NovelToon NovelToon

Great Teacher System

BAB 1

"Dasar bodoh!!" Teriakan seorang pria menggema di sebuah gudang tua.

Dia adalah Allen Max. Pria berbadan besar dengan otot yang padat. Kumis dan jenggot tipis menghiasi wajahnya.

Singkatnya, dia berewokan dan bertampang sangar.

Telapak kakinya menginjak telapak tangan seseorang pria berkepala plontos yang berlutut di hadapannya.

Pria berkepala plontos berperawakan keras itu tetap tenang berlutut tanpa terlihat marah dan kesakitan, meskipun jemarinya mungkin saja patah sebagian.

Sementara sembilan orang lagi yang juga terlihat berperawakan keras hanya berdiri diam menyaksikan perbuatan ketidakmanusian yang dilakukan Allen Max.

Mereka semua adalah pengikut setia Allen Max. Dia bukan kepala sekte apalagi pemuka agama, dia hanya kepala gangster yang tidak terkenal. Karena mereka adalah gangster rahasia. Bahkan badan intelijen negara yang pernah menggunakan jasa mereka juga tidak mengenal Allen Max dan anggotanya. Mereka bekerja kepada siapa saja yang membayar.

Brak!! pintu gudang dibuka secara paksa oleh sebuah bulldozer*

(*alat berat yang dan berfungsi yang memiliki kemampuan dorong atau tenaga yang tinggi)

Setelah berhasil membuka kedua pintu gudang tersebut, bulldozer yang dikemudikan oleh orang yang tidak dikenal itu berjalan mundur untuk membiarkan beberapa orang berpakaian formal berjalan masuk. Mereka bertampang sangar. Bisa dikatakan preman berdasi.

Allen Max dan para pengikutnya serentak melihat siapa yang telah berani memasuki wilayah mereka tanpa permisi. Termasuk si kepala plontos, Jacko Bold. Dia adalah orang yang paling bertanggung jawab atas kedatangan tamu tidak diundang itu.

Tamu tak dikenal itu adalah Issac Grazio, kaki tangan dari bandar narkoba Cosa Bona. Dia melemparkan dua orang pria yang bentuknya sudah tidak terbentuk lagi ke hadapan Allen Max. Lembam hampir di seluruh wajah mereka.

"Aku datang memberikan hadiah!" serunya kemudian dengan pongah diiringi tawa yang membuat perut sipendengar mulas ingin BAB.

Allen Max melirik kedua manusia yang tersungkur di hadapannya. Kedua pria itu adalah anggota baru yang direkrut oleh Jacko Bold. Ternyata mereka adalah pencuri yang ingin berlindung di bawah naungan Allen Max.

"Kau seperti kucing yang membawa bangkai tikus. Apakah aku tuanmu?" ucap Allen tak kalah pongahnya.

"Cih! Aku akan membunuh kalian dengan cepat jika kalian menyerahkan barang yang kalian curi dengan sukarela," kata Issac.

Allen Max sudah mendengar tentang dua anggota barunya yang mengusik Cosa Bona, tetapi dia tidak tahu mengenai obat terlarang yang dicuri. Dia menjentikkan jarinya, siap menghabisi sesiapa yang berani menerobos ke wilayahnya.

Menerobos artinya meminta untuk dibunuh.

Issac Grazio segera berjalan mundur berlindung di balik anak buahnya begitu melihat Allen dan para pengikutnya bergerak maju bersiap untuk menghajarnya.

Allen dan pengikutnya dengan bringas seperti mesin penghancur, meremukkan apa saja yang jatuh ke dalam cengkraman tanpa rasa kemanusiaan.

Meskipun begitu, tidak ada yang kehilangan nyawa. Mereka hanya mengalami patah tulang dan gegar otak agar tidak mengingat Allen dan kelompoknya.

Allen Max membunuh hanya jika mendapat bayaran. Dia tidak ingin membunuh secara gratis, meskipun itu adalah membunuh musuh.

Dor!! suara tembakan menghentikan aksi keberingasan Allen dan pengikutnya menghajar anak buah Issac Grazio yang sudah tak berdaya.

