Start
Cekrek.. cekrek.. cekrek..
“Oke bagus, beri senyum sedikit lagi. Nice!” Suara arahan fotografer, suara musik pembangkit suasana dan juga jepretan kamera memenuhi ruangan.
“Turunkan sedikit dagu mu, miringkan sedikit kepala ke kanan. Oke.. Nice!” Beberapa ka0li fotografer memuji model wanita yang sedang berpose memamerkan aura kecantikannya.
“Lee Sera good!” Tepuk tangan dari fotografer dan semua staff pembantu pemotretan menutup aksi wanita berusia dua lima tahun di depan kamera.
“Sugohasyeossseubnida.” Lee Sera keluar dari set pemotretan.
*Sugohasyeossseubnida \= good job / kerja bagus bahasa formal. (Biasanya diucapkan rekan kerja sesaat setelah menyelesaikan pekerjaan bersama.)
“Uri ddal neomu yeppeuda.” Lee Dong-Gun menghampiri Sera sembari bertepuk tangan, senyum cerah merekah di bibirnya.
*Uri ddal neomu yeppeuda \= Putriku sangat cantik bahasa informal.
“Kenapa ayah datang kesini?” Sera masih dikelilingi beberapa staff, ada yang memegangi jas untuk menutup badan Sera, ada yang memegang buntut gaun agar tidak terinjak, ada yang membawa kipas elektrik agar Sera tidak kepanasan, semua memperlakukan anak bungsu Lee Dong-Gun.
“Kenapa? Tentu saja karena ayah merindukanmu.” Lee Dong-Gun adalah salah satu orang kaya raya di Korea Selatan. Dia adalah pemilik perusahaan Taeyang group, perusahaan yang memiliki beberapa mall, lapangan golf dan juga bar.
“Hahh.. jangan berpura-pura begitu ayah. Berperan sebagai ayah yang baik sangat tidak cocok untuk ayah.” Sera masuk ke ruang rias lalu dengan satu isyarat tangan saja, sekejap semua staff keluar dari ruangan itu.
“Sudah ayah bilangkan? Jaga baik-baik sikap mu di depan orang. Apalagi saat ini kau sedang pemotretan untuk brand arloji milik perusahaan, semua staff disini tahu siapa ayah.
Mereka semua mengormati ayah tapi kau Lee Sera, satu-satunya anak perempuan ku malah memperlakukan ku dengan tidak sopan!!” Sikap Dong-Gun berubah tiga ratus enam puluh derajat saat sedang berdua saja dengan Sera.
“Ayah juga harus menjaga sikap, semua staff masih berada di luar, mungkin saja mereka mendengar.” Sera sama sekali tidak takut dan tidak terintimidasi dengan sikap keras Dong-Gun padanya, hal inilah yang membuat lelaki lima puluh satu tahun itu tidak pernah bersikap lembut pada Sera.
BRAK..
Dong-Gun melemparkan sebuah foto, kartu nama dan secarik keras di meja rias hingga membuat beberapa lipstik terjatuh.
“Jika kali ini kamu tidak datang ayah akan kirim kamu ke Amerika.” Hal ini selalu saja Dong-Gun pakai sebagai senjata untuk mengancam Sera setiap kali da menginginkan Sera melakukan sesuatu sesuai kehendaknya.
Sera hanya melirik ke foto lelaki yang sekilas terlihat tampan dan muda.
“Ayah sudah selesaikan? Ayah sibuk kan? Jangan membuang-buang waktu ayah hanya untuk putri haram mu ini. Aku harus cepat-cepat berganti baju lalu pergi ke jadwal kerja ku berikutnya.
Jadi ayah silahkan keluar dan teruskan pekerjaan ayah, semoga hari ayah menyenangkan.” Sera berjalan melewati Dong-Gun lalu membuka pintu.
“Kami sudah selesai bicara, kalian boleh masuk, bantu aku untuk melepaskan semua atribut pemotretan ini, aku harus segera melakukan pekerjaan lain.” Semua staff masuk ke ruang rias, Dong-Gun tanpa berkata-kata keluar dari dari ruangan itu.
“Hah.. akhirnya pergi juga.”
