi, lo pikir mata gue udah karatan gitu ha?"

"Sudah ah, males berdebat dengan lo, ayo masuk kelas, bentar lagi ospek akan dimulai"

"Y"

Mendengar jawaban yang super singkat itu membuat Wulan mengepalkan tangannya dan ingin sekali menempeleng kepala sahabatnya itu, tapi dirinya hanya bisa menahan kekesalan saja emang sih sikap Risda sangat keras kepala dan suka membuat orang marah.

"Eh dia sekelas dengan kita, apa jangan jangan dia juga siswa baru disini" Ucap Wulan ketika melihat lelaki yang mereka lihat dihalaman sekolah sebelumnya kini tengah masuk dikelas yang sama.

"Kayaknya sih iya, bodoamat lah" Risda sepertinya tidak peduli dengan sosok lelaki itu karena dirinya langsung bergegas untuk mengeluarkan buku tulis sebagai syarat melakukan ospek.

"Selalu cuek dengan lelaki" Guman Wulan seraya memutar bola matanya malas.

Risda hanya melirik sahabatnya itu sekilas, Risda memang tidak terlalu tertarik dengan yang namanya laki laki, karena sikapnya yang agak tomboy hingga membuat Risda sama sekali tidak tertarik dengan sosok lelaki.

Setiap peserta memperkenalkan nama mereka masing masing dan maju kedepan kelas, ketika lelaki itu maju pandangan Risda seketika terarah kepadanya.

"Perkenalkan nama saya Afrenzo, saya masuk dijurusan IPA" Ucap lelaki itu yang memperkenalkan namanya sebagai Afrenzo.

"Yah kita beda Ris, dia di IPA sedangkan kita di Sastra Indonesia, kenapa dulu gue ngak pilih jurusan IPA aja sebelum mendaftar" Ucap Wulan sedikit kecewa disebelah Risda.

"Kan masih satu sekolah, masih bisa ketemu kan? Lagian kenapa lo ngikutin gue? Gue itu ingin belajar Sastra Indonesia" Ucap Risda dan langsung membuang muka dari Afrenzo.

"Lo tau sendirikan, kalo gue ngak mau jauh jauh dari lo"

"Ngak punya pendirian sih lo itu"

****

Jam istirahat telah tiba, kini saatnya seluruh siswa beristirahat dan bergegas pergi kekantin sekolah, Wulan dan Risda kini tengah mengantri untuk beli beberapa makanan karena rasa lapar yang menghujani keduanya.

Risda dan Wulan kini tengah berada dibangku kantin sekolah untuk menikmati makan siang mereka, karena perut mereka yang saat ini sudah kelaparan.

"Lo bawa mukenah?" Tanya Risda ketika teringat bahwa dirinya lupa untuk membawa mukenah.

"Lupa, lo sih ngak ngingetin tadi sebelom berangkat sekolah" Gerutu Wulan.

"Kalo gue inget gitu, orang gue sendiri lupa ngak bawa, lo sih jarang sholat mangkanya bisa sampek lupa"

"Ngaca woi, lo sendiri aja sholat cuma dhuhur doang, itu pun kalo inget kalo ngak mah kagak pernah sholat"

"Jangan keras keras anjir, lo mau gue tendangan ha? Aib itu woi"

"Huft... Giliran gini aja lo bilang aib, lah lo sendiri malah buka aib gue"

Risda pun mendengus kesal kepada sahabatnya itu, tiba tiba sosok lelaki melewati bangku keduanya itu, ya lelaki itu adalah Afrenzo yang sedari tadi berada dikursi belakang Risda.

"Anjiiiir sejak kapan dia ada disini!" Umpat Wulan ketika menyadari adanya Afrenzo.

"Kayak hantu gentayangan" Ucap Risda pelan.

"Jangan jangan dia denger lagi ucapan lo Ris, bisa bisa dia ilfil sama gue, lo harus tanggung jawab Ris"

"Bodoamat"

Risda kembali memakan makanannya tanpa mempedulikan Wulan yang sedang menggerutu itu, Risda sama sekali tidak peduli entah lelaki itu akan ilfil ataupun yang lainnya dia tidak peduli.

"Lo aneh Ris, sangat sangat aneh"

"Aneh kenapa?"

"Lo itu sebenarnya cewek apa cowok sih? Masak tidak tertarik sama Afrenzo yang ngantengnya ngak adubilah itu"

"Cowok! Kalo lo mau sama dia, pepet sana, gue ngak tertarik sama sekali, lagian nih ya gue udah ngak percaya lagi sama yang namanya cowok, cowok hanya bisa menyakiti doang"

"Jangan gitu Ris, nanti jadi perawan tua baru tau rasa lo, cewek juga butuh sosok cowok"

"Bodoamat"

"Selalu dikit dikit bodoamat, bodoamat, bodoamat, ngak capek apa ngomong kek gitu terus? Gue yang denger aja capek"

"Capek istirahat jangan ngeluh"

Afrenzo adalah sosok pendiam yang hanya bicara disaat perlu saja, meskipun Afrenzo mendengar ucapan keduanya yang sejak tadi membicarakan dirinya akan tetapi Afrenzo memilih untuk diam tanpa mempedulikan ucapan keduanya itu.

Akan tetapi penampilan dari Risda seketika menarik perhatiannya, mungkin hanya Risda seorang saja yang tidak tertarik dengannya, sangat jarang ada orang seperti itu, karena wajah Afrenzo yang tampan membuat siapapun akan tertarik kepadanya kecuali Risda.

"Cewek aneh" Guman Afrenzo dari kejauhan.

Afrenzo hanya menggeleng gelengkan kepalanya lalu melenggang pergi dari tempat itu seorang diri karena dirinya sedikit tidak suka bergabung dengan teman temannya dan selalu memilih untuk sendiri.

*****

Risda dan Wulan kini tengah berada di toilet perempuan bersama dua orang temannya yang baru berkenalan dengan keduanya, keempat orang itu kini tengah berada di toilet yang sama.

"Yakin aman?" Tanya Devi, seorang gadis cantik dan tubuhnya agak pendek.

"Ngak yakin, kayaknya kita bakalan kena hukuman deh" Ucap Wulan.

"Lo ngajak gue sesat Lan" Risda berdecak kesal dengan ide Wulan.

"Lo sendiri sih kenapa ngak bawa mukenah anjir, ini sekolah swasta yang menjunjung tinggi ilmu agama, ngak ada cara lain kita harus sembunyi disini biar ngak kena hukuman para senior" Ucap Wulan kesal menanggapi ucapan Risda.

