Luna berlari dari kejaran preman yang berada di lampu merah. Dia terus berlari sepanjang jalan trotoar, nafasnya memburu karena dua orang preman itu masih mengejar Luna.
Awalnya dia sedang menolong seorang anak kecil yang di palak oleh preman di lampu merah yang suka meminta uang pada pengguna jalan di perempatan jalan besar. Kebetulan Luna melihat anak kecil sedang di tarik kerah bajunya oleh para preman lampu merah itu. Dia mencoba menolong anak kecil yang sedang mengamen.
"Bang, jangan palak anak kecil. Kasihan mereka." kata Luna.
"Heh! Lo cewek jangan ikut campur ya dengan urusan kita. Lo juga preman pasar suka malak juga, kenapa lo melarang kita malak?" tanya preman rambut keriting sebahu dengan mata melotot.
"Ya, gue sih malak juga yang punya duit. Lagian dia anak kecil lagi cari makan juga, berapa sih anak kecil dapatnya bang. Usah lepasin aja." kata Luna memelas.
Anak kecil tadi pun diam-diam pergi ketika Luna sedang berdebat dengan para preman itu. Perdebatan itu terus berlanjut hingga baju Luna pun di tarik, Luna tidak terima. Dia pun menginjak kaki preman yang menarik bajunga dan menampar pipinya dengan keras.
Dia lalu berlari sepanjang jalan di trotoar tanpa henti. Begitulah beberapa menit lalu, sehingga dia di kejar oleh preman-preman tersebut. Dia terus berlari, sesekali menoleh ke belakang. memastikan apakah kedua preman itu masih mengejarnya, tapi sialnya dua preman itu masih mengejar Luna.
"Sial! Mereka masih ngejar gue terus." ucap Luna.
Dia pun berlari terus meski sudah kelelahan, dia mencari persembunyian agar tidak di ketahui oleh dua preman yang mengejarnya. Ada sebuah mobil sedan yang terbuka pintu mobilnya. Tanpa membuang kesempatan, Luna masuk dan menutup pintunya dengan pelan.
Dia tidak tahu kalau mobil itu ada pemiliknya yang sedang menyimpan barang belanjaan di bagasi mobil. Luna melihat dari kaca mobil, dua preman itu melewati mobil di mana Luna bersembunyi. Sedangkan pemilik mobil itu sudah menyimpan barang-barang belanjaannya dan mau memasukkan paperbag di kursi belakang.
Dia heran kenapa pintu mobilnya tertutup, tanpa curiga laki-laki itu pun membuka pintu mobil belakang. Dia terkejut ada kepala seorang gadis yang sedang meringkuk di jok kursi, dia pun marah.
"Hei! Siapa kamu masuk ke dalam mobilku?!" teriak laki-laki berjas hitam dan berdasi merah marun.
Luna mendongak, dia menatap laki-laki yang sedang marah padanya. Luna tertawa kecil dan dia duduk kemudian keluar dari mobil.
"Kamu mau mencuri di dalam mobilku?" tanya laki-laki itu.
"Eh, sembarangan aja ya. Gue numpang ngumpet dari kejaran preman tadi!" teriak Luna dengan mata melebar, dia kesal kenapa di tuduh mencuri.
"Halah! Jangan bohong kamu, gadis sepertimu itu pasti suka mencuri." kata laki-laki itu lagi.
"Eh bos! Penampilan gue emang seperti ini, tapi pantangan bagi gue mencuri. Meski pekrejaan gue suka malak!" teriak Luna di depan wajah laki-laki tersebut.
"Sama saja kan?"
"Tapi gue ngga memcuri di dalam mobil lo ya! Seenaknya aja nuduh mencuri, periksa mobilnya. Apa ada yang hilang di sana!"
Laki-laki tersebut menatap tajam pada Luna, dia pun membuka pintu mobil depan dan memeriksa apakah ada yang hilang. Sebenarnya tidak ada apa-apa di dalam mobil itu, tapi dia takut Luna melakukan sesuatu. Setelah memeriksa, laki-laki itu pun keluar lagu. Masih menatap Luna tajam.
