"Ha... hamil Dok?" tanya Mamih (Qanita) dengan terkejut. Setahu Qanit putrinya itu tidak neko-neko, tapi kenapa dokter mengatakan bahwa Qari hamil. Lalu siapa yang menghamilinya.
Qanita menatap putrinya yang masih terbaring di ranjang pasien, tubuhnya yang lemah membuat ia jatuh pingsan. Setelah dilakukan pemeriksaan ternyata putri satu-satunya tengah hamil.
"Iya Nyonya putri Anda sudah hamil dua bulan," jelas dokter lagi. Memastikan bahwa pemeriksaanya memang benar. Tubuh Qanita terasa lemas, tangannya ia jadikan tumpuan di pinggir ranjang untuk menopang tubuh yang lemas itu. "Kalo begitu, saya pamit." Dokter diikuti suster pun meninggalkan ruangan Qari, di mana Qanita masih syok, dan Qari masih terbaring lemah, dengan mata masih terpejam sempurna.
Apa yang terjadi dengan putrinya, kenapa Qari bisa hamil? Lalu siapa ayah dari jabang bayi yang ada di dalam kandungan anak perempuannya? Apa ini yang membuat Qari akhir-akhir ini selalu murung dan pendiam? Fikiran Qanita dipenuhi dengan pertanyaan yang tidak tau bisa di jawab atau tidak oleh putrinya.
Brak... pintu di dorong sempurna oleh Naqi yang cemas dengan kondisi adiknya. Begitu Qanita menelepon Naqi dan memberitahukan bahwa adiknya pingsan. Laki-laki bertubuh atletis itu langsung meninggalkan pekerjaannya dan menuju rumah sakit di mana adiknya Qari di rawat.
Begitu Naqi masuk ke ruangan Qari, ia melihat wajah adiknya yang sangat memprihatinkan. "Adek kenapa Mam?" tanya Naqi yang tahu maminya bahkan belum menyadari dirinya datang.
Qanita langsung mengerjapkan matanya dan menghambur ke dalam pelukan Naqi yang masih berdiri di samping bed pasien adiknya. "Naqi, Mamih enggak tau harus ngomong apa, apa salah Mamih sampai Adik kamu harus seperti ini," isak Qanita, tangisan paling pilu yang pernah Naqi dengar dari seorang wanita kuat yang telah melahirkannya. Di mana selama ini Qanita selalu menunjukan wajah baik-baik saja serta sikap yang tenang. Walaupun Naqi tahu di dalam kamarnya entah berapa kesedihan yang sudah Qanita bagi dengan tembok-tembok bisu di sana.
"Mamih, Qari kenapa? Tolong cerita dengan Naqi! Biar Naqi tahu dan akan mencari solusi untuk adik Naqi," balas Naqi dengan suara sangat pelan dan penuh penekanan.
"Qari... Qari hamil Bang.... hihihikkk...." Di dalam pelukan Naqi, Qanita terisak semakin kencang. Tidak berbeda dengan Qanita Naqi pun ikut merasakan syok ketika mendengar bahwa adiknya hamil, hamil dengan siapa? Pertanyaan yang lagi-lagi sama dengan Qanita. Setahu Naqi, Qari bukan wanita nakal, atau wanita yang dengan gampang menyerahkan keperawanannya dengan laki-laki lain. Apa mungkin adiknya menjadi korban pemer-kosaan? Tapi rasanya mustahil, terlebih Qari memiliki ilmu bela diri yang tidak bisa diremehkan bahkan Naqi dan adiknya saja masih jago Qari dalam mengolah ilmu bela diri tersebut.
"Al? Apa mungkin Alzam yang melakukanya? Apalagi Qari yang sangat cinta sama Al, mungkin dia menyerahkan mahkota kegadisannya demi laki-laki yang dicintainya?" Naqi batinya dipenuhi dengan pertanyaan yang mengganggu benaknya. Meskipun lagi-lagi akal pikirannya menepis. "Tidak mungkin Al, dia laki-laki baik, bahkan ia punya adik perempuan yang sangat di sayanginya, tidak mungkin Al tega merusak Qari." Seperti itu kira-kira pikiran Naqi, menepis tuduhannya sendiri terhadap asistennya.
