Rintih seorang wanita cantik terdengar hingga langit. Langit yang awalnya terang, tiba-tiba menjadi gelap seakan seseorang dengan sengaja menutupinya. Tanda seorang bayi akan lahir pun diketahui oleh banyak orang. Sayangnya, mereka tidak mengharapkan kehadirannya.
Lachowicz, sebuah keluarga di negara Eropa yang memiliki kedudukan tertinggi di militer negara. Semua orang sangat menyeganinya, terlebih kepada tuan besar Lachowicz, Arnold Lachowicz. Pria dengan perawakan tinggi besar, berwajah garang itu mengumumkan kepada dunia cucu lelakinya yang entah sudah keberapa itu akan lahir ke dunia. Semua orang datang untuk menyaksikannya, menjadi saksi kehadiran baby Alex yang masih diperjuangkan oleh ibunya.
Oeee oeeee...
Suara tangisan bayi pun pecah. Alex telah hadir ke dunia. Seorang peramal keluarga telah didatangkan oleh Arnold untuk meramalkan nasib cucu lelakinya.
"Athena sayang, kamu mau memberikan nama apa untuknya?" Tanya Russel dengan mata berbinar.
Russel, Ayah kandung Alex, tak kuasa menahan air matanya di hadapan banyak orang. Hari ini, kejadian besar pun terjadi. Kelahiran baby Alex mengundang berbagai bencana termasuk angin kencang dan petir yang menggelegar. Semua warga yang datang untuk melihat pun dibuat merinding ketakutan. Mereka terjebak di kediaman pasukan militer tertinggi negara itu.
"Alexander Bryan Lachowicz. Bagus bukan?" Ucap Athena.
Russel mengangguk menandakan ia setuju.
"Sayang, aku bawa Alex kecil kita ke kamar dulu," pamitnya.
Athena mengangguk lemah. Saat Russel akan membawa Alex pergi bersamanya, Arnold menghadangnya.
"Jangan bawa pergi. Bayi itu tinggalkan disini dan biarkan tuan Jim memeriksa takdirnya," ucap Arnold.
"Ayah, zaman apa ini? Mengapa pakai acara diramal segala? Sebelum-sebelumnya, tidak ada yang diramal. Mengapa hanya anakku saja?" Protes Russel.
"Apa kamu tidak menyadari keanehan alam sejak anakmu ini lahir?" Tanya Arnold.
Russel berpikir sejenak. Dia menatap ke langit, memang benar langit benar-benar gelap saat ini seolah gerhana matahari pun terjadi, atau mungkin dunia akan kiamat. Petir pun tak henti-hentinya bersahutan menyambar setiap hal yang dilihatnya, termasuk juga tiang listrik dan rumah warga.
Jderrrr
Semua orang menjerit, berpelukan satu sama lain. Harap-harap cemas kejadian ini segera berakhir. Russel pun akhirnya setuju dengan permintaan ayahnya. Dia benar-benar tidak mempercayai ramalan apapun tentang dirinya, keluarganya maupun anaknya.
"Silahkan saja!" Seru Russel sambil memberikan anaknya kepada Arnold.
"Silahkan tuan Jim," ucap Arnold mempersilahkan.
Jim Chan, seorang peramal asal China yang melegenda di masanya. Banyak dari kaum bangsawan dan kaum tertinggi di. Berbagai dunia yang masih memakai jasanya hingga Abad ke 21 ini. Mayoritas dari mereka bahkan masih percaya akan sebuah ramalan. Dan faktanya, kebetulan semua ramalannya adalah benar.
"Tch tch tch, buruk." Jim berdecit sambil menggelengkan kepalanya sesaat setelah memegang urat nadi Baby Alex.
"Kelak, bayi ini adalah seorang pria yang tidak berguna bagi keluarga, negara bahkan untuk dirinya sendiri. Dia adalah pembawa sial," ucap Jim.
"Omong kosong! Ini pasti salah. Ayah, jangan dengarkan ucapan dia. Kalian semua juga. Anakku mana mungkin akan membawakan sial!" Seru Russel mengelak.
