NovelToon NovelToon

Dewi Untuk Dewa

Terkunci di Perpustakaan

Happy reading

"Ay, bangun yuk udah jam pulang nih," ujar Dewi menepuk pelan pipi tunangannya yang sedari jam ke 7-10 tadi terlelap karena ngantuk.

Untung Dewa adalah orang yang gampang untuk bangun. Pria itu menatap wajah ayu Dewi yang ada di depannya.

Mereka memang sekelas bahkan satu bangku hingga membuat Dewi mudah jika ingin bertemu dengan Dewa.

"Udah pulang ya, Ra?" tanya Dewa menatap Dewi yang sedang memasukkan bukunya ke dalam tas hitam miliknya.

"Udah dari 5 menit yang lalu, tadi malam kemana aja sampai kamu tidur di jam pelajaran?"

"Balapan sampai jam 2," jawabnya jujur.

"Kebiasaan kamu tuh, kalau kamu kenapa napa di jalan gimana? Bandel banget kalau diomongin jangan balapan malam malam. Kalau balapannya siang boleh."

"Aku ditantangin geng motor Black Lion,Ra. Ya aku maulah dikira cupu lagi kalau nolak.

"Dengar ya Ayang, aku gak mau kamu kenapa napa. Apalagi malam, gimana kalau kamu ketahan di kantor polisi? Bukan masalah cupu atau suhu tapi ini demi kebaikan kamu."

"Iya Ra, aku minta maaf."

"Janji gak ngulangi?"

"Gak bisa janji, tapi aku bakal ngomong sama kamu dulu."

Dewi hanya bisa mengangguk kemudian menggendong tas berwarna biru itu dipundaknya.

"Aku masih harus ke perpustakaan sebentar, ambil buku buat tugas Artikel PPKN."

Mereka berdua keluar dari kelas menuju perpustakaan yang jaraknya cukup jauh dari kelas mereka tentu saja dengan tangan yang bergandeng.

Tak banyak yang mengetahui hubungan mereka mungkin hanya sahabat Dewa dan berberapa orang dikelas mereka.

"Ra, nanti nginap di apartemen aku ya," ajak Dewa mengelus lembut tangan kekasihnya yang terdapat cincin pertunangan mereka.

"Aku bekum izin sama Mama dan Papa, Ay."

"Tenang aja aku sudah izin mereka, dan Mommy dan Daddy juga sudah."

"Ya sudah."

Mereka masuk ke dalam perpustakaan itu, entah kenapa tak ada penjaga perpustakaan didepan tadi tapi Dewi tak ambil pusing.

"Mau ambil yang mana, Ra?" tanya Dewa memilih buku yang kiranya menarik untuknya tapi nyatanya tidak.

"Kasus hukum."

Dewa yang tak tahu banyak itu mengikuti kekasihnya kemanapun pergi.

Setelah berberapa saat akhirnya Dewi menemukan buku yang sesuai dengan tugasnya.

Ia mengajak Dewa untuk mengisi list kedatangan, bagaikan anak ayam ia akan menurut apa kata sang kekasih.

"Ay kita salah pintu gak sih?" tanya Dewi yang tak melihat pintu perpustakaan itu.

"Enggak Ara, tapi kita terkunci disini," jawab Dewa berusaha membuka pintu besi itu tapi nihil sepertinya di kunci dari luar.

Dewi berteriak meminta tolong dan bilang jika ia masih ada di dalam perpustakaan berharap ada orang yang mendengar dan menolong mereka.

"Terus kita gimana? Mana ponsel aku habis baterai lagi."

"Punyaku juga mau lowbat, Ra. Tapi semoga bisa buat cari pertolongan."

Nyaris sekali baterai 2% digunakan untuk menelepon teman temannya tapi tak ada yang nyambung. Bahkan orang tuanya pun tak ada yang mengangkat panggilan darinya.

"Gak bisa, Ra."

"Kirim pesan aja Ay. Biar nanti di cek."