"Mamih, yang sabar yah. Kita tunggu Adek sampai sadar, dan gitu kita akan tanyakan sama Qari siapa ayah dari bayi yang ia kandung," ucap Naqi sembari mengelus-elus pundak wanita hebatnya.
Qanita mengangkat tubuh lelahnya, karena kesedihannya, ia mengusap air matanya. Ketakutannya terjadi, ini adalah mimpi buruk yang menjadi kenyataan. "Luson, apa kamu tidak pernah berfikir bahwa kebiasaan burukmu, sekarang berbalik dengan anakmu. Aku jaga anak ini dengan penuh kasih. Tapi dosa-dosamu justru merusak anakku," batin Qanita air matanya benar-benar tidak mau mengering. Bahkan ini adalah kesedihan terdalamnya. Dulu ketika mengetahui suaminya berselingkuh Qanita memang sempat down dan menangis, tetapi tidak seperti sekarang. Kali ini sudah sangat luar biasa kesedihan itu.
Naqi pun sama pikirannya dengan Qanita, menyalahkan Luson sebagai akar masalah ini. Yah, Luson seolah melempar dosanya ke Qari, sehingga adiknya yang jadi korban atas perbuatan buruk Luson yang selalu berbuat semaunya dengan perempuan-perempuan di luaran sana. "Luson, kenapa kamu enggak pergi ke neraka saja, kenapa bukan kamu yang menanggung dosa-dosamu. Kenapa bukan kamu yang menerima buah dari pohon yang yang kau tanam. Kenapa harus Qari, adikku yang kau tumbalkan, sebagai menanggung karmamu," gumam Naqi geram di dalam hatinya bahkan gigi-giginya beradu menimbulkan suara yang membuat telinga yang mendengarnya ngilu.
Naqi ingin menghajar laki-laki yang seharusnya ia panggil papih tersebut, tetapi sudah sejak lama nama itu ia tanggalkan. Karena memang Luson tidak pantas menyandang sebutan papih, terlalu berharga sebutan itu sehingga membuat Luson besar kepala. Luson tak lebih hanya pembuat malu keluarganya, nama baik yang kakeknya buat dicoreng begitu saja dengan kelakuan menjijikkan Luson. Entah sampai kapan laki-laki paruh baya itu akan tobat? Apa dia kalau tahu kondisi putrinya hamil di luar nikah akan menyadari dosa-dosanya dan bertaubat?
"Naqi apa kamu tahu kalo selama ini adikmu memiliki kekasih? Kenapa selama ini Mamih tidak pernah tahu bahwa Qari memiliki kekasih? Lalu bagaimana kalau ternyata ayah si jabang bayi ini tidak ada? Gimana nasib adik kamu Bang?" Lagi, tangis Qanita pecah tidak bisa membayangkan nasib anaknya, yang selama ini terkenal bar-bar dan ceria, jahil dan apa adanya. Kini berubah menjadi gadis yang murung dan penyendiri.
Sebenarnya Qanita sempat curiga, ketika melihat Qari yang akhir-akhir ini pendiam bahkan yang biasanya akan marah tanpa sebab ketika melihat Rania (kakak tirinya) akhir-akhir ini biasa saja bahkan sepertinya ia tidak melihat ada Rania di hadapannya. Mamih awalnya menduga bahwa Qari sedang datang bulan sehingga tidak mood untuk marah-marah. Atau malah kerjaan di kator yang berhasil membuatnya stres.
Namun baru kali ini Qanitasadar bahwa murungnya Qari pasti ada hubungannya dengan kehamilannya.
