Anastasya Putri seorang gadis Desa yang sederhana. Mempunyai paras cantik, putih, tinggi dan rambut yang selalu di kuncir kuda menjadi ciri khasnya. Anastasya yang biasa di panggil Ana itu, bukanlah gadis biasa. Ana selalu berprestasi di sekolahnya. Maka dari itu orang tuanya bertekad bekerja keras untuk membiayai Ana masuk perguruan tinggi yang ada di Ibu Kota. Orang tua Ana berharap jika Ana bisa menjadi seseorang yang sukses di masa yang akan datang.
Hari ini adalah hari yang begitu berat bagi Ana. Dia harus meninggalkan Desa tempat ia selama ini bertumbuh dewasa. Hari ini Ana akan berangkat ke Ibu Kota untuk mengejar cita-cita nya.
''Bu, Pak. Doakan Ana ya, semoga Ana bisa menjadi kebanggaan keluarga,'' ucap Ana berpamitan kepada Ibu dan Bapaknya.
''Bapak dan Ibu akan selalu mendoakanmu Nak, jaga diri baik-baik. Selalu ingat sama yang di atas,'' ucap Ibu Siti, Ibu Ana.
Ana ke kota di antar oleh Bapak Husein sampai di terminal. Dari terminal ia naik bus kota. Dari terminal sampai ke kota memakan waktu hampir 4 jam lamanya.
''Pak, Busnya sudah mau berangkat, Ana berangkat dulu ya Pak, doakan Ana selalu,'' ucap Ana mencium tangan Pak Husein.
''Iya Nak, hati-hati. Jaga diri baik-baik,'' ucap Pak Husein. Sebenarnya Pak Husein sangat berat untuk melepaskan anak perempuan pertamanya. Tapi mau bagaimana lagi, Ana sudah besar sekarang, dan ini adalah salah satu cita-citanya, yaitu bisa bersekolah di Ibu Kota.
Ana segera naik bus kota tersebut. Ia melihat Pak Husein yang masih berdiri di tempatnya menatap Ana yang sudah duduk di kursinya. Ana ingin sekali meneteskan air matanya, namun ini adalah salah satu pilihannya.
''Aku tidak akan mengecewakan kalian Pak, Bu,'' batin Ana.
Bus yang di tumpangi Ana segera berangkat. Ana masih melihat Bapaknya yang terlihat masih memandangnya.
''Hari ini adalah hari pertama aku jauh dari kalian. Aku harap aku bisa menjadi kebanggaan kalian,'' gumam Ana yang mengusap air mata yang menetes di pipinya.
Setelah perjalanan hampir 4 jam, akhirnya Ana sampai di Ibu Kota.
''Ternyata seperti ini kondisi di Jakarta. Ramai sekali,'' ucap Ana. Ia menenteng tas kecil dan menggendong tas di pundaknya. Ia mencari alamat rumah sahabat Bapaknya yang pernah di berikan Bapaknya kepadanya.
''Huh, harus naik angkot lagi nih, masih jauh,'' ucap Ana setelah melihat maps yang ada di ponselnya.
Ana segera menyetop angkot yang lewat. Ia memberi tau kepada supir angkotnya jika ia akan berhenti di Jalan Xx.
Setelah hampir setengah jam perjalanan. Ana sampai di depan gang Jalan Xx.
''Mana ya rumahnya? Apa aku telpon aja Paman Agus, aku takut salah rumah,'' ucap Ana. Ia mengambil benda pipinya yang berada di dalam tas.
Tut tut tut.
''Halo,'' suara pria dari balik telepon tersebut.
''Halo Paman. Ini Ana, Ana sudah sampai di Jakarta Paman,'' ucap Ana.
''Kamu di mana sekarang? Biar Paman jemput,'' ucap Paman Agus.
''Ana sudah berada di Jalan Xx. Rumah Paman yang mana ya?'' tanya Ana yang celingukan mencari.
''Biar Paman yang menjemput kamu di situ. Kamu tunggu di sana saja,'' ucap Paman Agus mematikan panggilannya.
Setelah beberapa saat kemudian, Paman Agus terlihat sedang berjalan ke arahnya.
''Ana,'' panggil Paman Agus.
''Paman bagaimana kabarnya?'' tanya Ana sambil mencium tangan Paman Agus.
