“Silakan untuk semua mahasiswa magang masuk ke dalam ruangan. Wakil Presiden Direktur kita akan menyampaikan sedikit untuk projek besar dari perusahaan dan sedikit garis mengenai pekerjaan di Agastya Property.
Ketika salah seorang staf dari Agastya Property memberikan imbauan itu banyak dari mahasiswa magang dari Fakultas Teknik Arsitektur yang mulai berbisik-bisik satu sama lain. Sebab, wakil direktur Agastya Property diketahui adalah seorang pemuda yang pandai, kompeten, dan tampan. Bahkan banyak pegawai dari perusahaan property itu yang mengidolakan putra sang CEO itu.
"Nah, ini yang dinanti-nanti. Maskotnya Agastya property bakalan keluar," bisik Maya kepada temannya yang sedari tadi hanya menundukkan kepalanya dan tidak terlihat bersemangat.
"Maskotnya siapa emang? Setahuku, Agastya Property dimiliki Pak Belva Agastya kan?" tanya Andini.
Maya pun tersenyum dan menggelengkan kepalanya perlahan, "Ya itu bener, cuma ... maskot perusahaan ini tuh justru putranya Pak Belva. Pemuda keren se-Jakarta," balas Maya.
Andini pun memilih mengedikkan bahunya. Baginya tidak ada pria tampan selain aktor idolanya yaitu SRK. Ya, jika remaja berusia 20-an akan menggandrungi aktor dan boy band asal negeri gingseng Korea, tetapi tidak bagi Andini. Gadis berusia 21 tahun yang menjadi mahasiswa fakultas Teknik Arsitektur di salah satu universitas negeri di Jakarta itu justru menggandrungi film India. Romansa percintaan berbalut lagu-lagu India justru disukai oleh gadis yang akrab disapa Andin itu.
"Cakep mana sama Shah Rukh Khan? Di duniaku yang paling cakep adalah dia. Papaku saja kalah," balas Andin.
"Halu banget sih, Ndin. Ini nih real, kalau aktor favorit kamu itu kan hanya sebatas reel. Kalau aku sih cakepan putra CEO ini kemana-mana," cebik Maya dengan memanyunkan bibirnya.
"Biarin halu, yang penting aku bahagia," kilah Andin.
Para mahasiswa magang yang mengenakan kemeja putih dan bawahan hitam itu diminta untuk tenang. Sampai akhirnya pintu ruangan yang mirip mini aula itu pintunya terbuka. Pemuda tampan dengan alis matanya yang tebal dan simetris di sisi kanan dan kiri, hidungnya yang mancung, dan bibirnya yang merah tampak memasuki ruangan itu dengan tenang. Para mata pun seakan terpana melihat ketampanan putra sang CEO itu.
"Keren banget sih."
"Cowok tampan Ibukota."
"Gantengnya, sumpah!"
"Ini cakepnya real atau reel sih?"
Masing-masing mahasiswi yang seolah terpana dengan ketampanan pemuda tampan nan mapan bernama Evander Agastya itu. Bahkan Maya pun sampai tak berkedip melihat Wakil Direktur Agastya Property yang benar-benar tampan itu.
"Tuh, aku bilang juga apa. Dia tuh tampan pake banget," ucap Maya dengan lirih di sisi telinga Andin.
"Biasa saja," sahut Andin.
Sementara di depan Evander Agastya atau yang dikenal akrab dengan nama Evan mulai bersiap memberikan materi orientasi untuk para mahasiswa magang.
"Selamat siang semuanya, perkenalkan saya Evander Agastya yang siang ini bertugas akan memberikan orientasi untuk rekan-rekan semua. Sebagaimana yang kalian tahu bahwa Agastya Property adalah sebuah perusahaan yang bergerak di bidang property ...."
Panjang lebar Evan menjelaskan awal mula berdirinya Agastya Property, capaian, dan projek yang akan datang. Hingga akhirnya pria itu melihat ada seorang mahasiswi yang duduk tidak jauh dari tempatnya berdiri yang sejak tadi tampak tidak fokus dan abai dengan materi yang dia sampaikan.