Jacko Bold berdiri dengan gagah menahan anak peluru dengan badannya, dan merebut paksa senjata api yang dipegang Issac Grazio yang berdiri di depan pintu, bersamaan dengan beberapa orang baru yang muncul dari balik pintu membawa senjata api.

"OTW Bos!!" teriak Jacko Bold kepada Allen sembari menggunakan senjata yang Ia rebut untuk menembakkan tali pengikat drum- drum.

Drum drum mulai berjatuhan menutupi Isac dan orang-orang bersenjata yang baru masuk ke dalam gudang.

Allen Max dan pengikut setianya harus mundur karena para musuh ternyata membawa senjata api, sementara mereka tidak bersenjata. Karena mereka adalah gangster yang mengandalkan kekuatan fisik.

Allen Max berhasil kabur dari serangan kelompok bandar narkoba yang bersenjata api. Namun dia terpisah dengan para pengikut setianya.

Mereka memang harus berpencar, dan menyembunyikan diri. Karena mereka adalah gangster yang tidak dikenal dan harus dianggap tidak ada.

Allen Max kabur ke sebuah daerah pinggiran, Desa Piedmone dimana dia memiliki teman lama yang tinggal di desa itu.

Zoe Charlotte, gadis yang terlihat lemah lembut membukakan pintu untuk Max.

"Ciao!" seru Max.

Zoe Charlotte membuka pintu lebih lebar dan mempersilahkan Max masuk ke dalam rumah.

"Siapa yang datang?" Terdengar suara wanita tua berusia 70 tahun dari dalam rumah. Berta Eleno, dia hidup sebatang kara setelah kematian suaminya tujuh tahun lalu. Zoe datang mengambil peran berpura- pura sebagai cucu Berta. Cucu dari anak perempuannya yang telah lama tinggal di luar negeri dan tidak pernah pulang sejak lulus sekolah menengah.

"Teman Zoe, Nek," jawab Zoe Charlotte.

"Oh dia sungguh temanmu? lekas persilahkan temanmu masuk," ucap Berta berjalan tertatih mendekati Max.

"Hallo, Nek!" sapa Max tegas.

Zoe segera menarik lengan Max keluar dari rumah. "Dia hanya mampir untuk bertanya alamat, Nek, aku akan pergi mengantarnya," ucap Zoe sembari menutup kembali pintu rumah.

Zoe menengadahkan salah satu tangannya. "Kau harus membayar di muka jika ingin tempat tinggal sementara," katanya kepada Max setelah mereka berada di tengah halaman rumah Berta.

"Saat ini kami sedang cuti sementara, dan kau tahu?" Max menjentikkan jarinya, "kami menghabiskan bayaran yang diterima dalam sekejap," ucap Max bernada bangga.

"Apa?" desis Zoe. Dirinya dan Max dibesarkan oleh seorang pembunuh bayaran. Mereka telah terlatih sejak kecil. Setelah dewasa mereka mengambil jalan masing- masing.

"Aku bisa diandalkan untuk melakukan berbagai pekerjaan kasar sebelum mendapatkan target baru," ungkap Max. Sudah beberapa bulan terakhir mereka tidak mendapat orderan jasa eksekusi.

"Jika ayah tahu kau menjadi assassin* yang miskin, ia akan menangis di dalam kubur," sindir Zoe menghela napas, mengenang ayah angkat mereka. "Aku ada perkerjaan untukmu," katanya kemudian.

(*seseorang yang membunuh orang terkenal atau penting, karena alasan politik atau dengan imbalan uang).

***

Keesokan harinya mereka pergi ke sebuah Sekolah Menengah Atas swasta, Marigold. Sekolah tersebut sedang membutuhkan seseorang untuk mengisi kekosongan guru kelas.

Max mengenakan kemeja lengan panjang dan celana keper berwarna hitam. Dia harus bernampilan rapi agar diterima menjadi guru di sekolah yang terlihat elit.

Arthur Ergard, selaku kepala sekolah memperhatikan Max dari atas kepala hingga ujung sepatu pantofel. Kesemua yang dikenakan Max adalah pinjaman, milik suami Berta.

"Selamat bergabung di sekolah ini, Mr. Max," tegas Arthur tanpa berbasa basi, "Anda langsung diangkat menjadi guru kelas, Miss Charlotte akan menunjukkan kelasnya."

