BAB 1.
"Siniin duit Lo!" ucap David dengan nada yang membentak sambil menarik tas adiknya.
"Kak, aku mohon jangan ambil uang aku lagi. Uang itu susah payah aku kumpulin buat pengobatan Ayah." Tania berusaha merampas tasnya kembali, namun ia malah didorong oleh kakaknya itu. Hampir saja kepalanya terbentur didinding jika ia tak melindungi kepalanya dengan lengannya.
"Gak perlu repot-repot kumpulin duit buat tua bangka itu, paling bentaran lagi juga bakalan mati. Mendingan duitnya buat Gua beli minuman dan taruhan judi, tenang aja kalau Gua menang duit Lo bakalan Gua ganti tapi kalau engga ya Lo harus kasih Gua duit lagi." celoteh David sambil menggeledah tas adiknya.
"Nih duit Gua bawa, besok Lo harus kasih yang lebih banyak lagi dari ini." David pergi dengan membawa uang Tania yang jumlahnya tak lebih dari satu juta rupiah.
Setelah kakaknya pergi, Tania merangkak mengambil tasnya, lalu memunguti barang-barangnya yang sudah tercecer di lantai, dengan berlinang air mata. Kemudian ia bergegas berangkat ke perusahaan tempatnya bekerja sebagai cleaning service.
........
Waktu menunjukkan pukul 9 pagi, seorang lelaki paruh baya berdiri di dekat meja resepsionis menunggu salah satu pegawai cleaning service yang sudah satu bulan ini selalu datang terlambat.
Beberapa menit menunggu, lelaki paruh baya yang bernama Subroto itu segera menghampiri seorang gadis yang baru saja memasuki perusahaan dengan setengah berlari.
"Tania..." teriaknya menghentikan langkah gadis itu.
Gadis yang bernama lengkap Tania Lorenza itu menghentikan langkahnya, kemudian berbalik menatap lelaki paruh yang merupakan kepala cleaning service.
"Pak," ucap Tania menatap pak Subroto dengan sedikit cengengesan.
"Terlambat lagi, masih dengan alasan yang sama? Malam hari menjadi pelayan cafe dan pulang saat larut malam. Kelelahan dan saat pagi hari bangun kesiangan, benar begitu?" raut wajah pak Subroto terlihat datar dengan kedua tangannya ia tautkan kebelakang.
"Pak, saya mohon jangan pecat saya. Bapak kan tahu sendiri saya sangat butuh pekerjaan ini, dan juga saya terpaksa mengambil pekerjaan sampingan sebagai pelayan cafe untuk mengumpulkan uang buat biaya pemasangan ring jantung ayah saya."
Tania mengatupkan kedua tangannya memohon pada atasannya itu, sementara pak Subroto sendiri diam menatap Tania dengan nampak berpikir.
'Sepertinya Tania orang yang cocok buat aku sodorkan pada Pak Vino untuk diajak bekerja sama. Yah, daripada aku harus repot-repot mencari perempuan lagi diluar sana, mendingan Tania saja. Lagipula Tania sedang membutuhkan uang banyak untuk biaya pengobatan Ayahnya.' gumam pak Subroto dalam hati.
"Baiklah kalau begitu, sekarang kamu ikut saya keruangan Pak Direktur."
"Pak, mau ngapain keruangan Pak Direktur, saya gak akan dipecat kan, Pak?" tanya Tania dengan raut terkejut.
"Enggak, kamu ikut saja, nanti kamu akan tahu sendiri." kata pak Subroto kemudian melangkah lebih dulu menuju ruangan direktur.
Sesampainya diruangan direktur, pak Subroto berbisik kepada seorang laki-laki yang tampak fokus benda lipatnya, yang merupakan direktur utama PT. Erlangga.
Laki-laki yang bernama Vino Erlangga itu mengalihkan tatapannya pada gadis disamping pak Subroto itu sejenak, kemudian kembali menatap pak Subroto.
"Baiklah, kamu boleh keluar." perintahnya.
"Baik, Pak." pak Subroto pun pamit keluar dari ruangan direktur.
Sementara Tania ia berdiri dengan kaku, tidak tahu harus berbuat apa. Terlebih ia juga tidak mengerti kenapa atasannya itu mengajaknya keruang direktur..