"Sayang, ada apa? Siapa gadis kumal ini?" ucap perempuan yang berpakaian dres lengan you can see dengan rambut sepinggang keriwil menatap Luna sinis.
"Dia preman, lihat aja penampilannya." ucap laki-laki yang ternyata kekasih perempuan itu.
"Ish, sudahlah Leon. Kita pergi saja, aku mual dekat dengan gadis kumal itu." kata perempuan tersebut.
Luna menatap tajam pada sang perempuan, Leon pun meninggalkan Luna. Namun sebelum pergi, Luna menendang body mobil dua kali. Membuat Leon menoleh dan kesal, dia pun berbalik menatap mobil yang tadi di tendang oleh Luna.
"Eh, kumal. Kenapa kamu menendang mobilku?!"
"Karena lo ngga minta maaf sama gue menuduh gue mencuri! Cuih!" kata Luna sambil berlalu.
Leon hanya melongo saja, geram hatinya mobilnya di tendang oleh Luna. Dia pun masuk lagi dalam mobil sambil menggerutu.
"Gadis aneh, ada gitu seorang gadis jadi preman." ucapnya dengan kesal.
"Udah sayang, jangan bahas dia. Kita cari makan yuk, aku lapar." kata perempuan yang ternyata kekasihnya itu.
"Iya sayang, ayo kita cari restoran masakan Jepang." kata Leon.
"Jangan masakan Jepang dong, aku udah bosan." katanya.
"Lalu apa?"
"Emm, kita makan makanan Italia aja ya. Aku ingin spageti yang asli buatan orang Italia. Di dekat mall ada restoran Italia yang enak, aku pernah kesana." katanya.
"Pernah kesana? Dengan siapa?"
"Emm, dengan teman-teman model dong sama produser aku." kata kelasihnya lagi.
"Ooh, aku pikir kamu dengan lawan modelmu itu." kata Leon.
"Kamu cemburu? Hahah! Dia Reno, hanya sebatas teman aja sayang. Jangan khawatirkan dia." ucapnya dengan senyum penuh arti.
"Hemm, baiklah. Itu wajar saja kan kamu hanya berteman dengan dia."
"Ya, dan jangan mencurigai aku berteman dengan yang lawan mainku."
Mobil melaju dengan tenang, jalanan padat oleh kendaraan. Leon melihat Luna yang masuk sebuah pasar induk, dia melihat Luna sampai bertemu dengan teman-teman satu preman pasar dan seperti bercanda. Leon tersenyum sinis.
"Jadi dia memang preman pasar di sana." gumam Leon tanpa di dengar oleh kekasihnya yang sibuk membalas chat dari penggemarnya.
"Kamu bicara apa sayang?" tanyanya tanpa mengalihkan perhatiannya pada ponselnya.
"Gadis tadi, dia ternyata preman pasar yang baru saja kita lewati itu." jawab Leon.
"Ooh."
Leon memperhatikan apa yang di lakukan oleh kekasihnya itu. Dia tahu Sherly kekasihnya sedang membalas chat penggemarnya di sosial media. Tanpa mau mengganggu Sherly, Leon terus melajukan mobilnya setelah antrian kendaraan terurai.
_
_
Luna sedang berjalan menuju pasar di mana dia biasa mangkal dengan teman-temannya. Dengan pakaian kemeja kotak, celana belel dan kaos kedodoran. Tidak lupa juga topi lusuhnya, selalu menempel di kepalanya yang berambut panjang sebahu.
Rambut Luna sebenarnya bagus, lurus dan hitam. Hanya saja tidak terurus karena dia tidak peduli dengan penampilannya yang urakan itu. Dia selalu berpikir, tak penting penampilan menarik. Yang penting dia berjiwa penolong dan tidak silau dengan harta.
"Woi Luna! Lo mau kemana?" tanya seseorang yang mengejarnya dari belakang.
