Visual Olivia belum di makeover ya. Beriring nya waktu nanti akan berubah. Jadi jangan protes dulu.
"Aku ingin besok pagi kau pergi dari rumah ku!"
"Bawa semua barang-barang mu, aku tidak ingin melihat satu barang mu ada di rumahku!"
"Ingat Olivia...tak satu jejak mu yang ingin aku lihat di rumah ku ini. Pergilah yang jauh!", ketus Oliver sambil memakai kembali celana panjang miliknya setelah beberapa saat yang lalu bercinta dengan istrinya.
Kata-kata kasar itu seketika menghentakkan Olivia Quinta Ramírez. Seketika tubuhnya gemetaran mendengar perkataan suaminya sendiri yang menikahi nya tujuh bulan yang lalu. Padahal Oliver baru saja meniduri dirinya beberapa saat yang lalu. Tapi sudah menyakiti nya lagi, bahkan kali ini lebih menyakitkan.
Tubuh Olivia masih polos di atas tempat tidur di kamarnya. Cepat-cepat Olivia menarik selimut menutupi tubuhnya. Jemari tangannya mengeratkan selimut tebal itu ke depan dada dengan kedua tangan yang gemetaran.
Olivia menatap sayu manik silver Oliver. Sejujurnya hatinya menangis dan teriris-iris dengan kata-kata kasar yang kerapkali di layangkan Oliver pada dirinya. Namun kata-kata memintanya pergi dari kehidupan Oliver adalah yang pertamakali di dengarnya malam ini.
"T-api...
Brakkk..
"Kau baca itu! Kita menikah hanya sementara saja karena syarat untuk mendapatkan warisan orang tua ku yang sudah meninggal, sementara kekasih ku Claudia harus menyelesaikan kontrak kerjanya. Sekarang warisan itu sudah aku dapatkan dan kekasih ku akan kembali, kerjasama kita selesai!"
"Ingat Olivia quinta Ramírez, aku sudah mengeluarkan banyak uang pada bibi mu Dorothy, jadi aku tidak akan memberi mu uang sepeser pun lagi. Besok aku tidak mau melihat mu lagi, jadi pergilah sebelum orang ku menyeret mu!".
"T-api aku tidak tahu apapun tentang kerjasama itu, apalagi uang mu Oliver. Aku mencintaimu sepenuh hatiku, sayang..."
Oliver menghunuskan tatapan tajam pada Olivia yang terlihat sangat pucat.
"Jangan pernah memanggil ku seperti itu, kau tidak pantas memanggil ku seperti itu. Sangat menjijikkan!"
"Pergilah! Jangan harap aku membalas cinta mu wanita bodoh! Kau pikir aku akan jatuh cinta pada gadis kampungan seperti mu ini, hah. Wanita yang tidak pernah bisa memuaskan ku. Bagaimana mungkin aku jatuh cinta pada wanita yang tidak bisa merawat dirinya dan seperti patung saat bercinta. Kau tahu kenapa aku mau bercinta dengan mu, hem? Karena aku ingin merasakan perawan. Aku akui rasanya sangat nikmat. Namun melihat wajah mu itu sangat memuakkan", hardik Oliver dengan suara menggelegar memenuhi kamar Olivia.
"Lihat dirimu di cermin itu. Jangan bermimpi untuk mendampingi ku. Aku muak pada wanita murahan yang menjual dirinya demi uang. Di mata ku, kau itu wanita murahan walaupun kau masih perawan".
"Kau jangan berlagak polos, Olivia. Kau itu bersekongkol dengan bibi mu yang serakah itu. Anggaplah uang yang aku berikan itu untuk membeli perawan mu", umpat Oliver dengan keras sambil membanting pintu kamar itu.
Linangan air mata seketika membasahi wajah pucat Olivia. Ia tidak pernah menyangka hidupnya akan seperti ini. Sebelum menikah ia kerap di perlakukan tidak adil oleh bibinya sendiri, Dorothy.
Wanita itu begitu kejam pada Olivia yang baru saja menamatkan sekolahnya tahun lalu. Setelah tamat sekolah, Olivia tidak menyangka bibinya menjualnya pada Oliver yang merupakan bos-nya di perusahaan tempatnya bekerja sebagai cleaning servis.
Suatu hari Dorothy mendengar percakapan Oliver dan asisten nya Javier tentang warisan Oliver di ruang kerjanya.