Staff penata rias mulai membantu Sera berganti pakaian, lalu Sera duduk di kursi rias untuk menghapus riasan dan melepaskan beberapa aksesories di rambutnya.
“Hah.. tumben ayah menjodohkan ku dengan lelaki yang sepantaran denganku.” Sera mengambil foto yang tadi dilempar oleh ayahnya di meja rias.
Di balik foto itu tertulis,
Nama : Jang Eun-Woo.
Umur : 27 tahun.
Anak ketiga dari tiga bersaudara pemilik J.H.S group, perusahaan kontraktor nomor dua di Korea Selatan.
Lalu Sera mengambil secarik kertas yang bertuliskan tempat dan waktu pertemuan kencan buta.
"Malam ini?? Waaah.. semakin lama semakin keterlaluan kelakuan ayah. Hah.. sudahlah, tidak penting." Sera melemparkan kembali foto Eun-Woo.
Setelah selesai dengan urusan riasannya, Sera keluar dari ruang rias menemui managernya, Kim Ju-Hwan.
“Oppa, ayo pergi.” Ajak Sera.
*Opaa \= Panggilan untuk lelaki yang lebih tua, diucapkan oleh wanita (panggilan orang yang sudah saling akrab).
“Sera.. kamu yakin mau pergi ke sana?" Tanya Ju-Hwan.
"Yakin, memang kenapa? Aku sudah janjian dengan paman Tae-Hyun untuk makan siang bersama. Dia pasti sudah membelikanku makan siang dan menunggu lama, ahh.. gara-gara ayah aku jadi terlambat sampai sana." Sera berjalan mendahului Tae-Hyun, menuju lift.
"Tapi, bukannya nanti malam kamu ada kencan buta dengan anak bungsu J.H.S group?" Ju-Hwan mengejar Sera yang sudah sampai di dalam lift.
"Berhenti jadi mata-mata untuk ayah, akulah yang menggaji mu oppa." Sera menekan tombol menuju baseman.
"Tapi tetap saja kau harus datang ke kencan buta itu, kalau tidak mungkin saja Hwaejangnim akan menghukum mu." Ju-Hwan sudah bekerja sebagai manager Sera selama tiga tahun ini, mereka sudah sangat dekat seperti adik dan kakak.
*Hwaejangnim \= Penggilan kehormatan untuk pemimpin perusahaan.
"Iya.. iya aku akan datang, tenang saja. Ayah mengatur kencan jam delapan malam, sekarang kan masih jam tiga siang, jadi masih banyak waktu untuk bertemu paman Tae-Hyun." Sera mengambil bedak padat keluaran rumah mode asal Paris. Dia mengecek penampilannya dari cermin bedak.
"Hahh.. yasudahlah, nanti malam mau aku temani?" Tanya Ju-Hwan.
"Tidak usah, kan kencan buta bukan pekerjaan, jadi untuk apa oppa mengantarku. Oppa pergi cari pacar saja, masa sudah umur tiga puluh satu tahun belum pernah pacaran, ckckck.."
"Tidak usah mengungkit hal itu, kamu juga sama kan, belum pernah pacaran seumur hidup?" Ju-Hwan tidak mau kalah.
"Tapi kita berbeda oppa, aku punya lelaki yang aku suka dan sedang aku usahakan untuk ku miliki. Sedangkan oppa? Dekat dengan wanita saja tidak pernah, ya kan?"
TING!
Suara lift membuat perdebatan tidak penting antara Sera dan Ju-Hwan berhenti sejenak, mereka berjalan menuju mobil dinas Sera.
"Lebih baik kamu sudahi saja cinta bertepuk sebelah tanganmu itu. Dia itu statusnya ayah tirimu, bagaimana reaksi publik saat tahu kamu menaruh hati apalagi jika sampai kamu berpacaran dengan lelaki itu?”
“Ssst.. berisik sekali sih, yang punya hati tu aku. Kenapa orang lain ikut campur dengan hatiku? Aku tidak perduli dengan omongan orang lain, kalau memang publik tidak setuju dengan hubungan ku dan paman Tae-Hyun aku siap meninggalkan profesiku.” Sera masuk ke mobil diikuti Ju-Hwan.