''Kabar Paman baik Nak. Ayo kita kerumah Paman,'' ajak Paman Agus.
Ana berjalan beriringan dengan Paman Agus, hanya beberapa puluh meter saja mereka telah sampai.
''Ayo masuk Nak,'' ucap Paman Agus.
Ana segera masuk ke dalam rumah Paman Agus.
''Buk, Buk, ada tamu Bu,'' panggil Paman Agus.
''Iya Pak, siapa?'' tanya istri Paman Agus yang muncul dari arah belakang.
''Ini Ana, anaknya Pak Husein Bu,'' ucap Paman mengenalkan Ana kepada Bibi Sumi, istri Paman Agus.
''Owalah, ya ampun kamu sudah besar ya sekarang Nak, makin cantik saja,'' ucap Bibi Sumi mengelus rambut indah milik Ana.
''Bibi bisa aja. Bagaimana kabar Bibi?'' tanya Ana.
''Kabar Bibi baik Nak, ayo duduk dulu. Bibi buatkan teh hangat untuk kamu,'' ucap Bibi.
''Ngak usah repot-repot Bi,'' ucap Ana yang tak enak hati.
''Bibi ngak merasa di repoti kok. Kamu pasti haus, perjalanan dari desa ke sini kan jauh,'' ucap Bibi pergi ke dapur membuat teh hangat.
Bibi Sumi membawa secangkir teh hangat dan sepiring pisang goreng yang habis di gorengnya.
''Di minum Nak, adanya hanya teh hangat,'' ucap Bibi Sumi.
''Terima kasih Bi, Ana malah ngerepotin Bibi,'' ucap Ana.
''Jangan bicara seperti itu, Bibi malah senang lo kamu datang ke sini,'' ucap Bibi Sumi.
''Iya An, sebelum kamu dapat kos-kosan mending kamu tinggal di sini dulu. Nindy pasti senang ada teman ceweknya. Iya ngak Bu,'' ucap Paman Agus.
''Betul Pak, kamu tinggal di sini saja dulu Nak. Ngak usah cari kos-kosan, anggap saja rumah ini rumah kamu sendiri,'' ucap Bibi Sumi.
''Terima kasih Paman, Bibi. Mungkin Ana akan menginap di sini untuk beberapa hari sebelum Ana mendapatkan kos-kosan. Ana ngak mau merepotkan Paman dan Bibi terus,'' ucap Ana.
Percakapan mereka terhenti ketika ada seseorang yang mengucapkan salam.
''Assalamualaikum.''
''Walaikumsalam.'' Jawab semua orang yang berada di dalam rumah.
''Doni kamu sudah pulang?'' tanya Bibi Sumi.
''Iya Bu,'' ucap Doni meraih tangan Ibu dan Bapknya untuk bersalaman.
''Dia siapa?'' tanya Doni yang penasaran saat melihat Ana di rumahnya.
''Dia Ana, anak teman Bapak yang ada di desa. Ana melanjutkan kuliah di sini, di tempat kuliahmu juga,'' ucap Bapak Agus.
''Doni,'' ucap Doni menjabat tangan Ana. Doni tersenyum ke arah Ana. Ana terlihat gadis yang baik dan lugu. Batinnya.
''Oh iya Don. Ana kan belum tau daerah sini. Besok kalau berangkat kamu bonceng dia ya,'' ucap Pak Agus. Doni pun mengangguk setuju.
''Ngak usah Pak, Mas. Ana malah ngrepotin kalian kalau kayak gini,'' ucap Ana tak enak hati.
''Ngak papa An. Kamu tidak usah sungkan-sungkan,'' ucap Doni.
Hari pun semakin petang, kini Ana menginap di rumah Pak Agus. Ia tak enak jika menolak keinginan keluarga mereka. Ana terlihat sedang duduk di kursi teras rumah, rumah milik Pak agus ini tidak terlalu besar, namun rumah ini kelihatan kuat dari pada rumah-rumah di dekatnya.
''Ehm,'' tiba-tiba Doni datang dan berdehem.
''Hai Mas,'' ucap Ana mengusir kecanggungan.
*
*
Hai hai hai. Ini karya kedua othor ya. Sebenarnya buat karya ini menguras ide othor. Karna si pemeran utama wanita lemah lembut tidak seperti si penulis. Namun ya gimana lagi ya. Othor pengen banget nulis karya ini.
