Happy Reading 🌹
Chapter 1
______________
"Ara...."
"Si-siapa?" Gadis itu terlonjak kaget ketika mendengar seseorang sedang memanggil namanya, namun ia tak dapat melihat sosok itu.
"Ara..." Suara itu kembali memanggilnya.
"Siapa kau?" Gadis itu mulai berteriak, mencoba bertanya pada sumber suara yang terus memanggil-manggil namanya.
"Felix.. Aku Felix tunanganmu." Tiba-tiba sekelebat bayangan hitam muncul dihadapan gadis itu, ia pun memekik ketakutan dan disaat bersamaan gadis itu terbangun dari tidurnya sambil terengah-engah.
"Jadi, itu tadi hanya mimpi?" Bella mengambil segelas air yang terletak di atas nakas samping tempat tidurnya. ia menenggak habis air didalam gelas dengan sekali tegukan.
Bella mengatur nafasnya yang masih memburu, sudah beberapa malam ini ia terus bermimpi buruk. Mimpi yang hampir sama, dengan sosok yang tidak bisa ia lihat dan ia ketahui. Tapi, suara yang memanggilnya sepertinya adalah suara yang sama dari sosok yang sama pula.
"Akhir-akhir ini aku selalu mimpi buruk, mimpi yang sama. Seseorang yang memanggilku dengan nama kecilku." Bella bergumam sendiri diatas tempat tidurnya, ia menggaruk pelipisnya dengan bingung.
Bella menghela nafas panjang, mencoba mengingat suara lelaki yang muncul dalam mimpinya beberapa hari ini.
Setelah berpikir beberapa menit, Bella tak juga menemukan jawaban. Bella tetap tidak mengetahui siapa pemilik suara itu di kesehariannya.
Akhirnya, Bella memutuskan untuk kembali tertidur, walau sebenarnya ia sudah tak mengantuk, tapi ia memaksakan untuk kembali terpejam karena besok ia harus berangkat kuliah pagi.
*
"Jadi kamu bermimpi hal yang sama lagi?" tanya Sera pada Bella yang manggut-manggut mengiyakan.
"Tunggu ya, coba aku hitung." Sera berlagak seolah-olah sedang menghitung dengan jarinya. "Kayaknya udah seminggu ini kamu terus mimpi suara-suara aneh itu deh, Bell!" ungkapnya.
"Iya, aneh kan?" Bella mulai melahap makanan yang ia pesan di kantin kampus, sepiring siomay kesukaannya.
Sera mengangguk cepat. "Kamu ingat-ingat lagi lah siapa pemilik suara itu. Kamu bilang suaranya macho kan. Mungkin itu Arka atau Jodi?" Sera mengatupkan kedua tangannya sambil tersenyum sendiri membayangkan kedua sosok cowok yang ia sebutkan namanya itu.
"Yeah.. itu sih maunya kamu! Lagian juga, apa macho nya sih Arka dan Jodi? Biasa aja juga." Bella ngomel sambil terus melahap makanan yang sudah masuk ke mulutnya.
"Ish ... kamu ini, Bell. Mereka itu bukan cuma macho tapi lebih dari itu. Gayanya cool dan keren abis."
Bella mendengkus mendengar Sera yang mengungkapkan kekagumannya pada dua sosok cowok penguasa kampus itu. Bagi Bella, mereka terlihat biasa saja, ganteng mungkin iya, tapi bukan tipe Bella sama sekali.
"Eh, tapi ya, kalau dua cowok itu mau sama kamu. Kamu pilih siapa? Arka atau Jodi?" Sera menaik-naikkan alisnya, menggoda Bella.
"Gak dua-duanya."
"Sok banget kamu, Bell. Kalau aku sih dua-duanya juga boleh."
Bella tertawa melihat tingkah sahabatnya yang mendadak genit jika membicarakan tentang Arka ataupun Jodi.
"Eh, tapi ya, balik lagi ke mimpi kamu tadi. Kamu bilang cowok yang panggil nama kamu itu selalu panggil dengan sebutan Ara, kan?"
Bella kembali mengangguk.
"Apa itu cowok dari masa lalu kamu? Teman kecil kamu, mungkin? Kan, cuma teman-teman kecil kamu yang manggil kamu dengan panggilan Ara!" celetuk Sera sambil mengetuk-ngetuk dagunya sendiri.
