Suasana jam makan siang di salah satu restoran ternama di Jakarta memang selalu cukup ramai. Banyak orang yang tergersa-gesa untuk mendapatkan tempat di restoran tersebut, karena makan siang adalah kesempatan bagi mereka untuk melepaskan diri dari segala penat.
Tepat di salah satu meja yang ada di restoran tersebut, terdapat tiga orang yang sedang asik bercanda gurau. Mereka memilih untuk makan siang dan beristirahat sejenak di restoran tersebut karena seharian itu mereka sangat lelah mencari pekerjaan kesana kemari.
Salah satu dari mereka menghembuskan nafasnya pelan. "Setelah seharian kita lelah kesana kemari mencari pekerjaan. Lebih baik kita makan dulu sekalian kita beristirahat sebentar," ucap Noah kepada kedua sahabatnya yang masih sibuk dengan aktivitasnya masing-masing.
"Benar. Kalau diberi pilihan antara mencari pekerjaan atau mencari lelaki, aku akan lebih bersedia mencari lelaki dibandingkan mencari pekerjaan," ucap Kylie sambil mengikat rambut panjangnya itu.
Mendengar itu, kedua sahabatnya itu hanya menggelengkan kepala sambil tersenyum malas. Memang seperti inilah Kylie, selalu berbicara terus terang tanpa berpikir terlebih dahulu.
"Kau ini, dipikiran mu hanya tentang lelaki," ucap Caitlin sambil meneruskan makanan yang ada dihadapannya.
Noah hanya tertawa melihat tingkah kedua sahabat perempuannya itu. Karena dia sudah sangat hafal tingkah laku kedua sahabatnya itu. Caitlin seorang gadis cantik, lembut dan sangat sabar. Sedangkan Kylie seorang gadis yang baik namun sangat cerewet.
Setelah mereka menghabiskan waktu kurang lebih satu jam di restoran tersebut. Mereka memutuskan untuk pulang ke rumah masing-masing.
Ditengah perjalanan, tiba-tiba Caitlin merasa tidak enak hati. Namun ia tepis pikiran tersebut, dan melanjutkan perjalanan menuju rumahnya.
Sesampainya dirumah, Caitlin melihat kedua orang tuanya yang sedang duduk disofa dengan wajah yang begitu serius. Caitlin bertanya-tanya dalam hatinya apa yang sebenarnya terjadi kepada kedua orang tuanya.
"Hai mah pah! Kalian baik-baik saja kan?" Tanya Caitlin dan menghampiri kedua orang tuanya tersebut.
"Hai Caitlin, bagaimana kau sudah mendapatkan pekerjaan?" Tanya Simon, ayah Caitlin.
"Belum pah, tapi aku janji aku akan mendapatkan pekerjaan secepatnya untuk membantu perusahaan papah yang sedang terpuruk sekarang," Ucap Caitlin sambil tersenyum tulus kepada Simon.
"Mencari pekerjaan sekarang ini susah Caitlin, sedangkan perusahaan ayahmu sekarang benar-benar butuh tambahan modal agar tetap berjalan," Ucap Natalie, ibu Caitlin.
Perasaan Caitlin sangat campur aduk, apa yang diucapkan ibunya memang benar. Setelah seharian ini ia lelah mencari pekerjaan, namun satupun tidak ada yang membuahkan hasil.
"Papah dan mamah sudah membuat keputusan. Kami telah menjodohkan kau dengan anak dari rekan bisnis kami. Maka dengan perjodohan itu perusahaan kami bisa terselamatkan Caitlin," ucap Simon sembari merubah posisi duduknya.
"Apa? Perjodohan? Tidak pah....Caitlin tidak mau dijodoh-jodohkan. Caitlin tidak pernah berpikiran untuk menikah diusia Caitlin yang masih muda ini," jawab Caitlin membantah permintaan sang ayah.
Caitlin terkejut mendengar ucapan ayahnya. Perjodohan? Hal yang sama sekali tidak pernah Caitlin pikirkan sebelumnya. Kalaupun ia ingin menikah, tetapi bukan pernikahan dari sebuah perjodohan. Caitlin membayangkan jika ia menerima perjodohan itu, apakah ia akan bahagia atau ia akan menderita.
"Kami mohon kepadamu Caitlin, kaulah harapan kami satu-satunya. Harapan kami untuk menyelamatkan perusahaan yang telah kami bangun dalam waktu yang sangat lama ini. Apa kau tega membiarkan perusahaan kami hancur begitu saja?" Ucap Natalie menangis dan memeluk Caitlin.