Luna menoleh, Yadi tetangga rumah ayahnya itu menghampiri Luna. Luna berhenti.
"Apa apa sih lo?!" tanya Luna ketus.
"Antar gue ke gang sebelah yuk." pinta Riki.
"Males. Lo aja sendiri sana, gue mau ke pasar." jawab Luna berjalan.
"Eh, gue takut ada pengroyokan lagi seperti kemarin. Gue hampir bonyok kemarin."
"Ck, ya lagian kenapa lo pergi ke gang sebelah sih. Mau apa kamu kesana?" tanya Luna.
"Lun, sebentar aja. Gue bayar deh, anggap aja lo jadi bodyguard gue. Heheh." kata Riki dengan tawa cemprengnya.
"Dih, bodyguard tuh mahal bayarannya. Udah deh, gue cabut." kata Luna kembali meninggalkan Riki
Riki teman kecil Luna di rumahnya, perawakannya kecil dan kurus. Tapi Luna selalu membantu Riki jika dia membutuhkan bantuan. Kali ini dia memohon pada Luna, untuk mengantarnya ke gang sebelah. Dia tahu Luna tidak mau mengantarnya ke gang sebelah karena ada preman musuhnya, terutama si Baron.
"Ayo dong Lun, gue lagi mendesak mau ke gang sebelah. Kalau ngga ada kepentingan, gue juga ngga bakal kesana kok." kata Riki lagi.
Luna tetap berjalan terus tanpa mempedulikan Yadi bicara seperti itu. Riki tidak berhasil membujuk Luna mengantarnya ke gang sebelah, tapi wajahnya tersenyum dan kembali mendekat pada Luna.
"Lo beneran ngga mau antar gue ke gang sebelah?"
"Ogah!"
"Ya udah, gue akan bilang kalau tadi malam lo nyolong burung pak Madi sama om Jack." kata Riki tahu kesalahan Luna yang satu itu.
Luna berhenti, dia menatap tajam pada Riki dan menarik kerah bajunya dengan kasar. Matanya melotot, giginya menggeretak.
"Lo jangan coba-coba mengadu ke bapak, brengsek!" kata Luna.
"Kalau lo mau antar gue ke gang sebelah, gue janji ngga bilang sama bapak lo. Mau ya?"
"Ish! Maksa sih lo!"
"Bentar aja Lun." Riki memelas.
"Kampret lo, gue males urusan sama si Baron." kata Luna.
"Jangan ladenin dia, kita lewat aja. Kalau ngga ladeni dia juga ngga bakal dia ngomong terus." kata Riki lagi.
"Ya udah, berisik lo. Cepat jalan!" kata Luna dengan kesalnya.
Riki tersenyum, dia sebenarnya takut juga lewat di gang sebelah karena ada kawanan si Baron yang selalu ganggu orang lewat. Apa lagi yang lewat kadang dari gangnya dan pergi ke gang sebelah, sudah pasti nanti di tanya-tanya dan di mintai duit jika terlihat bawa tas bagus.
"Lagian lo kemarin hampir di keroyok si Baron, kenapa sih? Lo nyolong sendal dia?" tanya Luna.
"Kagak, apaan. Nyolong yang gedean dikit, sendal gue lebih bagus dari punya dia." kata Riki menyangkal.
Mereka berjalan dengan tenang, melewati jondol di depan gang yang biasa kelompok Baron berkumpul. Dan Luna heran, kenapa jondol itu sepi? Kemana kelompok Baron. Pertanyaan Luna sama halnya dengan Riki, namun dia senang bisa lewat tanpa harus di ganggu Baron dan kelompoknya.
"Tuh, di jondol ngga ada Baron. Lo pergi sana, gue mau ke pasar." kata Luna.
"Eh, iya. Tapi nanti kalau pulangnya tiba-tiba ada, gimana?" tanya Riki.
"Udah sih ah, bawel banget. Paling lo nanti di kejar-kejar lagi. Gue pergi!"
