NovelToon NovelToon

Badi

Kucing Hitam dan Si Gadis Baik

Ranggi Jetayu
Ranggi Jetayu
"Aku akan mengobatimu. Tapi tolong jangan bersuara."
Seolah mengerti dengan apa yang diucapkan Ranggi, mahluk menggemaskan berbulu hitam itu hanya diam, ketika Ranggi membersihkan luka di kakinya dengan kapas dan cairan anti septik.
Ranggi Jetayu
Ranggi Jetayu
"Tahan dulu sebentar ya."
Ranggi berbisik ketika kucing itu mengerang pelan.
Ranggi Jetayu
Ranggi Jetayu
"Kalau Papa sama Mama dengar suara kamu, aku pasti dimarahi. Papa sama Mama benci kucing. Dan bayangkan bagaimana reaksi mereka ketika menemukanmu di kamarku?"
Kucing Hitam
Kucing Hitam
"Meong?"
Si Kucing hitam itu memiringkan kepala, seolah bertanya.
Ranggi terkekeh kecil melihat kelakuan si kucing yang seakan mengerti dengan apa yang dia katakan.
Ranggi Jetayu
Ranggi Jetayu
"Betul!"
Ranggi mengangguk--dia juga bersikap seolah mengerti bahasa kucing.
Ranggi Jetayu
Ranggi Jetayu
"Kamu akan dimasukan ke dalam karung, lalu dibuang ke tempat yang jauh."
Ranggi tertawa geli melihat gelagat si kucing yang seolah ketakutan. Dia berjalan mundur, mengabaikan Ranggi yang masih membalut kaki kecilnya dengan perban.
Ranggi Jetayu
Ranggi Jetayu
"Hahaha. Aku bohong kok."
Si kucing hitam langsung buang muka.
Ranggi Jetayu
Ranggi Jetayu
"Sudah selesai."
Ranggi menepuk kepala si kucing itu dengan senang kemudian menyimpan peralatan obat di laci meja belajarnya.
Mengambil si kucing hitam dari atas kasurnya, Ranggi kemudian membuka jendela kamar lalu membiarkan si kucing hitam melompat turun.
Ranggi Jetayu
Ranggi Jetayu
"Lain kali hati-hati ya? Jangan sampai ketabrak motor lagi."
Pesan Ranggi pada si kucing hitam sebelum menutup jendela. Dia tidak bisa membiarkan si kucing hitam itu berada di kamarnya sampai pagi, karena kalau ketahuan papa dan mamanya, dia pasti akan dimarahi habis-habisan.
Si kucing hitam memandangi jendela kamar Ranggi selama beberapa saat, kemudian cahaya temaram berwarna putih tiba-tiba menyelubungi si kucing, lalu merubahnya menjadi sesosok mahluk berbeda, serupa manusia laki-laki.
Waruna Adikarta
Waruna Adikarta
"Gadis baik."