"Silahkan ikuti saya, Mr. Max!" Zoe mengangguk dan beranjak keluar dari ruangan kepala sekolah.

Tanpa basa basi Max mengikuti Zoe.

Mereka menuju kelas yang berada paling ujung. Max tidak mengerti mengapa kelas tersebut berada jauh terpisah dari kelas yang lain. Pertanyaannya terjawab setelah mereka mulai mendekati kelas tersebut. Suara ribut terdengar hingga keluar kelas.

Zoe menghentikan langkahnya tepat di depan pintu kelas yang bertuliskan 2-E. "Guru kelas sebelumnya mengundurkan diri. Kau akan menjadi guru Fisika sekaligus wali kelas mereka," kata Zoe memberi penjelasan singkat.

"Mengapa guru fisika?" tanya Max. Dia memang lulusan sarjana, tetapi sejarah, bukan fisika.

"Karena guru yang kabur adalah guru fisika," jawab Zoe datar, "sudahlah, bukan kah kau bisa melakukan pekerjaan apa saja?" sindirnya, kemudian sembari membuka pintu kelas.

Dengan gerakan kepala, Zoe meminta Max untuk masuk ke kelas.

"Ingat, kau tidak boleh melukai mereka sehelai rambut pun," bisik Zoe saat Max melewatinya.

Max dengan percaya diri masuk ke dalam kelas. Dia telah banyak menghadapi berbagai macam target. Hanya menghadapi berandalan kecil, bukan masalah.

Allen Max berjalan masuk melewati siswa- siswi yang berkeliaran ke sana kemari bermain bola kaki. Ada beberapa siswa yang duduk di atas meja sembari bermain kartu. Ada siswi yang tengah berdandan. Selebihnya ngobrol santai sembari makan dan ngopi.

"Ehm..., Ehm..! semuanya diam! dan duduk di bangkunya masing-masing!" Max mulai memberi arahannya.

Namun tidak ada satu siswapun yang menoleh ke arahnya, apalagi mendengarkannya.

Brak!! Max memukul mejanya hingga terbelah dua.

Sontak seluruh siswa menghentikan aktivitasnya demi melihat asal sumber suara.

BAB 2

Hello! Mohon dukungannya setelah membaca cerita ini 🐼🐼

like komen ✔️

favorite jika suka

______________

"Bapak adalah guru kelas kalian yang baru," tegas Max dengan tatapannya yang tajam, "kamu bisa panggil saya, Sir Max," katanya lagi sembari menulis namanya di papan tulis.

Kelas yang sempat hening, kembali seperti sedia kala lagi. Ribut!

Max tidak percaya melihat para siswa di hadapannya, baru kali ini dia tidak digubris. Terlebih oleh para berandalan remaja. Ia merenggangkan otot leher, dan tangannya sembari menatap tajam ke arah para siswa yang tak melihat ke arahnya. Dia siap untuk memberi pelajaran kepada mereka.

"Perpindahan partikel dari satu posisi ke posisi lain dalam selang waktu tertentu...," katanya, dan menulis ulang apa yang tertulis di buku tebal bertuliskan Fisika di tangan kirinya.

Dia fokus memberi pelajaran tanpa peduli ada yang memperhatikannya atau tidak. Karena yang dipedulikannya adalah memberi pelajaran dan menerima bayaran di akhir bulan.

“Pak guru!” teriak salah satu siswa berambut gondrong dengan sebuah tindik di telinga kirinya.

Max berhenti menulis dan berbalik demi melihat siapa yang memanggilnya. “Sir Max,” ucapnya memperbaiki kesalahan panggilan yang dialamatkan untuknya.

“Pak guru, saya izin permisi ke wc untuk berak!”

Max berdecak, siswa itu tetap memangilnya pak guru. Tanpa menunggu jawaban darinya, siswa itu pergi meninggalkan kelas.

Max kembali melanjutkan menyalin ulang apa yang tertulis di buku ke papan tulis. “Jika delta r adalah perpindahan dalam waktu delta t….”

“Pak guru!”

“Sir Max!” Allen Max mematahkan spidol yang tengah dipegangnya.