"Tuan Russel, saya mengerti dengan benar bila Tuan sangat menyayangi den Alex. Namun, itulah faktanya. Ramalan saya tidak ada yang meleset sekalipun sejak 20 tahun yang lalu," celoteh peramal itu meyakinkan semua orang.
Ekspresi Athena berubah pias seketika. Dia tidak percaya jika anak yang baru saja dia lahirkan ternyata memiliki nasib seburuk itu. Namun bodohnya,dia malah percaya dengan omong kosong Jim.
"Kakak, kamu harus mengusir anak ini dari wilayah kita!" Seru adik dari Russel mempengaruhi semua orang.
"Benar yang dikatakan tuan Steve. Usir anak pembawa sial ini!"
Amarah warga Kian menggila. Semua orang bahkan mendesak Russel melakukan hal yang paling dibencinya. Bagaimana tidak, dia harus membuang anak pertamanya setelah sekian lama ia menginginkannya. Russel memeluk erat baby Alex di tangannya.
"Tidak! Aku tidak akan membuang anak ini. Aku juga tidak akan menelantarkannya atau mengusirnya. Dia masih bayi. Sekarang, jika kalian jadi saya, apa kalian tidak akan bersedih?"
Semua orang terperangah melihat Russel yang biasanya begitu dingin dan sedikit berbincang,kini bahkan melawan keras semua orang demi seorang anak pembawa sial.
"Athena, kumohon bantulah," pinta Russel.
Athena bergeming pada tempatnya. Dia takut dia akan mendapatkan reputasi buruk serta terkena sial dari Alex, disisi lain dia juga sama dengan Russel yang memberatkan Alex.
"Athena, apalagi yang kamu pikirkan? Dia anakmu bukan orang lain!" Pekik Russel yang menyadarkan lamunan Athena.
"Ahh uhmmm..."
Athena gelagapan saat akan menjawab.
Aku harus berkata apa...~Batin Athena.
"Russel, sebaiknya kita dengarkan apa kata mereka. Aku takut kita akan..."
Belum sempat bagi Athena untuk menyelesaikan ucapannya. Russel telah menyelaknya dengan ucapan kekecewaannya.
"Sudah cukup! Aku mengerti sekarang. Kalian semua tidak ada yang menyayanginya dan lebih percaya dengan ucapan peramal ini dibandingkan dengan ucapan keluarga kalian sendiri."
Russel menunduk, dia mengepalkan tangan kirinya yang sedang tidak menggendong Alex.
"Aku lebih tidak percaya jika KAU(penuh penekanan), malah ikutan mempercayainya. Kau adalah ibundanya, Bagaimana bisa kau setega itu dengan anakmu?" Tanya Russel.
"Namamu Athena, cantik bak dewi kebijakan. Namun, aku tidak tahu jika kamu tidak sepertinya. Memang, nama tidak harus sesuai dengan sifat." Russel menggelengkan kepalanya.
Api amarah terpancar dari sorot matanya. Semua orang hanya bungkam, mereka mengerti dengan benar bagaimana Russel jika pria itu marah.
"A-aku... aku hanya ingin yang terbaik untuk kita..."
Athena menunduk, bukan merasa sedih, namun takut menatapnya. Entah mengapa. Setelah mendengarkan ucapan dari peramal itu, rasa sayangnya sebagai ibu dari Alex telah musnah. Athena bahkan enggan untuk memegang Alex yang berada di tangan Russel.
Russel pergi meninggalkan semua orang tanpa sepatah kata. Hatinya hancur mendengar jawaban dari keluarganya, bahkan istri yang sangat dicintai olehnya.
"Ru.... Rusell," panggil Athena lirih. Namun. Russel sama sekali tak menggubrisnya. Dia ingin mengejar dan memeluk Russel, namun langkahnya dihentikan oleh Steve yang masih berdiri di sampingnya.
Lima tahun kemudian...
"Ahaahahaha. Ayah, kejar aku!" Seru Alex yang sedang berlari di sekitar paviliunnya.