“Kamu mungkin saja bisa meninggalkan dunia modeling dan dunia hiburan. Tapi apa kamu sanggup melepaskan diri dari kemewahan yang ayah mu beri?”
“Dia baru jadi ayah ku selama sepuluh tahun, jadi melepaskannya juga tidak masalah buatku.” Sera duduk di mobil van hitam di kursi penumpang belakang.
“Hah.. susah memang menasehati mu.”
“Aku mau tidur sebentar, bangunkan aku saat sudah sampai.”
Ju-Hwan memutar musik penghantar tidur agar Sera bisa terlelap.
Bersambung..
"Sudah sampai." Ju-Hwan mematikan musik lalu membangunkan Sera.
"Hhmm.." Sera merenggangkan tubuhnya.
"Cepat sekali sih sampainya."
"Tidur mu terlalu lulas makanya berasa cepat."
"Begitu ya?" Sera mulai bercermin merapihkan rambut dan riasan wajahnya.
"Jangan terlalu menor, penampilan mu akan menarik orang-orang di rumah sakit." Ju-Hwan mengomel ke Sera.
"Biar saja, memang aku cantik dan menarik kan oppa? Jadi mau disembunyikan pun tetap akan terlihat." Sera sudah selesai dengan urusan make-upnya, lalu memakai kaca mata hitam dan turun dari mobil.
Set..
"Ini rumah sakit bukan di pantai." Ju-Hwan memarik kaca mata dari wajah Sera.
"Hihhh.. berisik." Sera berjalan menuju pintu masuk rumah sakit.
"Jangan lama-lama Lee Seraaaa!" Ju-Hwan meneriaki Sera.
"Oppa pulang saja! Aku bisa pulang sendiri!"
Ju-Hwan hanya bisa bergeleng-geleng melihat kelakuan artis yang dia layani.
Sera berhenti di depan ruangan yang bertulis 'Manager Operasional - Gong Tae-Hyun'. Sera merapihkan sedikit rambutnya, sebelum masuk ke ruangan itu.
"Samchon!" Sera resmi masuk ke ruangan Tae-Hyun.
*Samchon \= Paman.
Tae-Hyun sedang menyiapkan bekal makan siang yang dia buat untuknya dan Sera di meja tamunya.
"Oh.. kau sudah datang, duduk. Ayo makan selagi masih hangat." Tae-Hyun lelaki berusia empat puluh satu tahun itu memiliki tinggi badan seratus delapan puluh satu centimeter, dengan bahu yang lebar dan garis tubuh yang tegap.
Alisnya yang tebal membuat mata berkelopak single milik Tae-Hyun semakim mempesona.
Hidungnya yang tidak terlalu mancung namun terlihat kecil, senyumnya yang indah dari bibir tipisnya membuat Tae-Hyun terlihat…..
'Sempurna, lelaki buatan Tuhan satu ini dianugerahi ketampanan grade A++' Batin Sera.
"Kenapa masih berdiri? Kamu bisulan?" Tanya Tae-Hyun.
Dan suara huskynya membuatnya semakin hoooooot di mata Sera😍🔥🌞
"Oh.. iya." Sera baru sadar dari lamunannya mengagumi Tae-Hyun.
Sera duduk di hadapan Tae-Hyun.
"Hah.. kamu ini selalu saja." Tae-Hyun berdiri lalu mencari sesuatu.
"Apa sih?" Sera bingung.
Tae-Hyun menemukan yang dia cari, sebuah kain untuk menutupi kaki jenjang Sera yang terlihat indah karena memakai rok mini.
"Paman.. ini namanya mode, paman harus tahu itu." Sera hendak melepaskan kain itu tapi ditepis oleh Tae-Hyun.
"Pakai saja atau kita tidak jadi makan!"
Peringatan Tae-Hyun membuat Sera pasrah memakai kain itu.
'Bilang saja kamu tergoda kan dengan kaki jenjang ku?' Batin Sera.
"Kenapa menatap ku begitu?" Tanya Tae-Hyun.
"Ah.. tidak, ayo makan."
Sera dan Tae-Hyun mulai makan tetapi..
