Kira-kira pukul sebelas malam pasangan kekasih tiba di Stasiun Gambir, Jakarta pusat. Menunggu jemputan dari sang sahabat.
Kesulitan ekonomi keluarga dan terlilit hutang besar, membuat seorang gadis berusia 23 tahun bernama Kasih Aprilia nekat merantau ke Ibu kota bersama kekasihnya Elvan yang pada saat ini belum diketahui identitas aslinya.
Sepuluh menit sudah berlalu, namun sosok sahabat yang mereka tunggu tak kunjung tiba.
"Ka, coba kamu hubungi kembali," kata Elvan yang baru saja tiba dari toilet.
"Ponselku kehabisan baterai," sahut Kasih dengan nada lemas, mengeluh pada ponsel sederhana miliknya, sementara Elvan tidak memiliki ponsel karena keadaan mereka cukuplah miris.
Menyadari kekasihnya cemas membuat Elvan kembali duduk di sebelah Kasih seraya mengusap pundaknya. Merasakan usapan lembut itu menyadarkan Kasih dari kecemasannya.
"Kita harus bagaimana? Malam semakin larut. Apa kamu lapar?" tanya Kasih penuh perhatian, poin inilah yang membuat Elvan jatuh cinta pada sosok gadis cantik itu. Tidak hanya miliki paras cantik, namun Kasih adalah sosok yang baik hati, ramah dan peduli ke siapapun, hanya saja jeratan ekonomi yang kurang beruntung.
Elvan menggeleng, menandakan bahwa dia tidak lapar. "Tenanglah, mungkin saja sekarang sahabatmu sedang dalam perjalanan." Elvan berusaha menenangkan, padahal dia sendiri merasakan kecemasan. Tempat ini adalah kawasan asing bagi mereka, sementara malam semakin larut. "Atau kamu sudah lapar? Ini roti bagian ku, kebetulan belum ku makan." Elvan mengeluarkan sebungkus roti isi coklat dari tas ranselnya.
Kasih tersenyum, lalu membuka bungkus roti tersebut. Roti berukuran lumayan besar itu di potong menjadi dua bagian. "Kita makan sepotong-sepotong, biar adil!" ucap Kasih seraya memberikan sepotong roti kepada kekasihnya itu.
Dengan senang hati Elvan meraihnya, lalu mengusap kepala Kasih dengan penuh kasih sayang. "Terima kasih sayang!"
"Kan, sudah aku katakan jangan panggil sayang-sayang, malu tahu!" Kasih protes dengan wajah cemberut seraya mengunyah rotinya.
"Malu sama siapa? Lagi pula hanya kita berdua di sini. Papa, Mama, Kania, Kamila tidak bersama kita. Terus kedengaran aneh atau janggal bila aku memanggil namamu seperti terima kasih Kasih, janggal kan?" dengan tawa kecil menambah ketampanan pria tersebut.
"Thanks you Kasih, gitu saja!"
"Kita orang lokal!"
"Ka, Kasih!" panggilan berulang-ulang membuat perdebatan diantara mereka terhenti. Sosok yang sejak tadi mereka tunggu dengan perasaan cemas, tiba juga dengan nafas terengah-engah.
"Mey," Kasih membalas panggilan itu, lalu ke-duanya saling berpelukan, melepas rasa rindu. Maklum sudah hampir satu tahun setengah mereka tidak bertemu, terakhir kalinya bertemu ketika Mey berangkat ke Ibu kota.
"Maaf ya, menunggu lama. Kebetulan di cafe cukup ramai, makanya aku terlambat menjemput kalian. Hmm, apa ini pria yang kamu ceritakan? Wah dia sangat tampan sekali, kulitnya halus dan bersih." Mey berbisik, jujur saja ia terkesima melihat sosok Elvan.
"Iya, kenalkan ini Elvan. El, kenalkan ini Mey Lingga sahabatku." Kasih memperkenalkan ke-duanya. Dengan senang hati mereka saling memperkenalkan diri.
Mereka pun memutuskan untuk segera meninggalkan Stasiun. Jarak Stasiun dari rumah kontrak Mey memakan waktu setengah jam dengan menaiki angkot. Perjalanan cukup panjang terasa cepat berlalu karena sepanjang jalan mereka mengobrol, saling bercerita. Namun di sini yang banyak bicara adalah Kasih dan Mey, sementara Elvan hanya menjawab ketika di tanya.
"Maaf ya rumah kontrakan ku sangat kecil, dan hanya ada satu kamar," ucap Mey seraya membukakan pintu rumah petak ukuran kecil.
"Tidak masalah, yang penting bisa menghindari terik matahari dan juga hujan," sahut Kasih dengan pandangan ke seluruh dalam rumah. "Oya, bolehkan Elvan malam ini menginap di sini dulu?" tanyanya seraya melirik kekasihnya yang kelihatan sangat lelah.