Apa yang harus ia lakukan? Menerima perjodohan itu atau membiarkan perusahaan orang tuanya hancur sia-sia. Ia mengusap kasar rambutnya yang terurai itu menjadi sedikit berantakan.
"Jika tidak ada jalan lain, baiklah aku akan menerima perjodohan itu," ucap Caitlin lemah.
***
2 minggu kemudian
Caitlin sedang duduk didepan meja rias dikamarnya. Dia memoleskan sedikit make up diwajahnya. Hati dan pikirannya yang saat ini sangat tidak karuan membuatnya melamun sejak ia duduk dikursi itu.
Hari ini adalah hari dimana ia harus pergi ke salah satu butik ternama di Kota Jakarta. Ya, dia akan melakukan fitting baju pernikahannya bersama dengan lelaki yang bahkan sampai saat ini tidak pernah ia kenal. Jangankan wajahnya, namanya pun ia tidak tahu.
Sesampainya di butik, ia disuguhkan dengan banyaknya gaun-gaun pernikahan yang sangat cantik. Ia takjub melihat keindahan yang ada didalam butik tersebut. Tanpa ia sadari, ia tersenyum sambil memegang satu-satu gaun tersebut.
"Sangat cantik," ucap Caitlin pelan, memegang salah satu gaun v-neck berwarna putih yang dihiasi dengan mutiara indah.
Kemudian ia menghampiri Natalie dan pegawai butik tersebut sambil tersenyum ramah.
"Bagaimana? Sudah dapat gaun pilihanmu?" Tanya Natalie meraih tangan Caitlin.
"Sudah! Aku memilih gaun yang berada disana," ucap Caitlin menunjuk gaun yang tadi ia sentuh.
"Baiklah nona, mari coba gaunnya," ucap pegawai butik tersebuh sambil mengambil gaun tersebut.
Caitlin mengangguk dan tersenyum.
Tak lama kemudian, keluarlah seorang gadis cantik menggunakan gaun yang sangat indah. Lehernya yang begitu jenjang, kulit putihnya yang sangat cocok menggunakan gaun tersebut. Ya dia adalah Caitlin, ia melangkah menuju ibunya yang masih fokus memandanginya sejak ia keluar dari balik tirai tersebut.
"Kau sangat cantik anakku," ucap Natalie memeluk Caitlin.
"Mah, aku cantik juga karena kau juga cantik," jawab Caitlin membalas pelukan Natalie.
Setelah selesai fitting baju pernikahannya. Caitlin sudah kembali pulang kerumahnya. Ia memilih untuk duduk disofa dan menghampiri ayah dan ibunya.
"Caitlin, mamah sudah sangat tidak sabar menunggu hari pernikahanmu," ucap Natalie duduk disamping Caitlin.
"Iya papah juga sudah tidak sabar menunggu hari kebahagiaanmu," sambung Simon tersenyum lebar.
"Tidak akan lama lagi aku akan menikah. Aku akan menjadi seorang istri, dan aku bukanlah seorang gadis kecil lagi mah pah," ucap Caitlin dengan mata yang berkaca-kaca.
"Terimakasih Caitlin, karena kau sudah bersedia menerima perjodohan ini dan membantu kami untuk menyelamatkan perusahaan kami ini. Kami sangat beruntung memiliki anak yang sangat patuh terhadap kami. Kami harap kau akan selalu bahagia bersama calon suamimu," ucap Simon memeluk Caitlin.
Cahaya bulan masuk menembus jendela kamar Caitlin. Ia masih sibuk dengan pikirannya. Apakah keputusan yang ia ambil ini akan membuatnya bahagia. Lelaki yang seperti apa yang akan menjadi suaminya. Nama lelaki itupun ia sama sekali tidak tahu.
Caitlin meraih ponselnya, lalu ia segera menghubungi sahabatnya. Orang yang pertama ia hubungi adalah Noah, karena bagi Caitlin Noah lah yang dapat mengerti dengan keadaan Caitlin sekarang.
"Ada apa malam seperti ini kau menelponku?" Tanya Noah jauh disebrang sana.
"Aku akan segera menikah" Jawab Caitlin Lesu
"Menikah?" Noah terkejut mendengarnya. Noah pun mematikan panggilan telepon tersebut.