Russel mengejar anaknya dengan riang gembira hingga dirinya melihat Athena juga Steve datang mengunjungi mereka.
"Russel..." Athena memanggil Russel lirih.
Russel menghentikan permainannya dan berjalan menuju ke arah istrinya.
"Ayah, siapa dia?" Tanya Alex.
Alex hanya tahu nama Athena, dia tahu dia masih memiliki seorang ibu, namun Athena sama sekali tidak pernah mengunjunginya hingga Alex tumbuh tanpa sosok dirinya.
Apa sudah saatnya aku memberitahu Alex?~Batin Russel.
Russel terdiam sejenak. Sesekali dia melihat Alex dan Athena secara bergantian. Dia menghela nafas sebelum berucap.
"Alex, kamu masuk dulu ke dalam ya. Suruh bibi membuatkan minum untuk tamu kita," titah Russel.
"Baik ayah," jawab Alex patuh.
Athena dan Steve saling bertatapan.
"Ada angin apa yang membawa langkahmu kemari?" Ucap Russel setengah menyindir.
"Aku... aku hanya ingin melihat putraku. Aku rindu padanya," jawab Athena.
"Tch." Russel berdecit. Dia memalingkan wajahnya ke arah lain.
"Rindu? Seorang ibu yang bahkan tidak pernah sayang kepada anak sendiri bisa mengatakan rindu? Apa kamu tidak malu mengatakannya?" Tanya Russel.
Athena hanya bungkam. Dia merasa tertampar oleh ucapan Russel. Tanpa kata, Athena pergi dari sana, meninggalkan Russel yang bergeming menatap kepergian mereka.
"Huftt, aku sudah tak tahu lagi harus berbuat apa kepadamu,Athena. Kau semakin jauh, sangat sulit tuk ku gapai lagi. Aku merindukanmu yang dulu," gumam Russel.
Keesokan harinya...
Alex telah bersiap dengan mengenakan pakaian sekolahnya. Hari ini adalah hari pertamanya untuk masuk sekolah. Taman kanak-kanak di kawasan elite di kota tempatnya tinggal menjadi pilihan utama Russel untuk mendaftarkan anaknya.
"Sayang, kamu harus baik-baik di sekolah. Kamu jangan nakal,namun jangan biarkan orang lain menindasmu juga, mengerti?" Ucap Russel menasehati Alex.
Alex menggangguk kecil menandakan dia mengerti.
"Baiklah, ayo kita berangkat."
Saat mereka akan berangkat, tiba-tiba Athena menghampiri mereka.
Athena meneguk air liur yang berkumpul di mulutnya. Selama lima tahun ini, baru kali ini dirinya menatap langsung Alex dengan jelas.
"Mau apa kau kemari? Jika hanya untuk mematahkan hati dan semangat Alex, lebih baik kau pergi!" Ucap Russel mewanti-wanti.
Athena berjongkok, mensejajarkan dirinya pada Alex.
"Ini adalah uang jajan untukmu. Aku adalah mamamu. Semoga sukses," ucap Athena singkat.
Athena berlalu setelah memberikan uang kepada Alex tanpa kata. Alex terpaku melihat uang di tangannya. Air matanya pun mengambang di pelupuk mata.
"Ayah, apa ini rasanya dipedulikan oleh ibu?" Tanya Alex.
Hati Russel terenyuh mendengar perkataan Alex. Dia mengerti benar bagaimana perasaan putra kecilnya itu.
"Ibu sudah memberimu uang. Kamu jangan mengecewakannya," ucap Russel menyemangati Alex.
"Hum. Alex janji, Alex akan menjadi orang sukses biar ibu mau merawat dan tinggal bersama kita," ucap Alex kecil.
Russel menyeka air matanya. Dia berusaha untuk menutupi tetesan air matanya yang tak kuasa ia tahan. Dia menghela nafas berat, dadanya sungguh sesak.
...*...*...
Alex dan Russel akhirnya tiba di sekolah baru Alex.
"Alex, ayah hanya dapat mengantarmu hingga disini saja. Kamu belajar yang giat ya. Ingat pesan ayah," ucap Russel.
