NovelToon NovelToon

Tergoda Hasrat Menantu

Mau kah kamu ...

"Kenapa kamu kembali ke apartemen? Apakah Leon baik-baik saja? Sehingga kamu mengundang ku kesini?"

Arlan menggelengkan kepalanya, sesungguhnya dia sangat khawatir pada Leon. Tapi semenjak kepergiannya dengan alasan dinas, Shinta selalu memberitahu bagaimana kabar putra kesayangannya, melalui telepon serta pantauan melalui CCTV yang ia pasang di kamar Leon, tanpa sepengetahuan Shinta, dan dengan mudah duda beranak satu itu menyaksikan perbuatan Shinta pada putranya.

"Aku sudah mempersiapkan satu suster untuk Leon, dan dia sangat telaten merawatnya," jelasnya sambil menghela nafas panjang.

Seno tertawa kecil, melihat raut wajah Arlan yang masih tampak bingung, "Kita bersahabat sudah lebih dari 20 tahun, semenjak kamu menjalin hubungan dengan Yasmin, menikah, dan memiliki anak. Jadi kamu tidak bisa membohongi aku, Arlan. Karena aku sudah mendengar pernikahan kontrak Leon dengan seorang perawat Mount Elizabeth. Apa kamu tergoda dengan gadis itu?"

.

Uwek ... Uwek ... Uwek

Darah segar kembali keluar dari bibir Leon yang kembali melemah di bangkar rumah sakit.

"Bagaimana kondisi putra ku, dokter?"

Arlan melihat dengan penuh kecemasan. Bagaimana mungkin, putranya terus menerus mengeluarkan darah segar sejak pukul 17.00 waktu Singapura.

Dokter yang menangani Leon, hanya bisa menenangkan Arlan, dengan menepuk pundak pria berwajah tampan itu.

.

Arlan Alendra, duda beranak satu berusia 45 tahun. Telah menjadi ayah tunggal bagi Leon sejak dua tahun yang lalu. Ia juga merupakan salah satu crazy rich yang sangat terkenal di Jakarta.

Kesuksesannya di usia mapan membuat dia digandrungi banyak wanita muda. Namun pesonanya kembali meredup, semenjak Yasmin meninggalkan nya dari dunia fana ini. Hingga tak pernah terpikirkan olehnya untuk memiliki istri lagi. Mengingat kondisi Leon yang semakin lama semakin memburuk.

Leon Alendra Arlan, anak tunggal satu-satunya dari pasangan Arlan dan Yasmin, yang masih berusia 20 tahun mengidap gagal ginjal sejak kecil.

Wajah Leon yang dulu terlihat sangat tampan dan segar, kini hanya tampak seperti mayat hidup, lebih kurus dengan wajah pucat pasi, dan bulu tangan semakin panjang dan tampak meremang.

Hanya semangat hidup, yang Leon miliki hingga kini, dan akan menikmati setiap rasa sakit yang datang tanpa permisi lebih dulu. Ditambah perhatian Arlan sangat fokus padanya, membuat Leon semakin mengagumi sosok seorang Arlan.

Permintaan Leon hanya satu sebelum ajal menjemput 'menikah'. Namun sejak pria itu lulus dari sekolah menengah atas, tak seorangpun sahabat sekolahnya yang mau melihat putra kesayangan Arlan tersebut, setelah kelulusan sang putra tiga tahun lalu.

Kedua-nya hanya hidup berdua, setelah Mami Leon meninggal dunia sejak dua tahun lalu.

Kegagalan keluarga saat melakukan pencangkokan ginjal di salah satu rumah sakit terkenal di Cikini Jakarta, ternyata berdampak buruk pada kesehatan Almarhum Yasmin, juga Leon.

Leon yang awalnya hanya mendapatkan perawatan intensif jika sudah mengalami muntah darah, namun kali ini ia harus mendapatkan keputusan untuk segera melakukan cuci darah satu kali dalam seminggu.

Arlan menepuk keningnya, bagaimana mungkin dia harus melihat putra kesayangannya cuci darah. Hal itu yang paling menakutkan baginya.

Akan tetapi, tidak ada pilihan. Untuk memberikan umur yang panjang, jika jalan satu-satunya adalah harus melakukan cuci darah.