"Selama ini Naqi kurang tau Mam, Naqi rasa selama ini Qari tidak ada tanda-tada kalo dia ada teman laki-laki," jawab Naqi tetapi ia akan mencoba berbicara dengan Al, tapi rasanya sangat mustahil kalau sampai Al yang melakukanya. Lagian di mata Naqi Al itu tidak pernah bertindak aneh-aneh. Meskipun Qari selama ini selalu mengejar-ngejar Alzam, tetapi dia tidak pernah sekali pun tergoda. Pendiriannya kuat. Sekuat benteng pertahanan di jaman Belanda kuno.
Mamih kembali murung, tidak lama kemudian Tuan Latif datang (Kakek) tentu di antar dengan Mr Kim. Mamih berusaha menyembunyikan kesedihanya. Meskipun semuanya sudah terlambat, kakek sudah tahu bahwa menantunya tengah dilanda kesedihan.
"Ada apa dengan Qari?" tanya kakek, suara beratnya membuat yang mendengar langsung bergetar, dan tidak akan bisa berbohong.
"Qari hamil Pah," jawab Mamih. Mamih tidak bisa menutupinya, karena cepat atau lambat mertuanya itu akan segera tahu juga.
Tuan Latif terlihat menarik nafas dalam. Dadanya juga sama seperti Naqi dan Mamih, sesak. Beliau juga tahu bahwa Qari tidak akan mau melakukan perbuatan dosa. Biarpun Qari bar-bar, tetapi dia tahu mana yang haram dan mana yang halal.
Lalu siapa yang membuat Qari hamil?
****************
#Disarankan Membaca novel Jangan Hina Kekuranganku, kisah Qari sebagian di bahas dari sana, tapi kalo tidak membaca masih bisa masuk ke dalam ceritanya kok...
Buat yg mau tahu Awal mula pertemuan kocak dan ngeselin Qari dengan dua coganya sok baca di Novel Jangan Hina Kekuranganku. Nih othor udah pilihkan babnya.
Kisah pertemuan Qari dan Dion dibahas mulai dari bab 222 sampai 256(Di novel Jangan Hina kekurangaku)
Dan Kisah Qari - Alzam di bab (93 Sampai 114) Jangan Hina kekuranganku.
Yuk bantu dukung Othor yah...
Follow ig othor yuk : Onasih_Abilcake
Fb: Ci Osyih Onasih Aenta
"Sayang kamu sudah sadar? Apa yang kamu rasakan sayang, mual? Pusing? Atau apa?" cecar Qanita begitu Qari putrinya sudah sadar.
"Haus," ucap Qari samar. Naqi yang mendengar ucapan Qari segera mengambilkan air dari nakas dan memberikanya pada Qari.
"Minum dulu Dek." Naqi membantu Qari untuk duduk dan minum. Baik Naqi maupun tuan Latif tidak langsung mencecar Qari dengan pertanyaan yang sebenarnya sudah sangat mengganjal di dalam benaknya.
Namun, Tuan Latif justru tengah mencari rencana apa yang sekiranya akan dia lakukan untuk menutupi kehamilan cucunya. Sebab andai sampai informasi ini menyebar ke luar dan tentu nama baik keluarganya akan tercoreng.
Qari mengambil gelas yang berisi air putih yang di sodorkan oleh Naqi. Ia meneguk air dengan tegukan yang besar langsung membasahai tenggorokanya yang kering. Gelas yang tadi berisi air putih penuh kini sudah kosong dan di berikan kembali pada Naqi. "Terima kasih Bang," lirih Qari. Kata sakral yang jarang diucapkan oleh Qari, untuk Abangnya.
"Sayang, Mamih boleh bertanya sesuatu? Tapi tolong kamu jawab dengan jujur." Mamih harus secepatnya tahu siapa ayah dari jabang bayi yang putrinya kandung, dan biarkan nanti Mamih atau Naqi yang datang untuk meminta laki-laki itu menikahi Qari.
"Tanya apa Mih?" Suara Qari masih lirih, kondisi dia memang yang sangat lemas.
