Satu jam yang lalu. Di ruang rahasia dimana hanya orang-orang tertentu anggota VIP yang bisa masuk ke dalam ruangan yang cukup besar itu. Ada seorang gadis yang juga ada di sana untuk mengadu nasibnya malam ini. Dia Alesya, gadis cantik, baik hati dan lemah lembut sebelumnya tapi terpaksa ada di tempat itu hanya demi satu alasan yaitu ibunya.
"Alesya, kau yakin akan melanjutkan ini. Kita bisa cari cara lain Ale, ayo kita pergi dari sini. Ini bukan tempat yang tepat untukmu." Seseorang menarik tangan Alesya untuk pergi dari sana.
"Tidak Mis, tidak ada cara lain lagi. Hanya ini satu-satunya cara yang ada. Dimana kita bisa mendapatkan uang sebanyak itu dalam satu malam kalau bukan dengan cara ini." Nadanya terdengar putus asa, tapi memang tidak ada cara lain.
"Tapi Alesya, aku tidak ingin kau melakukan itu. Aku sungguh menyesal telah membawamu kesini. Maafkan aku Ale ...."
Alesya memeluk sahabatnya, "Tidak ada yang perlu disesali. Aku justru berterimakasih karena kamu mencarikanku cara agar bisa mendapatkan uang. Kalau tidak bagaimana aku bisa menyelamatkan ibuku," ujar Alesya tulus. "Sudah jangan menangis lagi, sekarang giliranku. Kau cukup berdoa saja agar ada yang mau membeli kesucianku dengan harga yang pas dengan yang aku butuhkan dan aku juga berharap kalau pria itu cukup tampan agar aku tidak menyesal telah memberikan kesucianku padanya." Alesya tersenyum agar sahabatnya tidak terlalu cemas.
"Semoga Tuhan melindungimu Alesya," ujar Mishel.
Alesya sudah naik ke atas panggung, gilirannya telah tiba. Dia hanya bisa berdoa agar ada seseorang yang berhati baik yang mau membayar keperawanannya dengan harga yang mahal agar ia bisa membayar operasi ibunya.
Mata para laki-laki hidung belang langsung melebar saat melihat tubuh molek Alesya yang berdiri ditengah-tengah panggung dengan hanya terbalut gaun yang sangat minim berwarna merah menyala. Tubuhnya tinggi semampai, bodynya bak model papan atas dan di bagian tertentu juga cukup padat berisi.
"Malam ini ada sesuatu yang spesial, nona yang cantik ini akan melelang keperawanannya. Siapa yang menawar dengan jumlah yang tertinggi akan mendapatkannya," ujar pembawa acara.
"Apa kau yakin kalau dia masih perawan, bagaimana bisa anak perempuan dewasa di negara kita ada yang masih perawan." Salah satu anggota pelelangan berasumsi kalau semua wanita yang sudah remaja keatas kebanyakan sudah tidak lagi perawan. Ya karena memang di negara itu pergaulan cukup bebas.
"Aku akan mengembalikan uangnya kalau memang aku terbukti berbohong!" Alesya memberanikan diri untuk bersuara. Dia tidak bisa membiarkan orang-orang menjadi enggan untuk membelinya dengan harga tinggi hanya karena asumsi itu.
Para tamu pun berbisik-bisik, ada yang meremehkan dan tidak percaya tapi ada juga yang mempercayai Alesya. Tapi jangan lupakan orang-orang yang licik dengan senyum yang menyeringai. Mereka tentu saja ingin mencicipi tubuh Alesya tapi tidak mau rugi. Segudang ide sudah muncul di kepala mereka, membeli dengan harga tinggi lalu menghabiskan malam dengan wanita secantik Alesya. Kemudian mereka bisa saja mengatakan kalau Alesya berbohong dan jadilah dia tidak usah memberikan bayaran.