Arlan menelan ludahnya sendiri berkali-kali, saat bertatapan dengan Dokter Yosi, Dokter yang menangani putranya selama berada di rumah sakit.

"Apakah tidak ada jalan lain selain cuci darah, Dokter? Saya benar-benar trauma, karena Mama Leon meninggal di sebabkan cuci darah selama tiga bulan dan kondisinya semakin hari semakin menurun. Beri saya waktu untuk berpikir beberapa hari. Secepatnya saya akan memberi keputusan."

Dokter Yosi mengangguk mengerti, apapun keputusan dari keluarga tentu menjadi satu keputusan yang baik bagi keluarga tersebut.

Sudah lebih dua bulan Arlan menemani putranya di rumah sakit Mount Elizabeth Singapura. Namun, hasilnya masih sama 'cuci darah'.

Arlan terduduk di kursi koridor rumah sakit, menatap langit-langit dengan mata berkaca-kaca. Dia meremas kuat rambutnya merasa sangat frustasi.

"Jika Leon meninggal, apa yang harus aku lakukan? Ternyata harta berlimpah yang aku miliki sama sekali tidak dapat menjamin kesehatan pada putraku yang sudah sakit sejak kecil. Yasmin ... Apa salah dan dosa kita? Kenapa Leon tidak kunjung sembuh? Apakah aku harus mengajukan untuk pencakokan ginjal lagi? Harus berapa kali putra ku menjalani operasi selama hidupnya," tangisnya.

Arlan menoleh kearah suster yang berjalan kearahnya. Semakin lama, langkah gadis muda itu semakin mendekat.

Gadis bernama Shinta itu berhenti di hadapan Arlan, kemudian tersenyum tipis, hanya untuk memberikan beberapa file sesuai pemeriksaan rutin yang dilakukan dokter untuk hari ini saja.

"Tuan ... Kondisi Leon sangat mengkhawatirkan. Padahal kita sudah memberikan transfusi darah 12 kantong, tapi kondisi Leon masih sangat lemah. Ada baiknya Tuan mengikuti langkah terakhir yang di katakan Dokter Yosi, cuci darah," jelasnya.

Arlan hanya tersenyum lirih, ia hanya bisa mengusap air mata yang akan mengalir dari sudut mata elangnya.

Untuk mengalihkan pikirannya, Arlan berbasa-basi dengan gadis yang ternyata sangat ramah dan menyenangkan teresebut.

Mata sayu, berbulu mata lentik, dan memiliki bibir mungil, membuat Arlan sedikit tertarik pada gadis muda yang menurut pengakuannya masih berusia 23 tahun.

Arlan mencoba mengingat keinginan Leon beberapa jam sebelum terbaring lemah tak berdaya di rumah sakit.

"Pi ... Carikan aku wanita yang bisa menerima ku apa adanya. Aku ingin merasakan bagaimana rasanya memiliki seorang istri ..."

"Tenang Nak ... Papi akan mencarikan wanita untuk kamu, walau hanya pernikahan untuk merubah status mu ...!" 

Hanya percakapan bersama Leon, yang terus menerus terngiang di telinga Arlan.

Arlan melirik kearah Shinta yang masih terus bercerita tentang salah satu pasiennya yang menjalani cuci darah. Walau sejujurnya pasien tersebut telah meninggal dunia, namun dapat bertahan hidup selama 15 tahun.

Arlan sangat mengerti maksud gadis yang masih duduk disampingnya tersebut, tapi kali ini dia tidak ingin membahas tentang cuci darah yang akan di lakukan Leon. Namun dia ingin menikahkan gadis pintar itu dengan sang putra kesayangannya, walau hanya dengan status kontrak, karena tidak akan mungkin Leon mampu melakukan kewajibannya sebagai seorang suami. 

Arlan hanya menjadi pendengar bagi gadis muda tersebut, kemudian bertanya pelan, "Apakah kamu sudah menikah?"

Shinta yang mendengar pertanyaan dari Arlan sedikit terkejut, karena tidak pernah bertemu dengan keluarga pasien yang berani menanyakan hal pribadi padanya. Ia menoleh kearah pria yang sangat tampan itu, wajah tampan dengan bulu halus, dan tatapan yang sangat menarik perhatiannya, membuat gadis itu hanya tersipu malu mendengar pertanyaan sang crazy rich tersebut.