"Tentu saja boleh, lagi pula rumah sebelah belum dibersihkan. Istirahat saja dulu, kalian pasti kelelahan, mengingat perjalanan jauh." Mey, menuangkan air putih sebagai jamuan. "Kalian belum makan kan? Aku panaskan sebentar makanan, kebetulan tadi bawa makanan cukup banyak dari cafe. Anggap saja rezeki menyambut kalian."
"Biar aku bantu ya?"
Mey menggeleng. "Lebih baik kalian bersihkan diri terlebih dahulu, setelah itu kita makan," ucapnya dengan senyuman.
Baik Kasih maupun Elvan mengangguk.
Satu jam kemudian.
Mereka memutuskan untuk beristirahat, dengan terpaksa Elvan tidur di ruang televisi, sementara mereka tidur di kamar.
"Ka, kekasihmu sangat tampan. Aku sempat kaget karena tak menyangka jika pria di sampingmu tadi adalah Elvan. Hmm, sepertinya bukan dari kalangan orang biasa deh! Menurutku ya?"
"Kalau jelek mana mungkin aku mau. Entahlah, pokoknya sampai sekarang Elvan belum ingat apa-apa siapa jati dirinya," keluh Kasih dengan mata terpejam.
"Bagaimana bisa Elvan masuk di keluarga kalian?" ya Mey cukup penasaran karena Kasih hanya menceritakan garis besarnya saja.
"Ceritanya panjang Mey. Seperti biasanya Papaku pulang kerja di tengah malam jika banyak pelanggan. Di tengah jalan menuju pulang, Papa menemukan Elvan yang pada saat itu terkapar di tepi jalan dengan tubuh penuh luka tidak sadarkan diri. Tanpa berpikir panjang Elvan di bawa Papa ke rumah sakit terdekat, dan langsung mendapat penanganan karena keadaan Elvan pada saat itu sangat kritis. Selama satu bulan Elvan koma, hingga pihak rumah sakit memutuskan biaya pengobatan. Namun mukjizat datang pada saat itu juga, dimana Elvan siuman dari komanya. Dengan ketulusan hati Papa dan Mama rela membiayai perobatan Elvan hingga dinyatakan sembuh, hanya sayangnya saja dia mengalami amnesia. Begitulah ceritanya Mey." Elvan Diagnosis amnesia sejenis antergrade. Pada keadaan ini, pengidap sulit membuat ingatan diri. Gangguan ini dapat bersifat sementara, tetapi dapat juga permanen.
Ya, pekerjaan orang tua Kasih adalah menarik becak, sedangkan Mamanya hanya seorang buruh cuci pakaian dan setrika. Sementara Kasih bekerja membantu di kantin rumah sakit dengan gaji begitu minum, hingga tidka cukup memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kania maupun Kamila masih sekolah, dan pulang sekolah juga mencari uang sendiri, untuk memenuhi uang jajan mereka masing-masing.
Mey manggut-manggut.
"Dari situlah tumbuh rasa cinta, iya kan? Elvan mampu memikat hati dingin mu itu," goda Mey dengan senyuman.
"Kamu bisa saja. Elvan yang menyatakan cinta terlebih dahulu."
"Siapa sih yang akan menolak dengan pria tampan seperti Elvan, aku juga tidak akan menolak, andai saja kejadiannya kepada keluarga kami," ucap Mey.
"Tapi aku takut Mey, suatu saat nanti ingatan Elvan pasti kembali." Ya, itulah ketakutan yang selalu menghantui seorang Kasih. Takut dengan status Elvan yang sesungguhnya.
"Bagus dong!"
Kasih hanya bisa menghela nafas. Saat ini dia belum siap jika jati diri Elvan terkuak karena cintanya sungguh besar dan takut kehilangan pria itu.
"Apa alasan terkuat mu nekat merantau ke Ibu kota? Setahu ku kamu tidak kuat meninggalkan keluarga."
"Bagaimana ya Mey? Keadaan yang memaksa. Hmm, kami terlilit hutang besar pada rentenir," ucap Kasih dengan tak semangat jika mengingat angka nominal pinjaman mereka.
"Untuk apa?"
Kasih terdiam, dengan pandangan ke langit-langit kamar berukuran kecil itu. "Kamu janji jangan cerita kepada siapapun ya? Apa lagi Elvan tahu. Itu pinjaman untuk perobatan Elvan. Aku memberanikan diri untuk meminjam, dengan suatu perjanjian yang mungkin membuat Elvan kecewa suatu saat nanti. Sebenarnya Papa sama Mama menentang, namun aku menyakinkan mereka, bahwa aku mampu untuk melunasi hutang tersebut. Namun sudah tiga bulan tunggakan, aku tidak mampu membayarnya." Kasih mengakhiri cerita pilu dan suka dukanya.