"Baik ayah."
"Ayah akan menjemputmu jam 2 siang nanti. Ayah pamit dulu," ucap Russel berpamitan dengan Alex.
Alex kecil berjalan santai menuju ruang kelasnya. Dia melihat sekeliling gedung tinggi di hadapannya.
Bagus sekali. Ini bahkan lebih bagus daripada rumahku,~Batin Alex.
Alex melihat sekeliling. Semua orang nampak tengah berbahagia diantarkan oleh kedua orang tua mereka. Dia hanya dapat tersenyum getir saat mengetahui bahkan ibundanya tak mau menengoknya.
"Tidak, Alex harus ingat kata Ayah. Alex harus sukses dan buat ibu bangga dan mau mengunjungi Alex," gumamnya menyemangati diri sendiri.
Teettttt...
Suara bel masuk sekolah tengah berbunyi disana. Alex buru-buru lari menuju lapangan setelah meletakkan tasnya sesuai dengan arahan para guru disana.
"Cihh, jangan dekat-dekat sama aku! Kata mama, kamu pembawa sial. Aku ga mau ketularan sial!" Pekik seorang anak lelaki seusianya.
"Memangnya kenapa kalau aku pembawa sial? Aku juga sama seperti kalian. Aku juga..."
Belum sempat Alex kecil menjawab pernyataan dari temannya, anak lelaki yang lebih tinggi dan besar darinya itu mendorongnya hingga tersungkur ke tanah.
"Shhh." Alex mendesis kesakitan.
Terdapat luka kecil di sikunya.
"Ahahaha. Anak pembawa sial sepertimu memang pantas mendapatkannya," ucap segerombol anak lelaki di depannya.
Air mata dipelupuk mata Alex menggenang dan siap jatuh kapan saja.
Aku anak dari pemimpin komandan tertinggi.. Aku harus kuat. Aku ga boleh nangis,~Batin Alex.
Seorang anak laki-laki tampan dengan wajah keturunan Arab mengulurkan tangan untuknya.
"Ayo, aku bantu," ucap pria kecil itu.
"Terimakasih," balas Alex dengan senyum manis di wajahnya.
"Namaku Verrel, kamu?" Tanya Verrel.
"Aku Alex. Kamu... Kamu tidak takut akan terkena sial seperti mereka?" Tanya Alex.
"Ahahaha. Apa itu sial? Aku tidak percaya seseorang terlahir sebagai pembawa sial. Kata ayah, semua orang adalah berkah dan rahmat yang dititipkan oleh Allah kepada orang tua kita," ucap Verrel memberi semangat baru untuk Alex.
Yap, Verrel adalah seorang muslim yang baik hati. Ayah dan bundanya adalah seorang ustadz dan ustadzah yang lumayan terkenal di kalangan mereka.
"Terimakasih sudah menerimaku, walau aku tak tahu apa yang kamu maksud," balas Alex yang berbeda agama dengan Verrel.
"Sudahlah. Jangan dibahas lagi. Kamu baruuis di sebelah aku saja," ucap Verrel.
Verrel menarik tangan Alex menuju ke dalam barisan. Dan perkenalan pun akhirnya di mulai.
...*...*...
Beberapa tahun kemudian...ý
Tak terasa, kedekatan Alex dan Verrel semakin nampak jelas. Tentu saja, berbagai nasihat serta peringatan telah mereka lontarkan kepada Verrel agar dia akhirnya menjauh dari Alex, namun Verrel tak menggubrisnya. Menurutnya dan keluarganya, siapapun yang baik kepadanya berhak mendapatkan perlakuan spesial darinya tak terkecuali Alex.
Saat itu, Alex dan Verrel telah bertambah dewasa. Kini mereka tidak hanya berdua saja. Ada Jessica yang selalu mengikuti kemanapun mereka pergi. Jessica, seorang nona muda cantik yang mereka temui saat mereka masih SMA dulu. Jessica yang merupakan idola sekolah, ternyata malah memendam rasa kepada sahabatnya sendiri, yaitu Alex.