Dewa mengangguk dan mengirim pesan pada temannya agar menyelamatkan mereka di perpustakaan.

Setelah centang 1 abu abu setelah itu ponsel berlogo apel gigit itu padam.

"Kita gimana?" tanya Dewi dengan mata berkaca. Ia tak suka seperti suasana seperti ini, Dewi tak suka tempat sepi seperti ini.

Dewa memeluk Dewi guna menenangkan Dewi yang ingin menangis itu.

"Sudah jangan nangis, disini ada aku kok. Aku udah kirim pesan ke satya gak lama bakal dibuka kok perpusnya."

"Kenapa sih pake dikunci segala, kan masih jam 3. Biasanya aku kesini belum dikunci."

Dewa hanya menggeleng pertanda ia tak tahu, tapi dalam hati ia terus meminta maaf pada kekasihnya.

Dewa mengajak Dewi untuk duduk di salah satu kursi disana. Dan dengan manjanya Dewi duduk dipangkuan Dewa.

"Disaat saat gini, kamu masih aja manja."

"Takut."

Dewa tertawa mendengar jawaban dari Dewi, ia tahu sebab Dewi takut sendirian disini. Karena pernah ada rumor jika sekolah dan perpustakaan mereka ini angker banyak hantu yang lalu lalang di perpustakaan ini. Dan hal ini terdengar sampai ke telinga Dewi.

"Udah kamu diam aja disini, kita tunggu sampai anak anak datang."

Dewi mengangguk tapi di dalam hatinya sangat takut jika apa yang di rumorkan selama ini benar.

Cetak

"AYANG!!!"

Lampu yang menerangi seluruh perpustakaan mati, entah karena pemadaman atau ada yang sengaja Dewi tidak tahu.

Dengan lembut Dewa mengelus punggung sang kekasih seraya mengecup pucuk kepala Dewi. Aroma shampoo stroberi itu membuatnya betah lama lama mencium rambut itu.

"Aku takut," gumamnya tak jelas.

"Gak akan terjadi apa apa kok, Ra. Kan ada aku disini," ujar Dewa mengangkat wajah kekasihnya dan menatap manik mata itu.

Dewi hanya mengangguk pelan, ia percaya selama ada laki laki yang notabene kekasih sekaligus tunangannya itu bisa membuat ia tenang.

Jujur saja Dewa tak nyaman dengan posisi mereka seperti ini walau usianya masih 18 tahun tapi tetap saja ia adalah seorang pria normal.

"Ra," panggil Dewa dan dijawab deheman oleh Dewi.

Fyi: Ara adalah panggilan sayang dari Dewa untuk Dewi.

Tanpa diduga Dewi meraih wajah cantik kekasihnya itu dan mengecup bibir Dewi dengan lembut. Untung saja tidak ada CCTV di perpus bagian ini tapi kalaupun ada sudah pasti Dewa akan dengan cepat menghapusnya.

Dewi yang merasa benda kenyal di bibirnya itu hanya bisa memejamkan matanya dengan tangan mencengkram pundak Dewa.

Ciuman di bibir ini bukan pertama kalinya untuk mereka tapi ini sudah yang ke 2 kalinya. Dewi sendiri masih terkejut karena ciuman tiba tiba dari Dewa.

Mereka hanya mengikuti naluri saja, tanpa ada yang memaksa tapi kelembutan yang diberikan Dewa mampu membuat Dewi terlena dengan ciuman lembut ini.

***

Sedangkan di tempat lain Satya yang masih bersama seorang wanita di kamar apartemennya itu sedikit kesal karena mendapat pesan dari Dewa yang mengatakan jika ia sedang terkunci di perpustakaan sekolah. Tapi dalam pesan itu juga tertulis untuk menyelamatkan pukul setengah 7 malam nanti.

GILA memang sahabatnya yang satu itu, tapi tak apa ini masih jam 4 masih banyak waktu untuk berduaan dengan kekasihnya ini.

"Siapa Honey?" tanya wanita itu seraya duduk dipangkuan Satya yang sudah bertelanjang dada.