"Silahkan duduk." ucap Vino setelah menutup laptopnya.
"I-ya, Pak." Tania pun duduk di kursi yang berhadapan langsung dengan sang direktur itu.
"Tania, jika saya menawarkan kamu kerja sama, apa kamu bersedia? Kerja sama yang akan saya tawarkan ini memang sedikit sulit tapi hasilnya bisa buat biaya pemasangan ring jantung Ayah kamu, dan sisanya yah mungkin bisa kamu gunakan untuk modal usaha agar kamu tak perlu bekerja keras lagi." ucap Vino langsung pada intinya.
Tania masih diam menyimak dengan pupil mata yang melebar.
"Dua ratus juta saya bayar dimuka, dan sisanya setelah kerja sama kita selesai." ucap Vino lagi. Jadi yang akan kamu dapat totalnya lima ratu juta." sambungnya yang membuat Tania seketika tercengang.
"Ma-af, Pak, kalau boleh tahu, kerja sama apa yang Bapak maksud?" tanya Tania akhirnya.
Vino terdiam sejenak sambil menelisik wajah gadis yang duduk didepannya. Cantik dan muda, yah itulah yang Vino tangkap dari pandangannya. Namun, bukan karena itu ia menawarkan kerja sama, tetapi karena sebuah keterpaksaan yang mengharuskannya mencari seseorang yang bisa ia ajak bekerja sama, dan ia rasa Tania adalah gadis yang cocok. Sedang membutuhkan uang, dan juga Tania masih muda yang tentunya juga pasti sehat.
"Saya butuh rahim kamu sebagai percobaan. Jika kamu berhasil mengandung anak saya, setelah melahirkan terima bayaranmu dan pegilah sejauh mungkin."
Tania kembali terdiam dengan menundukkan pandangannya, mencerna apa yang baru saja di ucapkan oleh Vino.
"Kamu tenang saja, sebelumnya kita harus menikah terlebih dahulu untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan yang kemungkinan bisa saja terjadi selama proses kerja sama kita berlangsung. Dan jika kamu benar-benar bisa mengandung anak saya, setelah kamu melahirkan kita akan bercerai dan anak tersebut sepenuhnya menjadi hak milik saya." sambung Vino yang membuat Tania mengangkat pandangannya, menatap sang direktur dengan penuh tanda tanya sekaligus terkejut.
"Mungkin kamu bertanya-tanya kenapa saya menawarkan hal demikian, baiklah akan saya jelaskan dan saya harap kamu bisa pahami. Kamu sudah tahu bukan jika saya dan istri saya sudah lima tahun menikah tapi belum juga mendapatkan keturunan. Sudah beberapa kali kami memeriksakan diri dan dokter mengatakan jika saya dan istri saya baik-baik saja. Tapi istri saya selalu mengklaim jika saya lah yang tidak bisa memiliki keturunan. Maka dari itu saya ingin membuktikan jika sebenarnya saya sehat, yah dengan cara menanam benih saya pada rahim perempuan lain." tutur Vino menjelaskan.
"Saya rasa itu sudah jelas, silahkan kamu fikirkan baik-baik tawaran saya ini." sambung Vino.
Tania terdiam dengan menundukkan pandangannya, mencerna apa yang baru saja di ucapkan oleh Vino. Kerja sama dengan penghasilan lima ratus juta. Bahkan dengan uang mukanya saja sudah sangat lebih dari cukup untuk biaya pemasangan ring jantung ayahnya.
Meski ia memiliki dua pekerjaan, itu tidak bisa menjamin uangnya cepat terkumpul, belum lagi sang kakak yang selalu merampas uangnya untuk berjudi dan mabuk-mabukan.
Tania menghela nafasnya dengan berat, Ini adalah kesempatan untuknya agar ayahnya bisa segera tertolong, walaupun dengan harus mengorbankan sesuatu yang sangat berharga dalam dirinya. Yah, tidak ada jalan lainnya lagi, ini adalah satu-satunya cara tercepat untuk menghasilkan uang.
"Pak, saya mau menerima tawaran Bapak." ucap Tania tanpa keraguan lagi.