"Tolong, semua perhatian bisa ke depan? Setidaknya lakukan proyek magang Anda dengan serius," instruksi Evan dari depan tempatnya berdiri.
Di rumah Evan mungkin adalah seorang anak Mama, tetapi jika dia sudah bekerja, maka pemuda itu akan sangat tegas. Bahkan Evan tak segan untuk memberikan teguran secara langsung. Seperti kali ini, di mana Evan terlihat menegur para mahasiswa magang yang tidak fokus.
Namun, teguran Evan nyatanya tak berdampak apa-apa. Hingga akhirnya Evan sedikit melangkah ke depan dengan laser untuk power point yang dia miliki, Evan menyorotkan laser bersinar merah itu ke arah mahasiswi yang tidak fokus bahkan sekarang justru mengantuk itu.
"Hei, Anda ... iya, Anda ... datang ke sini untuk magang atau untuk mengantuk? Coba ceritakan ulang penjelasan saya tadi."
Mahasiswi yang merasa dilaser wajahnya itu pun mengerjap, bahkan mahasiswi itu menyipitkan kedua matanya karena silau.
"Maaf Pak ... sss ... saya," balasnya terbata-bata.
"Silakan maju ke depan dan ulangi apa yang tadi saya sampai dalam materi orientasi ini!"
Lagi Evan memberikan perintah dengan tegas. Para mahasiswa dan mahasiswi yang pun sampai cukup ketakutan melihat kepribadian Evan yang begitu tegas ini.
Dengan langkah gontai dan helaan nafas yang berat mahasiswi itu pun maju ke depan. Sungguh deg-degan rasanya. Semoga saja kali ini dia tidak akan dipermalukan di hadapan para mahasiswa magang yang jumlahnya lebih dari 50an orang itu.
"Siapa nama Anda?" tanya Evan.
"Andini, Pak," jawabnya.
"Oke, baik Andini ... tolong ceritakan ulang dalam lima menit apa yang saya sampaikan tadi!"
Andini yang memang tidak fokus tampak gelagapan sekarang ini. Bagaimana dia bisa menjelaskan ulang dalam waktu lima menit jika tadi dirinya sangat mengantuk dan justru terbayang wajah aktor idolanya. Benarlah, sekarang Andini justru mendapatkan hukuman seperti ini.
"Ehm, itu ... Agastya Property adalah perusahaan property yang ... ehm, ehm."
Jawaban Andini pun tertahan, bahwa loading otaknya terasa begitu lama, terlebih dengan sorot mata Evan yang tampak mengintimidasi justru membuat Andini kehilangan seluruh kosa kata di otaknya.
"Ehm, ehm, apa? Perasaan tadi saya menjelaskan tidak pakai ehm," sergah Evan.
Sungguh, Evan sangat tidak suka dengan para pemagang yang menunjukkan sikap tidak baik. Sebab, sikap yang baik itu akan bisa dievaluasi dan bisa meningkatkan kinerja staf. Lalai, tidak fokus, tidak konsisten, dan berbagai sikap lainnya akan sangat berdampak pada kinerja para stafnya.
"Mmm ... maaf Pak," sahut Andini dengan menundukkan wajahnya.
Evan hanya menggelengkan kepalanya melihat pemagang yang sama sekali tidak fokus itu. Ingin rasanya Evan menceramahi gadis itu habis-habisan. Namun, sudah pasti gadis itu akan mendapatkan malu.
"Sekarang kamu duduk di depan, dan usai ini temui saya di ruangan saya!"
"Jadi kali ini, tolong dengarkan saya bahwa kinerja Anda dalam bekerja itu terlihat sejak hari pertama Anda magang. Apakah Anda serius dan fokus saat bekerja, semua terlihat sejak kali pertama Anda magang. Saya rasa perusahaan juga tidak akan menggaji stafnya yang bekerja tidak becus dan juga tidak fokus dalam bekerja," ucap Evan.
Pemuda tampan yang kini mengenakan setelan jas berwarna navy itu memiliki sorot mata yang tajam. Sampai benar-benar mengintimidasi para pemagang yang hadir siang itu. Namun, yang disampaikan oleh Evan semuanya ada benarnya. Sebab, perusahaan memang membutuhkan staf yang menunjukkan attitude dan kinerja yang baik.