"Ma-ma-maksud Anda, Tuan?"

Arlan hanya tertawa kecil mendengar pertanyaan yang di jawab pertanyaan ...

"Apa ada yang salah dengan pertanyaan saya?"

Shinta menggeleng dan mengangguk. Wajah cantik itu terlihat salah tingkah dan lagi-lagi menatap dalam mata elang Arlan.

"Ya enggak salah, ta-ta-tapi hmm ... Apa hubungannya cuci darah dengan status saya?"

Lagi-lagi Shinta semakin gugup oleh tatapan mata Arlan yang sangat mempesona gadis seusianya. Ia menggigit bibir bawahnya, tertunduk malu menganggap Arlan tertarik padanya.

"Hmm ... Jika kamu belum menikah kamu bisa menikah, kan? Saya ingin melihat Leon bahagia, karena permintaannya hanya itu, 'menikah'."

Arlan hanya menggeleng pelan, kembali menundukkan kepalanya, tak ingin melanjutkan pertanyaannya pada Shinta yang masih tampak kebingungan oleh sikap pria mapan tersebut.

Baginya pertanyaan menikah itu, masih sangat tabu dan sensitif. Baru kali ini ada seorang pria mapan berstatus duda yang menanyakan tentang statusnya. Tentu ini menjadi kejutan yang sangat menyenangkan baginya, jika di persunting oleh pria kaya, tampan dan bertanggung jawab.

"Hmm ... Apalagi statusnya masih duda, enggak ada salahnya untuk aku mencoba mendekati Tuan Arlan. Mana tahu dia merupakan jodoh ku ..." gumam Shinta dalam hati, dengan perasaan yang berbunga-bunga.

Namun tidak dalam benak Arlan, pria itu justru tengah berharap kesediaan gadis itu, mau menjadi pendamping putranya, hingga menutup mata.

"Kenapa gadis ini tidak mau menjawab pertanyaan ku? Apakah dia tidak ingin menikah di usia yang bisa dikatakan matang? Atau jangan-jangan dia takut, tidak bisa bahagia bersama Leon ...?"

Arlan menghela nafas dalam-dalam, menyandarkan tubuhnya lebih dalam di kursi koridor, membiarkan gadis yang bernama Shinta itu memikirkan pertanyaan nya.

"Ternyata sulit sekali mencari wanita yang pantas untuk menjadi pendamping hidup Leon ..."

Arlan kembali menoleh kearah Shinta, kini keduanya saling menatap iris mata masing-masing, memberanikan diri untuk bertanya ...

"Hmm mau kah kamu menikah dengan ... Eee ... Leon, yah walau hanya sekedar nikah kontrak?"

Istri kontrak

Saat bibir Arlan mengucapkan kalimat permintaan pada Shinta agar mau menjadi istri untuk Leon, gadis itu menelisik semua permohonan Arlan dengan seksama, bergumam dalam hati ...

"Apa maksud dari Tuan Arlan? Kenapa dia meminta aku menjadi istri putranya yang terbaring lemah? Kenapa ia tidak meminta ku menjadi Ibu sambung untuk Leon ...?"

Shinta kembali bertanya pada Arlan yang masih menunggu jawaban dari bibir mungil tersebut, "A-a-apa maksud Anda, Tuan? Bu-bu-bukankah Leon tidak bisa melakukan apapun, tapi kenapa Anda meminta saya untuk menikah dengan Leon? Ini tidak masuk akal. Apa yang akan saya dapatkan, jika menjadi istri dari putra Anda?"

Arlan menggelengkan kepalanya, dia mengerti apa maksud dari pertanyaan gadis yang duduk disampingnya tersebut.

"Menikahlah dengan Leon, aku akan menjadikan mu, kepala bagian di rumah sakit swasta ternama di Jakarta. Kita akan tinggal bersama, tapi ini hanya status pernikahan kontrak. Aku yang menjamin dirimu. Bantu aku dalam merawat Leon, aku yang memohon padamu Nona, jika cuci darah dapat memperpanjang usia putra kesayangan ku!" tunduknya.