"Seharusnya kita ke masjid aja woi, kalo tau gini mending gue ngak ikut saranmu, pengap dan bau kencing, gue ngak suka disini"

"Kalo lo ngak nurut, keluar saja sana gue juga ngak nyegah lo untuk pergi"

"Sudah ah kenapa sih kalian malah berantem disini, emang ngak ada tempat lain apa?" Sela Putri yang memiliki tubuh sedikit tinggi dari ketiganya.

"Ngak!" Jawab Wulan dan Risda bersamaan.

"Jangan melotot gitu dong, ngeri tau lihatnya" Putri menjadi salah tingkah ketika ditatap tajam oleh kedua gadis itu.

"Mangkanya diam!" Seru Wulan dengan nada sedikit tinggi.

"Eh lo, untuk apa lo sembunyi kalo rame aja, yang ada hanya mempercepat hukuman! Udah disini bau kencing pake rame segala lagi, sesak nafas gue lama lama disini sama kalian" Gerutu Risda.

"Lo lupa bawa kaca ha? Lo sendiri juga rame" Wulan yang tidak terima dengan ucapan Risda itu.

"Apakah setiap hari kalian begini? Selalu saja bertengkar, ngak ada yang mau ngalah" Ucap Devi yang merasa lelah mendengarkan pertengkaran mereka itu.

"Ngalah? Ogah gue" Ucap Risda.

"Enak aja ngalah sama nih orang, gak bisa, gue ngak mau ngalah" Bantah Wulan.

Tok tok tok

Tiba tiba ada yang mengetuk pintu kamar mandi itu dari luar, hal itu sontak membuat keempat orang tersebut mendadak terdiam, ketukan itu semakin keras dan diiringi dengan suara seorang wanita.

"Cepat keluar! Atau saya dobrak pintunya"

Wulan lalu membuka pintu tersebut dengan perlahan lahan, dan nampaklah guru wanita yang terlihat begitu menyeramkan tengah berdiri didepan pintu sambil melipat kedua tangannya didepan dadanya.

"Ngapain kalian didalam? Ngak sholat?" Tanya guru wanita tersebut kepada keempatnya.

"Sholatnya dipending ya Bu" Ucap Risda.

"Apa kalian juga mau kalau masuk syurga-Nya juga dipending?" Tanya guru wanita itu dengan nada sedikit tinggi.

"Ngak juga sih Bu, konsepnya ngak gitu Bu" Risda masih membela dirinya.

"Lalu apa? Cepat ke lapangan sekarang dan berdiri dibawah bendera dengan satu kaki!"

"Kita kan punya dua kaki Bu, kenapa ngak pake dua duanya saja biar lebih mudah?"

"Dari tadi kamu ngelawan Ibu terus ya? Disini saya adalah guru, namamu siapa?"

"Nama saya Risda Bu, guru itu digugu dan ditiru, lah Ibu sendiri juga ngak sholat, kenapa hanya kita yang dihukum?" Tanya Risda dengan wajah polosnya.

"Kamu siswa baru sudah berani membantah Ibu, cepat ke lapangan sekarang!" Ucap guru wanita itu dengan marah

*****

Kini Risda dan ketiga temannya sudah berada dilapangan, bisa dibayangkan bertapa panasnya saat itu ketika waktu menunjukkan pukul 12 siang, ditengah lapangan ketiganya menghadap kearah tiang bendera.

"Gara gara lo sih, gue jadi kena, panas nih, item gue lama lama kek gini terus, capek!" Gerutu Risda kepada Wulan.

"Emang lo doang yang panas, gue juga panas kali" Ucap Wulan dengan malasnya.

"Nge es enak deh keknya, apalagi es kelapa muda yang masih lumer"

"Beli sono, gue nitip"

"Kalian ini, sudah dihukum masih aja rame"  Devi tidak habis pikir dengan kedua teman barunya itu.

"Ngak asik kalo ngak rame" Jawab Wulan.

Risda dan yang lainnya berdiri disana cukup lama hingga akhinya pelajaran pun selesai dilaksanakan, sekarang sudah pukul 2 siang, sudah 2 jam mereka berdiri disana karena kena hukuman.

Para siswa pun membubarkan diri untuk bergegas pulang kerumah mereka masing masing akan tetapi keempat orang itu masih setia berdiri dibawah tiang bendera untuk menunggu guru tersebut mengizinkan mereka untuk pulang juga.

Siswa yang lainnya pun mengejek keempat orang itu karena mereka yang dihukum oleh seorang guru wanita, tiba saatnya Afrenzo berjalan melewati mereka berempat.

Melihat Afrenzo yang akan lewat tempat itu pun membuat Wulan salah tingkah, ia pun reflek menutupi wajahnya dengan kedua tangannya, sementara Risda masih terlihat santai dan sesekali mengipasi wajahnya dengan kedua tangannya itu.

"Kenapa mereka dihukum Bu?" Tanya salah satu siswa perempuan.

"Tidak sholat, malah sembunyi dikamar mandi" Jawan guru wanita itu yang sejak tadi memang mengawasi keempatnya.

"Memang pantas dihukum" Ucap Afrenzo ketika melewati Risda dan kawan kawannya.

"Sial, emang lo pikir gue ngak denger apa!" Teriak Risda kepada Afrenzo ketika mendengar ucapannya itu.

"Oh" Jawab Afrenzo singkat.

"Hih.. nih anak" Risda mengepalkan tangannya dengan erat mendengar jawaban dari lelaki tersebut.

Afrenzo berlalu pergi dari tempat itu meninggal Risda yang nampak begitu marah kepadanya itu, mendengar kebisingan yang diciptakan oleh Risda membuat guru wanita tersebut langsung bergegas mendatangi Risda dan kawan kawannya.

"Bu, sampai kapan kita dihukum kayak gini, udah panas suruh berdiri lagi, emang ngak ada perasaan" Protes Risda ketika melihat guru itu mendatangi mereka.

"Kalian boleh pulang, awas aja kalo besok diulang, akan Ibu tambahih hukuman kalian"

"Alhamdulillah" Ucap Wulan dengan kegirangan mendadak.

"Makasih Bu guru yang terhormat" Ucap Risda sambil membungkukkan badannya.

Risda dan yang lainnya langsung menjabat tangan guru tersebut seraya menciumnya, meskipun Risda anaknya kalo ngomong ngak bisa direm akan tetapi ia tidak melupakan akhlak seorang murid kepada guru.

Keempatnya langsung berbalik arah menuju kelasnya untuk mengambil tas mereka, setelahnya Risda dan Wulan langsung menuju kearah warung yang jualan es kelapa muda.

Mereka memesan 4 gelas sekaligus untuk berdua, setelah berpanas panasan minum es adalah salah satu hal yang sangat penting, dengan es tersebut tubuh dan pikiran mereka kembali merasa fresh.