Sementara Andini yang duduk di depan pun merasa bersalah. Ya, salahnya sendiri yang tidak fokus dan justru mengkhayalkan yang tidak-tidak. Sekarang, dia justru terkena getahnya. Pikirnya, mengkhayal film romansa Raja Bollywood itu, tetapi justru membuatnya sekarang merasa bersalah habis-habisan, dan si putra CEO yang tampan itu seakan justru terus-menerus mengintimidasinya.
Hampir satu jam, Evan memberikan materi orientasi dan program kerja untuk para pemagang. Selain itu, Evan juga menyatakan bahwa Agastya Property adalah perusahaan yang bonafite dan selalu mendukung untuk bibit-bibit unggul untuk terjun ke dunia kerja. Kontribusi selama puluhan tahun di bidang property memang membuat perusahaan ini tidak diragukan lagi kualitas dan nama besarnya.
Usai memberikan presentasi, Evan kemudian melangkahkan kakinya dan mendekat ke mahasiswi bernama Andini itu.
"Kamu, ikuti saya ke ruangan saya," perintahnya.
Tentu perintah yang tak ayal adalah hukuman itu membuat beberapa teman Andini berspekulasi. Ada yang menyambut baik karena kapan lagi bisa dekat dengan pemuda tampan dan mapan seperti Evander Agastya. Namun, ada juga yang beranggapan bahwa Andini akan semakin terintimidasi dengan putra CEO itu.
Seakan tak bisa lagi mengelak, Andini pun mengikuti jejak langkah kaki Evan menuju ke ruangannya. Bahkan Andini pun cukup was-was dengan apa yang dilakukan Evan terhadapnya.
Terlihat Evan yang diam. Ya, pria itu benar-benar memancarkan aura dingin. Wajahnya begitu serius, langkah kakinya yang tenang dengan hentakan yang padu membuat Anaya hanya berani mengamati sepatu Evan yang berpijak di lantai.
"Silakan duduk," ucap Evan yang mempersilakan Andini untuk duduk.
Gadis yang masih muda itu pun duduk dengan perasaan yang tidak tenang. Tanpa banyak bicara, Andini duduk dan terus menundukkan wajahnya.
"Jadi, siapa nama kamu tadi?" tanya Evan perlahan.
Padahal belum ada satu jam berlalu, dan kini Evan sudah bertanya lagi siapa nama gadis itu.
"Andin, Pak ... Andini," jawabnya dengan lidah yang terasa kelu.
"Ah, iya ... Andin. Coba, jelaskan kenapa tadi kamu tidak fokus? Mengenal materi orientasi itu sangat penting untuk para pemagang supaya mereka mengenal perusahaan tetap mereka belajar dan bekerja. Mungkin saja, suatu hari nanti para pemagang setelah lulus bisa bergabung, melamar, bahkan direkrut oleh perusahaan ini. Melihat persaingan di dunia kerja, bukankah menunjukkan sikap kerja yang serius dan sungguh-sungguh saat magang itu adalah keharusan?"
Terdengar bagaimana Evan menceramahi Andini dengan habis-habisan. Etos kerja, ya itulah yang Evan tekankan. Lagipula, mahasiswa memang tidak hanya berhak mendapatkan pelatihan selama magang, tetapi perusahaan juga berhak untuk meminta kinerja yang baik dari para pemagang bukan?
"Maaf Pak ... maafkan saya," balas Andin dengan menundukkan lagi wajahnya.
Sungguh, di hadapan Evan rasanya Andin benar-benar kehilangan kata-kata. Sampai yang bisa dia ucapkan sekarang adalah permintaan maaf. Andin berharap bahwa Wakil Direktur Agastya Property itu tak akan menceramahinya berlama-lama.
"Baiklah, saya akan maafkan, tetapi dengan syarat ... untuk dua minggu ke depan saya akan menempatkan kamu sebagai sekretaris saya ... ingat yah, sekretaris magang. Nanti Bu Melani, kepala Sekretaris yang akan memberikan orientasi kepada kamu. Dalam dua minggu ini tunjukkan bahwa kamu bekerja dengan sungguh-sungguh. Berikan yang terbaik untuk Agastya Property."