Ohh astaga, Alesya lupa kalau dia ada di sarang para mafia, penjahat negara dan para pengusaha yang menggeluti dunia bawah tanah. Jelas mereka semua bukan orang yang baik. Otak mereka sudah biasa bermain curang tanpa mau rugi. Semoga saja Alesya beruntung dan bertemu orang yang tepat, ya setidaknya bisa menepati janji dengan memberikan bayarannya.
"Baiklah, kita mulai dari nominal sepuluh juta rupiah. Silahkan angkat tangan kalian dan sebutkan berapa kalian menawar."
"Dua puluh juta."
"Dua puluh lima juta."
"Tiga puluh juta."
"Empat puluh juta."
Alesya hanya bisa meremas jari-jari tangannya sendiri mendengar nominal angka yang disebutkan oleh mereka. Jumlahnya masih sangat jauh dari jumlah uang yang ia butuhkan. Apa serendah itu harganya, sampai mereka tidak ada yang mau membelinya dengan harga yang mahal. Padahal Alesya adalah anak seorang bangsawan pada masanya. Jika dulu banyak sekali putra para pengusaha dan bangsawan yang datang melamarnya tapi Alesya menolaknya, kini dia harus menjual diri pada bedebah itu untuk mendapatkan uang. Apa mungkin ini karma untuknya.
"Seratus juta."
"Seratus lima puluh juta."
Tawar menawar pun masih terjadi, tapi hanya beberapa orang yang masih bersuara. Sepertinya mereka sudah enggan untuk mengeluarkan uang lebih untuk membeli keperawanan Alesya.
"Apa masih ada lagi yang lebih tinggi. Saya hitung sampai lima kalau tidak ada lagi yang berani lebih tinggi, maka nona ini akan menjadi milik Tuan yang ada di sebelah sana," tunjuk pembawa acara pada pria tua dengan tubuh gempal yang sejak tadi sudah meneguk ludah berkali-kali saat melihat Alesya naik ke panggung.
Sedangkan Alesya tidak berani lagi memandang mereka. Alesya tidak peduli lagi dengan siapa ia akan menghabiskan malam dan siapa yang akan membayarnya, dia juga tidak bisa memilih siapa orang itu. Dia menunduk dan pasrah jika memang dia hanya mendapatkan uang sebesar itu. Sisanya dia akan mencari cara lain lagi.
"Satu ... dua ... tiga ... empat ... li--."
"Satu miliar."
Semua orang tercengang mendengar nominal angka yang begitu besar itu hanya untuk membeli seorang wanita. Siapakah pemilik suara itu, semuanya mencari termasuk pria yang tadi mengira akan menang.
"Woooww ... benarkah Tuan, anda mau membeli keperawanan Nona ini dengan harga satu miliar?" tanya pembawa acara yang juga terkejut.
"Ya, berikan dia padaku," ujar pria bertopeng dengan tubuh tinggi dan tegap itu. Setelah berkata seperti itu dia menyerahkan sebuah kartu pada asistennya. "Urus dia untukku," titahnya.
"Baik Tuan."
Sang asisten maju ke depan dan membisikkan sesuatu pada pembawa acara, sekaligus menyerahkan kartu dari tuannya. Seketika raut wajah pembawa acara itu langsung terlihat pias karena baru saja dia meragukan pria yang ternyata dikenal sangat berkuasa itu. Dia langsung menyeka keringat dingin yang membasahi dahi dan lehernya.
"Baik kalau begitu, sudah diputuskan kalau nona ini akan menjadi Tuan yang ada di sana. Beliau membeli nona ini seharga satu miliar."
Alesya hampir tidak percaya, dia benar-benar bertemu dengan orang yang baik. Dia mendapatkan uang itu. Alesya tidak bisa menyembunyikan rasa harunya.
"Tidak bisa, wanita itu milikku. Aku duluan yang membelinya," protes pria yang tadi sudah hampir menang.
"Maaf Tuan, tapi Tuan itu sudah menawar dengan harga yang lebih tinggi di detik terakhir. Jadi beliaulah yang berhak membawa nona ini."