Keesokan harinya
Pagi-pagi, baik Kasih maupun Mey sudah bersiap-siap. Mereka baru saja selesai menyiapkan sarapan pagi ala kadarnya, yaitu nasi goreng. Sementara Elvan masih terlelap, mungkin saja kelelahan akibat perjalanan jauh mereka kemarin.
Hari ini Kasih mengantar surat lamaran kerja secara langsung. Dan ia juga berniat untuk cari pekerjaan lain untuk shift malam.
"Ka, kita sarapan duluan saja. Sepertinya tidur Elvan nyenyak sekali," ucap Mey yang sudah berada di meja makan.
"Iya Mey, kasian bila di bangunkan. Aku tidak ingin dia kembali sakit, sudah cukup baginya sakit selama ini."
"Kamu benar-benar peduli dan sangat mencintainya, tanpa melihat statusnya."
Kasih tidak menjawab karena tidak tahu harus mengungkapkan bagaimana perasaannya kepada Elvan. Cinta, sayang tentu saja begitu besar yang dia rasakan untuk seorang Elvan.
"Elvan! Entah siapa nama sesungguhnya, pada saat itu aku hanya menebak-nebak saja." Cerita Kasih seraya memasukan sendok ke dalam mulutnya.
"Memangnya KTP dan lain sebagainya tidak ditemukan?"
Kasih menggeleng. "Keesokan paginya, Papa kembali ke lokasi kejadian, namun di sana tidak menemukan petunjuk apapun. Harapan Papa sebelumnya hanya ingin mengetahui siapa sosok Elvan, agar dapat menghubungi keluarganya." Kasih kembali menceritakan.
"Kasian keluarganya ya? Jika saja Evan masih memiliki keluarga. Jika di lihat-lihat dari penampilannya sepertinya Elvan berasal dari keluarga tak biasa, sangat beda dengan kita-kita."
"Entahlah Mey, apa yang kamu katakan bisa jadi, karena pada saat terakhir pakaian yang melekat di tubuh Elvan bukan label biasa," ungkap Kasih seakan tahu merek-merek barang mewah.
Mey Lingga, manggut-manggut.
Setelah sarapan mereka bersiap-siap untuk berangkat ke kantor menggunakan sepeda motor milik Mey, itupun sepeda motor kredit.
"Aku tunggu di luar ya?" ucap Mey, seakan paham.
Kasih jongkok dengan ke-dua lututnya di samping Elvan yang sama sekali tidak terusik dengan aktivitas mereka pagi ini.
"El, ayo bangun. Kamu harus sarapan," ucap Kasih dengan penuh kelembutan, mengusap wajah pria tampan itu. Namun pria itu tak kunjung juga bangun, hingga terpaksa Kasih melakukan jurus andalannya, seperti yang biasa dia lakukan. "Aku ambilkan cicak ya?"
Seketika mata tajam, namun indah itu terbuka lebar dengan wajah ketakutan. "Kamu mengerjai ku lagi?" gumamnya dengan nada serak, khas bangun tidur.
"Habisnya dari jaman bahorok aku bangunkan! Ya terpaksa dong gunakan jurus ampuh," cicit Kasih dengan bibir mengerucut. Ya, Elvan sangat geli dengan hewan reptil tersebut, bahkan biasanya dia lari menjerit bila ditemukan di dinding rumah.
"Maaf ya? Hmm, kamu cantik sekali pagi ini. Apa kalian ingin berangkat?"
"Jadi, biasanya aku jelek?" Kasih memperlihatkan wajah cemberutnya.
"Setiap saat, makanya aku jatuh cinta. Cantik luar dalam, itu poin utama."
"Gombal ah!" Kasih langsung beranjak bangkit, kemudian di susul oleh Elvan.
"Aku ikut ya? Aku jadi was-was dengan paras cantikmu, bisa saja para pria jatuh hati!"
Dahi Kasih mengernyit, kemudian wanita itu terkekeh gemes. "Hanya ada Elvan di hati Kasih, tidak ada yang lain. Ya sudah, bersihkan dirimu dan segera habiskan sarapan di atas meja. Untuk membersihkan rumah sebelah, tunggu aku pulang saja, kita akan sama-sama membersihkannya. Kamu istirahat saja, karena aku tidak ingin melihatmu sakit."
Elvan terharu dengan perlakuan dan ucapan wanita cantik di hadapannya itu. "Terima Kasih Sayang," Elvan mengusap pucuk kepala Kasih dengan perasaan haru.
"Kan, sudah aku peringati! Stop memanggilku dengan panggilan itu."
"Biar romantis, hehe!" Elvan menggelengkan kepala karena wanitanya itu begitu lucu dan polos, hanya dengan panggilan itu saja membuatnya malu setengah mati, apa lagi selebihnya mungkin saja dia jantungan. Selama ini mereka menjalin hubungan tanpa ada adegan yang berbahaya, sekedar ciuman saja belum pernah mereka lakukan.