Tok.. tok.. tok..
Suara ketukan pintu membatalkan prosesi makan siang mereka.
"Masuk." Tae-Hyun sedikit berteriak.
"Oh.. maaf aku menggangu ya?" Seorang wanita dengan baju perawat masuk membawa segelas kopi.
'Hah.. wanita ini lagi! Kenapa dia selalu saja ada setiap aku kesini sih? Dasar perawan tua!' Batin Sera.
Cha Nami, seorang perawat senior berusia empat puluh satu tahun, dia sudah lama tertarik pada Tae-Hyun.
Nami menaruh secangkir kopi amerikano dingin di meja kerja Tae-Hyun.
"Gomawo." Tae-Hyun berterimakasih ke Nami.
*Gomawo \= Terimakasih (informal).
"Tidak apa-apa, hanya amerikano dingin. Tapi maaf Sera aku hanya membeli satu, aku kira Tae-Hyun sedang sendiri." Cara bicara Nami selalu lemah lembut di depan Tae-Hyun.
"Tidak masalah BIBI, aku bisa beli sendiri." Sera menekankan kata 'bibi' pada Nami agar membuatnya kesal. Karena Nami memang selalu kesal setiap Sera memanggilnya dengan sebutan itu.
Nami tersenyum kecut.
"Baiklah aku pergi dulu." Nami hendak pamit tapi Tae-Hyun berbasa-basi.
"Kau sudah makan?" Tanya Tae-Hyun pada Nami.
"Emm.. belum sih." Jawab Nami.
"Mau makan…"
"Paman!! Tidak boleh ada yang ikut makan, porsinya cuman untuk dua orang kan? Nanti yang ada paman enggak makan!" Sera menyela omongan Tae-Hyun.
Nami tersenyum kecil, "Spertinya ANAK TIRI mu tidak memperbolehkan ku makan bersama kalian. Dia pasti sangat merindukan ayah tirinya, bukan begitu Lee Sera?" 1-1 Nami membuat Sera kesal dengan sebutan yang selalu membuatnya risih, status yang seperti dinding besar yang menghalanginya dan Tae-Hyun.
"Aku tidak masalah tidak makan." Kata Tae-Hyun.
'Apa-apaan sih paman? Udah biarin dia pergi!' Batin Sera.
"Tidak, terimkasih. Aku makan di kantin saja, silahkan menikmati waktu dan makan siang dengan ayah tiri mu ya Sera." 2-1 Nami menang, dia pergi dari ruangan Tae-Hyun.
"Kenapa orang-orang masih menganggap paman ini ayah tiri ku? Padahal paman hanya menikah tiga hari dengan ibu." Sera mengaduk-aduk makanannha dengan sumpit.
"Karena aku ini memang ayah tiri mu." Tae-Hyun masih meyakini statusnya sebagai ayah tiri Sera, walau hatinya mulai merasa ada yang lain yang tumbuh berbunga untuk Sera.
"Kenapa paman mau menikahi ibu saat itu? Ibu sudah sakit parah, tapi paman tetap menikahinya." Pandangan mata Sera kosong, dia menatap makanannya sambil terus mengaduk-aduk.
"Aku mencintai ibu mu sudah lama, aku menyatakan perasaannya berkali-kali, tapi dia selalu diam.
Lalu saat ibu mu sakita parah, dan di rawat di rumah sakit ini untuk terakhir kalinya dia mengakui bahwa dia juga memiliki perasaan yang sama dengan ku. Maka dari itu aku langsung mengajaknya menikah." Tae-Hyun sudah berkali-kali menceritakan hal ini ke Sera, tetapi selalu saja dia jawab setiap Sera bertanya.
Tae-Hyun berharap fakta tentang dirinya dan ibunya, Kim Hana, dapat membuat perasaan Sera hilang kepadanya.
"Hahh.. sudahlah, aku lapar." Sera akhirnya memakan belak makan siang yang dimasak sendiri oleh Tae-Hyun.
Tae-Hyun ikut memakan beklanya.
"Nanti malam aku mau kencan buta dengan pria pilihan ayah." Sera masih sibuk mengunyah.
