Seorang pria yang merasakan hatinya sedang hancur berantakan membawa diri ke taman Cattleya. Menendang apapun yang berada di depannya untuk meluapkan segala kesakitan yang menikam dada.
Ia baru saja bertemu dengan sang mantan kekasih dan suaminya di sebuah cafe. Suami wanita itu memohon agar dia mau datang menemui mereka.
Wanita yang sangat dicintainya itu hanya ingin mengembalikan semua barang pemberiannya. Sungguh nasibnya sangat sial, mereka saling mencintai tapi harus terpisah oleh takdir.
Buukk
Potongan ranting kayu yang ia tendang mengenai kepala anak kecil. Anak yang sedang bermain di pinggiran danau buatan itu sampai menangis kencang.
"Adek kenapa?" Pria itu langsung mendekati sang anak kecil, seolah bukan dia pelaku kejahatannya.
"Kejatuhan ranting," jawab bocah perempuan yang masih menangis sambil memegangi kepala.
"Sini Om bantu tiup," ujarnya sedikit merasa bersalah. "Kenapa sendirian disini, nanti kalau ada yang nyulik gimana?"
Bocah berumur lima tahun itu menatap ke arah pria dewasa di depannya, "Om penculik?" Tanyanya seraya menghapus air mata dengan punggung tangan.
"Iya Om penculik," sahut pria itu asal yang membuat si bocah kecil menangis kencang kembali dan kabur.
Pria itu menggeleng-gelengkan kepala, jelas saja anak orang ketakutan kalau dia mengaku sebagai penculik. "Kenapa tidak sekalian saja aku culik Ara," gumamnya dalam hati sambil tersenyum miris mengingat sang mantan.
Kakinya melangkah menuju tempat mobilnya terparkir, mengunjungi rumah yang kuncinya baru saja dikembalikan oleh wanitanya tercinta.
Geo Ferdinand menatap nanar rumah yang dibangunnya khusus. Rumah impian wanita yang paling berharga dalam hidupnya. Bangunan dua tingkat dengan halaman luas yang dilengkapi spot olahraga dan latihan menembak itu merupakan bukti kesungguhannya untuk melamar sang kekasih. Namun takdir berkata lain.
Dulu mereka sering latihan menembak bersama. Dan sekarang wanita itu sudah berbahagia dengan pria lain. Haruskah dia menjadi duri dalam pernikahan wanita yang dicintainya. Haruskah dia merebut wanita itu kembali untuk kebahagiaan hatinya.
Disinilah ia berdiri sekarang, bersama hatinya yang penuh dengan guratan luka perpisahan. Apa yang bisa dilakukannya selain merelakan.
🍃
“Nasya kenapa?” Seorang wanita dalam balutan jilbab panjang berwarna fuschia hampir saja menabrak gadis kecil yang ditinggalkannya sendirian di tepi danau untuk membelikan air minum.
“Bunda ada penculik di sana,” rengek gadis kecil berusia lima tahunan itu.
Perempuan bernama Aishabella yang kerap disapa Aish itu mengerutkan kening. Tidak ada siapa-siapa di tempat yang Nasya tunjuk. Dan kalaupun ada penculik, pasti gadis kecil itu tidak akan bisa melarikan diri dengan mudah.
“Nasya gak kenapa-kenapa kan Sayang?” tanyanya mensejajarkan tubuh dengan si gadis lalu memberikan air mineral.
“Nasya tidak apa, karena Nasya bisa lari cepat dan kabur dari Om penculik itu.” Jawabnya dengan bangga yang membuat Aish tersenyum geli lalu mengajaknya pulang.
Sesampainya di rumah Nasya bercerita dengan lancar pada seluruh penghuni rumah. Aish hanya mendengarkan celotehan gadis kecil itu.
“Anak Abi diapain Om penculik, hm?” tanya sang ayah yang mengapresiasi putrinya bicara.
“Diapain ya?” Jawabnya sambil meletakkan telunjuk ke dagu, berusaha mengingat-ngingat apa yang sudah pria asing itu lakukan padanya.
“Om mau niupin kepala Nasya.” Pekiknya setelah ingat dengan apa yang om itu tawarkan.
“Nasya nyusahin Bunda gak?” Sang ibu ikut bertanya. Aish bukanlah ibu kandung Nasya, perempuan itu kakak sepupu adik iparnya. Hanya putrinya saja yang lengket pada perempuan itu dan selalu memanggil dengan sebutan Bunda.