Heheheh
Semoga readers suka ya.
Jangan lupa tinggalkan jejak kalian ya.
See you next episode.
❤❤❤❤❤❤
''Lagi ngapain?'' tanya Doni. Udah tau duduk masih nanya😁
''Menikmati suasana Mas. Di sini ramai ya. Kalau di Desa jam segini udah sepi. Bahkan orang-orang sudah tidak mau keluar rumah,'' ucap Ana.
''Masa sih. Segitu sepinya kah?'' tanya Doni.
''Heem,'' ucap Ana sambil menganggukkan kepalanya.
Di sela obrolan mereka, tiba-tiba ada seorang wanita yang datang ke rumah. Wanita itu mengendarai motor matic keluaran terbaru saat ini. Dengan gaya modisnya ia turun dari motor tersebut.
''Nindy dari mana saja kamu, kenapa baru pulang?'' tanya Doni. Ya dia Nindy adik perempuan Doni.
''Biasalah Mas kelompokan sama temen,'' ucap Nindy menatap malas sang kakak.
''Sampai jam segini?'' tanya Doni mengeryitkan dahinya.
''Ya iya lah Mas. Mas lihat sendiri kalau aku baru pulang,'' ucap Nindy yang terlihat kesal kepada Doni.
''Nindy masuk dulu,'' ucap Nindy berlalu dari hadapan Ana dan Doni.
''Nindy tunggu! Kenalin dia Ana, anak temen Bapak,'' ucap Doni menahan tangan Nindy dan memperkenalkan Ana kepada Nindy.
''Ana,'' ucap Ana mengulurkan tangannya kepada Nindy, namun Nindy hanya melihat saja tanpa mau menjabat tangan Ana.
''Nindy,'' ucap Nindy acuh, ia benar-benar pergi dari hadapan mereka.
''Jangan di ambil hati ya, Nindy memang seperti itu orangnya. Tapi aslinya dia baik kok,'' ucap Doni.
Namun Ana merasa jika Nindy memang tak suka dengan kehadirannya. Sejak turun dari motor maticnya tadi, Nindy menatap Ana dengan tatapan membunuh. Jiwa polos Ana ketakutan di tatap Nindy seperti itu.
Hari pun semakin malam, Doni mengajak Ana untuk masuk ke dalam rumah karna besok adalah hari pertama bagi Ana masuk kuliah.
''Kita masuk yuk, udah malam,'' ucap Doni.
''Iya Mas,'' ucap Ana. Ia segera masuk ke dalam rumah di ikuti Doni dari belakang.
''Kamu tidur sama Nindy ya. Soalnya di sini ngak ada kamar kosong,'' ucap Doni. Ana hanya menganggukkan kepalanya pelan. Ana terlihat takut dengan Nindy.
''Nggak papa. Nindy makannya masih nasi kok, bukan daging manusia, jadi kamu ngak perlu takut,'' ucap Doni mengelus pelan rambut Ana yang panjang itu.
''Iya Mas, Ana ngak takut kok,'' ucap Ana membawa barang-barangnya dan segera mengetuk pintu kamar Nindy.
Tok tok tok.
''Masuk,'' ucap Nindy dari dalam kamar.
''Mbak, permisi. Saya boleh tidur sama Mbak Nindy disini?'' tanya Ana yang sedikit takut.
''Boleh,'' ucap Nindy tanpa menoleh ke arah Ana, ia masih fokus pada benda pipih yang di pegangnya.
Ana merasa lega karna Nindy mengizinkan Ana untuk tidur satu kamar dengannya. Ternyata Nindy tak seperti yang ia kira, pikir Ana.
Ana pun meletakkan barang-barangnya di sudut kamar Nindy, ia segera berjalan ke arah kasur Nindy.
''Hey hey hey. Kamu mau ngapain? Jangan pernah sentuh kasur empukku ya. Kalau kamu mau tidur di kamar ini, kamu harus tidur di lantai,'' ucap Nindy dengan tersenyum licik.
''Tidur di lantai?'' tanya Ana mengulangi perkataan Nindy tadi.
''Ya, tidur di lantai,'' ucap Nindy menatap tajam ke arah Ana.