"Dewa, dia sama Dewi terkunci di perpustakaan sekolah dan menyuruh aku untuk menyelamatkan mereka jam setengah 7 nanti."

Wanita itu tergelak mendengarnya, sudah bukan menjadi rahasia lagi jika Dewa dan Dewa itu adalah pasangan terbucin seantero sekolah, kedua adalah dia dan Satya.

"Sudah biarkan saja, nanti aku juga ikut sama kamu. Sekalian jalan jalan kita."

Satya menganggukkan kepalanya, tapi ingin rasanya ia hanya di apartemen saja bersama kekasihnya ini.

"Kapan kamu mau aku lamar sama kayak Dewa?" tanya Satya yang mulai serius membuat wanita itu menghentikan tangannya yang ingin berkelana.

"Kenapa? Kamu pengen banget kita lamaran?" tanya wanita itu menatap Satya dengan lembut.

"Hemm."

"Kamu tahu keluargaku kan, Honey? Mama dan Papa masih ada di Amerika bahkan untuk pulang pun aku gak tahu kapan."

"Lagipula kita masih muda, kamu masih 19 tahun begitupun aku yang masih 18 tahun."

"Aku takut kamu terpesona sama laki laki lain, atau bahkan malah diambil laki laki lain."

Jawaban Satya sontak saja membuat wanita itu tertawa, ada ada saja kekasihnya ini.

"Gak akan ada yang bisa ambil aku ataupun aku yang terpesona sama cowok lain. Karena apa?" tanya wanita itu mengelus rahang Satya.

"Apa?"

"Karena aku sudah menjadi milik kamu sejak kamu...." Wanita itu berbisik setelahnya yang membuat Satya tersenyum.

"Mana ada cowok yang mau sama cewek yang udah gak suci lagi?"

"Ada banyak malah. Katanya janda lebih menggoda."

"Haiss awas ya kalau kamu cari janda, ku potong burung kamu nanti," ancam wanita itu menggesek pelan inti mereka yang masih tertutupi kain masing masing.

"Janji cuma milik kamu."

"Bagus."

"Beb, boleh minta lebih?"

"Gre** grep* aja, jangan sampai masuk."

"Kalau adik aku bandel?" tanya Satya pada kekasihnya.

"Ada deh, nanti aku kasih tahu caranya."

Sejak kapan kekasihnya ini jadi liar seperti ini, padahal dulu wanitanya ini sangat sopan dan polos. Tapi justru Satya menyukainya yang sekarang ini.

Bersambung....

Demam

Happy reading

"Jangan pergi dariku ya," pinta Beby pada Satya yang juga sedang berbaring disampingnya itu.

Keduanya kelelahan karena adegan ehem ehem tanpa bisa masuk gua itu. Tapi syukur karena Beby tidak sepolos yang dipikirkan jadi ia tak begitu sakit kepala Satya.

"Kenapa ngomong gitu? Tanpa aku jawab pun kamu sudah tahu jawabannya," tanya Satya menatap lembut wanita yang sudah bersamanya sekitar 4 tahun yang lalu itu.

Satya dan Beby tahu rahasia masing masing, mereka juga korban broken home. Dimana Mama dan Papa Satya sering berantem saat Satya kelas 9 SMP hingga akhirnya bercerai hingga Satya dibawa oleh Mamanya setelah ia kelas 1 SMA Satya memutuskan untuk membeli apartemen sendiri dengan uang saku yang sudah lama ia simpan.

Mama Satya adalah seorang desainer ternama yang butiknya juga ada dimana mana. Tapi hal itu membuat Satya jauh dari Mamanya karena Mamanya sibuk dengan pekerjaannya tanpa memperhatikan dia yang masih butuh perhatiannya.

Juga orang tua Beby yang lebih mementingkan adiknya disana seperti tak ingat di sini masih punya anak yaitu Beby. Beby di tinggal oleh Mama dan Papanya sejak dia berusia 8 tahun.