“Bunda, Nasya nyusahin gak?” tanyanya kebingungan. Aish langsung menggelengkan kepala, gadis kecil itu malah selalu menjadi hiburan untuk hatinya yang kesepian.
“Nah itu Nasya gak nyusahin.” Ucapnya lalu naik ke pangkuan Ummi Attisya, ibunya. Mengelus-elus perut buncit sang ummi yang tengah mengandung adik bayi.
“Tapi Nasya ngerepotin Bunda Aish, karena harus mengantar Nasya pulang.” Attisya menangkup pipi sang putri lalu mengecupnya gemas, memberitahu dengan lembut.
“Jadi Nasya harus pulang sendiri dong dari rumah Bunda, kalau diculik beneran gimana?” tanyanya dengan wajah polos.
“Kalau diculik ya gak bisa pulang,” sahut sang paman yang sudah gemas mendengarkan cerita keponakannya itu.
“Abi Ken ish nyebelin!!”
“Sttt, bicara sama yang lebih tua harus sopan ya Sayang.” Sang ummi mengingatkan, gadis kecil itu mengangguk dengan wajah cemberut.
Aish berpamitan pulang setelah cukup lama berbincang dengan keluarga suami adik sepupunya. Sepanjang perjalanan wanita itu hanya bisa menghela napas panjang.
Bagaimana rasanya selalu bertemu dengan orang yang hampir menjadi suamimu tapi Allah mentakdirkannya menjadi suami sang sepupu. Sejak awal memang hanya dia yang jatuh cinta pada pria itu. Sampai kini mereka sudah hampir lima tahun menikah. Sementara dia, masih sendiri di usia yang sudah tidak muda lagi. Sebutan apa yang pantas untuknya selain perawan tua.
"Assalamualaikum," sapa Aish pada sang abi. Mereka hanya tinggal berdua di rumah, tidak jauh dari pesantren yang Abi Zayid kelola.
"Wa'alaikumsalam, dari rumah Nana lagi?" Tanya sang abi menyambut uluran tangan putrinya. Wanita itu menganggukkan kepala diikuti senyuman. Nana merupakan adik sepupunya, istri dari Ken.
"Di meja ada beberapa CV taaruf, coba kamu lihat dulu siapa tahu ada yang cocok." Beritahu Abi Zayid yang membuat Aish menghela napas lelah.
Entah sudah berapa banyak ajakan taaruf yang ia terima. Namun hingga sekarang belum ada yang kena di hatinya. Sekali sudah merasa cocok, ada saja rintangan yang membuatnya gagal menikah di usia tiga puluh dua tahun ini.
"Tidak apa kalau belum ada yang berhasil, yang penting dicoba dulu." Pria yang berusia menginjak kepala enam itu membawa putrinya duduk.
"Aish capek Abi," Aish mengadu. Memilih mengabaikan CV taaruf yang menumpuk di meja.
Sang abi tersenyum mengusap belakang kepala putrinya. Tidak terlalu memaksakan meski sangat ingin menimang cucu dari putri semata wayangnya ini. Namun bukankah jodoh itu sudah Allah tuliskan.
...🍃🍃🍃...
Ini cerita babang Geo yang patah hati ditinggal Ara nikah. Kalau belum kenalan sama babang Guntur dan Ara mampir dulu di GEMURUH CINTA SANG GUNTUR.
Yang bingung Nasya anak siapa, bisa mampir di cerita El & KEN.
Othor gak bisa ngebut nulis ini karena kehidupan dunia nyata. Jadi agak slow update 🙏. Mohon bantu supportnya, terimakasih reader tercinta. Semoga bisa menghibur dan mengisi waktu luang kalian walau tulisan othor masih banyak kekurangannya 🥰.
Setelah beberapa bulan mengasingkan diri akhirnya Geo memilih keluar apartemen untuk jogging pagi ini. Sudah cukup dia menghilang dari dunia, biar saja orang mengenalinya dan kebingungan mengetahui kalau dirinya masih hidup.
Ya setelah aksinya menyelamatkan sang kekasih. Geo dinyatakan meninggal dunia karena racun yang disuntikkan ke tubuhnya. Namun sebenarnya yang terjadi dia tidaklah meninggal. Kematiannya dipalsukan oleh sang papa dan dia yang tengah kritis dilarikan ke rumah sakit di Singapura. Hingga kini hanya Ferdinand sang ayah yang mengetahui keberadaannya.