"Apa?? Kamu datang ke kencan buta perjodohan lagi?? Buat apa? Bukannya kamu tidak tertarik dengan perjodohan? Kenapa buang-buang waktu datang ke acara seperti itu??" Tae-Hyun selalu tidak suka setiap Sera melakukan kencan buta untuk perjodohan yang dibuat oleh ayah kandungnya.
"Emm.. mungkin saja kali ini berbeda." Jawab Sera.
"Berbeda? Karena apa? Karena dia lebih kaya dari semua lelaki yang pernah disodorkan oleh ayah mu?"
"Tidak juga, tapi kali ini dia hanya berbeda satu tahun dari ku, dan juga tampan!"
"Hahh.. kenapa memangnya kalau tampan dan berbeda satu tahun?"
"Ya berarti dia adalah top of the top dari semua lelaki yang pernah ayah jodohkan dengan ku."
"Jadi tipe lelaki idaman mu adalah yang tampan dan seumuran ya?"
Pertanyaan dari Tae-Hyun susah untuk dijawab oleh Sera.
"Emm.. tidak juga, umur bukan masalah buat ku. Dan status sosial juga tidak penting untuk ku."
"Oh.. begitu."
"Jadi.. paman mau jadi pacar ku tidak?"
Uhukk.. uhukk.. uhukk..
Tae-Hyun tersedak mendengar pertanyaan yang sebenarnya sudah beberapa kali dia dengar.
"Dasar anak nakal, aku ini ayah mu!" Tae-Hyun menyentil pelan jidat Sera.
"Aww.."
"Maaf.. sakit ya?" Tae-Hyun mengelus-elus jidat Sera.
"Jidatnya tidak sakit, tapi hatinya yang sakit."
"Hahh.. kamu ini." Tae-Hyun sudah kebahisan kata-kata untuk menghadapi wanita yang lebih muda lima belas tahun darinya.
"Selera makan ku hilang, aku pulang dulu." Sera sudah malas berbicara dengan Tae-Hyun, moodnya berubah jadi abu-abu.
"Makannya belum habis, habiskan dulu." Tae-Hyun menahan Sera dengan tangannya.
"Tidak, aku sudah malas, makan sama beraama perawat tua itu."
Sera lalu pergi dari ruangan Tae-Hyun.
"Dasar anak itu." Tae-Hyun menghembuskan nafas panjang sambil mengelus dada.
Bersambung..
Malam hari di kediaman Lee Dong-Gun.
Sera sedang memilih gaun yang akan dia pakai untuk bertemu pasangan perjodohannya.
Meski tidak tertarik dengan perjodohan itu, tampil cantik dan sempurna tetap harus. Siapa tahu Sera bertemu fansnya, jadi memilih gaun dan berdandan cantik itu perlu.
"Hemmm.. pakai warna apa ya?" Sera sedang mengamati gaun-gaunnya yang tergantung di lemari pakaian yang berada di ruang khusus untuk menyimpan baju.
Sera memilih minidress berwarna hitam keluaran merk terkenal asal Paris, Prancis.
Di dampingi sepatu hak tinggi yang ujungnya runcing dan bucket bag dengan merk yang sama dengan bajunya membuat penampilan Sera terlijat mahal.
"Oke.. kita gerai saja rambutnya biar terlihat elegan." Sera mulai mencatok rambut panjangnya yang kali ini dia cat dengan warna brown-gold.
Sera memang sering berganti warna dan model rambut. Profesinya sebagai model membuatnya paham betul mengenai tren rambut dan pakaian.
Sera keluar dari kamar, lalu menuruni anak tangga.
"Cantik sekali." Park Subin, wanita empat puluh satu tahun yang kini berstatus nyonya Lee Dong-Gun menyapa sang anak tiri.
"Terimakasih ibu tiri." Sera berjalan melalui Subin.
"Apa kamu juga memanggil ayah tiri mu dengan sapaan ayah tiri?"
Pertanyaan Subin membuat Sera berhenti.
"Tidak, dia spesial." Jawab Sera.
"Jadi memang benar kamu menyukai ayah tiri mu?"
"Bukan urusan mu."