Oliver dan Javier tidak menyadari bahwa seorang cleaning servis sedang membersihkan private room yang menyatu dengan ruang kerja. Saat keduanya menyadari keberadaan Dorothy, Dorothy berjanji akan menjaga rahasia Oliver dengan syarat Oliver menikahi keponakannya Olivia.
Tentu saja Oliver murka karena seorang cleaning servis berani padanya. Namun Dorothy berkilah, Oliver tidak akan menyesal akan pilihannya karena Olivia bersih, masih virgin belum tersentuh pria mana pun.
Setelah melihat foto Olivia yang nampak lugu dan belia, akhirnya Oliver bersedia menikahi gadis itu dan sebagai imbalan Dorothy mendapatkan uang yang banyak sebagai kompensasi, syarat nya Dorothy harus berhenti dari perusahaan Oliver dan menandatangani semua perjanjian dengan konsekuensi jika mengingkari perjanjian tersebut, Dorothy harus berurusan dengan hukum.
Tentu saja Dorothy bersedia menandatangani kontrak perjanjian yang di sodorkan oleh pengacara Oliver, apalagi setelah melihat uang yang diberikan padanya sangat banyak sekali jumlahnya. Ia belum pernah melihat apalagi memiliki uang sebanyak itu.
...***...
Hai hai jumpa novel ke-10 Emily. Semoga suka. Emily berharap kalian selalu meninggalkan jejak di setiap bab 🙏
Malam semakin larut...
Olivia membawa tas kecil yang merupakan tas miliknya saat datang ke rumah Oliver. Pakaian di badannya pun, adalah pakaian lamanya. Dress berbahan lembut yang telah usang. Ia tidak membawa apapun yang di beli oleh Oliver. Semuanya ia tinggalkan di lemari kamar yang selama tujuh bulan ini menjadi tempatnya beristirahat sekaligus tempat melayani Oliver saat menginginkannya di mansion laki-laki itu.
Olivia memutuskan pergi malam ini juga dari mansion suaminya, meskipun Oliver memberikan waktu sampai besok pagi.
Dengan linangan air mata yang membasahi wajahnya, Olivia keluar dari mansion itu. Tanpa menoleh kebelakang, Olivia berjalan menuju gerbang utama.
Oliver yang sedang berada di balkon kamarnya menatap tajam kearah Olivia yang menjauh. Kimono abu-abu membalut tubuh atletisnya. "Gadis bodoh! Akan selalu seperti itu. Sudah aku katakan bawa semua barang milik nya ia masih saja memilih pakaian lusuh itu", ujar Oliver kesal. Ia meneguk wine yang ada di tangannya hingga tandas.
Laki-laki itu lebih memilih masuk kedalam kamarnya dibanding menatap kepergian Olivia. Wanita yang dibenci dan tidak diinginkannya.
*
Olivia terus berjalan mengikuti langkah kakinya. Ia tidak tahu harus kemana setelah lama berjalan.
Pada akhirnya Olivia memutuskan untuk kembali ke rumah bibinya. Ia tidak memiliki siapapun lagi selain Dorothy.
Tiga puluh menit berlalu..
Olivia memberikan ongkos kepada sopir taksi yang ditumpanginya. "Terimakasih pak, ambil saja kembaliannya", ucap Olivia.
"Terimakasih nona", jawab sopir itu sumringah.
Olivia turun dari taksi dan langsung melangkahkan kaki nya menuju rumah Dorothy. Rumah itu terletak di dalam sebuah gang sempit yang padat penduduknya. Sebuah perumahan kumuh di daerah pinggiran kota Texas.
Hari sudah semakin gelap, namun di kawasan tersebut masih nampak anak-anak berada di luar rumah mereka. Suatu pemandangan yang sangat biasa, karena mereka anak-anak putus sekolah.
Langkah kaki Olivia berhenti di depan rumah yang dindingnya bersentuhan dengan rumah lainnya. Rumah itu nampak semakin tidak terawat. Bahkan sebagian plafon nya sudah lepas. Cat dindingnya pun kian pudar.
Rumah itu milik bibinya Dorothy. Selama tujuh tahun Olivia tinggal berdua dengan bibinya tersebut. Selama itu pula Dorothy memperlakukan Olivia dengan kejam.
Olivia mengetuk pintu, bahkan ia memanggil nama bibinya namun pintu tidak terbuka sama sekali.
Olivia tidak bisa melihat apapun di dalam melalui kaca karena tertutup gorden.