Dulu Beby diasuh neneknya tapi setelah neneknya meninggal diusia Beby 16 tahun. Beby memilih untuk hidup sendiri walau ia masih mendapat kiriman uang dari orang tuanya.

"Sudah jangan sedih, kan masih ada aku," ujar Satya mengelus rambut Beby dengan lembut.

Beby tersenyum dengan lembut, bersama Satya ia bisa merasakan lagi kasih sayang yang selama ini belum ia miliki. Jika ditanya menyesal atau tidak Beby menyerahkan kehormatannya pada Satya jawabannya iya. Memang ada rasa menyesal dalam hati Beby tapi mau bagaimana lagi, beras sudah menjadi nasi liwet tinggal kasih lauk dan siap dimakan.

"Ohh shitt... Udah jam 7 malam Beb. Dews dan Dewi masih ada di perpustakaan," panik Satya saat melihat jam dinding kamar itu.

Merekapun akhirnya memutuskan untuk mencuci muka saja. Untunglah pakaian Beby masih aman di tubuhnya walau sedikit kusut.

***

"Dewa, Dewi ngantuk," ujar Dewi menutup matanya.

Sepertinya di luar sudah malam dan mereka masih berada di perpustakaan sekolah. Apalagi cuaca dingin membuat Dewi yang tak tahan dengan yang namanya dingin langsung meletakkan tangannya di dada Dewa.

"Ara badan kamu panas lagi?" tanya Dewa mulai panik karena suhu tubuh kekasihnya panas seperti minggu lalu.

"Hmm, tapi aku ngantuk."

"Ya sudah kamu boleh tidur," jawab Dewa membuka jas almamater miliknya kemudian membuka kancing baju seragamnya dan memeluk tubuh Dewi yang panas itu.

"Kemana sih mereka, kok belum juga bukain pintu ini. Suhu tubuh Dewi makin naik lagi," gumam Dewa memeluk erat Dewi agar tak kedinginan.

Dewa mencari tempat yang sekiranya hangat untuk tubuh Dewi. Hingga ia melihat sebuah sofa disudut perpustakaan walau sedikit jauh.

"Astaga, apa aku harus membangun kamar pribadi di sekolah ini?" tanya Dewa menatap sofa itu.

Dewa saat ini hanya duduk di sofa mini saja walau cukup untuk mereka berdua tapi jika digabung dengan sofa yang ada di samping rak buku itu semakin lebar.

Saat Dewa ingin bangun, suara lirih Dewi menghentikannya.

"Aku mau peluk kamu aja, gak mau tidur disofa."

"Tapi kamu panas sayang, aku gak bisa tinggal diam aja."

"Di dalam tas aku ada minyak telon kok."

Dewa yang mengerti itu langsung mengambil apa yang diucapkan Dewi. Ia mengambil minyak telon yang hampir tak pernah lupa dibawa oleh Dewi.

Pria itu mulai menggosokkan minyak itu di kaki dingin Dewi sedangkan satu tangannya mengelus lembut rambut Dewi. Bahkan bibirnya tak henti hentinya mengecup kening dan rambut Dewi.

"Jangan sakit, jangan sakit. Ara wanita yang kuat kamu gak boleh sakit lagi. Aku gak mau kamu seperti minggu lalu," gumam Dewa dengan lembut.

"Heem."

Dewi yang merasakan perhatian kekasihnya itu tersenyum hangat dibalik dada bidang Dewa. Ia bersyukur memiliki Dewa dalam hidupnya, sejak perkenalan dulu. Dewa selalu melakukannya istimewa bahkan jika ia membuat kesalahan tapi Dewa tak pernah memarahinya ataupun main tangan.

Mereka dijodohkan saat Dewa dan Dewi kelas 1 SMA, dulu mereka tidak satu kelas hingga membuat Dewa yang sangat anti berinteraksi dengan wanita itu tak mengenal Dewi. Dewi juga begitu hanya mendengar saja gosip tentang anak sebelah yang katanya ganteng tapi ia tak tahu jika laki laki itu adalah Dewa, orang yang dijodohkan dengannya.