"Iya bener, sih. Aku juga sempat berpikir gitu tapi..."
"Tapi kenapa?"
"Teman kecil aku semuanya cewek, gak ada yang cowok, Sera!"
"Mungkin kakaknya teman kecil kamu ada yang cowok!"
"Perasaan gak ada, deh. Seingatku mereka gak punya kakak cowok. Ada yang punya kakak.... tapi cewek. Teman kecilku juga gak banyak, cuma tiga orang. Lala, Mita sama Jesi."
"Hem.. terus siapa? Aneh deh mimpi kamu!"
"Yaudah sih gak usah dipikirin. Bagusan mikirin materi kuliah."
Mereka pun melanjutkan kegiatan hari itu dengan membahas materi perkuliahan yang sedang mereka jalani.
*
Arabella Sekha, seorang gadis berusia sembilan belas tahun. Ia sedang berkuliah di salah satu kampus ternama di Kota Metropolitan dan sedang mengambil jurusan Seni.
Bella, begitu biasa ia dipanggil, terkenal dikampusnya karena gadis itu beberapa kali memenangkan kejuaraan dalam bidang seni lukis. Ia memiliki bakat melukis yang unik. Lukisannya selalu bernilai dimata para pecinta seni. Untuk ukuran mahasiswi, Bella terbilang cukup mahir, lukisannya sendiri bagai mempunyai jiwa dan arti tersendiri bagi para insan seni.
Sera juga sama, gadis pemilik nama Seravina Adisty itu menjadi kawan dekat Bella dan menggeluti bidang yang sama. Mereka berdua bercita-cita ingin membuka gallery untuk semua hasil lukisan keduanya. Mereka juga bermimpi ingin membuat sebuah pameran lukisan suatu hari nanti.
Bella menaiki mobil putih kepunyaannya, ia mulai memegang kemudi dan siap menjalankan mobilnya setelah Sera duduk tenang disampingnya.
"Let's go!" kata Sera, mereka akan pulang ke Kos masing-masing. Tempat Kos mereka terletak satu arah walau tak dalam lingkup yang sama.
"Kamu turunin aku di persimpangan aja, Bell. Aku mau ke supermarket dulu, belanja makanan untuk di Kos," ucap Sera.
"Oke."
Mobil Bella mulai bergerak di jalanan lurus sampai ia tak sengaja seperti melihat sekelebat bayangan hitam.
Bella pun mengerem mobilnya secara mendadak, hingga terdengar suara ban mobil yang beradu dengan aspal seperti suara decitan yang kuat, hal itu membuat tubuh Bella maupun Sera otomatis sedikit terlonjak kedepan. Untungnya, safety belt tetap menjaga tubuh mereka agar tak membentur dasboard mobil.
Bella terdiam, tadi ia seperti merasa Dejavu. Bayangan yang melintas itu mirip dengan yang ada di mimpinya.
"Bell, kamu kenapa? Kenapa ngerem mendadak?" tanya Sera.
Bella terdiam dengan pikirannya sendiri.
"Bell, Bella?" Sera mengguncang pundak Bella, mencoba menyadarkan sahabatnya itu. ia melihat wajah Bella yang berubah menjadi pucat pasi.
"Kamu gak apa-apa?" Sera menelisik keadaan Bella. Bella terlihat menggeleng, tapi matanya seolah mencari-cari sesuatu didepan sana, tepatnya diluar mobil.
"Kenapa ngerem mendadak tadi? Mau gantian nyetir?" tawar Sera.
"I-itu tadi, tadi ada kucing," jawab Bella tergagap.
"Kucing? Terus sekarang kamu mau cari kucingnya?" Sera terus memperhatikan Bella yang celingukan.
"Eng-enggak. Yaudah kamu aja yang nyetir, nih!" Bella segera membuka seatbelt dan turun untuk pindah posisi dengan Sera.
"Aku anterin sampe kos kamu aja lah. Nanti biar aku naik taksi ke supermarket," ucap Sera yang kini mulai mengemudikan mobil.
"Gak usah. Kamu bawa aja mobil aku nanti."
"Serius? Kamu gak mau kemana-mana nanti?"
"Iya duarius malah!" Bella berlagak nyengir dan menunjukkan dua jarinya yang membentuk huruf V.