Caitlin pun merasa aneh dengan Noah yang langsung mematikan teleponnya setelah mendengar kabar pernikahannya. Namun Caitlin masih memikirkan bagaimana acara pernikahannya nanti dengan pria yang tidak ia kenal itu. Akankah pernikahannya akan berjalan lancar atau tidak. Karena sejujurnya ia masih belum siap jika harus menikah. Namun ia sudah memutuskan untuk mengambil perjodohan itu.
***
Caitlin
Aaron
Caitlin terdiam dan memandangi dirinya di depan cermin berbalut gaun pengantin yang melekat indah di tubuhnya. Hari ini adalah hari dimana ia akan melangsungkan pernikahannya dengan lelaki yang sampai saat ini tidak ia ketahui. Caitlin selalu saja bertanya dalam hatinya, apakah lelaki yang akan menjadi suaminya itu lelaki yang baik, lelaki yang bertanggung jawab dan lelaki yang mampu mencintainya seperti ayahnya mencintainya, ataukah lelaki yang kejam seperti yang ia bayangkan.
Sedih, kecewa, dan beribu perasaan yang berkecamuk dihatinya. Siapapun akan merasakan hal itu jika harus menikah dengan lelaki yang tidak dicintai, apalagi dijodohkan. Namun ia tak punya banyak pilihan karena dengan ini ia dapat membantu perusahaan keluarganya yang sedang terpuruk.
"Caitlin anak mama, kau begitu cantik dengan gaun pernikahanmu ini," ucap Natalie seraya memeluk putri cantiknya itu.
"Ayo sayang kita kebawah, semua orang sudah menunggumu dibawah," ucap Simon tersenyum kearah Caitlin dan meraih tangan mungil gadis itu.
Caitlin pun tersenyum dan menggenggam tangan ayahnya, sambil berjalan keluar kamar dan meyusuri tangga untuk menuju ke tempat yang dimana ia akan bertemu dengan calon suaminya tersebut. Pandangan Caitlin tertuju pada seorang lelaki yang sedang berdiri dengan wajahnya yang begitu tampan namun terlihat sangan dingin. "Apakah lelaki itu yang akan menjadi suamiku?' Tanya Caitlin dalam hatinya.
Belum saja Caitlin dan ayahnya sampai di tempat permberkatan, seseorang menghampiri mereka dan berkata bahwa Evan kabur bersama kekasihnya. Ya, Evan adalah lelaki yang dijodohkan dengan Caitlin. Sungguh sakit hati Caitlin mendengar ucapan orang tersebut. Tanpa ia sadari air matanya kini berhasil lolos mengalir dipipinya.
Kini Caitlin duduk dan termenung didepan cermin, kejadian hari ini membuatnya sangat sedih dan kecewa. Tapi disisi lain ia bahagia karena ia tidak jadi menikah dengan lelaki yang tidak ia kenal itu. Evan, nama lelaki itu. Caitlin pun baru mengetahui nama lelaki itu sejak seseorang menghampirinya tadi. Entah apa yang dipikirkan Caitlin saat ini, hanya perasaan campur aduk yang kini tengah ia rasa.
Ketika Caitlin masih sibuk dengan pikirannya yang bercampur aduk itu, terbukalah pintu kamarnya dan seseorang memhampirinya.
"Maafkan Evan ya Caitlin, kami pun tidak menyangka bahwa Evan akan pergi dihari pernikahan kalian. Hatiku sangat kacau ketika mendengar kabar bahwa Evan kabur bersama kekasihnya itu," ucap Sarah, Sarah adalah ibu dari Evan.
"Iya tidak apa-apa tante, mungkin Evan tidak ingin menerima pernikahan ini. Jadi ia memilih untuk pergi bersama kekasihnya itu," jawab Caitlin tersenyum dan memeluk wanita paruh baya didepannya itu.
Sarah tersenyum dan membalas pelukan calon menantunya itu."Tapi kau jangan khawatir Caitlin, aku sudah mendapatkan solusi untuk kejadian ini. Aaron akan menggantikan posisi Evan, Aaron lah yang akan menikah denganmu," ucap Sarah tersenyum dan melepaskan pelukan mereka itu.
"Apa? Aaron? Siapa itu tante?" tanya Caitlin terkejut.