"Apa kau tidak tau siapa aku, aku bisa menghancurkan tempat ini kalau kau tidak menyerahkan wanita itu padaku!!" Masih protes tidak terima kekalahan. Terlebih dia sudah sangat ingin menikmati tubuh Alesya.
"Maaf Tuan tapi tidak bisa, karena tuan itu sudah menawar dengan harga yang lebih tinggi dari anda. Maafkan saya sekali lagi."
"Kau berani Haa!!! Siapa pria itu, sini maju ke hadapanku kalau berani!" Pria gempal itu memanggil anak buahnya yang tidak seberapa. "Berikan pria itu pelajaran karena sudah berani melawanku!" titah pria itu pada anak buahnya.
Seketika di ruangan itu langsung ricuh, para tamu langsung ketakutan. Ada yang minggir dan kabur tapi ada yang malah ingin menonton. Ingin tau siapa yang akhirnya menang. Si pria gempal atau pria satu miliar.
Pertempuran pun tidak bisa dihindarkan lagi. Para anak buah pria gempal itu maju satu persatu menghadapi pria bertopeng itu.
Bag bug bag bug. Krak ... tras ....
Tidak perlu banyak waktu untuk melumpuhkan lawan, pria bertopeng bahkan tidak terluka sedikitpun oleh anak buah pria gempal itu. Mereka sama sekali bukan tandingan pria itu, meski hanya sendiri tapi bisa mengalahkan puluhan orang.
"Tuan saya bilang sekarang giliran anda maju," ucap asisten pria itu pada si pria gempal yang sedang ketakutan.
"A--apa ... a--aku su--sudah tidak menginginkan wanita itu lagi. Tuanmu bisa membawanya dari sini. Kebetulan juga aku harus pergi," ujar pria gempal yang tadi berteriak lantang tapi sekarang nyalinya sudah menciut. Dia langsung kabur dari sana dan lari terbirit-birit. Dia masih sayang dengan nyawanya ternyata, tapi sepertinya dia salah mengira kalau urusan dengan pria bertopeng itu sudah selesai. Bagaimanapun dia baru saja membuat pria berkuasa itu mengeluarkan banyak tenaga untuk sedikit berolahraga dengan para berandalan itu.
"Tuan dia sudah kabur." Sang asisten memberikan laporan.
"Cari tau apa perusahaan dan buat dia menyesal karena sudah bermain-main denganku." Pria bertopeng itu berdiri lalu melepaskan jasnya dan melemparkannya pada sang asisten. "Buang itu, aku sudah tidak membutuhkannya," perintahnya, padahal hanya kotor sedikit tapi memang dia saja yang gila kebersihan. Setelah itu dia pergi begitu saja.
Alesya sudah ketakutan saat melihat pria itu pergi, apa mungkin pria itu membatalkan kesepakatannya dan meninggalkan dirinya disini tanpa uang. Oh tidak, bagaimana Alesya bisa membayar biaya operasi ibunya kalau begitu.
"Tuan ... tunggu! Bagaimana denganku ...!" Alesya berteriak memanggil pria yang katanya mau membelinya dengan harga satu miliar tapi pria itu tetap pergi tanpa peduli dengan teriakkannya, tega sekali. Apa dia tidak tahu kalau saat ini Alesya sangat butuh uang.
"Tuan ... tunggu Tuan ... oh tidak uangku." Alesya bersimpuh di lantai, seluruh tubuhnya terasa sangat lemas. Dia baru saja tertipu, kehilangan uang dan tidak punya kesempatan lagi untuk menyelamatkan ibunya. Ditambah belum makan seharian karena banyak pikiran. "Hiks hiks hiks ... ibu maaf aku tidak dapat uangnya," lirih Alesya.
"Nona, mari ikut denganku. Tuan sudah menunggu anda di mobil."