Vino tersenyum simpul mendengar ucapan gadis didepannya itu, kemudian menoleh sekilas pada laki-laki yang berdiri di sampingnya.
"Bara, mana surat perjanjiannya."
Seorang laki-laki yang tampak sedikit lebih muda dari Vino yang merupakan asisten sang direktur tersebut, mengambil sebuah map dari dalam tasnya kemudian meletakan diatas meja.
"Baca terlebih dahulu setia poin-poin yang ada didalam surat perjanjian itu. Sementara itu, saya akan memanggil istri saya untuk bertemu dengan kamu." ucap Vino.
Adapun isi didalam surat perjanjian itu.
Yang bertanda tangan dibawah ini.
Pihak l
Nama: Vino Erlangga.
Usia: 30 Tahun.
Pekerjaan: Direktur Utama PT. Erlangga.
Tersebut melakukan perjanjian kesepakatan kerja sama pinjam rahim sebagai bahan percobaan dengan:
Pihak ll
Nama: Tania Lorenza.
Usia: 22 Tahun.
Pekerjaan: Cleaning Service PT. Erlangga.
Dalam rangka kerjasama pinjam rahim tersebut, pihak l dan pihak ll melakukan kesepakatan sebagai berikut:
Dalam kerja sama pinjam rahim, tentunya akan dilaksanakan pernikahan antara kedua belah pihak.
Pihak l akan membayar uang muka kepada pihak ll sebesar Rp. 200.000.000,- ( dua ratus juta rupiah), dan sisa pelunasan akan dibayar setelah kerjasama berakhir sebesar RP. 300.000.000.- ( tiga ratu juta rupiah).
Jika pihak ll benar-benar hamil, anak yang dikandung akan menjadi hak milik pihak l, dan setelah melahirkan pihak ll akan menerima sisa pembayaran, selanjutnya akan dilakukan perceraian kemudian kepada pihak ll tidak boleh mengganggu pihak l dan anak tersebut.
Pihak l berhak menuntut apabila pihak ll tidak menjalankan kesepakatan yang telah dibuat.
Demikian surat perjanjian ini dibuat atas dasar kesadaran dan kesepakatan kedua belah pihak tanpa adanya paksakan sedikitpun.
Jakarta, ××××××
Pihak l Pihak ll
Vino Erlangga Tania Lorenza
__________
Beberapa saat kemudian, Elzara datang dengan begitu anggun nya. Tania tertegun menatap penampilan istri direktur yang sangat jauh berbeda dengannya, bagaikan langit dan bumi.
"Vino, mana perempuan yang akan kamu jadikan percobaan itu, hum?" tanya Elzara, ia bergelayut manja dilengan suaminya.
Vino tak menjawab, ia mengalihkan tatapannya pada Tania.
"Jika dirasa tidak ada masalah lagi, silahkan kamu tandatangani surat perjanjian itu." ucap Vino.
Tania pun mengangguk, kemudian mengambil pulpen lalu membubuhkan tanda tangannya diatas surat perjanjian itu.
"Vino, kamu gak salah, huh? Gadis yang berseragam cleaning service ini yang akan kamu jadikan bahan percobaan. Apa gak ada perempuan yang lebih berkelas lagi dari dia?" tanya Elzara yang membuat Tania sedikit tersentak.
"Kamu tidak perlu ikut campur untuk itu, rahim Tania bukan hanya akan menjadi bahan percobaan, tapi kami juga akan menikah selama proses kerja sama kita berlangsung." ucap Vino.
Elzara seketika terperanjat, ia menatap Vino dengan tajam, namun tidak bisa berkata apa-apa. Kemudian beralih menatap Tania dengan sinis yang membuat nyali Tania menciut.
"Kita akan menikah setelah Ayah kamu selesai menjalani pemasangan ring jantung." ucap Vino lagi.
"Perempuan rendahan seperti ini yang kamu sewa rahimnya sebesar lima ratus juta, udah gila kamu Vino!" Elzara menghentakkan kakinya kemudian keluar dari ruangan suaminya itu.
"Bara, tolong kamu urus semuanya, saya tidak mau menunggu terlalu lama." perintah Vino pada asisten nya.
"Siap, Pak." Jawab Bara.
BAB 2.