“Pak guru, saya ijin permisi buang air besar.”

Siswa yang memanggilnya, pergi meninggalkan kelas tanpa peduli dengan kemarahan Max yang menatapnya dengan tatapan keji.

“Apakah ada lagi yang ingin buang kotoran?! Silahkan keluar!” pekik Max.

Serentak para siswa yang tengah sibuk dengan kegiatannya masing- masing melihat ke arah Max. Dengan semengat mereka semua pergi meninggalkan kelas, meninggalkan Max seorang diri. Tersisa satu orang siswa duduk di bangkunya.

“Mengapa kau masih di dalam?”

“Saya tidak ingin buang kotoran, Pak guru.”

“Sir Max,” Allen Max tidak bosan meralat panggilannya, “kau juga harus ikut keluar! Dan buang kotoran!”

Allen Max menghela napas. “Begini lebih baik,” ucapnya setelah siswa terakhir itu pergi meninggalkan kelasnya.

Dia kemudian lanjut menulis dengan spidol patah yang masih bisa mengeluarkan tintanya. Meskipun hanya meja kosong yang masih setia tetap berada di kelas, Allen Max tetap melisankan apa yang Ia tulis.

“Mr. Max!”

“Sir Max!” ralat Allen tanpa menoleh dari papan tulis. Siapa lagi yang tidak memanggilnya dengan benar?

Ternyata kepala sekolah telah berdiri di ambang pintu kelas, memanggil namanya.

“Anda tidak seharusnya membiarkan siswa berada di luar kelas saat jam pelajaran!” hardik Arthur Ergard.

Memangnya kenapa? Apakah hal itu akan mengurangi bayaranku? Max bermonolog dalam hatinya sembari menatap tajam ke arah Arthur Ergard.

Arthur sedikit bergidik takut melihat tatapan tajam Allen Max, dan meja yang tidak berbentuk.

“Cih!” Allen meletakan spidol dan bukunya di atas meja yang sudah tidak berbentuk meja.

Dia segera menyusul para siswanya yang sebagian besar sedang bermain bola basket di lapangan.

Sesampainya Allen di lapangan basket, dia langsung menangkap bola yang tengah melambung tinggi hendak menuju ke ring.

Crashh..! bola yang tak bersalah itu langsung pecah dan kempis di bawah telapak kaki Allen Max.

Pemandangan itu membuat para siswa yang tengah bermain basket melongo tidak terima. Bola basket merk spalding seharga 2 juta rupiah hancur begitu saja. Allen Max yang tidak tahu bola basket membuang bangkai bola tersebut ke tong sampah dengan entengnya.

“Pak guru! ganti rugi bola kami!”

“Sir Max!” ralat Allen Max.

Siswa berambut gondrong dengan sebuah tindik di telinga kirinya maju mendekati Allen Max dengan membawa sebuah pemukul bola kasti. “Pak guru, bayar $150 jika Bapak ingin pulang dalam keadaan utuh!” ancamnya sembari memainkan pemukul bola kastinya.

“Yeah! beri dia pelajaran, Rico!” seru siswa gondrong lainnya.

“Jangan biarkan dia lolos seperti guru sebelumnya!” timpal siswa lain tak kalah emosi.

Allen Max menyeringai. Dia tertawa geli melihat bocah ingusan yang ingin menghajarnya.

Kilatan tajam tatapan Zoe Charlotte tertangkap oleh mata Allen Max, dia mengurungkan niatnya. Demi mendapatkan bayaran sebagai guru, dia tidak boleh melukai siswa sehelai rambut pun.

Brak!!

Allen Max bergeming, bahkan tubuhnya tak berubah posisi saat Rico mendaratkan pemukul bola kasti di lengan kanannya.

Allen Max yang kuat tidak membuat nyali para siswa berandalan itu menciut sedikitpun. Mereka semua malah semakin beringas ingin menghajar Allen Max.

Mereka yakin Allen Max tidak akan berani membalas perbuatan mereka, karena aparat keamanan dan penegak hukum siap melindungi mereka. Bahkan kepala sekolah juga menganggap para siswa adalah sumber uang sekolah.