''Baiklah Mbak,'' ucap Ana pasrah. Ia segera mengambil selimut tipis yang ada di dalam tasnya. Ana akan tidur ber alaskan selimut tersebut.
''Buk, Pak Ana rindu kalian,'' batin Ana meneteskan air matanya. Ana segera memejamkan kedua matanya. Agar esok hari ia bisa bangun pagi.
Jam menunjukkan pukul 04.30, Ana terbangun dari tidurnya. Ana sudah terbiasa bangun saat subuh, karna biasanya Ana akan sholat subuh berjamaah di masjid.
''Udah jam setengah lima,'' ucap Ana pelan saat menyalakan layar ponselnya. Ia segera mencuci muka dan mengambil alat sholat dan pergi ke masjid. Kebetulan Ana kemarin melihat Masjid saat hampir sampai rumah Pak Agus. Hanya berjarak beberapa meter saja, Ana sudah sampai di Masjid tersebut.
Setelah shalat subuh berjamaah, Ana tak lupa mengaji sebentar di Masjid. Setelah itu Ana kembali ke rumah Pak Agus. Ia segera bergegas ke dapur untuk menyiapkan sarapan untuk keluarga Pak Agus.
''Aku udah di kasih tumpangan tempat tinggal di sini. Aku harus sedikit-sedikit bantuin Bibi. Aku tak mau terus menerus merepotkan mereka,'' ucap Ana. Saat Ana sampai di dapur ternyata Bibi Sumi sudah ada di sana. Bibi Sumi sedang memotong kentang dan kawan-kawannya. Seperti, wortel, kol, dan brokoli.
''Biar Ana bantu Bi,'' ucap Ana segera mengambil pisau dan membantu Bibi Sumi.
''Terima kasih Ana, Bibi biasa masak sendiri kok. Mending sekarang kamu mandi, dan mempersiapkan keperluan kuliah kamu, sebentar lagi pukul 6 lo,'' ucap Bi Sumi.
''Enggak Bi, Ana bantuin ya. Ana ngak akan telat ke kampusnya kok. Bibi tenang aja,'' ucap Ana sambil memotong kol yang ada di depannya.
Bi Sumi tak bisa menolak bantuan dari Ana. Ia berharap anak perempuannya juga bisa seperti Ana yang mau masuk dapur. Namun sampai saat ini Nindy enggan untuk masuk ke dapur, apalagi membantu memasak sang Ibu, cuci piring saja ia tak mau.
Sup ayam yang di masak oleh Ana pun akhirnya matang. Ia menaruh sup tersebut ke dalam mangkuk besar, lalu Ana membawanya ke meja makan. Setelah itu, ia menyiapkan piring untuk sarapan mereka.
''Semua sudah siap Bi. Ana mandi dulu ya,'' ucap Ana kepada Bibi Sumi.
''Iya Ana, setelah itu kita sarapan,'' ucap Bi Sumi kepada Ana.
Ana segera menuju kamar mandi. Sekitar hampir 15 menit ia baru keluar dari dalam kamar mandi.
''Ah segar sekali,'' ucap Ana sambil keluar dari kamar mandi. Doni yang melihat Ana nampak segar sehabis mandi, ia menelan salivanya dengan susah. Bagaimana tidak, Ana memakai celana jeans tiga per empat dan kaos pendek yang di masukkan ke dalam celana, tak lupa rambut indahnya di tali kuda, terlihat leher jenjang nan mulus milik Ana terpampang nyata.
Walaupun ia tinggal di Desa, namun penampilannya tidak kuno-kuno amat. Ana juga mempunyai ponsel android untuk berbelanja online saat masih di Desa.
''Eh Mas Doni nunggu lama ya? Maaf ya Mas,'' ucap Ana merasa tak enak hati kepada Doni.
''Ngak papa An. Santai aja,'' ucap Doni lalu masuk ke dalam kamar mandi. Doni tak ingin lama-lama memandang Ana, takut khilaf.
''Ana cantik sekali. Walaupun dia dari Desa, namun ia tak kalah dengan gadis-gadis kota. Kulit putih dan mulusnya sungguh-sungguh menggoda iman,'' ucap Doni yang berada di dalam kamar mandi.
Sementara di dalam kamar, Nindy masih tetap memejamkan matanya. Entah jam berapa Nindy tidur, sampai-sampai ia tak bisa bangun pagi.