Luna tidak peduli teriakan Riki padanya, dia terus berjalan menuju pasar yang biasa dia mangkal untuk meminta bayaran pada tukang parkir dan pada ibu-ibu yang belanjanya banya dia bantu dan meminta bayaran. Terkadang Luna baik, membantu orang yang susah. Kadang juga dia terlewat kasar pada orang yang rewel di pasar.
Saat sedang berjalan santai, dia melihat sekelompok Baron sedang memalak seorang kakek yang membawa tasnya. Luna berdecak kesal, ingin dia mengabaikannya. Tidak mau berurusan dengan kelompok Baron, namun kakek-kakek itu melihat Luna lewat dan meminta tolong.
"Hei tua bangka! Jangan harap lo minta bantuan bocah tengil itu! Dia sama aja dengan gue! Hahah!" ucap Baron, Luna menatap kesal pada Baron.
"Dek, tolong kakek. Kakek mau pergi, tapi dia menghadangnya." ucap kakek-kakek itu pada Luna.
"Udah deh kakek peyot, sini tasnya. Pasti isinya duit, gue tahu lo habis dari kantor bank kan? Sini tasnya!" teriak Baron mencoba menarik tas besar tipis yang di dekap di dada si kakek.
Anak buah Baron juga ikut menarik tas itu, kakek tersebut mempertahankan tasnya. Luna melihat itu sekilas jadi kesal sendiri, sejak tadi ada saja gangguannya. Dan akhirnya Luna menendang satu persatu anak buah Baron dan yang terakhir Baron di pukul keras di bagian perut juga pipinya.
Kemudian dia menarik tangan kakek tersebut dan membawanya kabur. Lari dengan cepat versi Luna, tapi kakek-kakek itu tidak mengimbangi Luna yang berlari kencang, sehingga dia jatuh tersungkur.
"Aduh, kakiku!" teriak si kakek itu.
"Kenapa bisa jatuh sih kakek!" teriak Luna, dia mendekat ingin membantu.
Tapi kelompok Baron segera mendekat, Luna pun berkelahi dengan Baron dan anak buahnya. Dia kuat menghadapi Baron dan tiga anak buah Baron, karena Baron hanya bisa bela diri saja tanpa mahir berkelahi.
Bug! Bug! Bug!
Baron dan anak buahnya terkapar, Luna menarik tangan kakek itu dan segera meninggalkan Baron dan anak buahnya.
"Sialan lo Luna! Jahanam lo!" terika Baron dengan tatapan tajam pada Luna yang pergi.
Luna berbalik dan mengacungkan jari tengah pada Baron dan meludah kesamping. Baron geram, dia bangkit dari duduknya dan mengibas kakinya yang kotor. Kemudian dia pun mengajak anal buahnya kembali ke tempat jondol di mana dia biasa mangkal.
Preman gang sebelah itu, kalah berkelahi dengan Luna. Sekelas Baron bukan lawan tangguh Luna untuk berkelahi, dia lawannya preman di pasar juga yang jago berkelahi. Tapi preman di pasar tidak akan berani menyerang Luna, karena segan pada bapaknya Luna yaitu bang Jack. Biasa mereka menyebutnya.
Luna sendiri tidak masalah jika ada yang berurusan dengannya, tapi jika dia tidak salah. Maka dia akan maju dan berurusan dengannya sampai orang tersebut meminta maaf padanya.
"Kakek mau kemana?" tanya Luna ketika mereka sampai di pinggir jalan besar.
"Mau pulang saja." jawab kakek itu.
"Ya sudah, naik angkot saja pulangnya. Saya antar sampai rumah." kata Luna.
"Tidak usah nak, kakek bisa pulang sendiri." jawab kakek tersebut.
"Ya sudah, saya sih takutnya kakek pikun. Lupa jalan pulang, nanti nyasar lagi kayak tadi." ucap Luna dengan santainya, membuat kakek tersebut tersenyum.
Luna menghentikan sebuah angkot, kemudian kakek tersebut pun naik angkot yang berhenti di depannya.