“Siall!” umpat Allen Max saat siswa berandalan itu mulai menghampirinya dengan senjata andalan mereka masing- masing.

Allen Max akhirnya memutuskan pergi menghindari amukan siswanya. Ia takut kesabarannya akan mencapai limit, lalu menghajar mereka semua. Dia bisa dipecat, dan Zoe tidak akan memberinya pekerjaan lagi. Di masa sepi orderan target, dia butuh pekerjaan.

Max lari keluar dari pagar sekolah. Karena para siswa itu tetap mengejarnya keluar, Allen Max meneruskan pelariannya.

“Siapa manusia yang telah membuat mereka?! aku harus memberi mereka pelajaran agar lain kali berdoa!!” teriak Allen Max sembari berlari mengikuti jalan raya yang sunyi.

Bruk!!

Allen Max jatuh tak sadarkan diri karena kepalanya terbentur sebuah tiang listrik yang berada di tengah jalan.

Para murid yang mengejar, membiarkan Max pingsan tergeletak di tengah jalan. Mereka kembali ke sekolah seperti tidak ada kejadian. Dan berdoa agar Max lekas mati saja dan mereka akan mendapatkan guru yang baru.

Setelah kepergian para siswa nakal tersebut. Tiba- tiba langit di atas Max menjadi gelap. Dia terbangun dan sedikit mengalami kejut listrik. Dia memutuskan menyerah menjadi guru di sekolah tersebut, dan mencari pekerjaan kasar yang lain saja.

Di saat dia berjalan berlawanan arah dengan sekolah, sebuah layar hologram tiba- tiba muncul di hadapannya.

Allen Max yang baru sadar dari pingsan mengira penglihatannya terganggu. Dia mengabaikan layar hologram di depannya, dan berniat melanjutkan perjalanannya. Namun langkahnya terhenti karena ternyata layar hologram itu seperti tembok kaku. Dia tidak dapat menembusnya.

Aku di alam mimpi? Batinnya berkomentar.

Allen menoleh tiang listrik yang masih tegak di tempatnya. Tiang yang menjadi penyebab dirinya mungkin masih tergeletak di jalan raya saat ini.

“Dasar tiang listrik siallan!!” Allen menendang- nendang tiang yang sudah lama berjasa menopang kabel yang mengalirkan listrik di Desa Piedmont.

“Sisa waktu Anda satu menit!”

“Apa?! Siapa itu yang bicara?!” Allen melihat sekeliling mencari siapa yang berbicara.

[Time Remaining : 53 Seconds

Great Teacher System

(Play) (No) ]

BAB 3

Hello! Mohon dukungannya setelah membaca cerita ini 🐼🐼

like komen ✔️

favorite jika suka

___________

“Cih! Mimpi apa ini?” Allen menghampiri layar hologram yang terus berhitung mundur itu, “meski di dalam mimpi pun aku tidak tertarik bermain game!”

Layar hologram bergerak mundur menghindari tangan Allen Max yang ingin menekan tombol No.

“Apa?!”

“Waktu habis! Great Teacher Game dimulai!”

[Start……]

“Apa?!! Kapan aku setuju bermain game bodoh?!”

[Hadiah 50 poin

Belanja item?

Time Remaining: 60 Seconds

(Yes) (No) ]

Max menatap serius layar hologram di depannya. “Mimpi sialan apa yang aku hadapi ini?!”

“Bersiap berbelanja!”

“Apa? Kapan aku menekan tombol yes?!”

[ Poin :50

Item tersedia:

(Salesman 50 poin) (Repairman 50 poin) (Ballerina 50poin ) (Tailor 50 poin)]

“Apa- apaan ini?!” Mata Max terfokus pada ballerina, “hmm…,” dia tersenyum membayangkan akan membeli seorang penari balet.

“Terima kasih telah berbelanja!”

“Hoi! Aku belum menekan apapun!” protes Max.

[ Anda memiliki Repairman skill

Misi

Anda : Loading………]

“Mimpi ini mulai tidak masuk akal,” keluh Max. Dia sadar bahwa mimpi memang tidak masuk akal, tetapi dia masih ingin mengeluh.