Shinta ternganga, dia sangat mengetahui rumah sakit mana yang menjadi saham Arlan selama ini. Rumah sakit bertaraf internasional, dengan gaji dolar Amerika membuat ia semakin tak percaya dengan semua penawaran yang Arlan tawarkan.

"Hmm apakah rumah sakit yang mewah itu, Tuan? Mengapa Anda membawa Leon kesini, jika di sana bisa memberikan pelayanan lebih baik, bahkan sangat eee ..."

Shinta tidak melanjutkan ucapannya, karena Arlan memotong pembicaraannya.

"Kami kesini hanya ingin berlibur. Mungkin jika Leon siuman, dan kamu bersedia menerima tawaran ku ... Kita akan segera kembali ke Jakarta," jelasnya pelan.

Shinta menggigit bibir bawahnya, dia tidak menyangka, bahwa akan menerima tawaran seperti ini dari seorang crazy rich tersebut.

Siapa yang tidak tergiur untuk menjadi seorang istri kontrak pasien yang sakit. Ia mengalihkan pandangannya kearah lain, namun tidak ingin menjawab pertanyaan Arlan saat ini.

"Hmm saya akan memikirkannya Tuan. Setidaknya jika hanya untuk menjadi seorang istri dan saya mendapatkan posisi yang sangat layak di rumah sakit Anda, mungkin ini akan menjadi bahan pertimbangan bagi saya. Karena sudah lebih dari empat bulan saya menunggu kabar dari rumah sakit tersebut," senyumnya menyeringai kecil.

Arlan mengangguk mengerti, dia tidak ingin memaksa gadis itu untuk menjawab pertanyaan sekarang, tapi setidaknya ia akan mengurus semua legalitas Shinta agar bisa mendapatkan posisi yang layak dengan gaji yang bernilai fantastis.

Tentu semua syarat, menuju pernikahan putranya tidak akan merugikan siapapun, terutama Shinta. Gadis itu cukup merawat Leon dengan baik, dan bertanggung jawab atas kesehatan putra kesayangannya.

"Maukah kamu ikut dengan ku, untuk menjenguk Leon?"

Shinta mengangguk setuju, tanpa menjawab, karena selama berada dirumah sakit dialah yang merawat Leon. 

Arlan beranjak meninggalkan kursi yang berada di koridor, menuju kamar putranya yang di susul oleh Shinta dari belakang.

Saat pintu kamar tertutup rapat, Arlan kembali membalikkan tubuhnya, seketika menatap wajah gadis cantik itu dengan tatapan penuh harap.

"Please ... Jangan kecewakan putra ku!"

Shinta mengangguk pelan, dia mendekati Leon yang sudah bisa dikatakan sadar dari pengaruh obat penghilang rasa sakit, yang di suntikkan melalui infus.

Dengan sangat ramah Shinta mengapa Leon, mengusap lembut kepala pria muda yang masih lemah tersebut.

Di ruangan mewah yang luas itu, Shinta memainkan perannya dengan sangat baik ...

"Hai ..." sapa Shinta melirik kearah Arlan.

Leon tersenyum, matanya mengisyaratkan bahwa hatinya berbunga-bunga saat menatap iris mata Shinta yang sangat bercahaya juga teduh. 

Leon menjawab dengan senyuman yang melebar penuh perasaan bahagia, "Ha-hai ... Bukankah kamu suster yang selama ini mengurus semua kebutuhan aku?"

Shinta mengangguk, "Bagaimana keadaan mu? Apa masih merasakan mual? Aku akan mengurus semua kebutuhan untuk cuci darah mu. Setelah itu, aku ingin memberikan satu kejutan pada mu," godanya pada puncak hidung Leon.

Leon menoleh kearah Arlan, meminta jawaban kejutan apa yang akan diberikan gadis itu padanya.

"Pi ... Apakah dia ...?"

Pertanyaan Leon yang menyiratkan kebahagiaan, membuat Arlan hanya bisa tersenyum sumringah, memberi isyarat bahwa gadis itu akan menjadi istri sahnya.

Leon yang mengerti isyarat dari tatapan mata Arlan, mengepalkan tangannya dengan tenaga yang masih tersisa. Wajah pucat itu memberikan senyuman manis yang tidak pernah Arlan dapatkan selama tiga tahun merawat putranya.