*
*
Ayo lah jangan pelit Like, Coment, vote dan beri hadiah kawan.
😊😊😊😊
''Kita sarapan bersama Nak,'' ucap Bi Sumi.
''Mbak Nindy belum bangun Bi. Apa ngak sebaiknya kita bangunkan Bi,'' ucap Ana.
''Tidak usah An. Nindy memang seperti itu. Jika kita membangunkannya, ia malah mengamuk ngak jelas. Mending biarkan saja,'' ucap Doni.
Mereka menyantap sarapan bersama-sama kecuali Nindy.
''Sup nya enak sekali Buk,'' ucap Paman Agus.
''Ini Ana yang memasak Pak. Ana ternyata jago masak loh,'' ucap Bi Sumi bangga kepada Ana.
''Enggak kok Paman, Ana hanya membantu saja,'' ucap Ana yang selalu rendah hati.
''Ciri-ciri istri idamanku ya seperti Ana ini. Udah cantik, kalem, baik, pinter masak lagi. Semoga jodohku nanti seperti dia,'' ucap Doni dalam hati, ia terus memandang Ana.
''Don, kamu kenapa memandang Ana seperti itu. Jangan-jangan kamu naksir lagi sama Ana,'' ucap Paman Agus kepada Doni.
''Bapak ini apaan sih. Aku hanya kagum kepada Ana. Selain cantik, dia juga pintar memasak. Ngak kayak anak perempuan kalian itu, bisanya cuma dandan dan makan,'' ucap Doni kesal jika mengingat tingkah Nindy selama ini.
''Walaupun sikap dan sifatnya seperti itu, dia tetap adik kamu Don,'' ucap Paman Agus.
''Ya ya ya, begitulah jadinya kalau Bapak selalu memanjakannya,'' ucap Doni kesal, ia segera meninggalkan meja makan dan pergi ke kamar. Ia kesal kepada Bapak nya yang selalu membela Nindy walaupun Nindy salah. Dan alhasil sekarang Nindy menjadi pribadi yang pembangkang dan selalu ingin di turuti apapun keinginannya.
Jam pun menunjukkan pukul 8 pagi, Nindy bersiap-siap untuk berangkat ke kampus barunya.
''An, sama aku aja. Kebetulan aku ada kelas jam 9,'' ucap Doni.
''Iya Mas,'' ucap Ana. Ana dan Doni berangkar bersama-sama. Doni menaiki motor maticnya dan Ana di belakangnya.
Beberapa menit kemudian, mereka sampai di halaman kampus yang selama ini Ana cita-citakan bisa bersekolah di sana.
''Keren Mas kampusnya,'' ucap Ana menatap takjub kampus yang akan menjadi tempatnya menimba ilmu.
''Iya lah. Ayo kita masuk,'' ucap Doni mengajak Ana masuk. Doni mengantar Ana ke ruang informasi terlebih dulu, setelah itu Doni masuk ke kelas.
''Aku tinggal dulu ya An. Nanti kalau mau pulang hubungi aku,'' ucap Doni. Semalam mereka bertukar nomor ponsel, jika terjadi apa-apa bisa menghubungi dia, alasan Doni.
''Iya Mas,'' ucap Ana.
Setelah dari ruang informasi, Ana sekarang berada di dalam kelasnya, hari ini hari pertama ia belajar di sini.
Ana duduk di salah satu kursi yang berada di barisan nomor dua dari depan.
''Hai, kenalin nama aku Lufi,'' ucap salah satu gadis yang tiba-tiba duduk di sebelah Ana.
''Ana,'' ucap Ana tersenyum lalu membalas jabatan tangan Lufi.
''Semoga kita bisa menjadi teman,'' ucap Lufi tersenyum, Ana pun ikut tersenyum. Lufi gadis manis dengan lesung pipi di wajahnya. Kulit putih, mulus dan pakaian yang modis, seperti anak orang kaya jika di lihat dari luar.
''Kamu asli orang sini?'' tanya Lufi kepada Ana.
''Em enggak, aku berasal dari Desa Xx,'' ucap Ana.
''Oh, kalau aku sih asli sini An,'' ucap Lufi yang terus mengunyah permen karet yang ada di mulutnya. Ana yang bingung ingin bertanya apa lagi hanya menganggukkan kepalanya.