"Makasih ya," bisiknya dan dianggukkan oleh Dewa.

Saat mereka sedang memeluk satu sama lain, pintu perpustakaan itu terbuka dan ia melihat Satya serta Beby disana.

"Sorry bos telat kita jemput kalian," ujar Satya menatap bosnya yang memangku Dewi.

"Dewi kenapa?" tanya Beby yang khawatir melihat sahabatnya berada dalam pangkuan Dewa itu apalagi ia melihat minyak telon yang ada di atas meja itu.

"Demam lagi."

"Bawa mobil gak?" tanya Dewa dan Satya memberikan kunci mobilnya sedangkan Satya memberikan kunci motornya pada Satya.

"Gue bawa dulu mobil kalian. Gue gak tega lihat Dewi lebih kedinginan kayak gini," ujar Dewa dengan pelan mengecup kening Dewi.

Tanpa ba bi bu Dewa langsung membawa tubuh Dewi menuju mobil Satya. Meninggalkan barang barang yang dibawa Beby ke mobil juga.

"Hati hati kalau nyetir, gue gak mau temen gue kenapa napa."

Entah kenapa ia sangat peduli dengan keadaaan Dewi yang notabene adalah teman sekaligus pacar sahabat kekasihnya.

"Hmm."

Setelah mengucapkan itu Dewa langsung melajukan mobil itu menuju apartemennya sendiri. Meninggalkan Satya dan Beby disana.

Beby menatap mobil itu sedangkan Satya memeluk perut Beby dari belakang dengan dagu yang berada di bahu Beby.

"Jalan yuk, mumpung kita bisa rasain motor mahal punya Dewa," ajak Satya dan dianggukkan oleh Beby.

Akhirnya mereka berjalan menuju parkiran dimana Motor Dewa terparkir disana tapi sepertinya ada sesuatu yang tidak beres dengan motor mahal itu.

"Bentar Beb, sepertinya ada yang tidak beres dengan motor Dewa. Lihat oli di bawah ini kenapa kok berceceran kayak gini," tunjuk Satya dibawah motor sport keluaran terbaru berwarna merah itu.

"Emang ada yang sengaja mau jahilin mereka sih. Gak mungkin kan pintu perpustakaan yang biasanya tutup jam 7 malam, bisa tutup begitu saja jam 4," jawab Beby.

Dia tak bodoh untuk mengetahui apa ini, pasti ada yang tak suka pada Dewa dan Dewi bahkan ada yang ingin menyelakai mereka.

"Untung tadi mereka membawa mobil kamu, kalau pakai motor ini aku gak bisa mikir lagi," ujar Beby menghembuskan nafasnya.

"Sekarang kita gimana?" tanya Beby lagi. Jika motor Dewa tak mungkin mereka pakai apakah harus menginap disini.

"Aku telepon anak di markas biar bisa anterin motor ke sini."

Padahal jarak bengkel dari parkiran itu hanya sekitar 10 menit sampai di bengkel jika jalan kaki.

"Oke."

Setelah menelepon teman mereka yang ada di markas, mereka memutuskan untuk duduk dulu di warung yang tak jauh dari sana.

Bersambung

Perkara Bubur

Happy reading

Dewa melajukan mobil Satya dengan kecepatan penuh tangannya tak henti menggenggam tangan dingin itu.

Ini bukan kali pertama Dewa mendapati Dewi yang tiba tiba sakit demam begini, apalagi sekarang musim hujan.

Akhirnya setelah berberapa menit, mobil itu sampai disebuah apartemen elit yang memiliki 19 tingkat itu.

Dewa turun lebih dahulu dari mobil kemudian mengangkat tubuh sang kekasih.

"Dewa," panggil Dewi mengalungkan tangannya di leher Dewa.

"Hmm."

"Dingin," ujarnya lirih bahkan nyaris tak terdengar hal itu membuat Dewa yang sedang menggendong tubuh Dewi itu dengan cepat berjalan menuju kamarnya.