Sesuai dengan perintah direkturnya, Bara mengerjakan tugasnya dengan sigap. Ia mendatangi rumah sakit terlebih dahulu untuk membuat janji pada pihak rumah sakit, agar dilakukan prosedur pemasangan ring jantung ayahnya Tania hari ini juga.
Setelah semuanya beres, Bara mendatangi rumah Tania beriringan dengan mobil ambulance yang akan membawa ayahnya Tania kerumah sakit.
Tak membutuhkan waktu lama, mobil Bara sudah terparkir didepan sebuah rumah yang sangat sederhana, bersamaan dengan mobil ambulance tersebut.
Bara memapah ayahnya Tania keluar dari rumah dengan bantuan beberapa petugas, setelah ayahnya Tania dimasukkan kedalam ambulance, mobil yang identik dengan sirene nya itu segera melaju menuju rumah sakit, dengan diikuti mobil Bara dari belakang.
Sesampainya dirumah sakit, para tim medis segera mengerjakan tugas mereka sesuai dengan apa yang sudah diperintahkan oleh direktur utama PT. Erlangga melalui asisten nya, Bara.
Sementara ayahnya ditangani oleh para tim medis, Tania dan ibunya menunggu dengan harap-harap cemas. Mereka berdua berpelukan dengan berurai air mata.
Bara yang melihat momen penuh haru itu hanya bisa menghembuskan nafas panjang. Di satu sisi, ia turut senang karena ayahnya Tania sudah mendapat perawatan, namun di sisi lain ia turut prihatin pada Tania. Gadis manis nan lugu itu sebentar lagi akan menjadi istri kedua direktur nya, lebih tepatnya rahimnya hanya akan dijadikan bahan percobaan.
Setelah menunggu kurang lebih hampir satu jam, pintu ruangan tempat proses prosedur pemasangan ring jantung ayahnya Tania, terbuka bersamaan dengan keluarnya seorang dokter laki-laki paruh baya serta beberapa orang suster.
Tania dan ibunya segera menghampiri dokter itu. Mereka berdua akhirnya bisa bernafas lega setelah mendengar penjelasan dokter yang mengatakan jika pemasangan ring jantung ayahnya berjalan dengan lancar.
Di sisi lain, Bara menelpon Vino untuk memberitahukan jika tugas pertamanya sudah selesai.
"Bagus, dan sekarang kamu bawa Tania ke Apartemen. Setelah itu kamu urus segala keperluan untuk pernikahan kami hari ini." setelah memberi perintah, Vino langsung mematikan sambungan teleponnya.
Lagi-lagi Bara hanya bisa menghembuskan nafas panjang, setelah menyimpan kembali ponselnya ia langsung menuju ruang rawat ayah Tania.
"Tania, kita harus segera pergi. Pak Vino sudah menunggu kita." ucap Bara yang membuat ibunya Tania seketika menoleh menatapnya.
"Pergi, pergi kemana?" tanyanya dengan kening yang mengkerut dalam.
Bara pun menjelaskan dengan detail tanpa ada yang terlewat sedikitpun. Sementara ibunya Tania hanya bisa menutup mulutnya, air matanya sudah tak terbendung lagi, ia benar-benar tidak menyangka jika putrinya itu rela mengorbankan dirinya sendiri demi agar mendapatkan biaya pengobatan ayahnya.
"Bu, sudah jangan menangis, Tania pasti akan baik-baik saja." Tania mengusap air mata ibunya dengan pelan. "Bu, jangan katakan apa-apa dulu pada Ayah, biarkan Ayah pulih dulu. Tania pergi ya, Bu, Tania janji besok akan datang kemari." ucap Tania, ia mengusap punggung ibunya kemudian keluar dari ruang rawat itu bersama Bara. Bara pun langsung membawa Tania ke apartemen milik Vino, setelah itu Bara kembali mengerjakan tugasnya selanjutnya untuk persiapan pernikahan direkturnya itu.
Hanya dalam waktu tiga jam, Bara mampu menyelesaikan tugas nya, termasuk menyiapkan MUA dan juga penghulu.
Di sebuah ruangan didalam apartemen elite milik Vino, pernikahan itupun dilangsungkan dengan hanya disaksikan oleh penghulu dan dua orang saksi beserta Bara dan para MUA.