Mamih dan Naqi saling melempar pandangan sebelum wanita paruh baya itu benar-benar melempar pertanyaan yang sudah sangat mengganjal. "Siapa ayah dari bayi yang kamu kandung?" tanya Qanita, setelah Naqi mengizinkan untuk mamihnya menanyakan semuanya sekarang.
Kedua mata Qari langsung melebar, tubuhnya yang tadi rebahan langsung dia bangkit, dan duduk. "Maksud Mamih, Qari hamil?" tanya Qari dengan kebingungan juga, bahkan kedua bola matanya memerah, kesal, benci, dan dendam menjadi satu. Dalam hatinya ingin saat ini juga ia membunuh Deon, laki-laki berengs*k yang sudah membuat hidupnya makin sengsara.
Semua orang yang ada di ruangan itu tentu heran dengan pertanyaan Qari, kenapa sepertinya Qari tidak tahu apabila dirinya hamil. Tuan Latif yang tengah duduk di sofa pun hanya menyimak obrolan itu. Tanpa ingin ikut campur mencecar pertanyaan pada Qari, karena sudah pasti semuanya akan di wakilkan oleh menantu dan cucunya.
"Jadi kamu tidak tahu kalau kamu hamil? Lalu siapa yang membuat kamu sampai hamil seperti ini Qari, kamu tahu kan kalau hamil di luar nikah itu dosa dan juga bikin malu keluarga, mau di taro di mana muka kami, karena kabar kehamilan kamu." Naqi dengan suara lirih dan hati-hati mencecar Qari dengan pertanyaan seputar kehamilanya, tetapi agar Qari tidak tersinggung maupun marah.
Wanita yang masih duduk dengan lemah di atas kasur pasien terisak pilu. "Qari tidak tau," jawabnya lirih, bahkan hampir tidak bisa dibedakan dengan suara tangisanya.
Semuanya semakin bingung dengan jawaban Qari itu. "Kenapa tidak tahu, apa kamu diperkosa?" tanya Naqi semakin penasaran dengan jawaban Qari.
"Aku di jebak Bang. Ada laki-laki yang menjebak aku, percayalah Bang, Mih semua ini karena laki-laki berengs*k itu yang telah menjebak Qari," isak Qari semakin menjadi. Kemarahan pada Deon benar-benar meletup-letup seperti lahar panas di tengah-tengah gunung berapi
"Kalau begitu, siapa nama laki-laki itu biarkan Abang yang datangin dia dan minta agar bertanggung jawab atas perbuatanya," ujar Naqi dia juga di dalam hatinya di penuhi dengan kemarahan. Kalu ucapan Qari benar, maka Naqi akan menghajar laki-laki itu. Laki-laki yang telah bikin hidup adiknya berantakan dan hancur.
Qari bukanya menjawab, tetapi justru menunduk dengan apa yang di tanyakan Naqi.
"Kenapa kamu menunduk, apa itu tandaanya kamu tidak kenal laki-laki itu?" tanya Naqi kali ini sudah semakin diujung ubun-ubun kekesalanya.
Qari lagi-lagi mengangguk dengan wajah semakin menunduk. Menyesal sangat-sangat menyesal, kenapa bisa dia bisa percaya dengan ucapan manis Deon, kenapa dia mau diajak oleh Deon keapartemenya, kenapa dirinya tidak curiga sedikit pun pada Deon, kenapa dirinya bodoh sekali percaya dengan Deong yang berengs*k itu. Seperti itu kira-kira rasa kesal Qari pada dirinya sendiri, dan sekarang karena kebodohanya dirinya hamil. Bikin malu keluarga bukan hanya bikin malu keluarga, tetapi juga masa depanya hancur. Entah kehidupan yang seperti apa yang akan ia jalani. Akankah bahagia dengan buah hati yang tidak diinginkanya itu atau justru Qari akan semakin terpuruk dan penderitaan selalu menyelimutinya.