"Aaron itu adik dari Evan, dia tidak kalah dari Evan. Dia tampan, baik dan aku yakin dia bisa membuatmu bahagia. Baiklah, kalau begitu sekarang kau siap-siap dan segera turun kebawah," ucap Sarah melangkah keluar dari kamar tersebut.
Perasaan Caitlin semakin tidak karuan. Apa maksud dari semua ini, Evan calon suami sesungguhnya memilih kabur dihari pernikahan mereka. Dan kini ia mendapatkan kabar bahwa Aaron adik dari Evan bersedia untuk menjadi mempelai pengganti.
Caitlin berjalan menyusuri tangga sambil digenggam oleh Simon ayahnya. Kini pernikahannya sudah didepan mata, ia akan segera tiba di tempat pemberkatan itu. Semua mata kini tertuju pada Caitlin, gadis itu sangat cantik dengan balutan gaun pengantin berwarna putih.
Pria itu menyambut tangan Caitlin yang diserahkan oleh Simon kepadanya. Wajahnya yang tampan namun tanpa ekspresi. Bagaimana bisa bahagia menikah dengan orang asing. Pria itu pun juga pasti merasakan hal yang Caitlin rasakan.
Setelah selesai acara pemberkatan, saling mengucapkan janji suci pernikahan mereka, kini Caitlin tahu siapa pria yang sudah resmi menjadi suaminya. Ya, pria itu bernama Aaron, pria yang bersedia menggantikan posisi Evan untuk menjadi suaminya. Mereka pun jalan beriringan menuju mobil pengantin yang akan membawa mereka ke rumah baru mereka.
Suasana begitu hening diantara mereka, tidak ada suara hanya hembusan nafas mereka saja yang terdengar. Ekspresi wajah Aaron masih sama seperti sebelumnya, dingin, tanpa senyum ditambah raut wajahnya yang begitu datar. Hanya keheninganlah yang ada di mobil mereka.
Caitlin hanya termenung memperhatikan pemandangan luar mobil yang begitu indah. Namun dalam hatinya berkata bahwa pemandangan indah diluar tidak mampu membuat hatinya indah dengan pernikahan itu. Suasana benar-benar canggung, bahkan mereka belum sempat berkenalan. Menikah dengan pria yang dingin, acuh, yang bahkan Caitlin tidak mengenalnya, membuat Caitlin serasa buta akan itu semua.
Caitlin seperti ingin mengucapkan kata basa-basi untuk membuka percapakan bersama Aaron, namun niatnya itu ia tarik kembali, melihat wajah Aaron yang dingin saja ia sudah malas. Jangankan untuk mengobrol, menganggap Caitlin ada dimobil saja itu hal yang mustahil. Caitlin memutuskan untuk kembali menikmati pemandangan lewat jendela mobil.
Akhirnya mereka tiba di rumah mewah milik Aaron. Keduanya langsung masuk kedalam rumah tersebut. Aaron berlalu begitu saja melewati Caitlin. Caitlin hanya bisa berdiam diri ketika Aaron melewati dirinya. Dalam hatinya ia bergumam "pernikahan seperti ini? Tidak ada tegur sapa sama sekali didalamnya,"
Sementara itu, Aaron baru selesai membersihkan dirinya. Ia masih tidak terima atas pernikahannya dengan gadis yang tidak ia kenali itu. Jangankan untuk menyapanya, menatap wajah gadis itu pun Aaron tidak sudi. Hatinya yang sudah membeku karena pengkhianatan yang pernah dialaminya di masa lalu. Jadi Aaron tidak percaya lagi dengan kata "cinta".
Tak lama pun Caitlin ikut masuk kedalam kamar mereka. Caitlin menyimpan dan membereskan semua barang yang ia bawa sebelum memutuskan untuk membersihkan diri. Sesekali ia melihat Aaron duduk disofa samping tempat tidur yang sedang sibuk dengan ponselnya.
"Apa kau ingin aku buatkan minum?," tanya Caitlin mencoba untuk membuka percakapan.
"Tidak perlu! Terima kasih," jawab Aaron dingin.
Caitlin seakan mengerti bahwa Aaron tidak ingin diganggunya. Ia melangkah menuju kamar mandi memilih untuk membersihkan diri, karena hari ini cukup membuatnya lelah. Ditambah lagi melihat sikap suaminya yang begitu dingin.
Setelah Caitlin selesai membersihkan diri, Aaron meliriknya sekilas sebelum kembali sibuk dengan aktivitasnya. Dan itu berhasil membuat Caitlin menjadi salah tingkah, dan Caitlin pun melanjutkan aktivitasnya untuk memoleskan sedikit make up diwajahnya.