Alesya mengangkat kepalanya, dahinya berkerut menatap pria itu penuh tanya. Sepertinya pria yang ada di hadapannya ini adalah pria yang sejak tadi ada di samping pria bertopeng itu. Tebak Alesya mungkin pria ini adalah bawahan pria bertopeng itu.
"Saya asisten Tuan yang tadi sudah menawar anda, mari ikuti saya. Jangan sampai membuat Tuan menunggu terlalu lama," katanya memperingati Alesya.
Tidak ingin kehilangan kesempatan dan uang, Alesya pun segera berdiri. "Tuan, sebelum pergi apa aku boleh menemui seseorang lebih dulu?" tanya Alesya, dia ingin menemui Mishel lebih dulu untuk pamit agar sang sahabat tidak khawatir dan mau minta tolong padanya agar Mishel menjaga ibunya malam ini.
"Nona, apa anda masih menginginkan uangnya? Kalau masih, sebaiknya cepat pergi karena tuan sudah menunggu. Jangan sampai tuan berubah pikiran."
Ah ya benar, uang membuat Alesya tidak berkutik. Dengan berat hati dia pergi dari sana tanpa memberitahu sahabatnya. Semoga saja Mishel tidak khawatir dan dia pergi ke rumah sakit.
Alesya berjalan menunduk dan tidak nyaman karena gaun yang ia pakai sang pendek dengan belahan hampir sampai pangkal paha. Rasanya sangat aneh karena dia tidak pernah berpenampilan seperti itu sebelumnya. Meski tubuhnya bagus tapi dia tidak pernah pamer dan lebih suka menggunakan pakaian yang sopan.
"Silahkan masuk Nona." Pria yang katanya asisten itu membukakan pintu mobil untuk Alesya.
Alesya melihat asisten itu, tapi pria itu malah menyuruhnya cepat masuk dengan bahasa isyarat. Jangan buat sang tuan menunggu kalau mau uang, ya begitulah katanya kira-kira.
Alesya sudah duduk di samping pria itu yang bahkan masih memakai topengnya saat sudah keluar dari ruang pelelangan. Apa mungkin saat mengambil haknya dia juga akan tetap menggunakan topeng. Eh kenapa juga Alesya berpikir sampai kesitu, tapi memang dia berada di sana saat ini untuk itu.
Mobil sudah melaju entah kemana, Alesya tidak tau dan tidak bisa protes. Semuanya karena uang, dia menggenggam ujung gaunnya marah dengan dirinya sendiri yang tidak berguna. Suasana di dalam mobil begitu dingin dan mencekam membuat Alesya yang menggunakan gaun mini jadi makin kedinginan. Dia mengusap-usap lengannya agar sedikit hangat.
"Ken, buka jasmu," titah laki-laki di samping Alesya pada assistennya. Tanpa banyak bertanya laki-laki bernama Ken itu membuka jas yang ia pakai, dia memang paling penurut pada atasannya. Mungkin kalau sang atasan menyuruhnya lompat ke jurang juga dia akan melakukannya. "Berikan padanya, suruh dia menggunakan itu untuk menutupi tubuhnya yang jelek."
Ken memberikan jasnya pada Alesya dan gadis itu baru sadar kalau yang tadi pria itu bilang jelek adalah dirinya. Apa mungkin pria itu sebenarnya buta, bentuk tubuh Alesya bahkan lebih seksi dari model majalah dewasa. "Pakailah ini Nona."
Alesya menerimanya dengan perasaan dongkol. Mau protes juga tidak bisa, dia tidak terima tubuhnya dibilang jelek.
Mobil yang mereka tumpangi sampai di depan hotel berbintang. Sudah bisa Alesya tebak sebelumnya, disinilah dirinya akan menyerahkan sesuatu yang berharga dalam hidupnya. Sudah saatnya.
"Silahkan turun nona." Ken membukakan pintu untuk Alesya tapi tidak untuk atasannya.