Air mata Tania mengalir begitu saja seiring ijab kabul yang diucapkan oleh Vino dengan lantang. Dalam waktu sekejap statusnya telah berubah menjadi seorang istri, namun bukan istri seperti istri pada umumnya. Ia diperistri hanya karena rahimnya yang akan digunakan sebagai bahan percobaan.
Beberapa saat kemudian penghulu dan para MUA meninggalkan apartemen, dan kini hanya menyisakan sepasang pengantin baru itu dan juga Bara.
"Pergilah ke kamar, nanti aku akan menyusul. Ada yang aku ingin bicarakan dulu dengan Bara."
Tania mengangguk, kemudian segera pergi ke kamar pengantinnya.
Setelah Tania pergi, Vino dan Bara membicarakan hal mengenai tugas asistennya itu selanjutnya.
"Dengar, Bara. Tania akan tinggal disini, dan tugas kamu sekarang adalah untuk mengawasi Tania. Kemanapun dia ingin pergi sebelumnya kamu harus melaporkan terlebih dahulu padaku. Penuhi semua kebutuhan nya selama dia berada di apartemen ini, sementara aku hanya akan datang kemari sesekali saja. Kamu paham?''
"Paham, Pak." jawab Bara.
"Oh ya, Pak. Bagaimana dengan Bu Elza, kenapa dia tidak menghadiri pernikahan Bapak ini, apa Bu Elza keberatan?" tanya Bara.
"Tidak usah memikirkan dia, saya juga melakukan ini karena dia sendiri. Apa yang saya lakukan ini hanya untuk membuktikan bahwa saya itu sehat dan bisa memiliki keturunan." jawab Vino.
Bara tak lagi menanggapi, yang ada dalam fikiran nya sekarang adalah Tania. Sungguh malang nasib gadis polos itu.
"Untuk hari ini kamu bisa pulang karena malam ini saya akan menginap disini. Tapi besok pagi-pagi sekali kamu harus datang kemari untuk menjalankan tugas kamu."
Bara hanya menjawab dengan anggukan perintah direktur nya itu.
Setelah Bara meninggalkan apartemen, Vino bergegas menuju kamar dimana ada wanita yang beberapa saat lalu menjadi istrinya. Saat ini juga ia akan melakukan apa yang memang seharusnya ia lakukan dari tujuannya menikahi Tania.
Vino tertegun diambang pintu kamar menyaksikan Tania yang sedang menangis di sudut kamar dengan memeluk kakinya. Namun, Vino tak merasa iba sedikitpun, ia berjalan dengan santai memasuki kamar sambil membuka jas nya lalu melemparkannya ke atas tempat tidur.
"Biasanya wanita akan merasa bahagia dihari pernikahannya, tapi kamu malah menangis. Yah, aku tahu karena ini bukanlah pernikahan impian mu. Tapi kamu tidak perlu khawatir bukan? Pernikahan ini hanya bersifat sementara. Setelah kerja sama kita berakhir, kamu bisa menikahi lelaki pujaanmu." ucap Vino.
Vino merangkak naik keatas tempat tidur, lalu menyandarkan tubuhnya dikepala ranjang.
"Sudahlah jangan menangis, jangan menyia-nyiakan air matamu itu. Sebaiknya sekarang kita lakukan apa yang sudah seharusnya kita lakukan. Kamu ingin kerja sama ini cepat berakhir bukan?"
Di sudut kamar, Tania perlahan mengusap air matanya kemudian ia berdiri. Sejenak ia menatap Vino yang juga menatapnya dengan tidak bersahabat. Perlahan ia melangkahkan kakinya menghampiri laki-laki yang beberapa saat lalu telah menjadi suaminya. Langkahnya terasa berat, namun ia harus menjalankan tugasnya.
🌾🌾🌾
Waktu begitu cepat berlalu, tak terasa tiga bulan sudah Tania menjalani perannya sebagai istri kedua Vino. Selama itu ia tinggal di apartemen dengan ditemani oleh Bara dan seorang asisten rumah tangga yang telah dipekerjakan oleh Vino untuk mengurus apartemen dan menyiapkan segala keperluan Tania.