Tin tin!
Bunyi klakson sepeda motor dari depan rumah membuat ke-duanya saling menatap.
"Baiklah, aku tinggal dulu. Jangan lupa habiskan sarapan ala kadarnya. Sayang, do'ain aku ya biar diterima." Entah apa yang merasuki Kasih hingga berani melayangkan panggilan keramat itu dengan mudahnya. Elvan membeku karena panggilan pertama kali itu.
Dengan jantung berdegup kencang serta wajah memerah Kasih berlari kecil meninggalkan Elvan yang masih bengong seraya memegang dadanya.
Dentuman daun pintu berhasil menyadarkan Elvan dari keterkejutannya atas panggilan Kasih yang menurut orang sudah biasa, namun bagi pria itu sungguh luar biasa.
Kasih menarik nafas perlahan karena tadi rasanya sulit bernafas.
"Lama, apa sih yang kalian lakukan? Hmm, apa main drama dulu?" goda Mey dengan mata turun naik. Apa lagi dia melihat wajah Kasih memerah.
"Huh, buang pikiran kotor mu! Elvan sangat sulit dibangunkan, harus ada trik! Ayo, nanti telat pula." tanpa ingin Mey memberi komentar, Kasih langsung mendekati sepeda motor.
Dalam perjalan menuju kantor, baik Kasih maupun Mey saling mengobrol.
"Jakarta padat ya Mey?"
"Bukan nama lagi, tiap saat terjebak macet, apa lagi aktivitas di pagi hari. Kadang untuk menghindari macet aku berangkat sangat pagi, sudah trauma telat karena kepala bagian kebersihan orangnya resek, seenak jidatnya saja. Padahal kan sama-sama makan gaji juganya." Ceritanya.
"Resiko Mey, jadi anggap saja pelajaran hidup. Aku sudah banyak mengalami hal buruk, malahan lebih parah mungkin dari kisah yang kamu dapatkan. Intinya sabar dan berjuang!"
Mey, mengangguk. Apa yang dikatakan sahabat baiknya itu benar, jika tidak sabar maka semuanya tidak akan berarti.
"Kamu tahu tidak? Direktur perusahaan sangat tampan loh, kamu pasti tertarik, dan aku yakin beliau akan terkesima melihatmu nanti."
Kasih hanya bisa menggelengkan kepala mendengar ucapan Mey yang menurutnya berlebihan. "Elvan, yang paling tampan luar dalam."
"Iya sih, jika dibandingkan. Elvan lebih tampan," ucap Mey, menarik kembali kata-katanya.
Jarak tempuh rumah kontrakan dengan kantor memakan waktu 15 menit. Keberuntungan terlepas dari kemacetan yang melanda di Ibu kota.
Tiba di perusahaan ternama itu, membuat Kasih tercengang. Gedung besar bertingkat puluhan lantai itu membuatnya takjub. Keberuntungan baginya dapat menginjakkan kaki.
Mey, membantu Kasih untuk mengantar lamaran. Kasih langsung di sambut dengan ramah oleh pria jangkung yang menjabat sebagai kepala kebersihan.
"Baiklah. Anda bisa langsung bekerja hari ini juga. Mey, beritahu Kasih tugas apa saja yang harus dikerjakan. Sebelum itu gantikan pakaiannya dengan seragam yang telah di siapkan di loker." Kata pria tersebut yang sering di panggil Pak Eko.
"Iya, Pak."
"Terima kasih Pak, telah menerima saya," ucap Kasih sungguh kaget atas penerimaan kerja begitu cepat, dari awal dia tak pernah menduga. Bahkan dia sudah tidak sabar memberitahu Elvan tentang kabar gembira itu.
Hari itu juga Kasih mulai bekerja, tidak sulit untuknya mengerjakan tugas diberikan, karena semua itu sudah aktivitas sehari-harinya. Hanya saja yang membedakan banyak karyawan dari kaum hawa menatap sinis dan rendah, namun Kasih tidak memperdulikan hal itu karena baginya sekarang harus sabar dan sabar.
Dua minggu kemudian
Kasih menjalani hari-harinya penuh dengan kesibukan. Tiba-tiba ada tugas yang aneh baginya. Kasih di perintahkan mengantar pesanan minuman ke ruangan Direktur, setahu mereka itu bukanlah tugas Kasih, namun jika sudah perintah tidak dapat di tolak. Eko, mengatakan bahwa yang bertugas seperti biasanya tidak masuk jari ini, makanya dipilih Kasih.
Dengan langkah gugup Kasih berjalan menuju ruang Direktur dengan tangan memegang napan berisi tiga cangkir kopi hitam dan satu cangkir teh hangat.
Ini adalah pertama kalinya Kasih memasuki area teratas, tidak sembarangan orang yang bisa masuk ke sana.
Tok tok
Kasih mengetuk pintu dengan tangan gemetaran. Wanita cantik itu berusaha mengatur detak jantungnya sebelum dipersilakan masuk.