Wajah mearah terlihat jelas dari muka Naqi, yah dia sangat geram. Sebab Naqi tahu betul adiknya tidak mungkin melakukan hal terlarang itu, kecuali benar kata Qari. Adiknya di jebak. "Katakan siapa nama laki-laki berengs*k itu dan apa saja yaang kamu ketahui. Biarkan Abang yang mencari laki-laki itu dan menyeretnya untuk mempertanggung jawabkan perbuatanya," geram Naqi. Ia marah, kecewa dan kesal, tetapi bukan dengan adiknya melainkan dengan laki-laki yang telah menghamili adiknya.
Sementara dia sendiri ajah berpacaran tidak berani sampai tahap yang nunu-nana, malah adiknya di jamah dengan liar hingga hamil. Abang mana yang tidak marah dan murka kalau adiknya di bikin mainan seperti itu, biarpun Qari dan Naqi selalu berantem dan saling jahil, tetapi Naqi sangat sayang dengan adiknya itu. Sehingga apabila terjadi apa-apa dengan Qari, Naqi pun ikut sedih dan ikut merasakan apa yang dirasakan oleh Qari.
"Yang Qari tahu namanya Deon, kami ketemu di atap gedung, yang waktu itu pernah Qari ceritakan kalau Qari sempat terkunci di atap gedung, dan saat itu Qari terkunci dengan laki-laki itu. Yang Qari tahu juga Deon bekerja di gedung itu, nama gedungnya 'Pelita Indo', tapi waktu Qari cari tahu kegedung itu tidak ada yang namanya Deon. Laki-laki itu kalau dilihat dari penampilan dan kendaraan yang di pakai bukan orang sembarangan dan juga apartemen yang dia tempati, sudah sangat jelas untuk kalangan menengah keatas. Tidak mungkin Deon hanya karyawan biasa. Tapi rasanya Abang percuma apabila mencari Deon, sebab selama satu bulan ini Qari mencari laki-laki berengs*k itu tidak ada. Mungkin dia sudah kabur," lirih Qari dengan pasrah.
Tangan Naqi mengepal begitu mendengar cerita adiknya, terlebih laki-laki yang bernama Deon itu diduga kabur. "Kurang ajar, siapa pun kamu pria brengs*k, jangan harap hidup kamu akan bahagia, karena aku sebagai Abang dari wanita yang telah kamu lecehkan tidak terima, dan akan aku cari engkau sampai ketemu, dan menyeret untuk bersujud di kaki adik dan mamihku," geram Naqi dalam batinya.
Sementara itu tuan Latif tidak mengucapkan sepatah katapun. Laki-laki itu sedang duduk dengan santai di atas sova, tetapi bukan berati tuan Latif tidak menyimak obrolan yang terjadi antara Qari dan Naqi yang mendominasi, di mana Qanita, lebih banyak diam dan menunduk, dadanya sesak mendengar cerita putrinya, sehingga tidak bisa berkata-kata lagi. Wanita paruh baya itu hanya menyimak, sembari sekali-kali menarik nafasnya dalam dan membuangnya perlahan.
"Nita, Papah pergi dulu." Tuan Latif beranjak dari duduknya, bahkan Naqi dan Mamih belum sempat Menjawab dan menanyakan mau kemana. Kakek sudah pergi keluar. Naqi dan Mamih saling melempar pandangan seolah mereka saling bertanya sang tertua di rumahnya mau kemana? Apa mungkin Kakek kece dengan Qari sehingga memilih pergi dari ruangan ini.
Qari kembali terisak, wajahnya di benamkan di pelukan Mamihnya. Tempat tenyaman saat ini adalah di dalam pelukan wanita yang sudah melahirkanya. Air matanya luluh, ketika dia melihat kakeknya pergi begitu saja, pergi tanpa berbicara dengan dia. Bahkan sepatah kata pun tidak keluar dari bibir kakeknya.