Perasaan Arlan semakin lega, dia ingin mendengar secara langsung gadis itu menerima pinangannya atas nama Leon.

"Shinta ..." panggil Arlan dengan suara pelan.

Shinta menoleh kearah Arlan, "Ya Tuan?"

Arlan mengerjabkan matanya, melirik kearah Leon, meminta jawaban pasti dari gadis itu dari permintaannya tadi ...

"Bagaimana ...?"

Shinta mengangguk dua kali, kembali menoleh kearah Leon.

Entah apa yang dirasakan Shinta kali ini, dia ingin sekali terlepas dari rumah sakit Mount Elizabeth, dan berkembang di rumah sakit Jakarta yang lebih menjanjikan tersebut. 

Walau harus menjadi istri kontrak dari pasien yang tidak mampu melakukan kewajibannya sebagai seorang suami setelah menikah.   

Leon tersenyum, matanya beradu tatap dengan Shinta, bertanya dengan nada terbata-bata ...

"A-a-apakah cuci darah itu sangat menyakitkan, Nona?"

Shinta menggelengkan kepalanya, "Aku akan menemani mu, satu lagi ... Jangan panggil aku Nona, tapi panggil aku, sayang. Karena kita akan menikah, dan aku menjadi perawat pribadi mu," kecupnya lembut dipipi kanan Leon.

Sontak kecupan kecil itu, membuat tubuh Leon dua kali lebih bersemangat untuk tetap bertahan, karena akan merasakan menjadi seorang suami yang memiliki istri baik, ramah, bahkan sangat menyenangkan ...

Leon menahan lengan Shinta, walau genggamannya tidak sekuat pria normal lainnya, "Apa kamu serius akan menjadi istriku? Karena aku sangat berharap ..."

Shinta menggenggam jemari Leon yang ada di lengannya, "Aku serius, dan aku ingin melihatmu bahagia. Kita akan tinggal bersama ..."

"Ta-ta-tapi ... Aku tidak bi-bi- ..."

Shinta menutup rapat bibir Leon dengan telunjuknya. Kali ini dia hanya ingin menjadi wanita yang dapat membahagiakan pasien, demi Arlan.

"Setidaknya aku akan mendapatkan perhatian Arlan, jika aku memperhatikan putra kesayangannya ..." gumamnya dalam hati.

Tentu pemandangan itu sangatlah memberikan kesejukan bagi Arlan, karena akan melihat putranya kembali bangkit. Rasa sakit Leon akan terobati dengan kehadiran Shinta yang mampu memberikan warna baru bagi putra kesayangannya.

"Terimakasih ..." ungkap Arlan tanpa suara, dengan menundukkan kepalanya penuh perasaan bahagia.

Shinta menghela nafas panjang, dia tersenyum manis, karena akan tinggal bersama di kediaman duda kaya tersebut.

Leon menoleh kearah Arlan, "Ja-ja-jadi kapan aku akan menikah dengan Shinta, Pi?"

Arlan tampak kebingungan untuk menjawab pertanyaan putranya tersebut, gerak-geriknya salah tingkah, karena belum membicarakan tentang perjanjian mereka berdua lebih lanjut.

"Hmm mungkin setelah kamu cuci darah Leon. Kita akan kembali ke Jakarta, dan kalian bisa melangsungkan pernikahan di sana tentunya," jelas Arlan menatap Shinta, meminta persetujuan.

Shinta mengangguk setuju, "Ya ... Aku akan ikut dengan mu, Leon." 

 

Nilai yang sangat fantastis

Perasaan pria yang masih berusia 20 tahun itu seketika berbunga-bunga. Leon lebih bersemangat saat tangannya di genggam Shinta ketika akan berpindah ke kursi roda. Dia sangat bahagia sekaligus bangga, karena ada wanita cantik dan baik yang mau menikah dengannya.

Cuci darah yang akan berlangsung selama enam jam, memutuskan Leon menoleh kearah Arlan kemudian berkata dengan penuh senyuman ...

"Pi ... Jangan lupa belikan cincin untuk Shinta. Aku akan melamar gadis itu ketika selesai cuci darah."