"Masuk!" suara dari dalam semakin membuat Kasih gugup. Dengan dada gemuruh tangannya membuka handle pintu.
"Selamat siang Pak, Bu." Sapa Kasih dengan kepala menunduk.
Semua terdiam, bahkan lupa membalas sapaan tersebut. Orang-orang di dalam sana terkesima dengan paras cantik Kasih, bahkan baru kali ini tahu jika ada Office Girls secantik itu.
kegugupan Kasih semakin memuncak karena tidak mendapat balasan, namun dia paham dengan orang-orang yang tak sembarangan itu. Dengan telaten Kasih berjongkok, meletakan napan di atas meja sofa. Kemudian meletakan cangkir itu satu-persatu dengan tepat.
"Dari mana kamu tahu bahwa teh itu untukku?" tiba-tiba terlontar pertanyaan dari seorang wanita yang tepat duduk berhadapan dengan Kasih. Kasih mendongak hingga semuanya dapat melihat wajah Kasih lebih jelas.
"Saya tahu karena biasanya wanita penyuka teh," sahut Kasih kembali menunduk, namun kemudian dia kembali mendongak seperti semula ketika pandangan sekilas tadi terasa janggal.
Deg!
Mata Kasih membulat tanpa berkedip menatap seorang pria paruh yang berada di samping wanita yang baru saja bertanya tadi.
"El," batin Kasih seakan sekarang melihat bayangan wajah kekasihnya pada diri pria paruh baya yang belum dia ketahui siapa mereka semua.
"Hem hem," deheman dari pria paruh baya berhasil membuyar kesadaran dua pria yang sejak tadi tanpa berkedip memperhatikan Kasih.
"Anda, bisa kembali bekerja!" suara perintah itu membuat tatapan Kasih tersadar, dengan spontan dia kembali menunduk. Sementara ke-dua paruh baya itu membalas tatapan Kasih, merasa ada keanehan.
"Saya permisi Pak, Bu." Kasih beranjak sembari menunduk.
Usai menutup pintu tak lantas membuat Kasih berjalan, namun dia mengusap dadanya dan menghirup oksigen lebih dalam lagi. "Ini pengalaman pertama, berhadapan langsung dengan pemilik perusahaan sebesar ini." Gumam Kasih, seakan paham jika orang-orang di dalam tadi adalah pemilik dan bagian dari pemilik perusahaan ini.
Klek!
Tiba-tiba pintu dibuka hingga membuat Kasih tersentak kaget, baru saja dadanya berhenti bergemuruh.
"Maaf Bu, saya akan segera pergi," ucap Kasih dengan kepala menunduk.
"Kasih, nama indah penuh makna." Ternyata wanita paruh baya tersebut memperhatikan tag nama di baju yang dikenakan Kasih. "Ini bonus buat kamu, ambillah!" tiba-tiba tangan wanita itu mengulurkan sebuah amplop warna putih ke Kasih.
Kasih menggeleng. "Maaf Bukan, saya tidak dapat menerimanya. Saya hanya menjalankan tugas semana mestinya. Saya permisi!" dengan sopan dan tidak menyinggung, Kasih menolak pemberian itu dengan tangan mengatup. Kemudian melangkah, namun langkahnya terhenti ketika wanita itu kembali memanggilnya.
Wanita itu mendekat, kemudian meletakkan sebuah amplop tersebut di telapak tangan Kasih langsung. "Ini rezeki untukmu, ambillah. Aku akan merasa bersalah jika kamu menolaknya." Wanita itu memaksa, bahkan sengaja merendahkan dirinya. Kasih bingung harus menerima atau menolak, namun tanpa mengatakan apapun lagi wanita itu bergegas menuju pintu ruang Direktur.
"Terima kasih Bu," ucap Kasih pada akhirnya.
*
Menjelang petang
Malam ini Kasih mengajak Elvan makan di luar. Kebetulan hari ini dia gajian, gaji pertama selama kerja dua minggu. Ya, dalam satu bulan dua kali gajian.
Elvan merasa bangga sekaligus malu karena seharusnya dia lah yang mentraktir. Namun keadaan yang memaksa. Besok adalah hari dimana Elvan melamar di perusahaan yang sama.
Dengan pinjaman sepeda motor milik Mey, mereka mencari tempat yang cukup romantis. Hanya berjarak sepuluh menit dari rumah kontrakan mereka.
Tujuan mereka adalah tempat makan terbuka, dengan lapangan luas. Sangat cocok untuk pasangan kekasih. Mereka memesan makanan kesukaan masing-masing.
Di selang obrolan seputar pekerjaan, makanan yang mereka santap tidak terasa habis. Elvan menaikan alisnya dengan tatapan aneh karena sejak tadi Kasih tak lepas menatapnya begitu lekat.