Alesya kebingungan, apa hanya dia yang turun. Melihat pria itu tidak bergerak dari tempatnya. Lalu bagaimana dengan bayarannya, kenapa Alesya bisa bodoh sekali tidak membicarakan hal itu sejak tadi.
"Apa hanya aku yang turun?" tanya Alesya.
"Iya, Tuan akan datang nanti."
"Bagaimana dengan uangnya, kapan tuanmu akan memberikannya," kata Alesya sedikit keras agar pria itu juga mendengarnya.
Alesya melihat pria itu berdecak remeh, mungkin baginya Alesya hanya wanita yang gila uang, yang rela melakukan apa saja demi uang. Namun, Alesya tidak peduli akan pikiran pria itu toh mereka bertemu hanya untuk satu malam. Setelahnya mereka tidak akan bertemu lagi.
"Tuan pasti menepati janjinya, Nona tidak usah khawatir soal uang," ujar Ken yang juga berpikiran sama dengan atasannya.
"Ahh itu, bisakah kau bilang dengan atasanmu agar memberiku setengahnya dulu. Aku sangat butuh uang itu malam ini," lirih Alesya.
"Tidak bisakah menunggu sampai besok?"
Alesya menggeleng lalu memberikan secarik kertas berisikan nama rumah sakit tempat ibunya dirawat dan nama ibunya. "Bisakah kirimkan uangnya ke sini, ibuku harus dioperasi besok pagi."
Ken melihat atasannya, pria itu mengangguk sebagai pertanda mengiyakan.
"Baiklah Nona, saya akan mengurusnya nanti. Sekarang anda ikut saya."
"Benarkah? Apa tuanmu setuju?" tanya Alesya dengan mata berbinar. Dia sungguh masih punya kesempatan untuk bersama ibunya lebih lama.
Ken mengangguk.
Alesya mau berterimakasih tapi mobil yang tadi membawanya sudah pergi dari sana. Aneh, bukankah malam ini seharusnya mereka menghabiskan waktu bersama tapi kenapa pria itu malah pergi.
"Mari Nona." Ken mempersilahkan Alesya untuk jalan karena gadis itu masih melamun menatap kepergian atasannya. "Tenang saja, nanti tuan akan kembali kesini," ujarnya lagi.
"Aah, bukan seperti itu tapi aku hanya merasa semuanya harus diselesaikan malam ini agar cepat selesai dan aku bisa pergi," cicit Alesya.
"Sepertinya anda salah mengartikan maksud Tuan. Dia tidak hanya membeli nona untuk malam ini tapi untuk waktu yang tidak bisa ditentukan. Saya khawatir anda tidak akan bisa lepas lagi dari tuan setelah malam ini."
Alesya mematung, dia tidak mengerti akan maksud ucapan pria bernama Ken itu. Tapi yang ia tangkap kalau dia tidak bisa lepas, apa artinya itu.
Di salah satu hotel berbintang. Kamar dengan fasilitas nomor satu dan berada di lantai paling atas. Alesya duduk di tepi ranjang, diam membisu dengan pikiran yang berkecamuk.
Sebenarnya dia takut dan bimbang, apakah jalan yang dia tempuh ini sudah benar atau malah akan membawanya ke dalam permasalahan yang baru. Dia terpaksa sungguh, demi wanita yang telah melahirkannya dan membesarkannya dengan penuh kasih sayang.
Alesya berdiri dan berjalan ke sisi jendela kaca yang sangat lebar. Dapat dilihat pemandangan kota Auckland dari atas sana. Kota yang begitu tenang dan damai tapi tidak bagi Alesya.
'Ibu, apa yang aku lakukan ini benar? Apa kau akan membenciku setelah ini. Tidak Bu, jangan membenci ku. Hanya ibu satu-satunya yang peduli padaku. Aku akan melakukan apapun demi ibu.'
