Nirmala yang sering di panggil dengan sebutan Mala, tengah mengendarai mobilnya tidak tentu arah. Pikirannya saat ini tengah kacau lantaran sang ibu terus saja mendesak dirinya untuk segera menikah, bahkan banyak laki-laki yang diperkenalkan sang ibu kepadanya. Namun, tak seorang pun yang bisa menyentuh hati Mala. Bahkan Nirmala mengusir laki-laki itu dari hadapannya. Menolak secara terang-terangan laki-laki yang di sodorkan sang ibu kepadanya.
Rinia sebagai seorang ibu, tak habis pikir dengan anak gadisnya itu. Padahal umur anaknya sudah cocok untuk menjadi seorang istri. Di umur yang sudah 25 tahun, sudah cocok menyandang gelar seorang istri, bahkan seriang ibu. Apa lagi yang akan di tunggu anak gadisnya itu? Sudah mapan serta karier yang melonjak tinggi. Diumur segitu sang putri sudah menjadi seorang CEO. Bahkan teman-teman Rinia sudah pada punya cucu, hanya dirinya saja yang belum. Bahkan setiap pertemuan dengan teman-temannya, mereka akan menanyakan kapan Nirmala akan menikah? Kapan Jeng akan punya cucu dan masih banyak lagi kata-kata yang membuat Rinia terpojok.
Flashback on
"Mala umur kamu sudah tak lagi muda, Mommy sudah sangat ingin memiliki cucu," Rinia menatap putrinya itu dengan nanar.
"Aku belum siap menikah Mom, lagian kenapa harus aku yang menikah sih Mon, anak Mom yang lain kan masih ada," Mala balas menatap Mommynya dengan jengah.
"Jika Bintang lebih besar dari kamu, tidak akan Mom suruh kamu buat nikah Mal. Lihatlah adikmu itu masih 19 tahun dan sekarang masih menduduki bangku kuliah semester dua,"
"Pokoknya aku tidak mau nikah Mom, jika Mommy tetap bersikeras maka nikahkan saja Bintang dengan pacarnya," Nirmala tetap menolak ucapan Mommynya. Lagian belum ada sedikitpun niatnya untuk menikah diumur 25 tahun. Masih panjang perjalanan yang akan dia tempuh.
"Apa lagi yang akan kamu tunggu Nak? Kamu itu sudah sukses, Bahkan banyak laki-laki yang ingin menjadi suami kamu," sungguh Rinia tak habis pikir dengan ucapan putrinya.
"Perjalanan karir aku masih panjang Mom." alasannya.
"Karir apa lagi Mala, kamu itu sudah memiliki segalanya. Hanya satu yang belum kamu miliki." Riana melihat anaknya yang kini juga tengah menatap ke arahnya. "Suami." Lanjut Rinia membuat putrinya itu melengos.
"Apa Mommy tidak bisa jika tak membahas tentang suami atau pernikahan?" Mala sungguh malas dengan kata-kata yang sering keluar dari mulut ibunya.
Rinia menggeleng. "Tidak Sayang. Mommy tidak akan pernah bisa tidak menanyakan itu jika kamu belum juga memberikan Mommy seorang menantu," Rinia menata anak gadisnya itu. Kata-kata yang seakan tak mau di bantah.
"Mommy tahu bukan, jika aku itu tidak punya kekasih? Bagaimana bisa aku menikah?" Mala di buat frustasi oleh ibunya itu.
"Salah kamu sendiri, sudah banyak laki-laki yang Mom kenalkan sama kamu. Tapi tak ada seorang pun yang kamu mau. Malah dengan seenak jidatnya kamu ngusir mereka,"
"Aku tidak suka dengan mereka, Mom. Mereka hanya mengharapkan harta aku saja. Mereka hanya penjilat yang pintar bersilat lidah."
"Alah, itu alasan kamu saja Mala, Mom tahu jika kamu mengusir mereka dengan sangat kejam! Jadi kamu tidak usah mencari-cari alasan agar tidak mengikuti ucapan Mom. Intinya Mom akan tunggu sampai besok, kamu harus membawakan calon suami kepada Mom,"
"Tapi aku tik--"
"Kalau tidak, Mom akan suruh Dad yang akan nyariin calon suami untuk kamu, Mala. Kamu tahu bukan? Jika Dad tidak akan mau dibantah." Tersirat senyum licik di wajah cantik Rinia. Meski tak lagi muda, wanita itu tetap awet muda dengan berbagai perawatan yang dia pakai.
"Mom, jangan gitulah. Apa Mom tidak kasihan dengan putrimu ini?" Sungguh Nirmala tidak akan sanggup melawan sang ayah jika sudah memilihkan jodoh untuknya. Suka tak suka, mau tak mau apapun itu sudah keputusan bulat yang tak bisa di ganggu gugat.
"Makanya cepat bawa calon suami kamu, Mom tunggu sampai besok." Rinia meninggalkan putrinya yang kini menatap kamar ke arahnya.
Nirmala menendang angin. Kesal dengan ucapan Mommynya yang sangat mengancam dirinya. Jika saja dia bisa melawan Daddynya, mungkin saja dia akan melawan. Tapi ini sungguh dia tak bisa, Daddynya itu sangat keras.
Flashback off
Mata Nirmala menoleh ke kiri dan ke kanan, melihat-lihat siapa saja yang berada di sepanjang jalan yang dia lalui. Nirmala menghentikan mobilnya tepat di depan halte bus, melihat seorang laki-laki yang tengah duduk di depan halte tersebut. Tak lupa ada motor besar yang terparkir di samping halte.