Dewa tak mau hal yang aneh terjadi pada Dewi, karena jika Dewi sudah demam begini penyakit lainnya juga akan muncul dengan sendirinya.

CUP

"Tahan sebentar sayang," ujarnya mengecup kening Dewi yang kembali memejamkan matanya.

Sampailah mereka di kamar apartemen Dewa, apartemen yang bisa dibilang mewah bahkan sangat mewah dari yang lain.

Dewa menggendong tubuh Dewi masuk ke dalam kamar bernuansa abu abu putih itu dan meletakkan di kasur empuk miliknya itu.

Dewa menyelimuti tubuh Dewi dengan selimut tebal miliknya itu dan dengan lembut ia mengelus pipi merah Dewi.

"Aku keluar sebentar ya sayang," ucap Dewa pada kekasihnya.

"Jangan lama," jawab Dewi dengan pelan bahkan matanya masih tertutup.

Dewa mengangguk dan mengelus kepala Dewi, Dewa keluar dari kamar itu menuju dapur. Seperti biasa ia akan mengambil baskom berisi air hangat dan juga handuk untuk mengompres tubuh Dewi nanti.

Dewa menelepon anak buah Papanya untuk membelikan bubur ayam untuk Dewi. Sebenarnya itu anak buah papa Dewa atau anak buah Dewa?

Setelah itu Dewa membawa baksom itu ke kamarnya, ia bisa melihat Dewi yang menggigil karena kedinginan.

Dewa menyingkirkan anak rambut yang berantakan di wajah Dewi, kemudian mulai mengompres kening Dewi dengan handuk itu.

"Ay," panggil Dewi pada Dewa.

"Kenapa sayang? Kamu butuh apa? Masih sakit atau gimana?" tanya Dewa saat Dewi yang tadi menutup mata jadi membuka matanya.

"Enggak jadi," jawabnya dengan pelan.

"Bilang sama aku, kamu mau apa?" tanya Dewa dengan pelan tangannya masih mengompres kening Dewi.

"Enggak jadi," jawabnya lagi.

Akhirnya Dewa pun mengangguk memaksa Dewi untuk berkata pun pasti gadis itu tak mau.

Ting

Ponsel milik Dewa berbunyi, itu pesan dari anak buah Papanya.

+62....

Tuan pesanan Anda sudah ada di depan.

Anda

Tunggu sebentar

"Ara sayang, aku keluar dulu ya."

"Mau kemana?"

"Ambil makanan sayang," jawabnya dengan lembut.

Dewi mengangguk dan menatap punggung tubuh Dewa yang sudah menjauh itu. Tanpa sadar air mata Dewi mengalir begitu saja.

Ia merasa sudah banyak membuat Dewa terbebani karena dirinya. Dewi juga sangat tak berguna karena ia gampang sakit seperti ini.

Kepalanya menoleh ke arah luar ternyata masih hujan, padahal tadi hanya gerimis. Dewi tak suka musim dingin karena ia akan gampang demam jika kedinginan.

Tak lama Dewa kembali membawa dua bungkus makanan di tangannya. Dewa melihat Dewi yang menghadap jendela itu hanya menghembuskan nafasnya kasar.

"Jangan memandang hujan seperti itu, aku gak mau kamu sedih dengan adanya hujan."

Dewa menutup jendela dengan tirai dan gorden di kamar itu. Ia tak akan membiarkan rasa sedih kekasihnya muncul dengan adanya hujan.

"Aku banyak menyusahkan kamu ya, Ay?" tanya Dewi dengan pelan.

Dewa yang mendengar itu menggelengkan kemudian berjalan menuju ranjang yang ditempati Dewi.

"Kata siapa kamu menyusahkan aku hmm?" tanya Dewa mengelus lembut rambut Dewi.

"Aku yang merasakan."