Ya Tuhan, Andini rasanya begitu tercekat. Jika menjadi sekretaris magang selama dua minggu, itu artinya dia akan terus bertatapan dan berhubungan langsung dengan pria bernama lengkap Evander Agastya ini. Bagaimana bisa Andini tahan jika Evan memang setegas dan sekeras ini. Rasanya menjatuhkan pilihan magang di Agastya Property, segera Andini sesali. Ada perusahaan property dan kontruksi lainnya yang bonafite selain Agastya Property.
"Kenapa hanya diam dan tidak ada respons?" tanya Evan lagi.
"Euhm, bbb ... baik, Pak," balas Andini.
"Baiklah, kamu bisa segera mendapatkan orientasi dari Bu Melani. Saya akan laporkan ke HRD dan meminta kamu menjadi sekretaris magang," ucap Evan.
Dengan langkah gontai, Andini keluar dari ruangan Wakil Presiden itu. Bahkan hari pertama, dia juga harus menerima orientasi sebagai sekretaris magang. Sungguh, rasanya hari ini bukanlah hari yang baik untuk Andin. Pikirnya magang hanya sekadar happy-happy dan mendapat pengalaman di tempat kerja, Andin justru harus benar-benar bekerja.
Terlebih ketika Evan sendiri yang memintanya untuk menunjukkan etos kerja yang baik. Rasanya Andini akan benar-benar kepayahan selama menjadi mahasiswa magang di Agastya Property selama satu semester ini. Baru sehari saja, rasanya sudah penuh liku, bagaimana untuk satu semester ke depan? Dengan berat hati, Andini pun menjalani magangnya yang baru satu hari.
Dengan setengah hati, Andini mengikuti masa orientasi menjadi sekretaris. Walau hanya sebatas sekretaris magang, tetapi sebenarnya Andini enggan untuk menyelesaikan tugasnya. Rasanya justru ingin kabur saja dari perusahaan property terbesar di negeri ini. Alasannya tentu hanya satu hal yaitu Andini yang merasa tidak nyaman dengan Evan. Bekerja dengan pria itu justru akan membuat Andini mati kutu saja.
Di dalam ruangannya, diam-diam Evan sejenak menatap sekretarisnya itu yang duduk di luar ruangan kerjanya yang memang bisa dilihat langsung dari kaca jendela di ruangan itu. Entah mengapa, melihat wajah Andini yang terlihat enggan justru membuat Evan menyunggingkan senyuman di wajahnya.
"Gadis aneh," ucapnya lirih dengan menggelengkan kepalanya.
Selanjutnya Evan pun menekan saluran interkom di mejanya. Saluran interkom yang terkoneksi langsung dengan sekretarisnya, yang kali ini hanya Andini di sana.
"Tolong, masuk ke sini sebentar," panggil Evan dengan memencet tombol interkom itu.
"Ya," sahut Andini dengan singkat.
Kemudian gadis itu pun masuk ke dalam ruangan milik Evan dan menundukkan sedikit badannya. Etika dan sikap seorang sekretaris pada umumnya, yaitu menundukkan sedikit badannya kala dipanggil oleh atasannya.
"Ada apa Pak?" tanya Andini kemudian.
"Hari ini temani saya untuk menginput laporan ini," ucap Evan.
Pemuda itu tidak mengada-ada, tetapi memang ada laporan yang harus diinput. Melakukan back-up data yang terintegrasi dengan sistem pengamanan perusahaan.
"Baik Pak," sahut Andini.
"Kerjakan di sini saja ... pakai saja Personal Komputer itu," ucap Evan lagi.
Wakil Presdir itu pun berdiri dan mengambilkan sebuah kursi yang dia letakkan satu meja dengannya. Pikirnya jika memang Andini memiliki kesulitan dalam bekerja, maka Evan akan segera membantu pekerjaan sekretarisnya itu.
"Kenapa tidak dikerjakan saja di ruangan saya Pak?" tawar Andini.
Mungkin rasanya lucu, tetapi memang berdekatan dengan pemuda tampan, menawan, dan mapan itu membuat Andini tidak nyaman. Menurut Andini sendiri karena tatapan mata bos-nya itu terlihat mengintimidasi dan membuatnya ketakutan.