*****

Keesokan harinya, tepat hari ini adalah hari terakhir pengenalan lingkungan sekolah yang diadakan oleh SMA Bakti Negara, sudah 4 hari mereka melakukan pengenalan lingkungan sekolah dan saat ini adalah saatnya untuk pembagian kelas mereka.

"Semoga saja ruang kelas kita bersebelahan dengan ruang kelas Afrenzo" Harapan Wulan yang penuh dengan keseriusan.

"Lo suka dengan cowok dingin itu? Ngomong aja jarang, amit amit dah sampe sebelahan dengan tuh orang" Risda nampak mengusap usap dadanya.

"Hei biasanya yang pendiam itu lebih menggoda Ris, jarang loh ada cewek yang bisa menaklukkan orang seperti itu"

"Gue mah ogah, mending nyari bakso, udah enak bikin kenyang lagi"

"Dipikiranmu keknya hanya ada makanan doang deh, tapi sayang ngak bisa gendut gendut, udah kurus kering lagi benar benar memperihatinkan untuk dipandang"

"Daripada lo hanya ada harapan doang, kenyataan kagak, diabaikan iya"

"Ngenes, mulutmu memang pedas Ris, pantas saja ngak laku laku dari dulu"

"Gue ngak butuh untuk laku atau tidak, asal lo tau, pacaran itu haram"

"Siapa bilang haram? Buktinya mereka pada suka dan bahagia bahagia aja tuh"

"Itu mereka bukan gue, menurut lo alkohol haram atau ngak?"

"Iya haram lah pe'ak masih ditanya aja, orang itu benda haram"

"Sama kayak pacaran, udah tau haram masih aja diminum, masih aja dilakukan, emang sih benda haram itu mengenakkan karena ada campur tangan dari jin atau setan didalamnya"

"Emang tau dari mana lo? Ngelihat jin aja ngak pernah, sok tau lagi"

"Ada ayatnya didalam al qur'an loh, yang bunyinya gini *Demi Allah, sungguh Kami telah mengutus (rasul-rasul) kepada umat-umat sebelum engkau (Muhammad), tetapi setan menjadikan terasa indah bagi mereka perbuatan mereka (yang buruk), sehingga dia (setan) menjadi pemimpin mereka pada hari ini dan mereka akan mendapat azab yang sangat pedih* nah kurang jelas apa lagi tuh?"

"Emang itu surat apa?"

"Bisa dibaca surat an nahl, ayat ke 63"

"Lalu yang pacaran?"

"Gini nih ada ayat lagi *Dan janganlah kamu mendekati zina sesungguhnya zina itu perbuatan yang keji sekaligus jalan yang buruk*, nahkan kurang jelas apa lagi coba? Bisa dibaca didalam surat al isra' ayat ke 32"

Wulan memanggut manggut mengerti dengan ucapan Risda, tak beberapa lama pembagian kelas pun dimulai, tanpa siapa sangka bahwa kelas Sastra Indonesia terletak berhadapan dengan kelas IPA.

"Asik Ris, doa gue terkabulkan" Ucap Wulan dengan girangnya.

"Gue harap lo ngak bikin resek Lan" 

"Akhirnya impian gue jadi kenyataan Ris, seneng banget tau ngak sih"

"Serah lo aja deh, biar lo seneng"

Risda pun meninggalkan Wulan dari tempat itu dan memilih untuk masuk kedalam kelas barunya itu, ia sudah tidak tahan lagi dengan teriakan teriakan Wulan karena kesenangannya itu, dan dia lebih memilih untuk masuk kedalam kelasnya.

Episode 2

Risda dan Wulan kini tengah asik dikelasnya dan berkenalan dengan teman teman barunya, tak beberapa lama kemudian anggota OSIS masuk kedalam kelas mereka dan hal itu membuat Risda berhenti berbicara.

"Assalamualaikum"

"Waalaikumussalam warahmatullahi wa bharakatuh" Jawab mereka serempak.

"Kami dari anggota OSIS ingin memberitahukan mengenai ekstrakulikuler yang ada disekolah ini, yang wajib kalian ikuti ada dua ekstrakurikuler yaitu Pramuka dan Pencak silat, kami akan menjelaskan mengenai beberapa ekstrakurikuler itu"

Mereka pun menjelaskan ekstrakurikuler yang ada didalam sekolah tersebut akan tetapi yang wajib diikuti oleh setiap siswa ada dua pilihan yakni pramuka dan juga seni beladiri.

Mereka juga menjelaskan hal hal.yang lainnya mengenai beberapa ekstrakurikuler yang ada disana, sekitar setengah jam mereka menjelaskan mengenai ekstrakulikuler yang ada disekolah itu.

"Kami akan memberikan beberapa kertas untuk pilihan ekstrakurikuler yang kalian pilih, mohon diisi sekarang juga"

Pihak anggota OSIS itu pun menyebarkan sebuah kertas kepada setiap siswa yang ada didalam kelas itu, mereka pun berdiskusi untuk memilih ekstrakulikuler yang akan mereka pilih.

"Lo pilih apa Ris?" Tanya Wulan penasaran.

"Jangan ikut ikut, bisa gila gue lama lama deket lo, udah rempong kek ibu ibu"

"Pedes amat omongan lo, belum pernah dibuat sambel apa tuh mulut"

"Mau gue makan lo?" Tanya Risda sambil melotot kearah sahabatnya itu.

"Eh kalian ngapain ribut ribut didalam? Mau kami usir keluar?" Tanya salah satu anggota OSIS.

"Usir keluar? Siapa lo? Guru aja bukan, main ngusir ngusir aja, mau gue usir balik?" Tanya Risda sambil berdiri dari bangkunya.

"Kau! Siswa baru jangan songong disini ya, kami ini anggota OSIS disini, kalian harus menghormati"

"Gue ngak peduli lo itu siapa, sama sama makan nasi kan? Jangan mentang mentang lo itu anggota OSIS jadi bebas ngusir gue dari kelas"

Wulan yang menyaksikan itu pun langsung menarik tangan Risda agar duduk kembali, mendengar pertengkaran itu membuat seluruh siswa yang ada dikelas fokus pada Risda, sementara anggota OSIS yang berdebat dengan Risda itu pun dipegangi erat oleh ketuanya untuk menghentikan perdebatan itu.

"Jangan bikin keributan disini" Ucap ketua OSIS kepada anggotanya itu.

"Dia yang mulai duluan Kak" Belanya.

"Jelas jelas kamu yang mulai duluan disini, kita memberi waktu bebas untuk mereka memikirkan mengenai ekstrakulikuler, jadi kalo rame itu urusan mereka"

"Iya Kak, saya salah" Anggota OSIS itu pun tertunduk lesu dihadapan ketua OSISnya.