"Oke deh. Nanti kalau mobil aku udah keluar dari bengkel, gantian aku yang nebengin kamu. Mobil kamu disimpan aja dulu. Lumayan kan, biar hemat bensin," saran Sera lagi.
Mereka pun tertawa bersama, walau Bella masih kepikiran dengan bayangan hitam yang sempat nampak di penglihatannya tadi. Tapi ia belum berani bercerita langsung kepada Sera, karena nampaknya Sera tak melihat apa yang tadi ia lihat.
.
.
Tbc...
Hallo, ini adalah novel lama aku yang dulunya enggak berhasil di kontrak sama pihak NT. Jadi, aku mau publish ulang dan revisi sedikit-sedikit PUEBI yang dulunya berantakan.
Makasih yang udah mau baca kembali novel ini. Mudah-mudahan setelah post ulang dengan judul baru bisa terkontrak yah gaes🙏
Dukung karya ku ini yuk, caranya dengan like, komen, vote dan berikan hadiah. Tekan bintangnya juga yaa ⭐⭐⭐⭐⭐ Thanks guys❤️
Chapter 2
_________
"Ara, kemarilah.."
"Aku tidak mau. Siapa kamu?"
Tiba-tiba bayangan hitam yang tadinya nampak bertengger di langit-langit kamar Bella, terlihat bergerak mendekat kepadanya. Seketika itu juga bulu kuduk Bella meremang. Ia gemetaran dan menahan nafasnya. Ia takut jika ia bernafas sedikit saja, maka bayangan itu akan menelannya hidup-hidup.
"Bernafaslah! Jangan takut begitu. Aku tidak akan melukaimu!" ucap bayangan hitam itu lagi. Wajahnya tak kelihatan, hanya bayangan hitam yang abstrak dan tak jelas bentuknya.
Bella menghirup oksigen sebanyak-banyaknya seolah ia sudah kehilangan oksigen sangat banyak ketika menahan nafas tadi.
"Begitu lebih baik, bukan?"
Lagi-lagi suara itu mendominasi ruangan yang cukup gelap tersebut--yang hanya berisikan Bella dan bayangan hitam itu sendiri.
"Ara, jika kamu terus takut padaku maka kamu tidak akan bisa melihat wujudku yang sesungguhnya."
Suara itu kembali terdengar.
"Kalau kamu lupa siapa aku, aku adalah Felix. Kita pernah bertemu bahkan bertunangan, dalam kata lain saat ini aku datang untuk menagih janjimu."
"Be-bertunangan? Ja-janji? Janji apa?" tanya Bella takut-takut.
"Aku tidak bisa mengatakannya, kamu yang harus mengingatnya sendiri karena itu adalah janjimu kepadaku."
"Bagaimana aku bisa mengingatnya? Aku sama sekali tidak ingat," tutur Bella.
"Kamu benar-benar melupakanku, ya? Padahal aku selalu mengingatmu setiap hari."
Bella semakin merinding mendengar pernyataan itu, ia tidak ingat ada berjanji apa pada sosok hitam yang tak berbentuk itu. Ia takut, bahkan sangat takut sekarang, karena sosok itu seakan menuntutnya untuk menepati janji yang ia sendiri tidak tahu janji macam apa yang pernah ia buat.
"Kalau kamu tidak ingat aku, tidak ingat janjimu padaku, bahkan tidak ingat jika kita pernah bertunangan.. Itu artinya aku tidak penting bagimu."
"Aku rasa itu benar," jawab Bella mencoba memberanikan diri.
"Tapi aku mencintaimu, Ara."
"Bagaimana bisa?"
"Aku juga tidak tahu, mungkin karena aku terikat denganmu. Aku hanya ingin menagih janjimu."
"Tapi aku benar-benar tidak ingat janji seperti apa yang aku perbuat denganmu!" hardik Bella.
"Ingatlah beberapa tahun kebelakang. Kamu pernah membuat janji denganku."
Saat Bella mendengar itu, seketika itu pula Bella tersentak dan terbangun dari tidurnya.
Lagi, ia bermimpi tentang bayangan hitam itu lagi. Kali ini lebih terasa nyata karena mereka bahkan berbicara satu sama lain.