"Terima kasih ya nak, lain kali kita bertemu lagi." kata kakek itu dengan senyum senangnya.
"Terserah kakek!"
Mobil angkot melaju, Luna pun segera pergi menuju pasar. Tadi ponselnya berbunyi dan teman satu profesinya pun memanggilnya untuk segera ke pasar.
_
_
Luna sedang mengantar tetangganya Dewi ke mall dekat pasar untuk membeli skin care katanya, meski tidak mencari yang mahal. Tapi mereka asyik saja jalan-jalan di mall, toh jalan-jalan di mall tidak perlu membutuhkan banyak uang jika bisa menahan diri tidak berbelanja.
"Lo kenapa cari skin care aja ke mall sih, biasanya juga di toko." kata Luna bersungut, dia malas pergi ke mall.
"Jalan-jalan aja Lun, gue seneng ko jalan-jalan ke mall. Lihat baju-baju mahal dan juga sepatu, banyak deh. Yang penting tuh lihat cowok ganteng sama pacarnya, seperti yang di sana tuh." kata Dewi menunjuj dua pasang sedang mencoba sepatu baru.
Luna memicingkan matanya, dari jauh dia melihat jelas perempuan bersama laki-laki berjaket kulit warna cokelat. Dia fokus pada laki-lakinya, bukan orang yang pernah dia lihat.
"Ish, lo kenapa jadi bengong gitu lihat mereka pacaran sih. Lo pengen?" tanya Dewi.
"Bukan, gue seperti melihat dua orang berbeda dengan cewek itu." kata Luna.
"Eh, diakan model ya. Waaah, dia model beli sepatunya di mall ini ya. Tapi lihat outletenya sih memang merk mahal." kata Dewi.
"Gue bingung, waktu itu gue lihat dia sama pacarnya. Tapi sekarang dia begitu mesra dengan cowok lain? Pacarnya yang mana sih?" gumam Luna.
"Lo ngomong apa Lun?" tanya Dewi heran.
"Ngga, yuk kita pergi aja." kata Luna.
"Bentar dong, gue mau beli barang di supermarket di sini."
"Mahal-mahal Dewi, lo bisa belinya?" tanya Luna.
"Cuma beli minuman soda aja. Heheh!" ucap Dewi dengan tawanya.
"Ish, beli minuman soda di warung juga ada." kata Luna.
"Tapi kalau beli di supermarket enak dingin, ada ACnya. Udah jangan bawel, antar gue sebentar aja." kata Dewi menarik tangan Luna.
"Eh, gue belum ke pasar ini. Nanti mereka keenakan belum gue tagih." kata Luna menarik balik tangan Dewi.
"Libur sehari kenapa sih, Lun. Gue pengen main sama lo, lagi pula ada teman-teman lo juga kok di sana."
"Mereka bagian parkir, gue di pasar minta jatah keamanan sama pedagang."
"Lo cantik-cantik kenapa jadi preman sih Lun?"
"Brisik lo! Buruan beli minumannya, gue ngga betah di tempat dingin AC." ucap Luna.
"Iya iya."
Mereka lalu masuk ke dalam supermarket. Satpam penjaga supermarket itu mengawasi Luna yang penampilannya urakan, memakai topi kaos lusuh dan kemeja yang sudah kucel. Tak lupa celana belel yang sudah sobek di bagian kakinya.
"Kamu gelandangan?" tanya satpam.
"Sembarangan aja, gue orang bener!" teriak Luna dengan melebarkan matanya kesal.
"Jangan marah neng, saya menjalankan tugas." kata satpam itu.
"Jangan lihat penampilannya pak, kalau di luar sudah gue timpuk bapak tuh." kata Luna dengan kesal.
Dia melangkah meninggalkan satpam yang diam saja. Hati Luna dongkol di sangka gelandangan karena penampilannya tidak kenarik. Memangnya meski gelandangan tidak boleh masuk supermarket? Begitu pikir Luna.
"Lun, lo kenapa cemberut aja?" tanya Dewi.