"Ada apa? Apa ada sesuatu di wajahku?" tanya Elvan karena tak biasanya Kasih memperhatikannya terang-terangan seperti ini.
Kasih sadar, lalu menggelengkan kepala pelan seraya menyedot minumannya sebagai pengusir pikiran negatifnya.
Elvan beranjak bangkit, kemudian mengulurkan tangan dihadapan Kasih. "Kita ke sana yuk," anaknya seraya menunjuk kolam yang terdapat di area tempat makan tersebut. Dengan senyuman Kasih menurut.
Tiba di bibir kolam, mereka duduk saling berdampingan. Elvan memberanikan tangan kanannya mendekap tubuh Kasih. Tentu saja Kasih kaget, namun membiarkan tangan itu mendekap tubuhnya.
"Aku sangat mencintaimu jangan pernah berpikir untuk meninggalkanku." Ucap Elvan dengan serius, entah kenapa malam ini ada perasaan aneh dan takut dalam dirinya.
Kasih tersenyum, merasa lucu mendengar apa yang dikatakan Elvan. "Aku juga sangat mencintaimu, bahkan ada ketakutan yang luar biasa. Aku takut kamu pergi begitu saja meninggalkanku El," lirih Kasih dengan mata berkaca-kaca.
"Sayang, aku tidak akan pernah pergi meninggalkanmu! Apapun alasannya. Bolehkah malam ini aku mencium mu?"
Deg!
Permintaan tak biasa itu membuat jantung Kasih ingin meledak, bahkan jari-jemarinya berubah menjadi dingin.
Elvan memberanikan menarik dagu Kasih, mendekatkan pada wajahnya hingga berjarak beberapa senti saja. "Bolehkah?" gumam Elvan masih minta izin. Kasih mengangguk begitu saja, seakan tidak dapat menahan diri.
Cup
Ciuman di bibir itu berjalan dalam hitungan detik. Tidak ingin terbawa perasaan ke-duanya menyudahi dengan jantung berdegup kencang serta wajah merah padam.
Ciuman pertama bagi Kasih, dan tidak tahu bagi Elvan
"Terima kasih ya?" Elvan mengakhiri dengan kecupan di kening Kasih cukup lama.
Besok paginya
Mey, rela berangkat ke kantor naik angkot. Bagaimanapun dia tidak tega melihat Elvan berangkat naik angkot.
Dengan paksaan Mey, baik Kasih maupun Elvan berangkat bersamaan.
Tiba di gedung pencakar langit. Elvan mendongak, tiba-tiba kepalanya terasa pusing.
"Ada apa El?" tanya Kasih dengan perasaan cemas karena Elvan memegang kepalanya. Karena tidak ingin Kasih khawatir Elvan menggeleng.
Mereka pun berjalan menuju lobby saling berdampingan.
"Pagi Pak Wawan," sapa Kasih kepada satpam seperti biasanya.
"Pagi ju—Pak Raja!" pekik satpam bernama Wawan sontak kaget melihat sosok pria yang datang bersama dengan Kasih dengan pakaian tak seperti biasanya, bahkan pria berkepala tiga itu menatap tanpa berkedip.
"Ada ap—" pertanyaan itu tertahankan ketika beberapa orang bergabung di sana.
"Raja, apakah kamu benar-benar Raja putraku?" teriak histeris wanita paruh baya seraya mendekap Elvan. "Ya, kamu Raja Baba Bahtiar putraku! Sayang kemana saja kamu selama ini?" seusai memperhatikan bagian-bagian tubuh Elvan, wanita itu spontan memeluk Elvan seraya menangis meraung-raung, antara bahagia sekaligus sedih.
Baik Elvan maupun Kasih bungkam. Elvan yang kaget hanya diam saja, seakan pelukan wanita asing itu begitu nyaman dan sangat menenangkan. Sementara Kasih mundur perlahan, sebelum semuanya menyadari dirinya. Jantungnya berdegup kencang, melihat apa yang terjadi. Kasih paham dengan semua itu dan tidak perlu dipertanyakan lagi, inilah identitas asli Elvan.
Dengan sekuat tenaga Kasih melangkahkan kakinya untuk keluar dari gedung perusahaan. Untuk hari ini dia terpaksa minta izin tidak masuk kerja.
Di dalam angkut Kasih melamun, ingatan tentang kejadian barusan saja terjadi, di mana membuatnya sangat syok dan seakan hanya khayalan semata.
Bukankah seharusnya dia senang, mengingat identitas Elvan terungkap? Namun, justru itu bertolak belakang yang dirasakan Kasih.
Dengan raut wajah sedih Kasih memandang ke luar jendela angkut. Bayangan dimana Elvan di peluk penuh kasih dan rindu oleh wanita yang pernah memberi bonus padanya tempo hari. Kasih baru tahu jika mereka adalah orang tua dari kekasihnya Elvan.