"Kamu gak merepotkan siapa siapa sayang, kamu udah menjadi tanggung jawab aku sejak aku yang meminta kamu menjadi milikku pada orang tua kamu saat itu," jawab Dewa dengan lembut. Dewa tak bisa melihat Dewi sedih seperti ini.

Ia sudah berjanji untuk selalu membuat Dewi nyaman akan keberadaannya. Dewa tahu akan penyakit dingin sang kekasih. Dokter bilang jika Dewi memiliki daya tahan tubuh yang rendah hingga membuatnya gampang demam saat dingin, untung saja tidak sampai biduran.

Cups

"Calon istri seorang Dewa Sanjaya Putra kok sedih gini cuma karena demam?"

Wajah Dewi berubah menjadi merah karena Dewa mencium bibirnya walau dengan singkat.

Dan perubahan wajah Dewi itu disadari oleh Dewa yang makin gemas itu langsung memenuhi ciuman di seluruh wajah Dewi.

"Sudah cukup Ayang," cegah Dewi saat ia sudah tak tahan karena geli di cium oleh Dewa.

"Maaf sayang, aku gemes banget sama kamu."

Dewa sadar akan apa yang ia lakukan, apalagi kekasihnya ini masih sakit. Dewa mengambil bubur yang ada di nakas dekat dengan tempat tidur itu kemudian membukanya.

"Makan bubur dulu ya," ucap Dewa dengan lembut.

"Kenapa harus bubur sih? Aku bosen setiap sakit selalu aja disuruh makan bubur," ujar Dewi menatap bubur ayam itu.

Inilah sikap Dewi, dia tak akan segan untuk mengatakan apa yang ia rasakan. Jika suka ia akan bilang suka sedangkan jika ia tak suka maka ia juga bilang tak suka.

"Karena kamu lagi sakit, gak baik kalau makan yang berminyak apalagi yang dingin dingin takutnya kamu malah gak bisa ngomong besoknya," jawab Dewa yang sudah mengambil bubur itu dengan sendok.

"Tapi aku bosan Ayang," balas Dewi yang masih berusaha untuk menolak bubur yang hampir sampai di mulutnya itu.

"Haiss tapi kamu sakit, nanti kalau kamu sudah sembuh aku akan belikan apapun yang kamu mau," ucapnya membujuk kekasih agar mau makan bubur itu. Karena Dewa tahu Dewi sedari sore tadi belum makan apapun.

Dewi yang mendengar itu langsung berbinar, jika sudah seperti ini ia bisa meminta sesuatu yang sudah lama ia idamkan.

"Serius?" tanya Dewi pada Dewa yang hanya bisa mengangguk.

"Oke aku mau makan, tapi habis sembuh kamu harus penuhi janji kamu," ucap Dewi yang mulai mau memakan bubur benyek itu.

"Iya yang penting kamu habiskan bubur ini dulu."

"Kamu belum makan juga kan?" tanya Dewi pada Dewa yang menggelengkan kepalanya.

"Ya sudah kalau begitu kita makan sama sama aja gimana? Aku gak mau kamu ikut sakit gara gara aku," ujar Dewi yang tak mau calon suaminya ini sakit.

"Nanti aku makan, tadi beli dua kok."

"Beneran?" tanya Dewi seakan tak percaya.

"Iya beneran."

Akhirnya Dewi percaya, dan dengan telatennya Dewa menyuapi Dewi dengan bubur yang sejatinya tak disukai Dewi.

Setelah beberapa saat bubur itu habis, Dewa membuang sterofoam itu ke tempat sampah dan kembali membaringkan tubuh Dewi di kasur tak lupa ia menyelimuti tubuh mungil itu dengan lembut.

"Aku makan dulu, kamu kalau mau tidur aja dulu."

Dewi mengangguk tapi matanya tak mau terpejam tapi malah menatap kekasihnya yang sedang memakan bubur yang hampir sama seperti dirinya tadi tapi punya Dewa ada kerupuk udangnya yang membuat Dewi kesal. Ia juga suka kerupuk tapi kenapa setiap sakit tidak ada kerupuknya?

Bersambung

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!