Malam ini adalah malam pertama bagi mereka, yang dimana malam pertama itu adalah malam yang paling dinantikan oleh para pengantin diluar sana. Tapi yang Caitlin rasa, malam ini tidak ada bedanya dengan malam-malam sebelumnya. Hanya bedanya kini ia telah menjadi istri dari Aaron. Caitlin lebih memilih keluar kamar dan turun menuju ruang keluarga dibawah.
Setelah Aaron selesai dengan urusannya, Aaron memilih untuk mengikuti Caitlin kebawah dengan membawa sebuah map berwarna cokelat.
"Hey Caitlin!" ucap Aaron sambil bergegas menghampiri Caitlin.
"Iya? Ada yang bisa ku bantu?" tanya Caitlin bangkit dari duduknya.
Aaron hanya menggelengkan kepalanya, kemudian memberikan map cokelat itu kepada Caitlin. Caitlin Nampak kebingungan dan meraih map cokelat yang diberikan oleh Aaron.
"Apa ini?" tanya Caitlin bingung.
"Itu surat perjanjian diantara kita, lebih baik kau baca saja agar kau mengerti," jawab Aaron kemudian duduk disofa dan kembali sibuk dengan ponselnya.
Surat perjanjian? Apa maksudnya ini. Mengapa didalam pernikahan ada surat perjanjian. Itulah yang kini terlintas dipikiran Caitlin. Menikah dengan pria yang dingin, acuh bahkan seolah tidak menganggap dirinya saja sudah cukup membuatnya tertekan. Apalagi ini ditambah dengan surat perjanjian. Perasaan Caitlin semakin tidak karuan, ia merasakan hatinya begitu hancur dengan apa yang telah Aaron lakukan terhadapnya.
Kini Caitlin tengah berdiri mematung sambil memegang amplop yang diberikan oleh Aaron. dia sedang mengumpulkan kekuatan untuk membaca surat perjanjian yang sudah Aaron tentukan sepihak. Dengan perlahan ia mulai membuka amplop cokelat itu, walaupun dia sudah yakin bahwa isinya hanya akan membuatnya semakin hancur.
Setelah membaca isi dari surat perjanjian itu Caitlin hanya terdiam, seolah-olah ia tidak mempercayai dengan apa yang telah dibuat oleh Aaron. Aaron seolah tidak butuh persetujuan dari Caitlin. Aaron masih saja fokus dengan ponselnya tanpa menghiraukan Caitlin yang matanya kini telah berkaca-kaca.
"Apa maksudnya ini Aaron?" tanya Caitlin dengan suara yang sedikit bergetar menahan tangisnya.
"Kau sudah baca bukan? Harusnya kau tidak perlu menanyakannya lagi kepadaku. Kau tau, aku menerima pernikahan ini karena terpaksa. Andai saja kakak ku tidak kabur dan meninggalkan pernikahan kalian, mungkin aku tidak akan menjadi korbannya disini," jawab Aaron ketus.
"Aku pun tidak tahu bahwa kejadiannya akan seperti ini. Ini pun bukan kemauanku untuk memilih kau sebagai pemelai pengganti kakakmu Aaron," jawab Caitlin lemah.
"Cukuplah Caitlin, kau hanya perlu melakukan apa yang sudah tertulis disurat perjanjian yang sudah ku buat itu. Kau jangan mencampuri urusanku, begitu pun aku tidak akan pernah mencampuri urusanmu. Kita hanya bisa berperilaku seolah kita ini suami istri sungguhan itu jika dihadapan orang tua kita. Diluar itu, kau dan aku masing-masing saja," ucap Aaron sambil melipatkan kedua tangannya diatas dada bidangnya.
"Perjanjian gila, lalu untuk apa kau bersedia menjadi suamiku jika kau saja tidak bisa membuat rumah tangga ini indah seperti rumah tangga diluar sana," ucap Caitlin tanpa ia sadari air matanya mulai menetes.
"Kau tidak perlu khawatir, aku akan memberikan kau uang setiap bulannya. Kalau kau bertanya mengapa aku mau bersedia untuk menjadi suamimu, itu karena aku menginginkan perusahaan ayahku menjadi milikku, dan juga aku menginginkan seorang anak laki-laki dari rahim mu untuk meneruskan perusahaanku kelak, kau paham apa maksudku kan?" ucap Aaron berlalu begitu saja dan berlalu memasuki kamar yang berada dilantai dua di rumah tersebut.