"Pasti Kakek kecewa banget sama Qari, pasti Kakek marah banget sama Qari, pasti Kakek menyesal telah memiliki cucu seperti Qari. Cucu yang hanya bisa membuat malu. Qari benci sama diri sendiri Qari benci, Mih," isak Qari dalam dekapan Qanita. "Qari tidak seperti Rania yang bisa menjaga kehormatan keluarga, Qari juga tidak seperti Abang yang selalu membuat Kakek bangga. Qari hanya bisa membuat malu keluarga." Ungkapan kekesalan yang seharusnya tidak Qari ucapkan. Karena semua ini bukan kesalahanya, ini bukan kesalahan Qari, tetapi ini memang rencana Deon yang menginginkan Qari menjemput deritanya.
"Kamu jangan bilang seperti itu sayang, Kakek tidak marah dengan kamu. Kalau Kakek marah dengan kamu, Mamih yang akan jelaskan bahwa ini bukan kemauan kamu, ini bukan yang kamu inginkan. Kamu dijebak, jadi ini bukan salah kamu. Kamu jangan sedih yah, Kakek pergi hanya butuh menenangkan diri saja. Kamu percaya sama Mamih, semuanya akan baik-baik saja." Qanita mencoba menenangkan Qari yang sedang depresi ringan dengan semua yang dia alami dengan sangat singkat. Bahkan seketika hidupnya hancur dan berubah gelap gulita.
Sifat ceria, jahil dan selalu paling rame, beberapa hari kebelakang sudah tidak ada lagi. Qari selalu terlihat murung dan pendiam. Lalu bagai mana setelah tahu takdirnya yang semakin hancur, apakah hidup Qari juga akan ikut hancur?
Sementara Naqi setelah menengar jawaban dari introgasinya pada Qari, tubuhnya langsung lemas kepalanya berdenyut. Naqi sedang duduk di sofa dengan kedua tangan mencoba memijat kepalanya yang berdenyut. Entah dia akan mencari solusi apa, terlebih menurut Qari laki-laki yang sudah menghamilinya sudah pergi entah kemana. Naqi menduga itu seperti sebuah rencana yang telah di perencanakan dengan matang. Serta pelakunya sudah seperti merencanakan semuanya dengan bersih, hingga semua orang di tutup dengan rapat agar jati diri laki-laki yang bernama Deon tidak bocor.
"Deon, siapa sebenarnya Deon itu?" batin Naqi. Dia ingin mencari Deon tetapi bahkan Qari tidak punya foto ataupun apa yang bisa dia gunkan untuk mencari laki-laki berengsek itu yang sudah membuat adiknya hamil.
*****
Di negara yang berbeda bahkan jam pun berbeda lima jam lebih lambat dengan waktu di Jakarta.
"Kira-kira gadis bar-bar itu lagi ngapain yah, dan gimana reaksi dia ketika tahu bahwa gue sudah tidak bisa dia temui di negara dia tinggal." deon terkekeh, sembari menatap foto Qari yang dia sengaja ambil dengan foto Candid yang bagi Deon itu adalah foto Qari dengan gaya terbaiknya.
Fikiran Deon terbang kesatu bulan yang lalu. Begitu laki-laki itu sudah puas membuat Qari lemaz karena permainan yang tidak ada henti dari dirinya. Deon yang sebenarnya tubuhnya sangat lelah, karena terus-teruskan memuaskan lawan mainya yang sangat liar. Ia terpaksa harus bangkit dan meninggalkan apartemen itu. Di mana dia melihat tubuh polos Qari sudah bak orang mati, tidak bergerak selain dada yang naik turun karena nafasnya yang teratur, yah itu tandanya Qari masih hidup. Deon menutupi tubuh polos yang banyak tanda kepemilikan berwarna merah yang dia buat, karena kurang puas Deon membuat tanda kepemilikan terakhir di dua bukit kembar Qari. Deon tersenyum menyeringai membayangkan gimana marahnya Qari besok pagi. Setelah semuanya aman bahkan surat dan lain sebagainya sudah ia tulis dan dia letakan di samping tempat tidur.