Tiba di rumah kontrakan milik Elvan, Kasih melamun. Kejadian tak terduga itu seakan membuatnya tidak percaya. Di mana Elvan ternyata bukan berasal dari keluarga biasa, melainkan adalah putra pemilik perusahaan naungan Bahtiar Group, yang tak lain tempatnya bekerja.
"El, selamat sekarang kamu dipertemukan dengan keluargamu yang sesungguhnya. Aku tidak tahu harus merasa senang atau sebaliknya, El." Kasih bergumam sendiri seraya menatapi foto Elvan pada ponselnya.
Wanita itu tersenyum getir, mengingat Elvan bukanlah kalangan biasa. Bila dibandingkan dengan kehidupan mereka, bagai langit dan bumi, jauh sangat berbeda, bahkan tidak bisa dibandingkan.
"Aku harus memberitahu orang Mama tentang kabar bahagia ini." Bagaimanapun Kasih perlu mengabari keluarganya, khusus ke-dua orang tuanya.
Belum juga sempat Kasih menghubungi orang tuanya, ponselnya mendapat pesan masuk dari Mey.
Mey: ["Ka, kamu baik-baik saja kan? Pokoknya no melakukan hal yang merugikan dirimu sendiri karena perjalanan hidupmu masih panjang. Kasih Aprilia adalah wanita tangguh, bahkan ketangguhannya mengalahkan superhero, spiderman, betmen dan wiro sableng haha....🤣."]
Kasih: ["Aku baik-baik saja. Jangan khawatirkan ku, fokuslah dengan pekerjaanmu. Kamu lucu sekali, berhasil membuat air mataku keluar karena saking lucunya😂."]
Mey: ["Kamu harus tahu ternyata Elvan adalah Raja Baba Bahtiar, putra tunggal sekaligus CEO di perusahaan Bahtiar Group. Ka, status Elvan adalah calon suami orang, yang tak lain adalah CEO dari perusahaan Gemilang Jaya🥲."]
Seketika ponsel itupun terlepas dari tangan Kasih yang tiba-tiba gemetar setelah selesai membaca pesan terakhir dari sahabatnya Mey.
"Apa? El, adalah calon suami orang?" gumam Kasih, seiringan tetesan air mata yang tiba-tiba bergulir membasahi ke-dua pipinya.
Kasih di lema karena pria yang menjadi kekasihnya itu adalah seorang CEO di perusahaan tempatnya bekerja. Menelan pil pahit dengan kenyataan bahwa Elvan adalah berstatus calon suami orang
*
Sementara di perusahaan menjadi pusat perhatian banyak orang, terutama para karyawan kantor. Semuanya tercengang atas kedatangan CEO mereka dengan keadaan tak biasa. CEO yang sudah menghilang tanpa jejak satu tahun itu.
"Ka, Ka!" panggil Elvan setelah menyadari situasi di sekitarnya, di mana dia menjadi pusat perhatian banyak orang, sekaligus dua orang paruh baya menangis seraya memeluknya.
"Sayang, di mana kamu selama ini?" lirih wanita yang sejak tadi tak berhenti menyekapnya.
"Kalian siapa?"
Deg!
Semua tercengang seraya saling memandang setelah mendengar pertanyaan aneh yang dilayangkan oleh Elvan.
"Sayang, apa yang kamu katakan? Jangan bercanda! Ini Mami, dan ini Papi kamu!" ucap wanita yang mengaku sebagai orang tua Elvan dengan dada bergemuruh. "Sayang, katakan kepada putra kita jangan coba-coba bikin drama," lirihnya kepada pria yang sejak tadi berdiri di sampingnya.
"Raja, apa maksudmu mengatakan hal itu?" tanya pria paruh baya yang wajahnya foto copy Elvan.
"Namaku adalah Elvan, bukan Raja."
Sekali lagi pernyataan Elvan membuat semua orang tercengang, saling memandang dengan tatapan penuh tanya.
Elvan, memegang kepalanya yang tiba-tiba sangat pusing. Bahkan semuanya kelihatan berputar dan mengelap.
"Arghh!" Elvan meringis kesakitan, kemudian tidak sadarkan diri. Untung saja dengan cepat tubuhnya dipapah oleh pria yang mengaku sebagai Papinya itu.
Ya, beginilah kondisi Elvan, jika dia berusaha mengingat masa lalunya. Bukan ingatan yang dia dapatkan, justru rasa sakit di kepalanya luar biasa. Maka dari itu, baik Kasih maupun ke-dua orang tuanya tidak pernah memaksakan untuk Elvan mengingat masa lalunya, karena bisa saja berakibat fatal.
"Raja!" pekik wanita itu dengan histeris melihat putra kesayangan mereka tak sadarkan diri.
Elvan langsung dibawa ke rumah sakit, untuk mendapat penanganan. Dengan dada gemuruh dan cemas wanita paruh baya itu setia mendampingi. Tidak lama kemudian suaminya ikut masuk ke dalam kamar rawat.