"Woyyy! Bener-bener ya kalian! Berani-beraninya kalian ninggalin gue!" Teriak Jessica.
Mereka berdua menoleh ke arah Jessica yang tiba-tiba memeluk mereka dari belakang.
"Lu lambat sih, Jes. Gue sama Alex udah datang daritadi," ucap Verrel.
"Kalian ga jemput gue. Gue udah nunggu kalian di depan dari tadi!" Jessica melipat kedua tangannya dan berjalan lebih cepat dibandingkan mereka.
Alex dan Verrel saling bertatapan. Mereka sesegera mungkin mengejar Jessica saat mereka tahu mereka salah.
"Maafkan kami,Jes. Kami lupa menjemputmu," ucap Alex.
"Benar. Ini semua salah Alex!" Tuduh Verrel.
"Lha? Kenapa jadi aku?" Tanya Alex.
"Haha. Aku hanya bercanda. Mana mungkin aku menyalahkan kalian. Skuyy kita cangs dulu." Jessica kembali merangkul mereka berdua dan membawa mereka menuju cafe terdekat.
"Kalian ada matkul jam berapa?" Tanya Verrel.
"Jam 9 sih. Masih satu jam lagi lah," jawab Jessica.
"Ok sama dong."
...*...*...
Setelah selesai makan bersama, Verrel mengantarkan Alex dan Jessica menuju kelas mereka.
"Kita ketemuan nanti ya. Seperti biasa, " ucap Verrel.
"Ok."
Saat di dalam kelas...
Suasana kelas masih seperti biasanya. Hiruk pikuk mahasiswa yang sedang mengobrol hingga berebut bangku, terdengar jelas disana. Alex dan Jessica menuju ke tempat duduk yang kosong di depan mereka dan tak memedulikan pertikaian diantara mereka. Namun, tak berselang lama, seorang dosen yang diikuti oleh seorang wanita berkacamata di belakangnya. Semua orang terkesima melihatnya, kecuali Alex
"Halo semuanya. Aku... Aku Arvieka," ucap Vieka memperkenalkan diri dengan bergetar.
Demi melancarkan serangannya, Vieka mulai mendekati Alex dengan segala cara. Dia rela dibully, diinjak-injak, bahkan disakiti hanya demi mendapatkan perlakuan baik dari Alex. Tak hanya itu, Dia bahkan menyuruh Ayahnya untuk berpura-pura menabraknya agar dia terlihat seperti pahlawan kesiangan bagi Alex. Ya, semua itu berhasil membuat Alex luluh begitu saja.
Beberapa bulan kemudian...
Jessica selalu mengawasi Alex dan Vieka. Mereka terlihat begitu akrab hingga terkadang Alex melupakannya. Hingga suatu ketika, Alex menembak Vieka di depan matanya. Hatinya hancur seketika. Dia berlari kencang entah kemana. Sayangnya, Vieka melihatnya.
Cihh, akhirnya sampah itu kabur juga. Sudah saatnya membuat Alex membenci mereka.~Batin Vieka.
Setelah Vieka resmi menerimanya, Vieka menuju ke kamar mandi dan menemui Jessica disana.
"Sayang, aku mau ke toilet dulu ya. Kamu tunggu saja aku di mobil. Aku akan menyampirimu," pamit Vieka.
Alex mengangguk setuju.
Disisi lain...
"Hahaha. Sekarang aku menang telak darimu. Sudah sepantasnya kau pergi jauh-jauh dari Alex ku, " ucap Vieka saat tiba di belakang Jessica.
Jessica menengadahkan wajahnya dan berbalik menatapnya.
"Kau! Tidak, aku tidak akan membiarkan wanita sepertimu bersama dengan Alex!" Seru Jessica.
"Memangnya kenapa dengan aku? Apakah aku terlihat menyedihkan? Kenapa denganku? Apa karena aku tidak sekaya dirimu dan secantik dirimu, jadi aku tidak pantas mendapatkannya?" Tanya Vieka.