Selama tiga bulan ini, Vino datang ke apartemen disaat ia hanya ingin menuntaskan hasratnya saja pada Tania, setelah itu ia akan kembali kerumah utama dimana istri pertamanya tinggal.
Meskipun begitu, hubungannya dengan Elzara sudah tidak baik-baik saja semenjak istrinya itu selalu menuduh dirinya yang tidak bisa memiliki keturunan.
Di sebuah rumah berlantai dua yang megah. Vino sedang membaca koran di balkon kamarnya sambil menikmati secangkir teh yang telah dibuatkan asisten rumah tangganya. Di sampingnya ada Elzara yang tengah sibuk dengan ponselnya, saling memamerkan barang-barang branded nya dengan teman-teman sosialita nya di sosial media.
Hari ini hari libur, Vino menghabiskan waktunya dirumah utama. Sejak kemarin ia tidak mendatangi Tania karena Elzara selalu merengek tak membiarkannya pergi.
"Vino, ini sudah tiga bulan tapi istri kedua mu itu belum hamil juga. Jadi terbukti bukan kalau memang kamu yang bermasalah, dan sekarang lebih baik kamu segera ceraikan dia." ucap Elzara setelah beberapa saat sibuk sendiri dengan ponselnya.
Vino tak menanggapi, ia tetap fokus pada koran yang dibacanya. Hingga terdengar ponselnya berdenting tanda ada pesan masuk barulah ia melepaskan korannya lalu mengambil ponselnya yang berada diatas meja.
Seutas senyum seketika terukir diwajahnya setelah membaca pesan yang ternyata dari asisten Bara.
"Pak, tadi Nona Tania pingsan. Jadi saya dan ART membawanya kerumah sakit, dan ternyata kata Dokter , Nona Tania sedang hamil 4 Minggu, Pak." tulis Bara di pesan singkat itu.
Meski selama tiga bulan ini ia hanya menganggap Tania hanya istri sementara dan tidak begitu memperdulikan nya, namun setelah mendapat kabar jika istri keduanya itu telah hamil Vino tak bisa membohongi dirinya sendiri jika saat ini ia begitu bahagia.
Vino langsung beranjak dari tempat duduknya kemudian bergegas masuk ke kamar. Sekarang juga ia akan kerumah sakit itu melihat keadaan wanita yang telah mengandung anaknya, namun yang lebih utama ia akan memastikan jika calon anaknya baik-baik saja dan tumbuh dengan baik didalam rahim Tania.
"Vin, Vino kamu mau kemana?" tanya Elzara yang melihat suaminya itu sangat tergesa-gesa. Ia mengikuti Vino kedalam kamar.
"Mau kerumah sakit, Tania pingsan." jawab Vino sambil membuka lemari, lalu mengambil kaos oblong berwarna putih beserta celana jeans panjang berwarna hitam.
"Biarin aja sih, Vin, gak usah terlalu dimanja itu pasti cuma akal-akalan nya dia aja supaya kamu gak ceraikan dia karena belum hamil juga."
"Aku gak pernah manjain Tania, malahan aku langsung ninggalin dia setelah selesai memakai jasanya." jawab Vino dengan santainya.
"Terus kenapa sekarang kamu malah mau kerumah sakit jengukin dia?"
"Karena aku hanya ingin memastikan jika kandungannya baik-baik saja." jawab Vino yang membuat Elzara terdiam tanpa kata, wanita yang selalu terlihat berpenampilan glamor itu berdiri mematung ditempatnya berusaha mencerna apa yang baru saja diucapkan oleh suaminya.
"Tania hamil? Gak usah bercanda kamu, Vin." kekeh Elzara.
"Kamu lihat sendiri pesan dari Bara." Vino memberikan ponselnya pada istri pertamanya itu.
Seketika kedua bola mata Elzara membulat setelah membaca pesan itu. "Ini gak mungkin, yang dikandung Tania pasti bukan anak kamu Vino. Jangan bodoh kamu bisa sampai tertipu dengan gadis murahan itu."
"Jaga bicara mu, Elza!" bentak Vino seraya merampas ponselnya dari tangan Elzara.