Entah kenapa hari ini Bella tidak terkejut lagi seperti biasanya. Ia pun melirik jam di dinding, sepertinya ia kesiangan bangun. Untungnya ini adalah hari minggu dan Bella tak perlu tergesa-gesa bangun untuk ke kampusnya.
Bella bangkit dan memutuskan untuk mengguyur tubuhnya dengan air dingin.
Dalam kamar Kos nya, ada kamar mandi sendiri, disana Bella tinggal sendiri karena ingin mandiri dan jarak kampusnya jadi lebih dekat.
Rumah Orangtua Bella sendiri masih dalam Kota yang sama, hanya saja akan terlalu jauh dan lama jika Bella menempuh perjalanan dari Rumah Orangtuanya menuju Kampus. Maka dari itu, Bella memutuskan untuk ngekos dan hidup mandiri.
Hari Minggu biasanya Bella akan pulang ke Rumah Orangtuanya, tapi tidak dalam beberapa bulan belakangan ini karena Bella semakin sering bermimpi aneh dan kadang sampai terbawa ke dunia nyata.
Walau sebenarnya di dunia nyata ia tak pernah berbicara langsung dengan bayangan hitam itu. Tapi, keberadaan Bella seperti dipantau oleh sosok itu dan kadang Bella bisa melihatnya tanpa sengaja.
Itu jugalah yang membuat Bella takut untuk pulang ke Rumah Orangtuanya. Ia takut jika dalam perjalanan jauh nanti sosok itu akan ambil kesempatan dan menyakitinya.
Walau saat dalam mimpi sosok itu selalu baik dan mengatakan bahwa dia tidak akan menyakiti Bella, tapi tetap saja Bella merasa takut.
Bella sudah siap dengan pakaiannya, ia sudah rapi dipagi menjelang siang ini. Bella tak tahu hendak kemana, karena biasanya jika tak pulang kerumah Orangtuanya dia hanya bisa uring-uringan dikamar. Paling mentok, Bella akan hangout bersama Sera, sahabatnya.
Tapi saat ini, Bella tak mungkin menghubungi Sera karena malam tadi Sera sudah berpamitan akan pergi kerumah kakaknya, kakak Sera baru saja membeli rumah di Kota. Dan kemungkinan, keinginan mereka untuk menetap di satu Kos yang sama tidak akan terealisasikan, karena sudah pasti Sera akan tinggal bersama Kakaknya nanti.
"Mau ngapain ya?" Bella mulai mencari-cari kegiatan. Gadis itu tak biasa pergi sendirian dan dia bukanlah gadis yang suka keluyuran. Bella menarik kanvas yang ada di meja kamarnya. Ia berpikir sejenak sebelum akhirnya membalurkan kuas ke dalam cat minyak yang kini sudah berada ditangannya.
Bella mulai mencoret-coret kanvas putih itu, ia mulai melukis padahal ia tak tahu objek apa yang tengah ia bayangkan untuk menjadi bahan lukisannya.
Bella melukis sambil melamun, ia memikirkan tentang mimpinya yang semakin aneh saja. Bayangan hitam itu bahkan menyatakan cinta pada Bella di mimpinya malam tadi.
Selama ini, bayangan itu hanyalah mengejar-ngejar Bella tanpa pernah ada komunikasi diantara keduanya karena Bella terlalu takut untuk menjawab suara misterius itu.
Kadang pula disaat mereka mulai melakukan percakapan, Bella langsung tersadar dari tidurnya. Bella tak pernah tidur nyenyak belakangan hari. Selalu saja terganggu dengan mimpi yang sama. Kadang ia merasa takut untuk terlelap dan berakhir terlelap dengan sendirinya tanpa ia sadari.
Bella terhenyak ketika sadar dari lamunannya, matanya menangkap hasil lukisannya sendiri, lukisan yang baru saja ia buat tanpa berpikir fokus ke kanvas.
Pikirannya masih kacau memikirkan mimpinya. Tapi sekarang ia malah ternganga melihat gambar dihadapannya, sebuah bayangan hitam abstrak yang sama persis seperti yang ada dalam mimpinya sudah terlukis disana-- diatas kanvas.
"Astaga...kenapa aku bisa melukis bayangan hitam ini?" Bella bergumam sambil menggaruk kepalanya sendiri.