Sialnya, Arvieka merekam segala perkataannya kepada Jessica saat itu. Tentu saja, akan ada sedikit bumbu agar Jessica mengatakan hal yang tak seharusnya ia katakan.
"Iya. Kau wanita zalang! Kau pikir aku tidak tahu terhadap niatmu pada Alex?"
"Tentu saja aku tidak sebodoh itu," ucapnya.
Jessica maju beberapa langkah melewati Vieka. Dengan hati-hati, Vieka menyembunyikan rekaman itu dengan sempurna.
"Aku melihatnya. Aku melihatmu kala itu sedang mengincarnya. Kau sengaja memanfaatkannya. Pasti itu kan?"
"A-apa yang kamu katakan? Ke-kenapa kau begitu kejam menuduhku? Apa salahku?" Tanya Vieka.
"Salahmu adalah kau telah menyinggung orang yang salah. Jika kau berani menyakiti Alex, aku tidak akan mengampunimu," ucap Jessica sambil berlalu meninggalkan Vieka sendirian disana.
"Berhasil!" Seru Vieka disana.
"Sebentar lagi, aku pastikan Alex akan membencimu. Kita lihat saja."
Alex benar-benar menjauhi Jessica seperti ucapan Vieka kala itu. Kini, Jessica hanya bersama Verrel, menatap kepergian seseorang yang bahkan melebihi saudara bagi mereka.
"Gue ga nyangka kalau Alex lebih memercayai ucapan wanita busuk itu dibandingkan dengan gue," ucap Jessica.
"Lu tenang aja. Suatu saat, kebenaran akan terungkap," Respon Verrel.
"Yang gue khawatirkan adalah keselamatan Alex. Sejak pertama kali gue melihat tuh rubah menatap Alex, gue merasa dia ada maksud terselubung mendekati Alex. Gue takut nyawanya akan terancam. Bagaimanapun, dia adalah anak dari seorang tentara tertinggi negara. Pasti banyak sekali orang mengincarnya." Tatapan Jessica kini berubah menjadi tatapan penuh kekhawatiran.
Kau begitu mengkhawatirkannya. Apa kau tahu, itu begitu menyakitkan bagiku?~Batin Verrel.
"Rel, lu dengerin gue ga sih?" Tanya Jessica.
"Ahh ehh. Lu ngomong apa? Sorry sorry gue lagi mikirin tugas hehe," ucap Verrel.
"Gue bakal minta bokap gue biar dia menyewa pelindung bayangan untuk Alex,ok?" Ucap Verrel.
Jessica mengangguk setuju. "Thank u."
...*...*...
Seminggu kemudian...
Russel tiba-tiba datang ke kampus Alex untuk meminta cuti tahunan untuk Alex selama sebulan penuh. Sejak Alex menjadi lebih kuat, Russel selalu ingin membawa Alex ke medan tempur yang sesungguhnya. Russel telah menjanjikan hal tersebut kepada Alex sejak pria itu berusia belasan tahun dan kali ini adalah waktu yang tepat untuknya menempati janjinya.
"Salam hormat kepada panglima tertinggi Lachowicz, "ucap setiap dosen dan dekan serta rektor universitas yang berjajar rapi setelah mendengar kabar Russel akan datang.
"Siapa dia? Mengapa begitu heboh? Bahkan pak rektorpun harus tunduk padanya?" Bisik seorang mahasiswa kepada temannya.
"Apa kau tidak tahu, dia adalah panglima tertinggi, panglima Russel Lachowicz yang baru saja diangkat dalam waktu dekat ini," jawab seorang lainnya.
Mereka akhirnya masuk ke dalam ruangan kedap suara untuk memulai perbincangan.
"Baiklah. Ada apa gerangan tuan Russel kemari?" Tanya pak rektor.
"Saya ingin menjemput anak saya dan meminta cuti satu bulan. Apa boleh?" Russel mengeluarkan aura jahat dan bossy alanya.
Uhh kuat sekali...
"Baik tuan baik. Saya akan membuatkan surat cuti."
"Sam, tolong panggilkan anak bernama Alex kemari," ucapnya.