"Sudah terbukti bahwa sebenarnya yang tidak bisa memiliki keturunan adalah kamu. Dan sekarang kamu masih ingin menyangkalnya dengan menuduh Tania yang tidak tidak. Dia memang tidak sebanding dengan kamu, tapi dia lebih baik dari kamu. Aku membuktikan sendiri jika Tania masih virgin saat pertama kali aku menjamahnya. Berbeda dengan kamu, kamu sudah membuat aku kecewa dimalam pertama kita."
Setelah mengatakan kalimat panjang lebar yang begitu menusuk dihati Elzara, Vino bergegas keluar dari kamarnya. Ia sudah tak sabar ingin segera sampai kerumah sakit.
BAB 3.
Dengan kecepatan penuh, Vino melajukan mobilnya menuju rumah sakit. Beruntung hari ini akhir pekan sehingga jalanan tak begitu padat dari hari biasanya. Hanya dalam waktu kurang dari 30 menit, mobil sport milik Vino sudah terparkir rapi di pelataran rumah sakit.
Dengan langkah cepat, ia langsung menuju ruangan dimana istri keduanya itu sedang dirawat. Wajah yang selalu terlihat datar dan dingin saat dihadapan Tania, kini terlihat begitu khawatir dengan kondisi wanita yang kini sedang mengandung calon anaknya, terbaring tak sadarkan diri diatas ranjang rumah sakit.
Vino merasa lega mendengar penjelasan asistennya tentang kondisi kehamilan Tania yang baik-baik saja. Asistennya itupun memberitahu jika sebelumnya Tania sempat sadar tetapi kembali tertidur karena pengaruh obat yang diberikan dokter. Namun, saat mendengar tentang kenapa Tania bisa sampai pingsan ia menggeram tertahan menatap ART yang ia pekerjakan khusus untuk mengurus segala keperluan Tania di apartemen. Dan setelah mendengar penjelasan ART itu tentang ancaman Tania yang akan mogok makan jika tidak diperbolehkan membantu membersihkan apartemen, Vino hanya bisa menghela nafasnya dengan kasar, kemudian kembali berbalik menatap wajah pucat istri keduanya itu yang masih belum sadarkan diri.
'Ini tidak bisa dibiarkan, aku tidak mau jika sampai calon anakku kenapa-kenapa. Aku harus melakukan sesuatu.' gumam Vino dalam hati.
"Kalian berdua silahkan tunggu diluar, nanti akan saya panggil jika saya butuh sesuatu." perintahnya pada asistennya dan ART tersebut.
Setelah Bara dan asisten rumah tangga itu keluar dari ruang rawat Tania, Vino menarik kursi lalu membawanya ke sisi ranjang dimana Tania berbaring, kemudian ia duduk di kursi itu sambil terus memandangi wajah lelap Tania yang masih terlihat pucat.
Kedua bibirnya tertarik membentuk sebuah senyuman, entah kenapa ia teringat malam-malam panas yang ia lakukan bersama Tania, dan kini telah membuahkan hasil sekaligus berhasil membuktikan pada istrinya pertamanya jika ia bisa memiliki keturunan.
Beberapa saat terus memandangi wajah lelap istri keduanya itu, Vino mengulurkan sebelah tangannya mengusap perut Tania yang masih datar.
"Terima kasih karena telah mengandung anakku. Kamu tahu? Aku sangat bahagia karena sebentar lagi aku akan menjadi seorang Ayah. Hal yang selalu aku nantikan selama tiga tahun lamanya."
Namun, beberapa saat kemudian senyumnya memudar kala mengingat perjanjian yang pernah ia buat bersama Tania. Setelah Tania melahirkan, bayi itu akan menjadi miliknya sepenuhnya. Dan Tania, gadis malang itu harus pergi jauh dari kehidupannya setelah menerima pelunasan bayarannya.
"Seandainya saja aku dan Elzara bisa memiliki keturunan, mungkin ini semua tidak akan pernah terjadi. Kamu tidak akan pernah masuk dalam kehidupan ku, dan saat ini mungkin kamu masih menjadi cleaning service di perusahaan ku."
Vino menarik tangannya dari atas perut Tania, lalu mengusap wajahnya dengan kasar.