Shinta yang mendengar ucapan Leon hanya tersipu malu, dan melirik kearah Arlan. Kali ini dalam hatinya hanya satu, "Merawat Leon, untuk mendekati Arlan, membuat pria mapan dan tampan itu tertarik padanya, dan hmm ..."

Shinta dan satu security membawa Leon ke ruangan cuci darah yang berada dilantai tiga gedung rumah sakit.

Sehingga Arlan yang tidak bisa mendampingi Leon, hanya bisa mengintip dari kaca yang terbuka sedikit, dan melihat untuk kedua kalinya proses pertama kali orang tercintanya menjalani cuci darah.

Arlan menyanggupi semua permintaan Leon. Membeli cincin kawin dengan bantuan secretarisnya, Mia. Agar mempersiapkan semua perjanjian mereka, serta menghubungi toko perhiasan ternama di Singapura, untuk mengantarkan perhiasan mewah ke rumah sakit.

Tentu Mia yang mengagumi sosok seorang Arlan bertanya penasaran melalui telepon di seberang sana ...

[Maaf Pak, siapa yang akan menikah? Apakah Bapak akan menikahi gadis Singapura?] 

Arlan tertawa terbahak-bahak, mendengar celotehan secretarisnya.

[Siapkan saja! Perjanjian nya sesuai dengan yang saya kirimkan melalui whatsApp barusan. Sudah, jangan banyak tanya, nanti kamu juga akan tahu. Saya tunggu ya.]

[Baik Pak ...]

Telpon tertutup, Arlan menuju restoran rumah sakit hanya untuk menikmati segelas kopi hitam.

Lebih dari tiga jam Arlan duduk seorang diri di restoran rumah sakit, ia meminta pada salah satu pelayan restoran untuk memprint tiga lembar surat perjanjian yang telah dikirim Mia padanya, sebanyak dua rangkap.

Pelayan restoran bergerak cepat, saat menerima satu flashdisk kecil, dan bergegas menuju ruangan kantor yang terletak di sudut restorannya. 

Arlan menyesap kopi hitam, sambil menunggu Shinta. Di tangannya kini sudah ada satu pulpen bertinta hitam dan dua materai sebagai memperkuat perjanjian mereka berdua. 

Shinta meninggalkan Leon, yang sudah tertidur, karena beberapa kali mengalami ketegangan, saat selang cuci darah di tanam pada bahu sebelah kanan. Sebuah alat berupa selang infus elastis, kini sudah berada di sana, sebagai satu pusat saat waktu cuci darah itu tiba.

Wajah Shinta sangat bersemangat, bahkan berseri-seri saat matanya saling menatap.

Arlan melambaikan tangannya, agar Shinta mendekat, kemudian membukakan satu kursi supaya duduk lebih dekat dengannya.

Shinta menghentikan langkahnya, mengusap dadanya lembut, menggigit bibir bawahnya, tampak sedikit kaku, dan hanya bisa tersenyum manis dan menunduk hormat.

Entahlah ... Kali ini Shinta seperti akan di lamar oleh Arlan, bukan Leon. Gadis itu juga melihat beberapa lembar berkas yang sudah ada dalam genggaman tangan duda beranak satu tersebut.

Perlahan Shinta mendekati meja Arlan, melambaikan tangannya agak gugup, berkali-kali dia tersenyum manis dan menunduk malu.

Arlan yang sudah terbiasa melihat wanita seperti itu di hadapannya, hanya meminta pada Shinta, agar duduk di dekatnya.

"Duduklah, kita bisa berbincang lebih dekat."

Shinta mengangguk, bagaimana mungkin dia harus tampak salah tingkah dihadapan Arlan. Wajah tampan duda tersebut benar-benar mampu membius mata hatinya.

"I-i-iya Tuan ..."

Senyuman Arlan lagi-lagi mematikan langkah Shinta, membuat gadis itu bergumam dalam hati, "Aaaagh senyuman pria ini benar-benar memabukkan ku ... Tenang Shinta, selangkah lagi kamu akan menjadi Nyonya Arlan, bukan Nyonya Leon. Karena hanya Tuan Arlan yang hmm masih bersemangat untuk membahagiakan mu lahir dan batin ..."