Bella menutup kanvas itu dan berbalik untuk merapikan cat minyak yang berada dalam pegangannya. Ketika berbalik, ia sontak terjingkat kaget karena bayangan hitam itu tampak menempel jelas di dinding kamarnya.
Cat minyak dalam pegangan Bella tadi pun terjatuh dan tumpah. Bella melihat itu sudah berceceran di lantai dan ia membiarkannya saja.
Bella malah mundur kebelakang sangking takutnya, tapi sosok itu tampak diam tak bergerak.
Bella mengatur nafasnya yang mendadak tak beraturan. Ia menatap sosok itu sesekali, kemudian mulai mengucek matanya sendiri.
Bella berharap ini adalah mimpi seperti biasanya, tapi sepertinya ini adalah kenyataan.
"Ka-kamu.. apa tidak cukup hanya hadir di mimpiku saja? Kenapa harus mengikutiku sampai dunia nyata?" tanya Bella memberanikan diri untuk memulai percakapan. Ia tak tahan lagi karena merasa terus diteror oleh bayangan hitam itu.
"Ara..." Sosok itu mulai mengeluarkan suara seperti dalam mimpi Bella.
"Dan kenapa kamu terus memanggilku dengan sebutan Ara, kamu bukan bagian dari masa kecilku!" Bella melotot kearah sosok itu seolah ingin menakutinya, padahal disini Bella sendiri lah yang paling takut.
"Karena Ara adalah namamu juga, kan?"
"Tapi hanya orang-orang tertentu yang memanggilku begitu. Tidak banyak yang tahu nama kecilku."
"Aku tahu, Ara. Aku sangat tahu semua tentangmu bahkan dari kamu kecil sampai umurmu yang sebentar lagi akan genap dua puluh tahun," ungkapnya.
"Apa?" Ara terbelalak mendengar ucapan sosok itu, bagaimana dia bisa tahu ulang tahun Ara yang akan terjadi sebentar lagi.
"Kamu hanya perlu mengingatku. Saat kamu sudah mengingatku, penampilanku yang sekarang akan berubah dan tidak akan membuatmu takut lagi."
"Tidak mungkin aku mengingat sesuatu yang tidak pernah mampir di hidupku."
"Ingatlah baik-baik, Ara. Usahakan mengingatnya sebelum hari ulang tahunmu."
Tiba-tiba bayangan itu terbang dan menghilang entah kemana.
Bella terkesiap, keringatnya jatuh di pelipisnya. Keringat karena rasa takut. Bella pun mengusap wajahnya berulang kali.
"Siapa dia?" batin Bella.
...TBC......
Chapter 3
_______
Bella melangkah masuk ke ruang kelasnya, hari ini ia ada kuliah pagi dan siangnya ia akan mengunjungi pameran lukisan yang diselenggarakan oleh salah satu pelukis yang adalah Alumni di kampusnya.
Bella akan datang kesana bersama Sera. Tidak sembarang orang bisa datang ke pameran itu, hanya orang-orang tertentu dan mendapat undangan khusus saja yang bisa memasuki area pameran.
Beruntung bagi Bella yang sempat beberapa kali memenangkan lomba melukis, ia diberi kesempatan untuk datang kesana dan diberikan undangan. Nampaknya, alumni yang menggelar pameran itu juga ingin memberi Bella kesempatan agar banyak belajar dari karya-karya lukisannya yang nantinya akan dipamerkan disana.
Undangan yang Bella dapatkan bisa diisi oleh dua orang dan tentu saja Bella akan mengajak sahabat karibnya, Sera.
"Bell, kamu kelihatan pucat? Kamu sakit?" Sera yang baru memasuki kelas nampak heran dengan wajah pucat Bella.
Bella menggeleng lesu, sejujurnya ia tidak sakit, hanya saja ia tak bersemangat untuk datang ke Kampus hari ini akibat kejadian kemarin-pertemuan pertamanya dengan makhluk abstrak itu di dunia nyata. Sebenarnya bukan pertemuan pertama juga, karena Bella yakin setiap hari Makhluk itu selalu mengikuti kemanapun ia pergi, hanya saja baru kemarin-lah mereka berbicara dalam dunia yang nyata, biasanya hanya dalam mimpi saja.