"Maaf jika nanti aku akan mengambil bagian dari hidupmu, karena itu sudah menjadi kesepakatan kita berdua. Semoga setelah kerja sama kita berakhir, kamu bisa memulai kehidupanmu yang baru dengan bahagia tanpa bayang-bayang perjanjian yang pernah kita buat. Dan aku sendiri berjanji akan merawat anak kita dengan baik."
Tak lama kemudian, Tania pun akhirnya siuman setelah kembali tertidur karena pengaruh obat.
"Pa-k," Tania terkejut saat bangun mendapati Vino berada di sampingnya. Ia ingin bangun, namun Vino mencegahnya.
"Tetaplah berbaring, Tania. Jangan terlalu banyak bergerak, kondisi kamu masih lemah." ujar Vino sambil membenarkan posisi berbaring istri keduanya itu.
Setelah itu, Vino kembali duduk di tempatnya semula sambil menatap Tania dengan datar seperti biasanya.
"Apa yang kamu lakukan sehingga kamu seperti ini, kamu ingin membunuh anakku, huh?"
Tatapan tak bersahabat yang Vino tunjukkan membuat Tania bergidik ngeri. Namun juga terperangah dengan apa yang diucapkan suaminya itu.
Membunuh anak? Apa maksudnya?
"Apa yang Bapak bicarakan, saya tidak pernah berniat mencelakai siapapun, apalagi seorang anak kecil?" Tania berusaha untuk bangun lagi, dan kali ini Vino membantunya untuk bersandar.
"Jangan melakukan hal-hal yang bisa membahayakan kandungan mu. Aku akan menuntutmu jika sampai terjadi sesuatu pada calon anakku." ujar Vino, ia menatap dengan lekat wajah Tania yang nampak terkejut.
"Kamu hamil, Tania. Apa kamu tidak menyadari itu, huh?"
Tania menggeleng pelan sebagai jawabannya dengan raut yang masih nampak terkejut. Namun, beberapa saat kemudian ia menundukkan kepala menatap perutnya lalu mengusap nya dengan lembut.
"A-ku hamil?"
"Iya, kamu sedang hamil calon anakku. Jadi aku mohon dengan sangat agar kamu menjaga dengan baik kandunganmu itu."
Tania menatap Vino sekilas, kemudian kembali menatap perutnya. Tangannya masih mengelus perutnya yang masih rata itu seiring senyum tipis dibibirnya. Ia sungguh tak percaya jika saat ini ia sedang hamil, ia akan segera menjadi seorang ibu. Namun, senyumnya perlahan memudar kala mengingat perjanjian itu, bayi yang dikandungnya ini bukanlah miliknya. Ia hanya berperan untuk mengandung dan melahirkannya saja.
"Apa kau ingin makan sesuatu? Aku akan meminta Bara untuk membelikannya." ucap Vino yang membuyarkan lamunan Tania.
"Tidak ada, Pak." jawab Tania sambil menggeleng pelan.
"Aku hanya ingin istirahat, apa bisa Bapak meninggalkan saya sendirian disini." ucap Tania yang seketika membuat kedua bola mata Vino membulat.
"Kamu mengusir saya, huh?"
"Bukan seperti itu, Pak, saya hanya ingin istirahat." jawab Tania, ia sedikit ngeri melihat tatapan Vino yang begitu tajam seolah ingin menerkam nya.
"Lalu apa masalahnya? Kalau ingin istirahat ya istirahat saja. Saya akan tetap disini memantau kamu."
"Tapi, Pak,"
"Tidak ada tapi tapian, ini perintah!" telak Vino yang membuat Tania diam.
Tania pun kembali berbaring dengan membelakangi Vino.
Sementara itu, diluar ruang rawat Tania, Bara mencegah seorang suster yang membawa troli makanan, yang hendak masuk ke ruang rawat Tania. Sejenak Bara memperhatikan suster itu yang memakai kacamata hitam dan juga masker.
Bara menghentikan langkah suster itu, dengan menahan troli makanan yang dibawanya.
"Sus, bisa tolong lepas kacamatanya?"
"Maaf, Pak saya sedang sakit mata."
"Apa ini makanan untuk Nona Tania?" tanya Bara.
"Iya, Pak." jawab suster itu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!