"Lakukan kencan kali ini dengan baik, maka ayah mu akan memberi sedikit hadiah padamu." Subin selalu saja mencoba mengusik Sera.
"Aku tidak perduli." Sera berjalan menuju tempat parkir mobil, lalu masuk ke mobilnya, untuk segera menuju restoraunt yang ada di hotel berbintang lima, tempat kencan butanya kali ini.
Klotak.. klotak.. klotak..
Suara langkah sepatu Sera membuat seorang Jang Eun-Woo yang menoleh.
Sera duduk di hadapan Eun-Woo.
"Mannaseo bangawoyo." Sera memberi senyuman manis ke Eun-Woo.
*Mannaseo bangawoyo \= Senang bertemu denganmu. (Bahasa formal)
"Bangawoyo." Sapa Eun-Woo.
*Bangawoyo adalah bahasa informal dari Mannaseo bangawoyo.
'Dasar lelaki kaya tidak punya etika! Baru bertemu sudah menggunakan bahasa tidak formal. Oke! Kalau begitu aku juga akan melakukannya.' Batin Sera.
*Di Korea Selatan, saat orang asing saling bertemu untuk pertama kalinya, biasanya mereka akan menggunakan bahasa formal/resmi sebagai tanda saling menghormati.
"Mau pesan apa?" Tanya Eun-Woo.
Sera sedang melihat-lihat menu, lalu dia melambaikan tangan untuk memanggil pelayan.
"Aku saja, turunkan tangan mu. Seorang gentelman harus melakukan hal ini saat sedang berkencan dengan wanita." Eun-Woo melambaikan tangan ke seorang pelayan.
'Apa-apaan dia?? Sekarang bertingkah sok gentelman?? Dasar orang aneh. Aku kira kali ini ayah mengenalkan ku pada lelaki yang lumayan, tapi ternyata sama saja dengan lelaki-lelaki sebelumnya.' Batin Sera.
"Saya pesan American wagyu tenderloin dan wine Henri Jayer Vosne-Romanee. Enggak apa-apa kan kalau aku yang pilih wine?" Tanya Eun-Woo dengan nada yang sangat manis ke Sera.
'Ada apa dengam lelaki ini? Apa dia punya kepribadian ganda??' Batin Sera.
"Enggak apa-apa, saya pesan Australian Mased Potato tanpa garam." Sera mengambalikan buku menu ke pelayan.
Pelayan pergi.
"Kita memang sudah saling tahu sih, tapi ada baiknya kita kenalan secara langsung. Aku Jang Eun-Woo, dua puluh tujuh tahun, anak ke tiga dari tiga bersaudara J.H.S group. Senang bertemu dengan mu." Eun-Woo menyodorkan tangannya mengajak Sera bersalaman.
Sera menyambut tangan Eun-Woo.
"Aku Lee Sera, dua puluh enam tahun, model." Sera merasa tidak perlu mengucapkan embel-embel mengenai keluarga saat berkenalan, itu hal yang norak menurutnya.
"Jadi apa tujuan mu datang kesini?" Pertanyaan ambigu dari Eun-Woo ini membuat Sera bingung.
"Emm.. aku juga tidak tahu apa tujuan ku datang kesini. Tapi jika harus menjawab pertanyaan mu, mungkin.. jawabannya agar tidak ayah ku merasa tidak malu dengan ayah mu. Lalu apa tujuan mu datang kesini?" Karena Eun-Woo menanyakan hal itu, Sera jadi ingin tahu apa jawabannya.
"Ingin menemui calon tunangan ku." Jawab Eun-Woo dengan santai.
Sera mengerutkan dahinya, "Bertemu calon tunangan mu? Emm.. maksud mu aku?" Sera mengulangi pertanyaan Eun-Woo.
"Iya, ayo bertunangan." Eun-Woo mengajak Sera bertunangan dengan sangat gampang seperti anak-anak yang sedang mengajak main ke taman.
"Maaf Jang Eun-Woo, sepertinya kamu salah paham. Aku datang kesini bukam karena tertarik dengan perjodohan kita. Atau tertarik dengan mu, aku hanya sekedar datang saja agar ayah ku tidak memarahi ku lagi."