"Bibi Dorothy, aku Olivia bi. Buka pintunya di luar sangat dingin".
Olivia kembali mengetuk pintu dan memanggil bibinya.
"Heii....kenapa kau berteriak. Mengganggu orang tidur saja!", hardik laki-laki bertubuh tambun membuka pintu dari rumah sebelah.
Olivia tidak pernah melihat orang itu sebelumnya. Mungkin penghuni baru, pikir Olivia.
"Kemana bibi Dorothy? bukankah besok ia harus bekerja? tidak mungkin malam-malam begini bibi tidak ada di rumah", gumam Olivia.
Olivia masih berdiri di depan pintu. Ia merogoh dompetnya, melihat di dalam nya masih ada uang tabungannya selama ini. Uang yang ia tabung sebelum menikah, yang di dapatkan dari pekerjaan paruh waktu sebagai pengasuh anak di salah satu tempat penitipan anak.
"Uang ku cukup untuk hidup satu minggu ke depan. Sebaiknya aku mencari penginapan murah dan besok aku akan mendatangi tempat penitipan anak. Mungkin mereka masih membutuhkan tenaga untuk menjaga anak-anak di sana", ucap Olivia. "Aku harus semangat demi kelangsungan hidup ku".
Olivia membalikkan badannya, di saat bersamaan ia melihat Dorothy terhuyung-huyung sambil berpelukan mesra dengan laki-laki muda. "Bibi..."
Dorothy menyipitkan matanya. "Mau apa kau ke rumah ku, hah?"
"Bibi...izinkan malam ini aku tidur di sini besok pagi aku akan pergi. Hanya malam ini saja bi", ujar Olivia memohon.
"Enak saja! Kau pikir rumah ku penampungan gratis?!", hardik Dorothy.
Sementara laki-laki di sampingnya menatap Olivia dari atas dan bawah dengan nanar. Laki-laki itu menyeringai. Di tangan tangannya memegang sebotol minuman beralkohol.
Olivia tahu keduanya mabuk. Namun itu biasa bagi Olivia melihat Dorothy seperti itu. Dorothy juga sering berjudi.
Laki-laki di samping Dorothy membisikkan sesuatu di telinga Dorothy. Dan Dorothy menganggukkan kepalanya sambil memeluk pinggang laki-laki itu. "Malam ini kau boleh tidur di rumah ku, tapi besok pagi kau harus sudah pergi. Aku tidak mau melihat mu lagi, anak pembawa sial. Sampai kapan pun aku akan selalu membenci mu karena kau lah penyebab kematian kakak ku satu satunya", ketus Dorothy.
Olivia diam tak bergeming. Sementara laki-laki teman Dorothy terus menyunggingkan seringai sambil menatap nanar tubuh Olivia.
"Kita masuk sekarang sayang. Aku sudah sangat mengantuk", ujar Dorothy bergelayut pada lengan laki-laki itu.
...***...
To be continue
Olivia menggerakkan tubuhnya. Ia merasakan tubuhnya begitu berat. Kedua mata Olivia terbuka dan kaget melihat kekasih Dorothy berada di atas tubuhnya.
"Apa yang kau lakukan bajingan!"
Kedua mata Olivia melotot. Sekuat tenaga ia mendorong tubuh laki-laki yang di bawa Dorothy itu. Hingga tubuh laki-laki yang masih di pengaruhi alkohol tersebut jatuh kelantai.
"Kau berani pada ku, hah!", teriak laki-laki itu pada Olivia yang melonjak dari tempat tidur.
Laki-laki itu hendak mencengkram leher Olivia.
"Jordan apa yang terjadi?"
Dorothy berdiri di depan pintu kamar Olivia. Wanita itu hanya menutupi tubuh nya dengan selimut saja.
"Keponakan mu ini menggoda ku, Dorothy. Ia menawarkan tubuhnya pada ku tapi aku menolaknya sayang", kila laki-laki bernama Jordan sambil menghunuskan tatapan tajam pada Olivia yang berdiri terdiam di tempatnya.
"Bohong! Kau mau menodai ku, bajingan! Dia laki-laki jahat bibi. Dia mau menodai ku", teriak Olivia sambil menunjuk wajah Jordan yang menyeringai.
"Kau ini persis seperti mama mu, Olivia. Ja*ang!", teriak Dorothy sambil menjambak rambut Olivia. Tak hanya sampai di situ saja, Dorothy melayangkan tangannya menampar keras wajah Olivia.