"Dok, apa yang terjadi pada putra kami?" tanya pria itu.
"Kami belum dapat menyimpulkan Pak Balin, tunggu sampai Pak Raja sadarkan diri. Hmm, apa yang terjadi?"
"Raja tak mengenali kami. Justru dia mengatakan namanya Elvan, bukan Raja." Ungkap pria paruh baya bernama Balin, yang tak lain adalah menantu atau pemilik Bahtiar Group.
"Iya dok, apa yang dikatakan suamiku adalah benar. Raja tidak mengenali kami dan bahkan dirinya sendiri. Tiba-tiba Raja meringis kesakitan seraya memegang kepalanya, dan akhirnya tidak sadarkan diri."
"Pak Balin dan Bu Gia, mari ikut saya. Ada yang ingin saya bicarakan." Suami-istri itu saling mengangguk, keluar ikut dokter ke ruangannya.
Tiba di ruang dokter, ke-dua paruh baya tersebut harap-harap cemas, belum siap untuk mendengar apa yang ingin dijelaskan dokter.
"Saya dapat menyimpulkan seperti gejala dan perlakuan yang Pak Balin maupun Bu Gia katakan, sepertinya Pak Raja mengalami." Sesaat dokter menjedah ucapannya seraya menatap ke-dua orang tua pasiennya secara bergantian. "Maaf, Pak Raja mengalami hilang ingatan atau amnesia!" dengan berat hati dokter mengatakan apa yang dialami Raja.
Deg!
"Apa?" ke-duanya tercengang, sontak kaget mendengar apa yang baru di katakan dokter tentang putra mereka.
Ke-duanya menggeleng, tanpa sadar meneteskan air mata. Menandakan mereka sungguh terkejut, dan merasakan bagaimana sulitnya Raja menjalani hari-harinya selama satu tahun belakangan ini.
"Bagaimana bisa terjadi dok?" lirih Mami Gia dengan dada terasa sesak, sangat sulit untuk bernafas. "Apakah Raja mengalami kecelakaan hingga berakibat fatal seperti ini?"
"Bisa jadi Bu, kita perlu memeriksa lebih lanjut lagi," ucap dokter ikut prihatin karena mereka cukup dekat, bahkan dokter Rama banyak tahu bagaimana kisah pasangan ini kehilangan putra mereka selama bertahun-tahun. Pasangan ini sering masuk rumah sakit karena tak henti-hentinya merindukan putranya yang kini sudah ditemukan dalam keadaan hilang ingatan.
"Dokter Rama, tolong sembuhkan putra kami. Berapapun biaya pengobatannya akan kami bayar," mohon Papi Balin dengan penuh harap.
"Raja bisa sembuh kan dok? Apapun yang terjadi putraku harus sembuh." Dengan berlinang air mata wanita berparas cantik serta anggun itu memohon kepada dokter Rama.
"Saya belum bisa berkomentar tentang itu Pak Balin dan Bu Gia, kita perlu mendalami pemeriksaan Pak Raja lebih lanjut. Saya berharap sama seperti apa yang diharapkan Pak Balin dan Bu Gia, kita perbanyak berdoa saja untuk kesehatan atau pemulihan Pak Raja."
Tok tok
"Maaf dok, Pak Raja sudah sadarkan diri. Pak Raja kekeh ingin pergi," ucap suster dengan raut wajah panik.
"Raja," pekik Mami Gia sontak kaget setelah mendengar apa yang dikatakan suster tentang putranya. Tanpa banyak tanya Mami Gia beranjak, berlari kecil keluar dari ruangan menuju kamar rawat Raja.
Di dalam sana sedang gaduh, para suster berusaha menghentikan keinginan Raja untuk pergi.
"Sayang, cukup!" seru Mami Gia hingga, baik Raja maupun beberapa suster terdiam. Mami Gia mendekati Raja, kemudian menarik tangannya untuk kembali ke brankar. Sementara para suster kembali ke ruang masing-masing.
Entah kenapa Elvan luluh dengan wanita yang menurutnya begitu asing, namun terasa sangat dekat. Bahkan jantungnya berdegup, bukan dalam arti ada perasaan suka, namun seperti ada ikatan batin.
Mami Gia menangkup wajah Elvan dengan mata berkaca-kaca. Kerinduan selama ini telah terobati, walau belum begitu sempurna. "Sayang, kamu adalah Raja Baba Bahtiar, putra tunggal Mami dan Papi. Kamu menghilang tanpa ada kabar selama satu tahun lebih. Jika kamu tidak percaya, Mami dan Papi akan membawa kamu pulang ke rumah, di sana banyak barang milikmu yang dapat membantu memori ingatanmu. Tolong jangan pergi meninggalkan Mami dan Papi lagi," ungkap Mami Gia dengan nada terisak.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!