"Yang sudah diisi kumpulkan" Perintah ketua OSIS kepada seluruh siswa baru.

Risda tanpa basa basi langsung memilih pencak silat sebagai ekstrakurikuler yang wajib mereka ikuti, esktrakulikuler pencak silat diadakan seminggu 3 kali pertemuan sementara pramuka hanya sekali pertemuan saja.

"Lo beneran mau ikut pencak silat?" Tanya Wulan yang tidak sengaja melihat kertas milik Risda.

"Ini urusan gue, lagian gue juga ngak mau dirumah lama lama, mending gue ikut ekstra ini daripada harus dirumah terus terusan"

"Iya juga sih, nyokap lo pergi kagak balik, lah gue bokap gue malah dari SD kagak balik balik"

"Lo enak bokap lo cuma pergi kerja, lah gue? Malahan udah cerai sejak SD, tinggal pun numpang kagak dipedulikan, pulang kagak pulang juga terserah gue"

"Tapi gue gimana anjiiiing? Gue kan nebeng sama lo kalo berangkat sekolah, kalo lo beda pilihan sama gue lalu pulang gue gimana?"

"Itu urusan lo, mangkanya baik sepedah sendiri, sepedah nganggur dirumah buat apa?"

"Tapi kan Ris, gue sukanya dibonceng bukan naik sendiri"

"Terserah lo, mau nunggu sampe ekstrakurikuler Pencak silat selesai? Terserah dah"

"Gue mah ogah"

Risda hanya melirik sekilas sahabatnya itu dengan malas, tanpa siapa sangka bahwa hanya dirinya saja yang memilih pencak silat dikelas itu, sementara yang lainnya memilih pramuka karena mereka tau gimana sulitnya latihan beladiri itu.

Setelah menumpuk kertas itu, anggota OSIS langsung keluar dari dalam kelas itu, setelahnya mereka kembali berbincang bincang dengan teman barunya itu, sungguh asik.

"Lo pilih apa tadi Ris?" Tanya Rania teman barunya yang ada dikelas itu.

"Dia pilih pencak silat" Jawan Wulan sebelum Risda menjawab pertanyaan itu.

"Gila lo? Pelatih disini killer tau ngak sih? Kami semua aja kagak berani ikut yang gituan, lo malah pilih yang begituan" Rania menggeleng gelengkan kepalanya tidak percaya dengan apa yang dipilih Risda.

"Bukan gue namanya kalo nyerah gitu aja, anggap aja ini sebagai tantangan bagi gue, sekejam apa sih pelatihnya, gue kagak takut, sudah biasa dengan yang namanya kekerasan" Jawab Risda dengan sangat yakin.

"Ris, jangan sedih" Cicit Wulan ketika Risda mengatakan hal seperti itu dan dapat ia lihat bahwa tersirat kesedihan didalam ucapan Risda setiap dia mengucapkan kata kata kekerasan.

"Gue bukan anak bayi lagi, jadi lo ngak usah takut kalo gue nangis"

"Lo memiliki problem apa dengan keluarga?" Tanya Septia yang duduk disebelah Rania kepada Risda.

"Sudah jangan banyak nanya, lo mau bikin gue nangis disini, dengan pertanyaan pertanyaan seperti itu ha?" Ucap Risda sambil membuang muka dari mereka.

"Maaf" Jawab mereka berbarengan.

"Ini bukan lebaran woi, kenapa kalian kek gini anjiiinggg, gue terharu" Risda pun terkekeh geli melihat aksi mereka.

"Ris, bisa ngucap sedikit lembut ngak sih? Jangan kasar kasar seperti itu" Sela Rania ditengah tengah kekehan renyah Risda.

"Maaf ya, gue akan coba kalo bisa, soalnya sudah kebiasaan seperti ini dari dulu" Jawab Risda.

"Gue ngak tau masalah lo seperti apa dikeluarga lo, tapi gue hanya bilang, tetap semangat kita kita mau kok jadi temen lo buat curhat, jangan ngerasa sendiri" Ungkap Septia.

"Mulai sekarang kita sahabat" Seru Rania kegirangan.

"Woi gua juga mau!" Seru Mira dan Nanda bersamaan.

Meskipun baru kenalan akan tetapi rasanya mereka sudah begitu akrab, ini adalah kelas pertama bagi Risda yang akrab dengan teman sekelasnya, selama ini yang ia lalui adalah dijauhi teman temannya karena sikap Risda yang blak blakan.

Melihat temen barunya seperti itu, membuat Risda merasa bahagia karena bisa bertemu dengan mereka semua, Risda harap kebahagiaan bersama mereka itu tidak akan pernah berhenti sampai kapanpun dan mereka akan selalu bersemangat dan menyemangati satu sama lain.

*****

"Hai, boleh kenalan?" Sapa seorang lelaki kepada Risda yang tengah asik membaca buku.

"Boleh, nama gue Risda, lo siapa?" Tanya Risda balik.

"Satria, nama lo bagus"

"Thanks"

Risda kembali fokus kepada buku yang ada ditangannya, itu buku novel bukan buku pelajaran sehingga membuat Risda betah untuk membacanya daripada buku pelajaran yang membuatnya merasa sangat bosan.

"Oh iya, gue dengar lo mau ikut beladiri ya?"

"Lo tau dari mana?"

"Ya elah, semua orang juga udah denger kali disini, emang lo ngak takut ikut beladiri disekolah ini? Gue denger denger sih pelatihnya kejam dan masih muda, tapi beladiri ini itu cabangnya bukan daerahnya jadi masih ada tingkatan yang lebih tinggi lagi dari sini"

"Oh iya, gue harap bisa masuk ke daerahnya, gue kagak takut sama pelatih itu, emang dia bisa apa?"

"Lo emang belom paham ya soal beladiri? Pantesan aja lo asal pilih"

"Gue milih itu juga bukan urusan lo, gue bosan dirumah, dan mumpung ada kesempatan ekstrakurikuler seminggu 3 kali jadi gue ngak perlu dirumah lama lama"

"Lo emang aneh Ris, asal lo tau ya, bukan hanya 3 hari doang, lebih tepatnya tanpa berhenti, hari jumat saja baru berhenti"

"Hah? Emang lo tau dari mana? Lo kan juga baru masuk sekolah ini"

"Lo bakalan tau nanti gue siapa diperguruan itu"

"Lo masuk perguruan juga Sat?"

"Selamat bergabung dengan kita"

"Yoi bro, gue ngak nyangka kalo lo emang ikut perguruan itu, hahaha... Besok kan mulainya?"

"Iya, datang aja langsung diaula beladiri, pulang sekolah"

*****

Waktu istirahat pun telah tiba, Risda dan teman teman barunya pun langsung hendak membubarkan diri, akan tetapi ketika Risda mengajak mereka menuju kekantin tapi mereka menolaknya.