Saat tengah asyik jogging ada anak kecil yang memanggil. Bertepatan dengan banyaknya mobil-mobil yang berhenti mendekat ke sana.
“Om penculik bantu bunda please!!” Teriaknya, mungkin dari orang-orang yang ada disana tidak ada yang dikenalnya jadi memanggil dirinya. Padahal mereka juga tidaklah saling kenal. Bukan takut, anak itu malah meminta tolong padanya yang dianggap penculik.
“Om penculik?” Geo menatap dirinya sendiri. Kemudian menoleh ke arah bocah yang sedang memegangi tangan perempuan yang tergeletak berlumuran darah.
"Kecelakaan," gumamnya langsung berlari mendekat sambil berusaha mengingat-ingat bocah yang sepertinya Geo pernah melihat wajah itu.
"Penculik?" Ulang Geo ketika bisa mengingat. Bocah kecil itu bocah yang ditemuinya di pinggir danau dan ketakutan karena menganggap dirinya penculik.
"Iya Om penculik pinggir danau. Bantu bunda please," mohonnya lagi.
Geo mengangguk, "bisa bantu bawa ke rumah sakit," ujarnya pada salah satu pemilik mobil yang baru keluar ingin membantu. Karena mobilnya terparkir di taman, cukup jauh kalau Geo harus mengambil mobil terlebih dulu.
“Cepat bawa masuk!!” Ucap pemilik mobil itu kemudian meminta pada orang-orang yang berdatangan tapi hanya menonton untuk memberi mereka akses.
Geo belum menyadari kalau yang memberikan bantuan itu suami dari mantan kekasihnya.
"Ayo ikut Om ke rumah sakit." Ajak pria itu bergegas menggendong si bocah kecil ke dalam mobil.
Saat pria itu mendudukan sang bocah, Geo baru tersadar kalau dia menumpang pada mobil Guntur. Suami Minara Yumna yang kerap disapa Ara sang mantan tersayang. Kedua pria itu saling tatap karena sama-sama terkejut.
"Om cepat, bunda bisa meninggal!!" Teriak bocah kecil itu dengan air mata yang berjatuhan melihat wanita yang dipanggilnya bunda berlumuran darah dalam pangkuan sang penculik.
Guntur masuk ke mobil lalu menjalankannya menuju rumah sakit. Suasana mobil hening, tidak ada yang bersuara. Hanya terdengar suara isak tangis anak kecil.
"Bunda akan baik-baik saja," Geo mengusap kepala bocah perempuan itu untuk menenangkan. Di tengah keheningan yang terjadi.
Geo hanya bisa menatap wanita yang paling dicintainya dengan tatapan sendu. Sedang wanita itu terlihat tidak nyaman dengan keberadaannya.
Setelah menempuh perjalanan selama sepuluh menit mereka sampai di rumah sakit. Guntur memanggil para perawat untuk menangani perempuan itu.
"Bunda masih hidupkan?" Tanya Nasya melihat perempuan yang dipanggilnya bunda dibawa para perawat. Memecah keheningan yang lagi-lagi terjadi.
"Tentu saja masih hidup," Guntur mencubit pipi bocah yang menggemaskan itu.
"Abang pipinya sakit!" Ara memukul tangan sang suami yang tidak bisa melihat anak kecil selalu gemas. Semua kemesraan itu tidak terlepas dari pandangan Geo.
"Ayo kita culik Sayang," bisik Guntur yang masih bisa didengar Nasya.
"Om penculik juga?" Tanya Nasya pada Guntur, ternyata dua orang yang menolongnya ini sama-sama penculik.
"Tentu saja Om ini penculik," jawab Guntur sambil menahan diri agar tidak tertawa.
"Abang, jangan macam-macam!!" Ara melotot tajam pada sang suami. Disaat seperti ini suaminya masih saja bisa bercanda.
"Cuma satu macam Sayang," Guntur mengedipkan mata pada wanitanya.
Nasya membuang wajah dari Guntur lalu menoleh pada Geo. “Baju Om penculik kotor,” pekiknya lalu mengeluarkan tissue basah dari dalam tas.
“No problem nanti langsung Om buang bajunya,” jawab Geo asal karena kegerahan melihat kemesraan Guntur dan mantan kekasih.