Ucapan yang telah Aaron lontarkan berhasil membuat air mata yang sejak tadi Caitlin tahan lolos mengalir dipipi mulusnya itu. Caitlin pun tidak menginginkan pernikahan ini terjadi, inilah satu satunya jalan yang harus ia ambil supaya perusahaan milik keluarganya dapat bangkit kembali. Tapi ia masih tidak mempercayai ternyata pernikahan yang ia jalani harus sesakit ini, kini ia tidak bisa menahan tangisan nya lagi. Dia membantingkan diri disofa yang tadi menjadi saksi bagaimana penderitaan yang Caitlin rasakan.
"Aaaarrggggggghhhh!" teriak Caitlin frustasi sambil terisak. Caitlin merasakan begitu sesak dadanya karena semua yang terjadi pada dirinya.
Aaron yang mendengarkan teriakan Caitlin dibawah merasa iba, apakah ia sejahat itu terhadap wanita itu? Namun Aaron kembali menepis pikirannya itu, lagian jika Caitlin menderita itu bukan urusannya. Aaron memilih untuk membaringkan tubuhnya diatas kasur, karena ia sudah cukup lelah dengan hari ini.
Tak lama kemudian Caitlin membuka pintu kamar dan berjalan perlahan menuju Aaron yang sedang berbaring dikasur, ia masuk perlahan karena tidak ingin mengganggu Aaron yang sudah terlelap. Meskipun Aaron tidak menganggap ia istri sepenuhnya, tapi ia tetap akan mencoba menjadi istri yang baik untuk Aaron.
Ketika Caitlin mulai membaringkan tubuhnya diatas kasur, tiba tiba Aaron terbangun kembali dan memandangi Caitlin. Caitlin yang merasa takut dengan tatapan yang diberikan Aaron lebih memilih untuk beranjak kembali dari tempat tidur itu.
"Apa aku juga tidak boleh tidur disini bersamamu?" tanya Caitlin gugup.
"Tidak, aku tidak melarangmu untuk tidur disini, lagian kau juga kan harus cepat mengandung anak ku bukan? Tapi jangan khawatir, aku terlalu lelah hari ini, jadi kita tidak akan melakukannya malam ini," ucap Aaron kembali mencoba memejamkan matanya.
Caitlin pun segera membaringkan tubuhnya dikasur, ia sudah sangat lelah dengan hari ini ditambah pikirannya yang semakin kacau karena ulah Aaron. Mengapa tidak pernikahan yang normal saja mengapa Aaron lebih memilih pernikahan yang didasari oleh perjanjian gila ini. Itulah yang terlintas dipikiran Caitlin saat ini.
Pukul 05.30
Caitlin terbangun dari tidurnya, wajah Aaron lah yang pertama kali Caitlin lihat. Wajahnya yang tampan dengan kulit putih, hidung mancung dan bibir tipisnya membuat Aaron sempurna dimata Caitlin. Namun sangat disayangkan ketampanan nya tertutup oleh sikapnya yang begitu dingin dan acuh. Daripada terlalu lama memandangi wajah pria yang sedingin es, Caitlin lebih memilih beranjak dan segera mandi.
Setelah mandi, Caitlin segera turun kebawah untuk memulai hari pertamanya sebagai istri Aaron dirumah mewah ini. Pertama kali yang ia lakukan adalah melihat isi kulkas dan mengambil apa saja yang bisa ia masak dengan bahan-bahan yang ada.
"Rumah mewah seperti ini, tapi bahan untuk memasak hanya sedikit. Aneh," celetuk Caitlin.
Aaron yang telah terbangun dari tidurnya melihat disampingnya sudah tidak ada Caitlin. Kemana wanita itu pikirnya.
Tak lama pun Aaron sudah selesai membersihkan diri. Aroma sedap dari bawah membuat perutnya menjadi sangat lapar.