"Bell, kamu melamun lagi?" Sera memukul pelan punggung tangan Bella, mencoba menyadarkan gadis itu. Bella pun langsung menoleh kearah Sera. "Aku gak melamun," sanggahnya.
"Itu tadi kamu diam aja!" Bibir Sera mengerucut.
"Kan aku udah geleng-geleng tadi."
"Terus kenapa kamu pucat gitu? Belum makan? Atau jangan bilang karena kamu mimpi buruk lagi," papar Sera seraya mulai sibuk dengan kegiatannya, gadis itu terlihat merapikan lembaran kanvas yang ia bawa.
"Lebih parah dari mimpi. Aku ketemu sosok itu di dunia nyata!" celetuk Bella, membuat mata Sera terbelalak karena kaget.
"Serius? Maksudnya kamu ketemu sama hantunya? Kamu lihat, gitu?" cecar Sera tak percaya.
"Iya. Kemarin siang di Kos." Bella berujar dengan raut lesu.
"Jangan ngacok kamu, Bell. Mana mungkin kamu ketemu hantu itu di Kos, siang-siang pula!" ucap Sera sambil manyun.
"Memangnya kamu pikir hantu itu cuma ada malam-malam doang!" sahut Bella tak mau kalah.
"Ya, kan harusnya gitu, Bell."
"Gak gitu juga kali. Buktinya sekarang dibelakang kamu juga ada hantu, tuh!" Bella berlagak ngeri sambil bergidik.
Sera otomatis menoleh kebelakang seraya mulutnya tetap mengoceh. "Yang bener aja kamu, Bell." Sera ikut bergidik, seketika itu juga, ia memegang tengkuknya sendiri dan mulai merinding akibat ucapan Bella barusan.
"Hahaha... makanya kalau aku cerita itu dipercaya! Jangan malah komen gak jelas. Aku serius, kamu nangepinnya kayak gitu!" Bella terkekeh melihat reaksi Sera yang mulai ketakutan.
"Dasar kamu! Aku udah takut ini. Merinding loh!" Sera memasukkan kembali kanvasnya ke dalam tas. "Eh, tapi serius kamu ketemu sosok hitam itu kemarin?" tanyanya kemudian.
"Iya, aku sama dia juga sempat ngobrol."
"What the?? Ngobrol? Bicara satu sama lain gitu?" Sera tampak melongo dengan mulut yang terbuka.
Bella mengangguk yakin.
"Daebak! Sahabatku bisa ngobrol sama makhluk astral." Sera menggeleng-gelengkan kepalanya pelan. "Terus kamu sama makhluk itu bahas apa?" lanjutnya.
"Nanti aja aku ceritanya. Tuh lihat! Dosennya udah masuk," ucap Bella menunjuk Dosen yang baru saja memasuki ruang kelas.
Sera menghela nafas panjang, tampaknya ia harus bersabar sampai kelas berakhir untuk bisa mendengarkan detail cerita Bella yang bertemu bahkan ngobrol dengan makhluk dalam mimpinya. Beberapa kali gadis itu tampak menggeleng seraya memegang tengkuknya yang meremang akibat rasa takut yang kini meliputi dirinya.
Sera kembali melirik Bella, pantas saja Bella nampak pucat. Dia saja yang tak melihat langsung makhluk astral itu merasa ketakutan sekarang, akibat ucapan Bella. Apalagi Bella yang sudah jelas-jelas bertemu dan melihat langsung makhluk itu.
Menurut cerita Bella, makhluk itu seperti bayangan hitam yang selalu menempel di langit-langit atau dinding, tak bisa disentuh dan dilihat wujud aslinya. Bella hanya mendengar suara macho dari makhluk itu, tapi Bella tak pernah memberitahu Sera jika sosok itu mempunyai nama.
*
"Bell, kamu pucat banget loh. Kenapa kamu tetap maksain datang ke pameran ini sih?" Sera mulai bertanya-tanya pada Bella yang diam sedari diperjalanan tadi. "Aku gak apa-apa kok kalau kita gak jadi kesini juga," lanjut Sera.
Mereka berbelok menuju lorong yang banyak memajang berbagai macam lukisan. Ada gambar binatang, pemandangan dan ada juga yang abstrak namun sangat elok dipandang mata. Pelukis yang menggelar pameran ini nampaknya punya imajinasi, bakat sekaligus kreatifitas yang patut diacungi jempol.