“Om, gak baik mubazir.” Sahut Nasya kemudian matanya menatap perut buncit Ara, baru menyadari kalau wanita itu hamil.
“Ada baby sama kayak perut Ummi,” seru Nasya nyaring langsung memeluk Yumna. Hanya helaan napas berat yang keluar dari mulut Geo. Keadaan ini sungguh tidak menguntungkan dirinya.
“Kamu ini turunan siapa sih?” tanya Guntur gemas.
“Om ini selalu menyebalkan!” Nasya yang tadi senang langsung cemberut.
“Nasya, are you okay?” tanya Ken, paman bocah itu. Karena kakaknya Adnan sedang ada meeting yang tidak bisa ditinggal jadi dia yang datang ke rumah sakit.
“Yes, I’m okay. Tapi bunda masih belum bangun,” lirihnya memeluk kaki sang paman dengan erat.
“It’s okay. Dokter insyaAllah bisa sembuhin bunda.” Ken berjongkok lalu menggendong keponakannya dan mengucapkan terima kasih pada Geo yang sudah menolong kakak sepupu istrinya.
“Mereka yang membawa ke rumah sakit,” Geo menunjuk pada Guntur dan Ara kemudian dia berpamitan pulang lebih dulu.
“Om penculik namanya siapa?” teriak Nasya memanggil Geo yang meninggalkan mereka.
“Geo,” jawab Geo lalu melanjutkan langkahnya karena merasa tidak kuat hati berada diantara pasangan itu.
“Om penculik?” Ken mengernyitkan kening.
“Itu Om penculik yang Nasya ceritakan di pinggir danau Abi.” Nasya memanggil paman dan bibinya sama dengan sebutan untuk kedua orang tuanya. Ken mengangguk mengerti kemudian menoleh pada pasangan yang sedari tadi duduk di kursi tunggu melihat aksi mereka.
Bangunan berdinding putih itu memberikan suasana sendu bagi seorang pria berumur yang datang dengan terburu-buru.
"Bagaimana keadaan putri Saya Dok?" Abi Zayid bergegas ke rumah sakit saat mendapat kabar putrinya kecelakaan. Dan setelah menunggu selama dua puluh menit pria berpakaian putih yang menangani sang putri keluar dengan tergesa-gesa.
"Pasien kritis karena kehilangan banyak darah, kita akan mengusahakan yang terbaik." Jawab dokter singkat kemudian berlalu yang membuat Abi Zayid terduduk lemas dengan perasaan carut marut. Hanya Aish satu-satunya yang ia miliki sekarang.
"Kata Abi Ken Allah pasti sembuhin Bunda." Nasya turun dari pangkuan sang paman. Memberanikan diri mendekati Kakek Zayid yang sedang bersedih. Karena melindunginya Bunda Aish jadi tidak bisa bangun sekarang.
Jemari mungil gadis itu terulur menggenggam tangan Kakek Zayid. "Kakek marahin Nasya aja, karena Nasya yang bikin Bunda masuk rumah sakit." Ucapnya dengan tangisan pilu, hatinya sangatlah lembut.
Abi Zayid tersenyum diikuti gelengan kepala, membawa Nasya duduk di pangkuannya. "Kakek gak marah sama Nasya," katanya seraya memeluk dan mengecup puncak kepala si gadis kecil yang sudah seperti cucunya sendiri.
"Tapi Nasya bikin Kakek sedih," sahut Nasya peduli. Tangan mungilnya tidak bisa diam memain-mainkan tangan Kakek Zayid untuk menghilangkan ketakutannya.
"Hanya sedih sebentar," pria berumur itu tersenyum meyakinkan. Dalam hati terus berdoa agar putri semata wayangnya tidak kenapa-kenapa.
"Kalau Bunda gak bangun, Aish main sama siapa?" Tanyanya semakin menangis kencang.
"Bunda Aish pasti bangun Sayang. Nasya banyak berdoa ya agar Allah memberikan kesembuhan untuk Bunda." Ken menenangkan keponakannya yang menangis tersendu-sendu dalam pangkuan Abi Zayid.
🍃
Sampai sore Aish masih belum sadarkan diri. Perempuan itu masih belum bisa ditemui karena kondisinya masih kritis. Suara deru monitor di ruangan menandakan para dokter sedang berusaha keras untuk melakukan misi penyelamatan pasien.