Tubuh Olivia terhuyung kebelakang. Untuk yang pertama kalinya Olivia berani menatap tajam Dorothy. Olivia memegangi wajah nya.
"Apa salah ku, kenapa kau begitu jahat pada ku. Selama ini aku selalu menghormati mu. Karena aku tidak memiliki siapapun lagi di dunia ini. Kau membuat hidup ku hancur sekarang seperti ini. Aku di buang suami ku karena kau menandatangani perjanjian itu. Dan kau menerima uang dari Oliver. Kau tega sekali pada ku Dorothy!", teriak Olivia tanpa takut sedikitpun.
Hari ini sudah terlalu banyak yang di alami wanita itu, membuatnya tidak memikirkan rasa hormat lagi pada adik ayahnya itu.
"Ingat Dorothy, mulai sekarang aku tidak akan pernah menganggap mu keluarga ku. Hati ku sekarang hancur karena kau. Oliver sangat membenci ku. Padahal aku sangat mencintainya", teriak Olivia tanpa takus sedikit pun lagi.
Air mata sudah membasahi wajahnya. Ia mengambil tas miliknya dan pergi dari rumah itu. Dorothy tak bergeming dari tempatnya. Ia hanya menatap punggung Olivia yang pergi dari rumahnya.
"Dorothy sayang, ayo kita ke kamar. Biarkan saja keponakan mu yang tidak tahu diri itu pergi. Wanita seperti itu bisanya apa, selain menjual tubuhnya pada laki-laki di luaran sana".
"Diam kau Jordan. Sekarang juga kau pergi dari rumah ku, aku tidak mau melihat wajah mu lagi!", ucap Dorothy menunjuk kearah pintu mempersilahkan Jordan pergi.
"Tapi Dorothy sayang, aku tidak melakukan apapun pada keponakan mu. Kenapa kau mengusir ku. Aku akan tidur semalam saja di rumah mu..."
"Tidak. Kau pergilah! Aku yang membayar mu, jadi kau harus mengikuti perintah ku!", hardik Dorothy.
*
Seakan melengkapi penderitaan nya, kejadian di rumah Dorothy berakhir meninggalkan luka mendalam bagi Olivia.
Dengan linangan air mata Olivia pergi dari rumah itu. Bahkan sekarang hujan turun dengan derasnya. Olivia tidak memiliki arah dan tujuan.
Rumah Dorothy yang berada di pinggiran kota Texas, saat tengah malam gelap gulita seperti ini jalanan begitu sepi. Tak ada mobil yang berlalu lalang. Penerangan jalan pun masih minim. Itulah kenapa pengemudi malas untuk melalui kawasan itu, karena masih banyak terjadi tindak kriminal.
Begitu pun bagi Olivia, meskipun dulunya jalanan itulah satu-satunya askes menuju rumah Dorothy namun tetap saja jalanan sepi itu membuat bulu kuduk berdiri. Bukan karena mahluk kasat mata namun karena banyaknya berandal yang mencari mangsa di malam hari seperti sekarang.
Tapi bagi Olivia saat ini yang terpenting pergi jauh dari tempat itu. Olivia tidak mau menatap kebelakang. Hidup nya yang selalu berselimut duka bahkan Olivia yakin kebahagiaan pun tak akan kunjung ia rasakan.
"Lebih baik aku mati saja. Kenapa kau begitu kejam kepada ku Tuhan, kenapa...!"
"Apa salah ku. Dari kecil aku berusaha sebaik mungkin membahagiakan bibi Dorothy, tapi ia selalu membenciku.
"Tidak ada lagi yang bisa aku harapkan di dunia ini. Aku sendirian. Laki-laki pertama dan terakhir yang ku cintai pun mencampakkan diri ku sehina-hinanya. Kebahagiaan bukan milik ku. Aku hanya ditakdirkan untuk berduka dengan kepedihan yang mendalam", isak Olivia dalam derasnya hujan dan kilatan petir yang menyambar.
Olivia memejamkan kedua matanya, tanpa ia sadari kaki nya membawa nya melangkah ketengah jalanan yang sepi.
Hingga...
"Tinnnnn....
Bunyi nyaring klakson menghentakkan kesunyian malam dalam guyuran hujan deras.
Tubuh lemah Olivia tergeletak di jalan.
Mobil mewah berhenti mendadak tepat di samping tubuh Olivia.
"Akh–"
...***...
To be continue
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!