"Gua bawa bekal Ris, Nyokap gue tadi buatkan" Jawab Rania.

"Gue juga, sayang kalo kagak dimakan" Ucap Nanda.

"Nyokap gue juga sudah menyiapkan bekal, lo mau makan bareng kita ngak disini? Gue mau kok berbagi dengan lo" Ucap Mira pelan.

"Ngak usah, lo makan aja, oh iya lo bawa juga?" Tanya Risda pada Septia.

"Iya Ris, maaf ya, gue ngak ikut kekantin bareng kalian berdua"

"Iya ngak papa, ya udah gue sama Wulan duluan ya"

"Iya Ris" Jawab mereka barengan.

Tersirat perasaan sedih di hati Risda, bagaimana tidak ia juga ingin dibuatkan bekal seperti teman temannya, ia juga ingin merasakan dikhawatirkan oleh orang tuanya tapi pikiran itu langsung ditepis begitu saja olehnya, keinginan itu tidak akan terwujud.

"Lo pingin mbekal Ris?" Tanya Wulan.

"Kagak, ya sudah yok kekantin, keburu rame nanti malah ngantri"

"Wokeh, go!"

Dengan semangat yang membara, Wulan lalu menarik tangan Risda menuju kearah kantin sekolah, keduanya nampak seperti bocah yang sedang berlarian dilorong sekolahan, akan tetapi hal itu menciptakan sebuah tawa bagi Risda.

Sikap keduanya pun tak luput dari perhatian orang orang yang ada disekitar mereka, bagaimana tidak bocah SMA tapi sikapnya masih seperti bocah TK yang masih suka dengan lari larian.

Brakk...

Tiba tiba tanpa sengaja Risda menyenggol seorang wanita yang berada didekatnya dan orang tersebut lalu terbentur kepintu kelasnya hingga menciptakan bunyi yang begitu nyaring.

"Maaf Kak, kami ngak sengaja" Ucap Risda sambil merasa bersalah.

Ketika wanita tersebut menoleh kearah Risda, Risda langsung mengenali bahwa orang yang ia tabrak itu adalah anggota OSIS yang berdebat dengannya tadi pagi, wanita tersebut langsung melotot kearah Risda sambil memegangi jidatnya yang sakit.

"Lo ngak punya mata ha!" Teriaknya.

"Salah sendiri, letoy bangat jadi orang" Balas Risda.

"Lo! Ngajak gue berantem ha?"

"Emang lo pikir gue takut denganmu? Ayo! Maju lo sekarang"

"Ada apa ini!" Tiba tiba seorang lelaki berdiri diantara keduanya.

Lelaki itu adalah Kakak kelas Risda, dapat dilihat bahwa anggota OSIS itu memiliki perasaan dengan lelaki tersebut, dan dapat Risda duga bahwa lelaki itu adalah pacarnya si wanita anggota OSIS itu.

"Dia yang mulai duluan!" Ucap wanita itu dengan mengebu gebu.

"Gue udah minta maaf sama lo, lo nya aja yang memperparah keadaan" Jawab Risda yang tidak terima.

"Sudah Ris, ayo pergi dari sini saja" Ajak Wulan.

"Ngak segampang itu kalian pergi, lo udah nyakitin cewek gue, dan gue tidak bisa diem saja" Ucap laki tersebut sambil menatap dingin kearah Risda.

"Lo mau baku hantam sama gue? Emang lo pikir gue takut sama lo? Maju lo" Ucap Risda sambil melipat lengan bajunya itu.

Pandangan mata lelaki itu tanpa sengaja jauh kepada sosok yang berada tidak jauh darinya, sosok itu melipat kedua tangannya didepan didadanya sambil menatap dingin kearah lelaki tersebut dan hal itu langsung membuat nyali si lelaki kendor begitu saja.

"Urusan kita belom selesai, ingat itu" Ucap si lelaki.

"Gue kagak takut sama lo" Ucap Risda.

Keduanya lalu bergegas pergi dari tempat tersebut setelah mendapatkan tatapan tajam dari seseorang, Risda pun menoleh kearah dimana lelaki itu menatap hingga membuatnya pergi dari tempat itu, akan tetapi Risda sama sekali tidak menemukan apapun disana.

"Ayo kekantin Ris" Ucap Wulan yang langsung menyadarkan Risda dari lamunannya.

"Aneh" Guman Risda.

"Apanya yang aneh?" Tanya Wulan.

"Ya aneh aja, kenapa orang itu langsung pergi begitu saja, tadi tidak terima dengan gue eh mendadak kabur begitu aja kek ada yang ditakuti gitu"

"Lo nanya ke gue? Lalu gue nanya ke siapa woi?"

"Noh ke rumput yang bergoyang" Ucap Risda sambil menunjuk kearah rerumputan.

"Setresssss" Umpat Wulan sambil memonyongkan bibirnya kepada Risda.

"Dari dulu" Jawab Risda dan langsung berlalu meninggalkan Wulan begitu saja.

"Eh anjiiiiirrr gue ditinggal" Mau kesal gimana pun Wulan tidak bisa berdebat dengan Risda karena Risda memang jagonya untuk berdebat.

"Lo lama sih, Kek mau diajak nikah aja"

Keduanya langsung melanjutkan perjalan mereka menuju kekantin kelas, kedua siswa baru yang minus akhlak tersebut langsung menyerobot masuk kedalam kantin untuk mendapatkan antrian paling depan tanpa mempedulikan protes orang orang yang ada disana.

"Lo bisa antri kagak?" Tanya seseorang kepada Risda.

"Gue laper, lo seharusnya ngalah dengan cewek" Jawab Risda.

"Untung lo siswa baru, kalo bukan udah gue tendang lo dari sini" Jawabnya sinis.

"Thanks Kakak kelas udah ngalah sama gue"

"Wokeh, nanti bayarin punya gue juga ya"

"Gila lo!" Umpat Risda.

"Pak nanti dia yang bayarin punya saya, sekalian teman teman yang lainnya, katanya buat ngerayain ultahnya" Ucap pemuda itu kepada sang penjual.

"KAGAK! Ngawur lo!" Teriak Risda yang tidak terima.

Hal itu membuat lainnya langsung menyerbu makanan yang ada ditempat itu, tanpa mempedulikan ucapan Risda yang terus berteriak itu.

"Rasain lo, habisnya kagak mau ngantri haha" Batin pemuda tersebut.

*****

"Jadi totalnya semuanya ada 700 ribu" Ucap penjual.

"APA! Saya ngak punya yang segitu banyaknya Pak, yang benar saja dong Pak" Ucap Risda.

"Punyamu berapa?"