"Kamu juga jangan salah paham dulu karena aku mengajak mu bertunangan. Aku mengajak mu bertunangan bukan karena aku tertarik padamu, hanya saja aku sudah lelah melakukan kencan buta perjodohan seperti ini. Bukannya kamu juga begitu?"
Sera merasa setuju dengan pemikiran Eun-Woo, dia juga sudah lelah datang ke kencan buta perjodohan dengan laki-laki pilihan ayahnya.
"Emm.. benar juga, tapi bukan berarti aku mau melakukan pertunangan dengan sembarang orang."
"Ayah mu akan mendapatkan lahan seribu hektar dengan harga yang sangat murah. Dan suntikan dana dari perusahaan ayah ku."
"Hah.." Sera tertawa kecut.
"Maaf ya, aku enggak tertatik dengan semua itu." Sera mengikuti cara bicara Eun-Woo yang menggunakan bahasa tidak formal.
"Kamu belum tahu ya? Kata ayah ku, kalau kamu mau bertunangan dengan ku, Enivrant parfume akan diberikan untuk mu."
"Enivrant??" Sera tiba-tiba bersemangat mendengar perusahaan parfum milik ayahnya yang kini dikuasai ibu tirinya. Dari sekian banyak perusahaan ayahnya hanya satu yang membuat Sera tertarik yaitu perusahaan pembuat parfum dengan nama brand Enivrant.
"Iya, jadi bagaimana? Setuju?"
Pembicaraan terjeda, pelayan datang membawa pesanan mereka.
"Karena makanan sudah datang, mari kita makan." Ajak Eun-Woo.
Sera mulai memakan makanannya sambil menimbang-nimbang soal pertunangan yang Eun-Woo tawarkan.
"Emm.. boleh minta nomor telepon mu?" Tanya Sera.
"Boleh saja." Eun-Woo menyodorkan ponselnya ke Sera.
Sera menyimpan nomor teleponnya lalu melakukan hal yang sama di ponselnya.
"Oke, akan aku hubungi jika aku berminat. Terimakasih makan malamnya." Sera berdiri hendak pergi, tapi dua orang wanita datang menghampirinya.
"Lee Sera ya? Boleh minta foto?" Pinta salah satu wanita itu.
"Dengan senang hati." Sera tersenyum manis sambil menyodorkan ponsel wanita itu ke Eun-Woo.
"Hmm? Kenapa?" Eun-Woo bingung.
"Tolong fotokan kami." Pinta Sera.
Eun-Woo dengan malasnya mempotret Sera dan kedua wanita tadi.
"Terimakasih." Lalu kedua wanita itu berjalan.
"Dia cantik sekali ya, jangan-jangan operasi plastik." Bisik-bisik wanita tadi sambil berjalan.
"Eh.. lelaki tadi siapa ya?" Wanita satunya ikut menggosip.
"Pacarnya mungkin."
"Sst.. nanti mereka dengar."
Eun-Woo mendengar semua yang dikatakan mereka, dia berdiri berniat menegur.
"Hajima." Sera meminta Eun-Woo untuk tetap diam.
*Hajima \= Jangan.
"Kalau kamu diamkan saja orang-orang seperti mereka akan selalu begitu." Eun-Woo kesal sendiri.
"Biarkan saja, aku sudah kebal." Sera kembali memegang sendok dan garpu berpura-pura makan.
"Hahh.." Eun-Woo menghela nafas sebal.
"Aku tunggu lima menit, baru aku akan keluar." Kata Sera.
"Ayo keluar, akan aku antar sampai mobil mu." Eun-Woo berdiri.
"Tapi kamu belum selesai makan."
"Tidak masalah."
Eun-Woo menggandeng tangan Sera lalu pergi ke kasir dan keluar dari restoran itu.
"Terimakasih."
Eun-Woo mengantar Sera sampai ke mobilnya.
"Hati-hati, aku tunggu kabar pertunangan kita." Kata Eun-Woo.
"Oke, aku pulang dulu." Sera segera mengendarai mobilnya.
"Wanita yang unik." Eun-Woo menatap mobil Sera yang sudah melaju meninggalkan tempat parkir restoran.
Bersambung..
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!