"Tuh, satpam itu. Dia kira gue gelandangan, enak aja. Memangnya kalau gelandangan tidak boleh masuk ke supermarket?" kata Luna masih kesal dengan satpam tadi.
"Ya kan mereka khawatir sama gelandangan, nanti mencuri barang-barang di supermarket. Jadi rugi dong mereka, orang kaya selalu menuduh orang miskin yang tidak-tidak. Mentang-mentang penampilan kita beda dengan mereka." ucap Dewi.
"Sudahlah, ayo kita pergi saja dari sini. Gue juga makanya males masuk mall, gini jadinya di sangka mau mencuri, gelandangan. Ngga lihat apa wajah cantik gue." sungut Luna.
"Hahah! Lo cantik, tapi ketutup sama pakaian dekil lo itu."
"Ish! Ayo kita keluar saja."
Dewi dan Luna segera mengambil apa yang dia butuhkan, setelah itu pergi ke kasir. Luna menitip barang yang dia ambik dan memberikan uangnya pada Dewi.
_
Luna sedang duduk depan kafe yang kebetulan sedang sepi. Dia menunggu Dewi membeli beberapa kebutuhan warung, dia malas harus menunggu Dewi di warung. Setelah dia melakukan pekerjaannya menagih iuran keamanan pada para pedagang. Kini dia duduk di bangku di depan kafe.
Dia penasaran isi kafe itu, tampak ramai tapi suasana di sana sangat tenang. Mata Luna berkeliling melihat setiap sudut kafe yang kebetulan terlihat jelas dari dia duduk di saja. Ada keinginan masuk kafe dan minum kopi di sana, namun membeli kopi di kafe itu harga satu cangkirnya sama dengan harga kaos yang dia beli di toko.
Jadi, dia merasa sayang membeli kopi di kafe tersebut. Meski penasaran dengan rasanya, ada temannya yang bilang minun kopi di kafe rasanya beda dengan minum kopi di warung kopi.
Mata Luna berhenti pada dua pasang laki-laku dan perempuan tepat di mana dia duduk. Dia menatap perempuan itu sedang di cumbu oleh laki-lakinya, mungkin kekasihnya. Dahi Luna berkerut, dia memperhatikan perempuan itu yang sedang di cumbu.
Karena kebetulan posisi kursi itu tersembunyi, jadi dua orang melakukan mesum di dalam kafe tidak akan terlihat oleh pengunjung lain. Berbeda posisinya Luna sangat jelas, karena ada jendela yang terbuka.
Karena merasa di perhatikan oleh orang dari luar, perempuan itu pun menoleh ke arah Luna. Dia terkejut Luna menatapnya sinis dan tersenyum miring. Tangan perempuan itu pun mendorong tangan laki-lakinya untuk menyudahi permainan tangannya di bagian intimnya karena malu dan kesal di lihat oleh Luna.
"Ck, perempuan tidak tahu diri. Dia itu pelacur atau selingkuhan orang sih, kemarin dia saka cowok lain." gumam Luna.
"Luna, yuk pulang." kata Dewi setelah selesai berbelanja.
"Orang kaya mah bebas ya, apa lagi model." kata Luna.
"Lo bicara apa sih?" tanya Dewi.
"Ngga, abaikan saja. Gue pamit dulu sama teman-teman di pasar." kata Luna.
"Ish, lo harusnya tadi izinnya. Ya udah buruan!"
"Iya bawel!"
Setelah itu Luna pun masuk ke dalam pasar untuk pamit hari ini dia pulang cepat setelah menjalankan pekerjaannya di pasar. Setelah selesai, Luna menghampiri Dewi dan naik motor.
"Yuk pulang."
"Udah selesai?"
"Udah."
Motor melaju dengan pelan setelah parkir karena posisi memutar. Sedangkan Sherly, perempuan yang tadi bersama laki-laki lain pun merasa lega karena Luna sudah pergi. Dia berharap semoga tidak bertemu lagi dengan premab bernama Luna.
_
_
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!