Arlan yang melihat Shinta tidak kunjung duduk, berdiri dihadapan gadis cantik itu, dan menatap lekat kedua bola mata calon menantunya tersebut, sambil mengayunkan telapak tangan di depan wajah Shinta.

Arlan menyapa Shinta sekali lagi, "Hai, kamu bengong?"

Shinta tersadar, pipi mulus nan cantik itu memerah, tersipu-sipu malu, "Oogh, maaf Tu-tu-tu-tuan, saya seperti tengah terhipnotis oleh pesona mu!" jawabnya spontan, dengan dada berdebar-debar, dan terlihat lebih cepat dalam bernafas.

Arlan memainkan bibirnya, jujur jauh di lubuk hati terdalamnya, dia sangat mengagumi wanita yang berdiri di hadapannya.

Penampilan Shinta yang sangat sederhana, namun elegan, di balut baju dinas yang sedikit ketat, membuat kelaki-lakiannya sedikit tergoda.

Akan tetapi Arlan mengingat Leon, sang putra yang ingin memiliki istri sebelum ajal menjemputnya.

Arlan mencoba untuk bersahabat dengan Shinta, di mengusap perlahan bahu gadis itu, merangkulnya dan membawa ke kursi yang sudah tersedia sejak tadi.

"Come on, jangan buang-buang waktu lagi. Kita harus menandatangani surat perjanjian, dan kamu akan ikut dengan saya. Saya sudah meminta pihak rumah sakit Mount Elizabeth, untuk menyelesaikan semua administrasi kamu, dan mengirimkan semua berkas ke rumah sakit yang di Jakarta. Jadi kamu akan menjadi Kepala Bagian Humas dengan gaji hmm ..."

Penjelasan Arlan terhenti, karena dia tidak ingin menyebutkan langsung nominalnya, agar Shinta yang membaca sendiri isi kontrak mereka.

Shinta duduk disamping Arlan, memesan beberapa makanan kecil untuk menemani obrolan mereka.

Sementara Shinta membaca isi surat perjanjian, antara dirinya dengan Arlan. 

Shinta menelan salivanya, saat melihat gaji yang akan diberikan pihak rumah sakit sebesar 4500 USD atau berkisar 63 juta. Lagi-lagi gadis itu terasa semakin pening, dan kepalanya seperti berputar-putar, karena gaji yang dia terima saat ini, tidak sebanding dengan penawaran seorang Arlan.

Di tambah, semua fasilitas yang menjadi tanggung jawabnya sebagai Papi untuk Leon, Arlan akan memberikan uang senilai 50 juta perbulan, selama status pernikahan sah mereka.

Bonus yang lain, hanya untuk membeli kebutuhan pribadi, Arlan akan melebihkan untuk Shinta sebesar 25 juta.

Nilai yang sangat fantastis, untuk menjadi istri seorang Leon. Karena dalam waktu satu tahun, Shinta sudah meraup keuntungan milyaran.

Dengan catatan yang tertulis di bagian bawah yang di garis bawahi dan di tandai dengan tinta tebal, menyatakan bahwa jika Leon meninggal dunia, maka Shinta tidak akan mendapatkan satu sen pun harta warisan dari Keluarga Arlan Alendra.

Shinta menaikkan kedua alisnya, jujur dia sebagai wanita merasa tertarik dan tertantang dengan surat kontrak mereka berdua, memberikan satu pertanyaan yang mungkin akan mengejutkan Arlan.

"Hmm maaf Tuan, berarti saya dinyatakan janda perawan jika putra Anda meninggal dunia?"

Arlan terdiam, sejenak matanya melihat sosok Shinta yang mengakui dirinya masih perawan. Tentu duda beranak satu ini, mencari cara agar gadis cantik yang menarik perhatiannya tidak pergi secepat itu darinya ...

"Lakukan tugas mu, kita tidak banyak waktu! Aku ingin memberikan yang terbaik. Jika putra ku Leon diambil lebih cepat oleh Tuhan, nanti kita akan membicarakan rencana selanjutnya!"

Shinta yang mendengar penuturan Arlan, semakin yakin, bahwa pria yang duduk di sampingnya mulai tertarik padanya. 

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!