"Siapa yang memasak dipagi buta seperti ini? Semua pembantu kan sedang memillih untuk cuti selama seminggu," pikir Aaron
Aaron berjalan keluar kamar dan turun menuju dapur. Dilihatnya wanita cantik berkulit putih, rambut panjang terikat yang kini membelakangi dirinya dan sibuk dengan wajannya. Aaron tak bisa membohongi diri Caitlin memanglah sangat cantik pria mana pun pasti akan jatuh hati pada wanita seperti Caitlin. Namun karena hatinya kini telah membeku, ia menepis bahwa ia tidak akan pernah jatuh cinta kepada Caitlin. Karena bagi Aaron ia bersama Caitlin hanya saling menguntungkan. Keluarga Aaron yang membantu membangkitkan perusahaan keluarga Caitlin. Dan Caitlin yang membuat Aaron mendapatkan apa yang Aaron inginkan, yaitu perusahaan besar milik ayahnya.
Caitlin pun selesai memasak, ketika membalikkan badan Aaron yang kini berdiri dibelakangnya. Berdiri memandanginya tanpa berkedip sedikitpun. Dan itu berhasil membuat Caitlin salah tingkah untuk yang kedua kalinya.
"Hai Aaron sudah bangun," ucap Caitlin tersenyum sembari merapikan piring yang berisikan nasi goreng di meja makan.
"Sudah," jawab Aaron dengan nada yang sangat datar.
Dan itu menjadi hal yang biasa bagi Caitlin, menghadapi Aaron yang selalu datar dan dingin. Caitlin hanya tersenyum ramah.
"Aku sudah membuatkan sarapan untukmu, tapi aku hanya membuat nasi goreng saja karena persediaan bahan di kulkas hanya sedikit," Ucap Caitin
"Ya terima kasih," jawab Aaron masih sama dengan nada datarnya
Caitlin memilih beranjak menuju ruang tengah sambil membawa piring yang berisikan nasi goreng untukmnya.
"Kau mau kemana?" tanya Aaron
"Aku mau makan disana saja, aku takut kau tak sudi untuk makan bersama denganku," jawab Caitlin sambil berjalan menuju sofa.
"Baiklah," ucap Aaron.
Deg! Hati Caitlin merasa sakit, ia sangka Aaron akan menahannya. Meskipun ia tahu pernikahan mereka terdapat surat perjanjian didalamnya, apa makan bersama pun menjadi hal yang tidak boleh mereka lakukan?
Setelah selesai dengan sarapannya, Aaron langsung bersiap untuk pergi ke kantor, karena hari ini hari pertama ia kerja lagi setelah ia menikah dengan Caitlin. Aaron lebih memilih untuk bekerja dibandingkan memilih untuk berbulan madu bersama istrinya, Caitlin. Padahal orang tua Aaron sudah memberikan mereka tiket bulan madu ke Turkey. Namun Aaron menolaknya dengan alasan ingin berbulan madu ke Negara yang mereka berdua inginkan.
"Aku pergi!" ucap Aaron langsung berjalan keluar rumah tanpa menunggu jawban dari Caitlin.
Setelah dirasa pekerjaan rumah sudah Caitlin selesaikan, dan juga Aaron sudah berangkat kerja. Kini ia duduk disofa dan meraih ponselnya. Ada banyak panggilan tak terjawab dari kedua sahabatnya, yaitu Noah dan Sarah.
"Hallo!" akhirnya Caitlin memutuskan untuk menghubungi kembali mereka. Orang yang pertama ia hubungi adalah Noah.
"Hai Caitlin! Bagaimana kabarmu?" jawab Noah disebrang sana.
"Aku baik-baik saja Noah, bagaimana dengan kau?" tanya Caitlin
"Baik, bagaimana pernikahanmu?" Noah bertanya seolah ingin tahu.
"Pernikahanku baik-baik saja. Kau tidak perlu khawatir!" jawab Caitlin
"Syukurlah, ku harap kau selalu bahagia," Ucap Noah kemudian mematikan panggilan tersebut.
***
Aaron tengah sibuk didepan komputernya. Nampaknya banyak sekali pekerjaan yang ia tinggalkan semenjak ia menikah dengan Caitlin. Tapi Aaron adalah pria yang tidak pernah mengeluh, ia seorang pria yang sangat pekerja keras. Impian nya ingin membuat perusahaan nya menjadi perusahaan yang besar dan ternama di Kotanya.
Terdengar suara pintu ruangan Aaron terbuka, dan terlihatlah seorang wanita yang sangat cantik yang kini mulai melangkah dan mendekati Aaron yang kini mulai mematung.
"Mengapa dia kembali? Apakah dia ingin membuatku hancur untuk kesekian kalinya?" pikir Aaron dalam hati
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!