"Nasya pulang sama Abi Sayang, biar Abi Ken yang menemani kakek disini. Nanti Ummi khawatir sama Nasya." Bujuk Adnan pada sang putri yang tidak mau diajak pulang.
Bocah kecil itu bahkan tidak mau makan, netranya terus menatap nanar pintu ruang ICU. Menunggu penghuni ruangan itu bangun dan bisa bermain dengannya lagi.
Nasya tidak menyahut ucapan sang abi. Ia tidak menangis lagi, juga tidak banyak bicara setelah menunggu lama orang yang ditunggunya tidak juga bangun. Jelas sangat kentara kalau anak itu seperti ketakutan.
"Nasya," panggil Abi Zayid. Putri Adnan itu menoleh seperti orang linglung. "Nasya pulang sama Abi ya, nanti kalau bunda sudah bangun kakek kabari." Bujuknya khawatir, Nasya tidak seperti saat datang tadi masih bisa berceloteh. Mungkin karena yang ditunggunya tidak juga bangun jadi ekspresi bocah itu berubah ketakutan.
"Nasya mau nunggu Bunda," sahutnya sambil memilin-milin jemari cemas.
Ken mengkode sang kakak agar membawa paksa Nasya pulang. Dia ikut khawatir pada kondisi keponakannya itu.
"Abiii, Nasya gak mau pulang. Nasya mau nungguin Bunda!!" Teriak Nasya histeris saat sadar sang abi membawanya keluar dari rumah sakit dan memasukkannya ke mobil.
"Dengerin Abi Sayang, Ummi khawatir nunggu Nasya pulang." Ucap Adnan lembut membujuk sang putri. Mengendarai mobil sambil memangku Nasya yang masih menangis dan berteriak-teriak.
Perlu waktu lebih lama untuk Adnan sampai ke rumah karena dia mengemudi sambil menenangkan Nasya. Sesampainya di rumah pria itu menggendong sang putri langsung ke kamar. Nasya tidak berhenti menangis ingin minta antar kembali ke rumah sakit. Membuat seisi rumah khawatir termasuk kakek dan neneknya.
"Nasya, sama Ummi Sayang." Attisya mengambil alih memangku putrinya. Karena perutnya yang sudah berat dan membuncit, tidak bisa menggendong Nasya lagi. Biasanya ia membawa Nasya dalam gendongan sambil berjalan-jalan untuk menenangkan saat menangis.
"Nasya mau sama Bunda. Nasya mau nunggu Bunda bangun," teriak Nasya yang membuat Attisya semakin khawatir. Nasya memang dekat dengan Aish, selain itu rasa empati putrinya ini sangat tinggi. Saat kucing kesayangannya mati saja Nasya sampai bersedih berhari-hari.
"Ummi tahu Nasya mau nunggu Bunda bangun, tapi sekarang tenang dulu ya Sayang. Ummi sedih lihat Nasya nangis," Attisya mengusap-usap kepala sang putri sampai isak tangis itu perlahan menghilang dan tertidur dalam pelukannya.
🍃
Geo langsung kembali ke apartemen setelah joggingnya pagi ini kacau. Sekian lama tidak keluar kenapa malah bertemu mantan. Tidak hanya bertemu, mereka bahkan satu mobil. Apakah ini yang namanya takdir yang menyakitkan. Huuhh!!
Usai membersihkan diri ia membaringkan tubuh di sofa ruang tengah. Berkali-kali menghembuskan napas dengan kasar untuk melegakan dadanya yang terasa sesak. Secinta itu dia kepada Ara sampai sangat sulit untuk menghilangkan bayangan cantik sang mantan dari kepalanya.
"Aarrrghh!!" Geo mengerang frustasi karena lagi-lagi kepalanya hanya terisi oleh Minara Yumna.
"Om penculik bangunin Bundaaaa!!" Teriak seorang gadis kecil.
Geo terbangun dari tidur dengan napas terengah-engah. Tidak tahu kenapa dia sampai didatangi oleh bocah kecil itu dalam mimpi. Dan suara teriakannya terasa sangat nyata.
Suara itu masih terngiang-ngiang di telinganya. Geo bergegas berganti pakaian dan mengambil kunci mobil. Dia harus memastikan apa yang terjadi pada perempuan yang ditolongnya tadi. Hatinya tidak tenang sampai-sampai merasa dihantui.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!