Bukan Anak Kebanggan

Ranggi mendesah pelan melirik piagam penghargaan yang ada di tangannya. Dia baru saja terpilih sebagai pemenang lomba menulis karya ilmiah remaja sekabupaten. Dia pulang cepat dari sekolah, dan ingin menunjukan piagam itu pada Papa dan Mamanya. Tapi dia harus menelan kekecewaan saat mendapati Randu, adiknya, sudah lebih dulu memberitahukan Papa dan Mama mengenai prestasinya yang luar biasa. Randu terpilih sebagai salah satu anggota paskibraka nasional mewakili provinsi NTB, yang akan pergi ke Jakarta. Papa terlihat bangga. Dia bahkan tidak berhenti berkata kalau Randu sangat mirip dengan dirinya saat muda dulu. Sedangkan Mama, langsung menelpon nenek untuk mengabari prestasi si cucu kebanggaan.
Papa
Papa
"Makanya Nggi, contoh adikmu Randu. Jangan sakit-sakitan mulu."
Papa berkata dengan bangga sambil menepuk pundak Randu.
Papa
Papa
"Baru upacara dijemur di bawah matahari pagi aja udah pingsan. Gimana mau jadi anggota paskib?"
Ranggi menunduk.
Ranggi Jetayu
Ranggi Jetayu
"Iya Pah."
Dia hanya bisa menjawab lesu, mengabaikan senyum pongah Randu.
Papa
Papa
"Karena itu jaga kesehatan. Jangan begadang sampai tengah malam, makan yang teratur. Kamu sakit melulu bikin Papa repot."
Ranggi Jetayu
Ranggi Jetayu
"Hmm."
Papa
Papa
"Oh ya, Ran, gimana sama persiapan kamu buat ke Jakarta?" 
Papa kembali berdiskusi dengan Randu, mengabaikan atensi Ranggi dalam ruangan yang sama.
Mendengus pelan, Ranggi kemudian berjalan menuju kamarnya untuk ganti baju. Dia memutuskan untuk tidak memberitahu Papa dan Mama tentang piagamnya. Apa yang dia menangkan hari ini, tidak sebanding dengan apa yang dimenangkan Randu untuk menyenangkan Papa. Jadi lebih baik dia diam.
Sementara kedua orangtuanya sedang membanggakan Randu di ruang keluarga, Ranggi sedang makan siang sendiri di dapur. Sesekali dia menggaruk pelipisnya, saat mendengar pujian yang dilemparkan orangtuanya untuk si adik. Kapan aku bisa dipuji seperti itu sama papa dan mama? batinnya sambil tersenyum getir. Ranggi tersentak kaget ketika ada sesuatu yang menyentuh kakinya. Dia hampir berteriak, namun tak jadi dilakukannya, saat melihat bahwa pelakunya adalah kucing hitam yang tadi malam dia tolong. Si kucing hitam masih mengenakan perban yang dipakaikan Ranggi semalam.
Ranggi Jetayu
Ranggi Jetayu
"Kamu ..."
Sementara kedua orangtuanya sedang membanggakan Randu di ruang keluarga, Ranggi sedang makan siang sendiri di dapur. Sesekali dia menggaruk pelipisnya, saat mendengar pujian yang dilemparkan orangtuanya untuk si adik. Kapan aku bisa dipuji seperti itu sama papa dan mama? batinnya sambil tersenyum getir. Ranggi tersentak kaget ketika ada sesuatu yang menyentuh kakinya. Dia hampir berteriak, namun tak jadi dilakukannya, saat melihat bahwa pelakunya adalah kucing hitam yang tadi malam dia tolong. Si kucing hitam masih mengenakan perban yang dipakaikan Ranggi semalam.
Ranggi Jetayu
Ranggi Jetayu
"Kamu pasti lapar ya? Tunggu." 
Kucing Hitam
Kucing Hitam
"..."
Mengendap mengintip Orangtua dan adiknya yang sedang berbincang serius di ruang keluarga, Ranggi kemudian berlari pelan ke arah lemari tempat penyimpanan lauk, mengambil seekor ikan bandeng goreng dan piring plastik bekas. Dia lalu membawa ikan tersebut dan si kucing hitam keluar lewat pintu dapur.
Ranggi Jetayu
Ranggi Jetayu
"Kamu makan disini ya?"
Ranggi menyembunyikan si kucing hitam itu beserta piring lauknya di bawah pohon bonsai di samping kamarnya.
Ranggi Jetayu
Ranggi Jetayu
"Ingat. Jangan berisik. Setelah selesai makan langsung pulang, oke?"
Kucing Hitam
Kucing Hitam
"Meong."
Sahut si kucing hitam, lalu menikmati bandeng goreng yang disediakan Ranggi. Sedangkan Ranggi langsung lari masuk ke dalam rumah.

Tania dan Angkara

Angkara Adikarta
Angkara Adikarta
"Waruna belum pulang."
Perempuan cantik berambut pirang, yang sedaritadi sibuk mengecat kuku, melirik malas ke arah laki-laki rupawan di sampingnya.
Tania Adikarta
Tania Adikarta
"Memangnya kenapa kalau kucing buduk itu belum pulang?" 
Tania tampak ketus. Dia merasa kedatangan Angkara hanya mengganggunya karena menyampaikan berita tidak penting.
Angkara Adikarta
Angkara Adikarta
"Praha Adikarta mencarinya. Sudah dua hari, sejak menjalankan tugas menyingkirkan Andra Manik, pesaing Praha di daerah antah-berantah, Waruna menghilang."
Angkara tampak frustrasi.
Tania Adikarta
Tania Adikarta
"Lalu?"
Sebelah alis Angkara terangkat tinggi melihat sikap cuek Tania.
Angkara Adikarta
Angkara Adikarta
"Praha membutuhkan dia untuk menyingkirkan saingan bisnis dari perusahaan lain. Si Wijaya tua terus merongrong Praha agar proyeknya kali ini sukses."
Tania mendengus sebal.
Tania Adikarta
Tania Adikarta
Kenapa harus selalu Waruna yang diandalkan? Praha juga kan memiliki kita?"
Gadis pirang itu menggerutu. Dia kesal dengan sikap berat sebelah Tuan mereka.
Tania Adikarta
Tania Adikarta
"Memangnya apa bagusnya kucing hitam budukan macam Waruna, dibandingkan dengan ular dan rubah macam kita."
Angkara Adikarta
Angkara Adikarta
"Mungkin karena dia adiknya dan dia juga yang paling kuat."
Angkara mengabaikan kemarahan Tania, dia menarik tangan ular betina itu untuk berdiri.
Angkara Adikarta
Angkara Adikarta
"Ayo bangun."
Tania Adikarta
Tania Adikarta
"CAT KUKU GUEEEE! ITU BELUM KERING RUBAH KAMPRET!"
Angkara Adikarta
Angkara Adikarta
"Praha menyuruhmu untuk mencari keberadaan Waruna."
Tania menggeram mendengar perintah Angkara.
Angkara Adikarta
Angkara Adikarta
"Aku ada tugas lain."
Angkara menjawab cuek.
Tania Adikarta
Tania Adikarta
"Ssstttss."
Tania mendesis marah sambil mengeluarkan lidah ularnya.
Angkara Adikarta
Angkara Adikarta
"Oh ya Tan. Dengan rambut yang dicat pirang begitu, kamu nggak kayak siluman ular kece, kamu lebih kelihatan kayak hantu noni belanda yang gagal gaul."
Tania Adikarta
Tania Adikarta
"Grrrr. Angkara Adikartaa awas kamuuu!"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!