Dengan tubuh sedikit oleng, karena terlalu banyak menabur benihnya. Deon berjalan basement, di mana di sana sopir sudah siap mengantarkanya ke bandara. Yah pagi ini juga Deon akan langsung meninggalkan kota Jakarta dan pergi ke tempat selama ini dia tinggal. Di mana di negara itu peninggalan bisnis papahnya pun tersebar hampir di kota-kota besar negara tempatnya tinggal.
Pukul tiga pagi, di mana udara pagi masih terasa dingin sangat nyaman apabila tubuh lelahnya di tenggelamkan di bawah selimut tebal, di atas kasur yang empuk, tetapi Deon harus melawan rasa malasnya demi sebuah dendam yang tak berujung. Jet pribadi sudah siap menuggu Deon yang akan melakukan perjalanan udara, menyebrangi luasnya samudra untuk meninggalkan semua masalah yang sudah ia buat.
Sesuai yang dia prediksi. Ponselnya selama satu bulan ini selalu sibuk berdering, dan itu laporan dari orang-orang yang ia minta untuk menutupi identitasnya. Deon sebelum pergi meninggalkan semua kekacauan yang dia buat lebih dulu tentu meminta orang kepercayaanya untuk mengawasi Qari dan apabila wanita itu mencari tentang identitas Deon dan lain sebagainya maka jawabanya sudah di pastikan seperti yang Qari terima saat ini, tidak ada laki-laki bernama Deon. Tidak ada karyawan bernama Deon dan lain sebagainya.
Setiap Deon membaca laporan dari orang-orang kepercayaanya. Hatinya seketika menjadi begembira. Tawa renyah selalu keluar dari bibirnya yang seksi. "Permainan di mulai Qari. Selamat menjemput Deritamu." Kata-kata sakral yang terlontar ketika melihat vidio-vidio yang orang suruhanya tangkap du saat Qari kebingungan mencari Deon
Apabila laki-laki itu melihat Vidio kiriman orang-orang kepercayaanya, maka Deon akan tertawa renyah, meskipun suasana hatinya sedang tidak baik-baik saja. Terlebih setelah asisten rumah tangga melaporkan kondisi apartemenya yang di bikin berantakan oleh Qari. Deon semakin tertawa dengan lebar dan puas.
"Gadis itu memang bar-bar sekali, sampai barang-barang mewah gue dia hancurkan. Dasar wanita murahan, sekarang kamu tinggal merasakan apa yang di rasakan Kakakku dan Papahku. Aku tidak sabar ketika membuka ponsel ada kabar yang sangat menggembirakan. Yaitu orang suruhanku akan mengabarkan kematianmu. Aku akan menunggu hari itu. Cepat lah menyusul Kakakku Qari," batin Deon sembari mengecup foto Qari.
Laki-laki itu kembali bersemangat ketika dia sudah melihat vidio-vidio Qari yang kebingungan mencari dirinya, dan vidio-vidio yang hot. Vidio yang dia buat ketika mereka melewati malam panas bersama.
Kalau ada kompetisi orang yang paling berengs*k, mungkin Deon pantas menjadi juaranya. Yah laki-laki itu memang terkutuk sekali. Deon beranjak ke kamar mandi melemaskan apa yang sudah tegang ketika melihat foto Qari. Bahkan sudah satu bulan ini Deon tidak jajan wanita penghibur di mana biasanya dia akan melakukanya terus menerus dengan wanit-wanita pemu-as nafsu duniawi. Deon hanya akan terpancing syahwatnya ketika membayangkan tubuh mulus Qari berlenggak lenggok di atas tubungnya. Bayangan itu justru sekarang seperti momok yang sangat menakutkan, karena senjatanya justru menolak ketika ada goa lain yang ingin menghangatkan senjatanya. Rasa yang Qari tinggalkan sungguh berbeda hingga Deon tidak bisa menemukan rasa yang sama seperti ketika ia bermain dengan Qari.
"Ya Tuhan apa ini karma buat aku yang sudah membuat Qari hancur," batin Deon setelah calon anaknya terbuang begitu saja di dalam kloset.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!