Bulir bening dari pelukan matanya menetes dengan sendirinya. Apa Alesya menyesal dengan keputusannya. Sudah sejauh ini tidak akan mungkin ada jalan untuk kembali. Keputusannya sudah bulat, dia harus membuang jauh-jauh perasaan takutnya. Dia yang sudah memilih jalan ini maka, mau tidak mau Alesya harus menghadapi nya. Segera ia hapus air mata sialan yang keluar tanpa permisi, dia tidak boleh lemah apalagi jika yang ia lakukan adalah demi ibunya.
Tangannya menggenggam erat, emosi, dendam dan sakit hati yang ia rasakan mampu mengalahkan rasa takutnya saat ini. Matanya menatap tajam pada satu bangunan yang bisa ia lihat dari sana. Ya itu adalah perusahaan ayahnya yang telah tiada tapi kini sudah berpindah tangan. Sungguh Alesya tidak akan memaafkan mereka. Suatu saat mereka akan membayar semuanya.
Ceklek. Mendengar seseorang membuka pintu tidak membuat Alesya bergerak. Dia masih bergeming di tempatnya dengan pandangan yang masih tertuju pada bangunan itu.
"Nona... ada pesan dari Tuan. Sebentar lagi akan ada orang yang datang untuk membantu nona untuk membersihkan diri dan pakailah pakaian yang ada dalam kotak ini." Laki-laki itu meletakkan sebuah kotak besar di atas ranjang.
Alesya buru-buru menyeka air matanya yang tersisa, dia tidak ingin terlihat lemah lagi dihadapan siapapun. Tidak ada yang boleh lagi menginjak harga dirinya.
"Tuan ... apa atasanmu sudah menepati janjinya? Apa dia sudah mengirimkan uangnya pada pihak rumah sakit?" tanya Alesya setelah berbalik.
"Anda tidak perlu khawatir, tuan kami adalah orang yang selalu menepati janjinya. Asal anda patuh dan menuruti perintah nya maka tuan akan mengasihani anda. Tapi jika anda berani berpikir untuk kabur, maka bukan hanya anda yang celaka tapi orang yang anda sayangi juga."
Laki-laki itu membungkuk hormat. "Saya permisi nona." Langsung berbalik dan keluar meninggalkan Alesya sendiri lagi.
"Tunggu!! Aku belum selesai bertanya," ujar Alesya tapi sudah terlambat karena pria itu sudah menghilang.
Apa maksudnya tadi? Patuh, menurut? Apa dia kira dia adalah Tuhan. Cihhh ... sedikit kemudian Alesya tersenyum miris. Ya, iya lupa kalau laki-laki itu yang sudah membelinya jadi dia harus patuh dan menurut padanya. Tidak, sayangnya Alesya tidak mau diatur saat ini. Dia tidak akan menurut pada siapapun termasuk pria itu, bukankah perjanjiannya hanya memberinya anak. Jadi Alesya akan tetap hidup bebas asalkan memberinya anak.
Tak berapa lama, seseorang kembali membuka pintu. Tapi bukan pria yang tadi datang, mereka perempuan. Mereka berjejer rapi dengan balutan seragam pelayan.
"Nona, kami datang atas perintah tuan. Kami akan membantu membersihkan tubuh anda."
"Apa? Membantu ku membersihkan tubuh? Apa maksudnya kalian akan memandikanku, begitu?" Alesya membelalakkan, bukankah itu berlebihan. Dia bukan tuan putri yang harus dilayani seperti itu.
"Iya nona mari, lebih cepat lebih baik sebelum tuan datang," jawab mereka dan mengingatkan, salah satu dari mereka.
"Tunggu! Kalian tidak perlu membantuku. Aku bisa melakukannya sendiri. Jadi kalian pergi saja." Alesya, mungkin pernah juga menjadi wanita bangsawan tapi dia tidak pernah merasakan apa yang namanya dilayani seperti itu. Dan itu membuatnya risih.