"Saya cuma punya 200 ribu Pak, itupun tabungan saya dari SMP"

"Saya yang akan bayar Pak" Ucap seorang lelaki dan langsung memberikan uang kepada penjual itu.

"Nah gitu dong, ngak jadi rugi kan diriku" Penjual itu nampak terlihat senang.

Tanpa banyak bicara lelaki itu tersebut langsung bergegas pergi dari tempat tersebut dan meninggalkan tanda tanya besar dibenak Risda, lelaki itu adalah Afrenzo yang pernah sekelas dengan dirinya pada waktu Ospek.

"Tunggu!" Teriak Risda mengejar Afrenzo.

Afrenzo sama sekali tidak mendengarkan teriakan Risda yang mengejarnya, sampai akhirnya Risda sampai didepannya dan membuat langkah Afrenzo berhenti tiba tiba.

"Lo budek ya!" Ucap Risda sambil mengendalikan pernafasannya yang memburu tanpa jawaban dari Afrenzo lelaki itu pun kembali beranjak pergi.

"Lo punya hutang dengan gue" Ucap Afrenzo sebelum pergi.

"Dasar lelaki aneh! Bakal gue bayar hutang gue secepatnya!" Teriak Risda tanpa dipedulikan oleh Afrenzo.

"Gila, emang uang sakunya berapa ya kalo sekolah? Ngeluarin uang segitu banyaknya aja tanpa berpikir dua kali, pasti anak orang kaya" Guman Risda yang membungkuk karena kelelahan berlari.

...----------------...

*Bersambung...

Jangan lupa untuk dukung author ya

Episode 3

Risda masih berada didalam ruang kelasnya meskipun bel tanda pulang sekolah sudah berbunyi, sementara Wulan sudah lebih dulu pulang karena hari ini dirinya membawa sepedah motor sendiri jadi tidak numpang lagi pada Risda.

"Lo ngak pulang dulu Da?" Tanya Satria yang tak sengaja melihat Risda yang sendirian berada dikelas.

"Ngak deh Sat, gue takut telat berangkat latihannya, ini kan hari pertama gue untuk latihan beladiri, masak iya harus telat dihari pertama"

"Gue maklumin karena lo pertama kali latihan, jadi nih makan dulu, gue beliin ayam geprek untuk lo, biar ngak lemes latihannya, gue tau kalo lo belom makan"

"Lo baik banget sih Sat, tapi thanks gue bakalan bayar kok, berapaan?" Tanya Risda sambil mengeluarkan uangnya dari saku bajunya.

"Ngak usah, lagian gue iklas ngasih ke lo"

"Terima napa, gue kagak mau berhutang sama orang, gue ganti makanan ini" Risda tanpa berpikir panjang langsung memasukkan uang tersebut dikantung baju Satria.

"Lo kagak berhutang Da, lagian gue juga kasihan sama lo yang sendirian disini"

"Gue kagak suka dikasihani, gue benci itu"

"Maaf Da, gue kagak tau kalo soal itu"

"Ngak papa santai aja kali, lo kan baru kenal sama gue juga kan? Jadi wajar aja kalo lo belom tau soal itu"

"Ya sudah gue mau ganti baju dulu, gue tunggu diruang aula beladiri"

"Iya"

Tanpa berpikir panjang Risda lalu memakan makanan yang dibelikan tersebut, waktu SMA seluruh siswa sudah diperbolehkan untuk bawa Hp akan tetapi tidak boleh dinyalakan pada waktu jam pelajaran, ketika sedang makan tiba tiba ponsel milik Risda itu berbunyi dan Risda buru buru mengangkat ponselnya itu ketika tertera nama Bunda Sayang disana.

"Halo bunda, gimana kabarnya?" Tanya Risda ketika ponselnya sudah terhubung.

"Alhamdulillah baik, kamu sendiri gimana Nak? Gimana sekolah barunya?" Sahut seseorang dari ujung jauh sana.

"Alhamdulillah Risda baik baik saja kok, Risda mau mengikuti ekstrakurikuler seni beladiri habis ini, teman teman Risda juga baik baik kok Bun, Risda senang bersekolah disini"

"Kamu ikut beladiri Ris? Itu kan keras, kamu cewek, bagaimana nanti kalo terluka"

"Asal bunda tau, selama ini Risda sudah bermain main dengan luka, luka yang mana lagi yang belum pernah Risda rasakan? Risda bahkan sudah tidak merasakan apa itu sakitnya luka karena kebanyakan luka yang Risda rasakan" Batin Risda.

"Bunda, tidak semua ratu bisa bergantung pada raja, dan tidak semua raja bisa memperlakukan ratu dengan baik. Kalo Risda tidak bisa jaga diri, lalu siapa lagi yang akan menjaga Risda? Bunda jauh dari Risda dan bahkan tidak pernah pulang, Ayah pun sudah ikut dengan istri barunya tanpa memedulikan Risda lagi"

"Maafin bunda ya Ris, Bunda lakukan ini agar dirimu bisa tetap sekolah sampai sekarang dan bisa jajan seperti teman temanmu, ya sudah kalo itu sudah menjadi keputusanmu, Bunda akan selalu mendukungmu Nak, ingat pesan Bunda jangan lupa jaga kesehatan juga"

"Iya Bun, Risda paham kok soal itu, Bunda kapan pulang? Risda rindu, sudah 2 tahun bunda ngak pulang, bahkan dihari kelulusan Risda pun bunda ngak pulang pulang juga"

"Insya Allah secepatnya ya, majikan Bunda tidak memperbolehkan Bunda pulang"

"Risda harap dihari wisuda nanti Bunda yang datang ya, waktu SD Risda berharap bahwa Bunda yang akan mengantarkan Risda wisuda tapi justru Kakak Indah yang datang, waktu SMP pun sama, Risda harap waktu nanti Bunda yang datang dan melihat anakmu ini lulus"

"Iya Nak, Bunda janji, oh iya kamu lagi apa Nak?"

"Ini lagi makan Bunda, Risda kangen sama Bunda" Tanpa terasa air mata Risda mengalir akan tetapi langsung dihapus olehnya.

"Bunda juga kangen, kangen banget malahan, tapi Bunda tidak bisa berbuat apa apa, kamu tau sendiri kan kalo Bunda ini hanyalah pembantu rumah tangga?"

"Iya, Risda tau kok, meskipun begitu Rida bangga memiliki seorang Ibu seperti Bunda, Risda sayang Bunda"

"Makasih ya Nak, sudah ngertiin Bunda"

"Ya sudah Bun, Risda mau ganti baju dulu, setelah ini latihan akan dimulai, Risda takut telat, ini kan hari pertama Risda berlatih, ngak enak kalo telat dihari pertama"

"Iya, hati hati"

"Siap Bunda, Assalamualaikum Bunda sayang"

"Waalaikumussalam"

Risda lalu menutup telponnya itu, ia kembali memasukkan ponselnya kedalam tasnya, setelah selesai makan Risda lalu membereskan bungkus makanan tersebut dan memasukkannya kedalam tong sampah yang ada didepan kelas mereka.