"Pelukis ini katanya alumni kampus kita, tapi aku gak pernah tahu deh sama dia," ucap Sera seraya memperhatikan lukisan yang terpampang dihadapan mereka. Sebuah lukisan abstrak dengan motif dan warna yang berani. Pecinta seni pasti akan mencintai karya pelukis ini walau tak sepenuhnya tahu dan mengerti makna yang tergambar dari lukisannya.
"Aku kira kamu tahu, aku juga gak tahu sama pelukis ini. Kira-kira dimana ya pelukisnya?" Bella mulai celingukan mencari-cari sosok pelukis yang katanya alumni kampus yang sama dengannya dan Sera.
"Cewek atau cowok?" tanya Sera.
"Denger-denger sih cewek," jawab Bella.
Mereka berdua pun menyusuri koridor yang memanjang. Sepanjang koridor itu memajang hasil karya sang pelukis yang bisa dibilang sangat berkelas didunia perlukisan.
"Sayang sekali ya, kita gak bisa bertemu pelukisnya," ujar Bella seraya memasuki mobil.
"Tau tuh! Biasanya kalau pelukis mengadakan pameran, pelukisnya juga akan menunjukkan wajah pada khalayak dan media. Biar semua orang jadi tahu kalau dialah sang pelukis hebat itu."
Sera mengomel sepanjang perjalanan karena tak bisa berjumpa pelukis yang mengadakan pameran tadi. Ia kesal juga, tak bisa bertemu pelukis itu. Apalagi melihat kondisi Bella yang sampai merelakan diri datang ke pameran itu padahal Bella sendiri tampak pucat sedari pagi.
"Oh iya, kamu belum ceritain soal pertemuan nyata kamu sama makhluk itu." Sera yang menyetir mobil mulai angkat bicara lagi.
"Masalah itu..."
"Kalau belum siap cerita ya kapan-kapan aja, Bell."
"Bukan begitu. Kemarin... kemarin sosok hitam itu bilang bahwa aku harus mengingat janjiku sebelum hari ulang tahunku." Bella menghela nafas sejenak. "Aku benar-benar gak ingat pernah buat janji apa. Apalagi sama sosok itu," tandasnya.
"Coba kamu ingat-ingat lagi!"
"Udah, tapi tetap gak ingat."
"Soal dia manggil nama kecil kamu, gimana?"
"Soal itu aja belum terpecahkan! Dugaan kita selama ini kemungkinan suara itu milik salah satu cowok yang kenal aku di komplek rumah waktu aku masih kecil, kan?" Bella menarik nafasnya perlahan. "Nyatanya, kita gak perlu menduga-duga lagi siapa pemilik suara itu, karena pemilik suara itu bukan cowok atau manusia seperti dugaan kita selama ini, tapi suara itu memang milik sosok hitam itu!" ungkap Bella menyuarakan pendapatnya.
Sera manggut-manggut mengerti, selama ini suara yang memanggil-manggil Bella dengan panggilan nama kecilnya dalam mimpi, disimpulkan mereka adalah suara milik seseorang. Jadi, mereka mencoba menerka pemilik suara yang muncul di mimpi. Tapi sekarang setelah Bella bertemu langsung sosok itu di kehidupan nyata, barulah mereka sadar bahwa pemilik suara itu bukanlah manusia seperti dugaan mereka selama ini.
Sosok itu jelas-jelas ada dan Bella mengatakan bertemu dengannya kemarin. Masalahnya sekarang, Bella ada buat janji apa sama sosok seperti itu? Dan kenapa bisa? Memikirkan itu Sera jadi kembali bergidik ngeri.
"Aku kok jadi merinding terus ya dari pagi," ungkap Sera menyuarakan ketakutannya. "Kamu gak takut, Bell?" sambungnya.
"Awalnya aku takut. Takut banget malah. Siapa sih yang gak takut sama sosok gaib kayak gitu? Apalagi dia bukan manusia, kan?"
Sera mengangguk cepat, sesekali melirik Bella namun tetap fokus mengemudikan laju mobil yang ia kendarai.
"Tapi sekarang rasa takutku seakan tertutupi. Aku bingung dan penasaran, sebenarnya janji seperti apa yang aku buat sama sosok seperti itu?"
...TBC......
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!