"Ini adalah tugas kami, mohon nona tidak membuat kami sulit."' Tanpa permisi mereka pun menggiring Alesya ke kamar mandi.
"Ehh tunggu, aku benar-benar bisa sendiri ...."
Alesya tidak bisa berbuat apa-apa karena mereka sama sekali tidak mau mendengarkannya. Dia hanya perlu diam dan semuanya sudah selesai. Dari ujung kaki sampai ujung rambutnya tidak ada yang terlewat. Pelayan itu menjadikan Alesya benar-benar bersih. Bahkan mereka juga membantu Alesya berpakaian. Saat ini dia sudah cantik dengan gaun yang tadi laki-laki itu bawa, terlihat lebih berkelas dan menawan. Berbeda dengan sebelumnya karena dia hanya menggunakan pakaian minim yang disediakan oleh pihak pelelangan.
"Tugas kami sudah selesai nona, kalau begitu kami permisi."
"Ehh tunggu, bisakah kalian beritahu siapa nama tuan kalian itu?" tanya Alesya. Hal itu tentu membuat para pelayan itu mengerutkan keningnya.
Apa wanita itu bercanda, bagaimana mungkin dia tidak tau nama laki-laki yang akan menghabiskan malam dengannya. Dan lagi laki-laki itu adalah orang yang sangat berpengaruh di kota Auckland, bahkan bisnisnya juga ada dimana-mana.
"Hallo... kenapa kalian diam saja, apa kalian juga tidak tau?"
"Maaf nona, bukan ranah kami untuk membicarakan tuan. Sebaiknya anda bertanya kepada orang lain saja. Kami permisi ...." Membungkuk hormat lalu pergi.
Alesya terduduk lemas. Bagaimana bisa dia bahkan tidak tau nama dan asal-usul pria itu. Wajahnya juga tidak tau seperti apa karena saat di pelelangan tadi dia memakai topeng. Alesya hanya menebak dari apa yang pria itu pakai, dia melihat pria itu menggunakan pakaian dari desainer terkenal dan tidak banyak orang yang bisa membelinya. Jelas kalau pria itu adalah seorang pengusaha kaya atau salah mungkin pemilik perusahaan.
Tapi bagaimana kalau ternyata pria itu hanya penipu dan dia tidak benar-benar membayar biaya rumah sakit itu. Itu artinya ibunya dalam keadaan bahaya. Apa yang harus ia lakukan sekarang. Tidak tau bertanya pada siapa dan tidak mungkin juga bisa pergi dari sini.
"Ibu, bagaimana keadaan mu sekarang. Kenapa aku begitu bodoh dan percaya padanya begitu saja." Alesya meneteskan air matanya lagi, hanya dengan mengingat ibunya dia tidak bisa terlihat kuat.
"Aku harus keluar dari sini dan memastikan keadaan ibuku. Ya benar, aku tidak bisa percaya pada pria asing itu." Alesya beranjak dengan perasaan yang kacau, di coba membuka pintu tapi sayangnya terkunci. Seharusnya dia sudah tau hal itu, tapi kenapa tiba-tiba dia menyesali keputusannya sendiri.
"Seseorang tolong buka pintunya, aku mohon... ijinkan aku melihat ibuku. Ijinkan aku pergi sebentar saja, aku mohon..." Alesya menangis pilu, tubuhnya merosot ke lantai. Dia sangat mencemaskan ibunya tapi tidak bisa berbuat apa-apa. Hiks hiks hiks...
"Aku harap kau menepati janji mu tuan, kalau tidak aku yang akan membunuh mu dengan tanganku sendiri." Tidak ada lagi yang bisa Alesya lakukan selain percaya dan yakin kalau pria itu benar-benar membayarkan biaya rumah sakit.
Semua ini karena orang-orang itu yang sudah memanfaatkan kebaikan keluarganya, tidak ia sangka kalau orang-orang berwajah bak malaikat tanpa sayap itulah yang justru menghancurkan kehidupan keluarganya yang damai.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!