*
*
1 minggu pun berlalu, saat ini Ana sedang menyapu halaman rumah. Tiba-tiba ia mendengar ponselnya yang berdering.
''Halo Fi, ada apa?'' tanya Ana.
''Jalan yuk, bosen nih di rumah terus,'' ucap Lufi.
''Kemana? Aku masih bersih-bersih nih,'' ucap Ana tidak enak menolak ajakan Lufi.
''Kemana aja. Yang penting kita keluar rumah. Ayo lah, aku ngak punya teman nih,'' ucap Lufi.
''Oke, kita ketemuan dimana?'' tanya Ana.
''Aku jemput kamu aja, sekalian biar tau rumah kamu,'' ucap Lufi.
''Oke aku sharelok ya. Kamu hati-hati,'' ucap Lufi mengakhiri panggilan teleponnya.
Ana segera menyelesaikan acara bersih-bersihnya. Ia segera mandi dan bersiap-siap.
''Mbak Nindy tidur, aku pamit sama Mas Doni aja lah kalau begitu,'' ucap Ana berjalan ke arah kamar Doni. Ia segera mengetuk pintu kamar Doni.
Tok tok tok.
''Mas Doni,'' panggil Ana.
Ceklek.
Pintu di buka dari dalam kamar. Doni yang melihat Ana berpenampilan cantik hanya bisa menelan salivanya.
''Mas Doni,'' ucap Ana membuyarkan lamunan Doni.
''Eh, iya ada apa An?'' tanya Doni.
''Aku pergi dulu ya Mas. Aku mau jalan sama temen, aku janji ngak akan pulang terlalu sore '' ucap Ana.
''Jalan kemana?'' tanya Doni kepo.
''Enggak tau Mas, soalnya temen aku yang ngajak. Ya udah aku berangkat dulu ya Mas, dia udah nungguin di depan,'' ucap Ana berlari keluar rumah karna mendengar suara klakson mobil.
''Siapa sih temen Ana sebenarnya?'' ucap Doni bertanya-tanya. Ia berjalan keluar rumah, memastikan Ana pergi dengan siapa. Namun Ana sudah masuk ke dalam mobil dan teman Ana pun juga tidak terlihat.
''Apa Ana punya teman laki-laki?'' batin Doni melihat mobil teman Ana sampai tak terlihat lagi.
''Akhhhh aku kalah start lagi,'' ucap Doni kesal kepada dirinya sendiri.
Sementara di dalam mobil, Lufi membawa Ana pergi ke restoran mewah yang ada di kota besar itu. Lufi merasa lapar, karna sejak tadi pagi ia belum makan.
''Kenapa kita kesini Fi?'' tanya Ana menatap bangunan mewah di depannya.
''Ya mau makan lah An,'' ucap Lufi melepas seat belt nya lalu ia turun.
''Fi, kita cari tempat lain aja ya. Atau aku di sini aja, aku ngak punya uang untuk makan di sini Fi. Pasti makanan di sini mahal-mahal,'' ucap Ana.
''Kamu tenang saja An, aku yang akan mentraktir kamu. Ayo kita masuk!'' ajak Lufi. Ana segera turun dari mobil, Ana baru pertama kali menginjakkan kaki di restoran mewah seperti ini.
''Kita duduk di sana An,'' ucap Lufi menunjuk kursi yang kosong. Lufi segera memesan makanan mereka. Ana yang melihat harga makanan tersebut hanya melototkan matanya.
''Makanan di sini mahal-mahal Fi,'' ucap Ana yang tak enak kepada Lufi.
''Walaupun harganya mahal tapi rasanya enak Fi. Kamu harus cobain beberapa menu di sini,'' ucap Lufi. Selama ini Lufi tak pernah mempunyai teman, karna selama ini ia home scolling dan tidak di izinkan keluar dari rumah selain bersama orang tuanya atau kakaknya.
Setelah beberapa saat, menu yang di pesan Lufi sudah tertata rapi di meja.
''Rasanya aku tak rela memakanmu wahai makanan. Bentukmu sangatlah cantik, hargamu juga sangatlah mahal. Sayang sekali kecantikanmu akan sirna dalam sekejab,'' ucap Ana sambil menatap makanan yang ada di depannya.
*
Jangan lupa beri dukungan sebanyak-banyaknya😁😁😁😁
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!