Sam berangkat menuju ruang kelas Alex.
Beberapa saat kemudian...
Alex datang sendiri ke ruang rektor. Betapa terkejutnya saat dirinya melihat Russel disana.
"Ayah! Kenapa Ayah kemari?" Tanya Alex antusias.
"Papa mau kamu ikut papa ke pusat pelatihan militer negara, sayang. Seperti janjiku waktu itu," ucap Russel.
"Benarkah?" Tanya Alex.
"Dimana itu?"
"Di kaki gunung Erta Ale. Alex harus merahasiakan hal ini," ucap russel mewanti-wanti.
"Baik ayah!"
Disisi lain...
"Hahaha. Kerja anakmu ternyata bagus juga. Dia bahkan berhasil menempelkan kamera kecil di punggungnya. Dia benar-benar jenius yang cekatan. Sebentar lagi, aku akan berhasil menguasai keluarga Lachowicz dan menduduki jabatan sebagai panglima tertinggi negara." Senyum licik tergambar jelas pada wajah Steve.
...*...*...
Alex berlari ke arah ruang kelasnya untuk mengemasi barang-barangnya. Tatapan semua orang tertuju padanya.
"Lex, lu mau kemana?" Tanya seorang teman.
"Aku akan pergi hari ini. Ada acara keluarga," jawab Alex.
Vieka berdiri dan mendekati Alex.
"Kamu mau ninggalin aku? Kamu pergi berapa hari?"
"Mana mungkin? Aku hanya pergi selama sebulan saja. Setelah itu, aku akan menebus waktu kita bersama,ok?"
Vieka mengangguk pelan. "Ok, kamu hati-hati ya."
...*...*...
Beberapa saat kemudian...
Alex telah tiba di kaki gunung Erta Ale yang telah dikatakan oleh Ayahnya. Benar saja, disana begitu banyak senjata laras panjang yang berjejer rapi di depannya.
"Alex, kamu ganti baju dulu. Usahakan matikan teleponmu agar dpat fokus latihan," ucap Russel.
"Baik ayah," jawab Alex.
Alex meletakkan tasnya sembarangan dan pergi menuju ruang ganti yang tak jauh darinya.
Tak butuh waktu lama baginya untuk selesai memakai semua perlengkapan. Alex telah siap sepenuhnya untuk menerima pembelajaran. Alex mendengarkan baik-baik instruksi dari Ayahnya dan mempelajari segalanya dalam waktu singkat.
Dia sudah bertambah dewasa. Dia memang benar-benar anak yang cerdas. Dia sama sekali bukanlah sampah seperti yang mereka katakan.~Batin Alex seraya tersenyum.
"Baik. Sekarang kalian berdiri di posisi kalian masing-masing. Kita akan langsung latihan menembak," ucap Russel kepada anak buahnya.
Semua berjejer rapi dan bersiap untuk menembak papan bidikan di depan sana. Russel sekali lagi menjelaskan prosedur yang telah tersedia. Saat mereka mengacungkan senjata mereka ke depan, saat mereka akan menembakkan senjata mereka ke arah papan bidikan, terdengar suara tembakan yang begitu kencang diiringi oleh jeritan seorang pria yang tak lain dan tak bukan adalah Russel yang berdiri tepat di samping anak buahnya.
"AYAH!" jerit Alex saat melihat Ayahnya tertembak tepat dibagian dadanya.
Russel tersungkur ke tanah. Darahnya mengalir deras, tak kalah pula air mata Alex sambil memeluk pria berusia hampir limapuluh tahunan itu.
"Kenapa kalian diam saja? Cepat bantu saya?!" Pekik Alex.
Mereka sesegera mungkin menggotong Russel menuju ke camp kesehatan yang telah dibentuk sebelumnya.
Tiiittt... tiiittt.... tiiiiiiiiiiitttt...
Russel telah dinyatakan meninggal dunia. Jeritan histeris dari Alex pun memenuhi camp pelatihan. Para tentara lainnya sesegera mungkin membawa Russel untuk dipulangkan ke rumah duka. Beberapa lainnya mengejar serta mengusut tuntas atas kematian Russel secara mendadak.