Tanpa sengaja ia melihat Afrenzo sedang berjalan seorang diri dilorong yang berada tidak jauh dikelasnya dengan pakaian sekolah yang masih rapi, Risda pun terdiam ditempatnya sambil menatap kearah Afrenzo.

"Apa dia ikut beladiri juga? Kok belom pulang sih" Guman Risda pelan.

Afrenzo hanya melirik kearah Risda sekilas dan langsung masuk kedalam kelasnya, memang kelas keduanya itu berhadapan jadi dengan mudah Risda mengetahui bahwa Afrenzo belum pulang dari sekolah.

Risda kembali masuk kedalam kelasnya untuk mengambil baju gantinya yang ada didalam tas tersebut, setelahnya ia langsung bergegas masuk kedalam kamar mandi untuk menggantikan pakaiannya.

"Kenapa hidup gue bisa terjebak dengan cowok kayak batu gitu sih, utang gue juga banyak lagi ke dia, gimana cara ngelunasinnya coba?" Keluh Risda ketika keluar dari kamar mandi.

Risda langsung kembali menuju kekelasnya dengan berbagai macam keruwetan yang ada dikepalanya, entah bagaimana dirinya bisa membayar hutangnya kepada Afrenzo, sementara Ibunya saja hanya seorang pembantu rumah tangga.

700 ribu bukanlah uang yang sedikit bagi Risda, bahkan uang saku sekolahnya aja hanya 20 ribu tiap harinya, itupun juga yang bengsinnya, belum jajan disiang hari dan sore hari, ah memikirkan hal itu saja langsung membuatnya merasa gila.

Melihat wajah dingin dari Afrenzo membuatnya muak walaupun hanya menatapnya sekilas saja, entah bagaimana bisa sahabatnya itu menyukai lelaki seperti itu, apa coba yang istimewa darinya? Ngak ada sama sekali.

Setelah sampai dilepasnya, Risda langsung memasukkan baju sekolah itu kedalam tasnya dan dirinya bergegas menuju kegedung aula beladiri seperti yang dikatakan oleh Satria sebelumnya bahwa dia sedang menunggunya disana.

"Hai Da, akhirnya lo dateng juga" Sapa Satria yang tengah duduk diatas matras beladiri dengan pakaian beladiri lengkap dengan sabuknya.

"Belom dimulai?" Tanya Risda.

"Sebentar lagi pasti dimulai kok"

"Hei baris diluar, pelatihnya sudah datang!" Seru beberapa siswa yang ikut beladiri.

Mendengar teriakan itu pun langsung membuat mereka berhamburan untuk keluar dari ruangan aula tersebut untuk menuju kelapangan yang berada didepan aula beladiri itu.

Setelah mereka berkumpul dihalaman beladiri tersebut dan berbaris dengan tapi, Satria langsung maju kedepan mereka semua untuk memimpin mereka pemanasan karena ini pertama bagi mereka mengikuti kegiatan beladiri.

"Ternyata Satria pelatihnya" Guman Risda yang berbaris didepan sendiri.

"Gue bukan pelatihnya, gue hanya tangan kanannya, bisa dibilang setara lah dengan pelatih disini" Balas Satria yang mendengar gumanan dari Risda.

Satria pun memimpin mereka untuk melakukan pemanasan sebelum pelatihnya memasuki lapangan itu, Risda dan yang lainnya lalu mengikuti arahan dari Satria tanpa membantah sedikitpun.

Risda merasa capek sekali padahal hanya pemanasan saja, karena selama ini dirinya jarang sekali berolahraga apalagi ini adalah pemanasan ala pesilat jadi sangat berbeda dari pemanasan biasanya yang ia lakukan disaat jam olah raga.

Setelah cukup lama pemanasan, mereka langsung diarahkan untuk berlari mengitari lapangan itu sebanyak lima kali, lapangan yang lumayan besar tersebut membuat mereka sangat terkejut akan tetapi mereka tetap melakukannya karena mereka tau itulah resikonya bila berlatih beladiri.

Tiba tiba seorang pemuda dengan pakaian beladiri yang berwarna hitam dan sabuk yang berwarna hitam juga berdiri ditengah tengah lapangan untuk menyaksikan mereka berlari.

"LEBIH CEPAT LAGI!" Bentak pemuda itu menyuruh mereka berlari lebih cepat.

Mendengar bentakan tersebut membuat semuanya langsung berusaha semaksimal mungkin untuk menambah kecepatan mereka dalam berlari, tanpa menoleh kepada siapa yang telah memberi mereka perintah itu.

Setelah lima kali mereka berlari akhirnya selesai juga dan mereka langsung berkumpul kembali, Risda begitu terkejut ketika melihat bahwa Afrenzo adalah pelatih yang ada ditempat itu.

"Beri hormat kepada pelatih!" Seru Satria.

Afrenzo berdiri didepan mereka semua dengan kedua tangan yang dilipat dibelakang tubuhnya seperti sikap istirahat pada upacara bendera, pandangannya lurus kedepan entah menatap kearah mana.

Satria menyontohkan bagaimana cara untuk memberi hormat kepada pelatih, tangan kanannya mengepal dan diletakkan didada sebelah kiri sebagai perilaku hormat kepada seorang pelatih.

"Siapa yang nyuruh kalian bicara dibelakang!" Ucap Afrenzo dengan tegas.

Meskipun pandangannya lurus kedepan akan tetapi dirinya memperhatikan siapa saja yang mengikuti latihan beladiri kali ini, bisa dibilang hanya ada siswa baru yang berlatih hari ini sementara siswa senior ia liburkan terkecuali Satria yang tidak pernah libur.

Dua orang wanita yang tengah berbisik bisik itu pun langsung terkejut mendengar suara Afrenzo yang tegas itu, keduanya langsung menundukkan kepalanya karena merasa merinding jika berhadapan dengan Afrenzo saat ini.

"Push up 20 kali, sekarang!" Perintah Afrenzo lagi tanpa ingin dibantah.

"Baik Mas pelatih" Ucap keduanya dengan takut dan akhirnya mereka pun melakukan push up.

20 kali adalah jumlah yang sedikit ketika berlatih beladiri disana, karena biasanya dia akan memberikan hukuman sebanyak 100 kali push up dan tendangan kepada siapapun yang melanggar aturan ditempat itu.