[ Misi Anda : perbaiki yang rusak]

“Sebaiknya aku tidur saja menunggu terbangun,” gumam Max yang masih mengira dirinya sedang bermimpi. Dia tidak perlu membuang- buang tenaga untuk sebuah mimpi yang mungkin sebentar lagi akan berakhir.

Allen Max mengambil tempat, dan posisi yang nyaman untuk tiduran di atas jalan raya. Namun belum sempat matanya tertutup seluruhnya, layar hologram itu menubrukkan dirinya ke kepala Max.

Tidak berbunyi, namun menimbulkan rasa sakit.

“Auch! Layar siall!” Allen Max bangkit dan menendang layar hologram.

Berharap layar itu hancur berkeping, tetapi kakinya yang sakit hingga ke tulang. Tak ingin kalah, layar itu membalas Max. Dan terjadilah baku hantam di antara keduanya.

“Baiklah! Baiklah! Apa yang harus aku perbaiki?!” Max menyerah.

[ Misi Anda : perbaiki yang rusak]

“Apa yang rusak?!”

Max melihat ke sekeliling mencari sesuatu yang rusak, hanya ada persawahan dan rawa eceng gondok. Tiang listrik? Tidak ada lecet sedikitpun setelah ditendang olehnya.

Bola siaalan itu? batinnya bertanya.

Allen Max memutuskan kembali ke sekolah untuk mencoba memperbaiki bola basket yang dia rusak. Bola basket berhasil kembali seperti sedia kala saat dirinya memegang bola itu.

“Di dalam mimpi pun juga harus bekerja,” tawa Max.

Tawanya terhenti karena lagi-lagi layar hologram itu menubruknya.

“Apa?!” amuk Allen Max. Dia telah menyelesaikan pekerjaannya yang tidak masuk akal, tetapi layar hologram aneh itu masih saja memukulnya.

Max berdecak. Apa harus mengembalikan bola ini kepada mereka? batinnya. Ia menatap tajam layar yang sepertinya ingin menghantamnya sekali lagi.

“Baiklah! Baiklah! Dasar layar siaal!”

Dia kembali ke kelas dengan sebuah bola basket di tangannya, dan berpapasan dengan guru seni rupa yang baru saja keluar dari ruang kelas 2- E. Max berjalan menghampiri Rico yang sedang asyik mencoret- ceret papan tulis dengan gambar tidak senonoh.

Rico berhenti menggambar demi mengambil bola dari tangan Max. “Yo! Ayok kita main bola lagi!” seru Rico mengabaikan Max.

[ Misi selesai

Anda mendapat 50 poin

Misi selanjutnya telah tiba

(Lihat Misi) (Belanja Item)]

“Baiklah, kita lihat apa misi bodoh selanjutnya,” tawa Max.

[Misi Anda: Siswa diam di kelas]

Max menyeringai melihat para siswanya yang bermain bola, dan sebagian lagi ribut tidak menentu. Tidak ketinggalan beberapa siswa yang masih bermain kartu duduk di atas meja.

Allen Max yang masih mengira Ia sedang di alam mimpi, tertawa. Suara tawanya menggelegar. Tanpa buang banyak waktu lagi, Max menghajar seluruh murid tanpa pandang bulu.

Max berhenti mengayunkan tangannya saat menghampiri siswa terakhir. Murid berseragam dengan bet nama bertuliskan Elio Ludovic menatap datar kepada Max.

Anak ini sedang belajar? batin Max heran. Ternyata di dalam mimpinya ada satu orang yang berperilaku layaknya pelajar sekolah.

Semua siswa yang babak belur akhirnya memperhatikan dan mendengarkan Max, duduk dengan tertib di bangkunya masing-masing.

[Misi Selesai

Anda mendapat 50 poin

Poin Anda : 100

Misi selanjutnya: Akan tiba dalam waktu 12 jam

(Belanja Item) (Keluar)]

Allen Max tersenyum senang karena akhirnya bisa melakukan hal yang ingin dilakukannya, meski di dalam mimpi.

Dia tidak tahu, masalah lebih besar akan menghampirinya karena menghajar semua muridnya hingga babak belur. Karena kenyataannya dia tidak sedang bermimpi. Dengan tenang dia melanjutkan kembali pelajarannya hingga bel pulang berbunyi.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!