"Duduk saja, kerjakan di sini!"
Evan kembali menegaskan perintahnya, dengan suara bariton yang tegas sampai Andini saja dibuat takut karenanya. Sekadar menawar saja, bisa berakibat buruk untuk Andini. Oleh karena itu, Andini dengan berat hati duduk semeja dengan bos-nya itu.
Evan sedikit memberitahu bahwa setiap data harus diinput dengan benar dan tidak boleh ada kesalahan. Bahkan Evan juga berkata bahwa jika ada kesulitan, Andini bisa langsung bertanya. Terlebih sekarang posisi mereka berdua dekat, sehingga Andini bisa langsung bertanya.
"Iya Pak ... saya coba kerjakan terlebih dahulu," sahut Andini.
Evan kembali fokus dengan pekerjaannya. Pemuda itu ketika bekerja dan begitu fokus justru kian tampan saja. Perpaduan genetik dari Mama Sara dan Papa Belva benar-benar menghasilkan bibit yang berkualitas. Faktanya, Evan pun begitu tampan dan digandrungi oleh banyak wanita. Akan tetapi, seolah belum ada yang berhasil untuk mencuri hatinya.
Sementara di sampingnya Andini hanya bekerja dan hanya tuts dari papan ketik saja yang terdengar. Sama seperti Evan, Andini pun juga berusaha maksimal untuk bekerja dan tanpa ada kesalahan. Bahkan sebisa mungkin Andini membuka lebar bola mata supaya tidak salah menginput.
"Ada kesulitan?" tanya Evan kemudian.
Terlihat Andini menggelengkan kepalanya secara samar, "Tidak ... sejauh ini aman, Pak," ucapnya.
Evan tersenyum tipis, dan kemudian sedikit melihat proses kerja yang dikerjakan Andini. Pria itu berdiri di belakang Andini, dan mengamati screen personal komputer itu.
"Oke ... good. Lanjutkan yah," ucap Evan.
Pemuda itu kemudian kembali duduk dan fokus dengan pekerjaannya lagi. Namun, beberapa kali tanpa sepengetahuan Andini, Evan sedikit melirik pada gadis di sampingnya itu. Memang gadis yang ayu, kulitnya kuning langsat, rambutnya lurus, hitam, dan panjang. Keengganan yang ditunjukkan gadis itu sampai mengantuk saat dia menyampaikan presentasi justru menorehkan sedikit rasa di dalam hati Evan.
"Pak Evan ... saya mau bertanya di kolom ini berarti di sesuaikan dengan laporan ini yah?" interupsi dari Andini.
Evan kembali berdiri dan kemudian melihat bagian kolom yang ditunjuk oleh Andini. Kemudian Evan pun melihat ke laporan berupa print out itu.
"Bukan ... bukan di kolom itu, tetapi sebelahnya. Nah, ini ... input saja di kolom itu sesuai laporan yah," instruksi dari Evan.
"Baik Pak Evan," balas Andini.
"Selesaikan semua yah ... karena masih banyak data yang harus kamu input," ucap Evan dengan menunjuk setumpuk berkas yang ada di meja sebelahnya.
Melihat tumpukan berkas itu membuat Andini membolakan kedua matanya. Kali ini agaknya dia harus benar-benar kerja keras bagai kuda. Itu kerja magang, atau kerja rodi?
Andini semakin keras saja menekan tuts di papan keyboard itu. Dia kira bahwa pekerjaannya hanya menginput satu laporan, tidak menyangka masih ada setumpuk berkas yang harus dia input satu per satu. Sungguh, makin benci saja Andini dengan bos-nya itu.
...🍃🍃🍃...
Dear All,
Sekalian ini Author mau kasih visualnya. Semoga cocok dan sesuai dengan ekspektasi kalian yah. Jika tidak cocok maafkanlah, karena ini hanya visualisasi menurut Author saja.
Evander Agastya
Andini Sukmawati
Arine
Semoga cocok yah, lanjutkan keseruannya dari kisah ini.
Love U,
Kirana💜
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!