Karena mereka masih siswa baru sehingga Afrenzo hanya memberikan lebih sedikit daripada biasanya, akan tetapi bagi mereka itu adalah berat karena mereka belum pernah melakukan push up seperti itu, tatapan tajam Afrenzo pun membuat nyali mereka menciut.

Afrenzo menatap kearah kedua orang yang tengah melakukan push up tersebut sambil menghitungnya dengan keras, pandangan Risda yang berada didepan sendiri itu pun terarah kepada Afrenzo dan menatapnya dengan lekat.

"Memang tampan tapi kejam, bagaimana aku bisa terlibat hutang dengan lelaki seperti itu? Oh Tuhan, lalu bagaimana caraku untuk bisa membayarnya" Batin Risda menjerit.

Merasakan bahwa ada yang menatapnya membuat Afrenzo langsung mengalihkan pandangannya menuju kearah Risda, Risda yang tiba tiba ditatap balik langsung menundukkan pandangannya karena takut ditatap olehnya.

"Sudah, kalian bisa baris lagi" Ucap Afrenzo.

Keduanya langsung bangkit untuk berdiri lagi setelah selesai melakukan push up, entah berapa lama lelaki itu berdiri tanpa menggerakkan tubuhnya, ia hanya menggerakkan lehernya saja untuk menoleh kekanan dan kekiri tapi tidak dengan tubuhnya.

"Selamat datang di perguruan Bunga sepasang, ku harap kalian bisa menjaga nama baik perguruan seni beladiri ini, saya selaku pelatih disini menyambut kedatangan kalian" Ucap Afrenzo sambil menatap satu persatu siswanya.

"Baik pelatih!" Ucap mereka kompak.

"Latihan dimulai!"

"Kuda kuda sejajar, grakkk!" Satria memberi komando.

Mereka pun mengikuti gerakan yang dilakukan oleh Satria karena hanya dia yang paham apa yang harus dilakukan sementara yang lainnya adalah siswa yang baru mengikuti latihan beladiri sehingga tidak begitu hafal soal itu.

"Ulang!" Teriak Afrenzo.

Mereka pun kembali berdiri dengan tegak sambil mengenggam erat kedua tangannya yang mereka letakkan dipinggang kaman kiri mereka, Afrenzo menyuruh mereka untuk mengulang karena tidak ada suara yang berteriak setelah melakukan gerakan kuda kuda sejajar.

"Kuda kuda sejajar, grakkk!!" Satria kembali memandu.

"Haaa....!" Teriak mereka bersamaan.

Mereka pun memasang kuda kuda sejajar dengan kompak, setelah itu Afrenzo langsung mengitari mereka untuk memeriksa bagaimana kuda kuda mereka satu persatu dan membenarkannya agar kuda kuda mereka tampak sempurna.

"Ditekuk! Siapa suruh kuda kuda berdiri!"

"Kuda kudamu kurang lebar!"

"Kakinya harus sejajar! Menghadap depan!"

"Tangannya harus mengepal dipinggang!"

Afrenzo lalu membenarkan setiap sikap yang salah diantara mereka, bukan hanya membenarkan saja, akan tetapi tangan dan kakinya pun ikut memukul mereka jika itu salah, hal itu membuat mereka tidak berani untuk bergerak sedikitpun setelah dibenarkan.

"Kuda kuda ditekuk bukan tegap! Kalo ada yang tegap, aku tidak segan segan untuk menendang kalian!"

Bhuk

Seorang siswa laki laki langsung terjatuh setelah Afrenzo menendang kakinya, karena kuda kudanya kurang menekuk sehingga membuat lelaki itu langsung terjatuh dengan kerasnya dilapangan.

Bhuk

Afrenzo kembali menendang seorang lelaki dibagian kalinya dan lelaki itu pun juga terjatuh akibat dari tendangan Afrenzo yang tiba tiba itu, hal itu membuat Risda merasa gemetaran bagaimana kalo dirinya yang akan ditendang nantinya, ia pum membenarkan posisinya dengan baik.

Ditempat latihan tersebut hanya ada 5 siswa wanita yang mengikuti beladiri sementara yang lainnya adalah siswa laki laki, Afrenzo membenarkan gerakan yang salah dengan lembut kepada seorang wanita karena dia tidak bisa kasar dengan wanita akan tetapi tatapannya yang tajam membuat siapapun yang melihatnya langsung merasa takut.

"Akh..." Tiba tiba seorang wanita mengeluh kakinya keseleo dibelakang sendiri.

"Kenapa?" Tanya Afrenzo dengan tegas.

"Kakiku keseleo Mas pelatih" Ucapnya.

"Kalau disini panggil saya pelatih bukan Mas, kau boleh istirahat, lain kali pemanasan yang bener!"

"Terima kasih Pelatih"

"Sat, tangani dia" Perintah Afrenzo kepada Satria.

"Siap Pelatih"

"Lainnya kembali sikap kuda kuda sejajar!"

Karena ini adalah hari pertama mereka berlarih sehingga Afrenzo hanya mengajarkan sikap hormat, istirahat dan juga kuda kuda sejajar saja, meskipun hanya itu saja yang dipelajari akan tetapi kaki mereka tampak lemas karena terlalu lama melakukan kuda kuda sejajar.

"Latihan hari ini selesai, kalian boleh pulang"

Mendengar itu membuat mereka nampak begitu gembira dan mereka langsung berhamburan untuk kembali kekelas mereka mengambil tas mereka dan langsung menuju kerumah masing masing.

"Da, lo pulang sama siapa?" Tanya Satria.

"Sendiri lah"

"Bagaimana kalo gue anterin lo pulang?"

"Ngak usah, gue bawa motor sendiri, gue duluan"

Risda pun buru buru pergi dari sana setelah mengetahui bahwa Afrenzo sedang berjalan dibelakang keduanya saat ini, setelah mengajar disekolah itu, dirinya akan berlatih lagi dipusat daerah yang menjadi atasan dari cabang yang ia pimpin itu.

Afrenzo bukan hanya melatih akan tetapi dirinya juga latihan sebagai siswa ditempat pimpinan yang lebih tinggi lagi, bahkan bisa dikatakan pelatihnya itu sendiri adalah tingkat pendekar paling tinggi didaerah itu.

Sebuah perguruan pasti memiliki yang namanya tingkatkan untuk membedakan antara sesama pesilat, adapun tingkatannya itu adalah Siswa 1 - 5, Anggota 1 - 5, Pendekar 1 - 10.

Satria masih berada pada tingkat Siswa 4 saat ini, sementara Afrenzo kini berada ditingkat pendekar 1, dia adalah generasi yang jenius sehingga diusianya yang masih 16 tahun itu pun sudah dijuluki dengan julukan pendekar 1, sementara Risda hanya masih ditingkat calon siswa karena belum memiliki sabuk dan juga sakral silat.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!