"Siapa yang berani mengungkapkan keberadaan panglima Russel?" Pekik paman Louis.
"Izin menjawab, tidak ada tuan."
Aneh. Keberadaan Russel selalu disembunyikan. Bagaimana mungkin ada seorang pembunuh yang dapat mengetahui keberadaannya. Tidak mungkin kan tuan muda? Kurasa, ada orang dalam dibalik semua ini.~Batin Louis.
"Baiklah. Kalian usut tuntas masalah kali ini. Saya akan membawa sendiri jenazah Russel ke rumah duka," ucap Louis.
...*...*...
Mereka semua tiba di kediaman Lachowicz. Alex adalah orang pertama yang paling terpukul melihat kepergian Russel.
"Ayah, jika ayah tiada, siapa yang jaga Alex?"
Vieka hadir kala itu disana.
"Sayang, jangan menangis. Bagaimana setelah ini aku akan membawamu ke bukit di dekat sini? Setidaknya, kamu dapat menghilangkan rasa nyeri di dada."
Alex pun mengangguk. Suasana pemakaman berlangsung lancar. Alex nampak seperti orang tak bernyawa. Hati Athena pun tergerak melihatnya.
"Jangan sedih. Mama akan menemani Alex kedepannya," ucap Athena menguatkan.
Alex mengangguk.
"Alex, keadaan sudah sepi. Yuk kita ke bukit sana. Aku dulu kecil pernah kemari, tinggal disini. Biasanya, aku kesana untuk mengungkapkan isi hatiku. Mau coba?" Tanya Vieka.
Alex hanya mengikuti ajakannya. Verrel dan Jessica tentu saja tidak tinggal diam. Saat mereka melihat gelagat aneh Vieka, Verrel dan Jessica membuntuti mereka diam-diam.
Sesaat kemudian, mereka telah tiba di bukit tertinggi disana. Dibawahnya terdapat jurang yang curam dan dalam.
"Nahh sudah sampai."
Vieka masih bersikap manis saat ini. Dia menyeringai, menatap lurus ke depan. Dia membayangkan adegan yang akan terjadi selanjutnya.
Saatnya aku mengatakan selamat tinggal kepadamu, Alex. Walau ada rasa tidak tega dan rasa tak rela, tapi aku harus melakukannya. ~Batinnya dalam hati
"Sayang, sekarang kamu sudah tidak berguna lagi bagiku. Terimakasih ya atas waktumu selama ini," bisik Vieka.
Alex tersadarkan seketika
"Apa maksudmu?" Tanya Alex sambil membalikkan badan.
"Maksudku..."
Vieka mendorong Alex hingga pria itu jatuh ke bawah.
"Kau! Jika aku memiliki kesempatan untuk hidup, aku akan membalaskan dendamku padamu, Vieka!" Teriak Alex dari bawah sana.
"Hahaha. Berdoalah kepada raja neraka!" Pekik Vieka dari atas.
Vieka buru-buru pergi sebelum seseorang datang. Sayangnya, saat dia akan berbalik, Verrel dan Jessica telah tiba disana.
"Mau kemana kamu? Kemana Alex?"
Dramapun dimulai.
"Hiks hiks. Alex jatuh ke bawah. Aku sudah mencegahnya untuk melompat, tapi..."
"Apa katamu?!" Pekik Verrel.
Sedangkan itu, di dasar jurang...
Tit...
Selamat anda telah menghidupkan sistem mafia. Saat ini, anda adalah pemimpin geng api biru dan anggota geng anda berjumlah 1 juta orang di seluruh dunia.
Alex membuka matanya dan mendapati dirinya berada di suatu ruangan, tanpa busana.
"Aku... dimana aku?" Tanya Alex.
"Hormat kepada ketua geng api biru. Kami adalah stuff utusan yang telah ditunjuk untuk menjemput ketua baru," ucap mereka berdua.
"Geng Api Biru? Ketua baru? Apa maksudnya?" Tanya Alex kebingungan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!