"Ehh, Mbak lo apa-apa sih?! Lepasin tangan gue!!" bentak laki-laki yang tak dikenal Mala.
"Mbak, lo apaan sih. Gue nggak kenal lo ya Mbak, jadi lepasin tangan gue!!" Lagi-lagi laki-laki itu membentak wanita yang kini menarik tangannya menuju mobilnya
"Lo bisa dia ngak!!" Mala ikut membentak laki-laki itu.
"Astaga Mbak, tangan lo tangan apaan sih? Heran gue, Mbak, tangan lo kuat banget," Keluhannya. Laki-laki itu merasakan betapa eratnya tangan Mala memegang pergelangan tangannya. Sungguh tangan bak tangan seorang laki-laki dewasa.
"Ehh Mbak lepasin tangan gue. Lo mau bawa gue kemana sih Mbak?!" Laki-laki itu berusaha melepaskan tangannya dari Mala. Sungguh kekuatan gadis itu sangat kuat, membuat pemuda itu sangat sulit melepaskan tangannya dari Mala.
"Mbak lepasin tangan gue, lo siapa sih Mbak? Gue nggak kenal lo ya, jadi lepasin tangan gue!"
"Lo bisa diam ngak!! Masuk!!" pintanya kepada laki-laki itu agar memasuki mobil biru kesukaan Mala.
"Gue nggak mau Mbak, lo nggak bisa seenaknya bawa-bawa gue kek gini. Lagian kita itu tidak kenal!" Laki-laki keras kepala itu tak mau mengikuti ucapan Mala.
Melihat itu Mala sungguh sangat geram dengan kelakuan pemuda itu. Mala membuka pintu mobil dan mendorong tubuh laki-laki itu masuk ke dalam mobilnya. Pemuda itu terjengkang lantaran, Mala mendorong tubuhnya secara tiba-tiba. Mala menutup dengan kuat pintu mobilnya, dengan segara gadis itu berlari menuju tempat kemudi.
"Kurang ajar banget sih lo, Mbak. Lo tahu nggak sih, ini kepala gue kesakitan gara-gara perbuatan lo," Pemuda itu mengusap bagian kepalanya yang terasa sakit.
Pemuda itu menatap Nirmala dengan kesal. Gadis itu bahkan tak menghiraukan ucapannya. "Eh, lo mau bawa gue kemana Mbak? Motor gue jangan di tinggal dong, ntar di ambil orang lagi." Pemuda itu tampak frustasi saat mobil Nirmala sudah meninggalkan lokasi.
"Mbak motor gue!!" Pemuda itu menggoyang tangan Nirmala yang tengah fokus mengemudi.
"Ntar di jemput anak buah gue." Mala jengah dengan Pemuda cerewet di sampingnya itu.
"Lo mau bawa gue ke mana Mbak? Lo nggak akan bawa gue ko hotel, bukan?" Pemuda itu menatap Mala dengan serius. Dia takut gadis itu akan membawanya ke hotel dan berbuat yang enak-enak. Rugi dong dia, keperjakaan yang selama ini dia jaga malah di renggut mbak-mbak tidak dikenalnya.
"Mbak lo kenapa diem saja sih? Apa benar lo akan bawa gue ke hotel?" Pemuda itu terus saja menyerocos tanpa mendapat balasan atas ucapannya.
Akhirnya mobil yang dikendarai Mala sampai dikediaman orang-tuanya. Rumah bak istana dengan tingkat dua. Dengan halaman rumah yang sangat luas serta ada beberapa penjaga yang setia pada tempatnya.
"Mbak lo nggak akan jual gue, kan? Gue masih perjaka ya Mbak, jadi lo jangan macem-macem sama gue." Pemuda itu sungguh sangat takut.
"Lo kenapa nggak bisa diem dari tadi haa? Telinga gue sampai sakit gara-gara lo." Nirmala menatap laki-laki itu dengan malas. jika bukan karena desakan ibunya, Nirmala tidak akan membawa laki-laki tak dikenalnya ini ke rumah.
"Kenapa lo turun Mbak, gue takut." Wajah laki-laki itu tampak pias. Mau kabur juga tidak akan mungkin, apalagi banyak pengawal yang berdiri di tempatnya masing-masing. Di tambah wajah para pengawal yang tampak garang.
"Turun, ikut gue!" Dengan patuh laki-laki itu mengikuti Nimala. Seperti seekor anak ayam yang patuh kemanapun induknya pergi.
TBC
Nirmala melangkahkan kakinya menuju rumah bak istana itu. Diikuti Pemuda yang kini melangkah ragu-ragu ke dalam rumahnya.
"Mbak gue nggak mau di jual ya, lo ingat apa kata gue tadi bukan? Gue masih perjaka ting-ting." Laki-laki berbisik ditelinga Nirmala. Kebetulan Nirmala hanya setinggi telinga laki-laki itu.
"Siapa laki-laki itu Mala?" Rinia yang berada di ruang tamu langung saja berdiri, saat melihat seorang laki-laki yang dibawa putrinya.
"Mbak lo beneran mau jual gue sama Ibu itu? Lo jangan jahat sama gue Mbak, ntar gue lap--"
"Calon mantu Mommy!!" Nirmala memotong ucapan Laki-laki itu.
Laki-laki yang dibawa Nirmala langsung saja melototkan matanya. Sungguh dia tidak percaya dengan apa yang dikatakan gadis yang kini berada di sampingnya.
"Kamu seriusan, Mala?" Rinia menatap putrinya itu dengan mata berbinar.
"Ehh bukan Tante, saya tidak kenal sama Mbak ini. Mana mungkin saya akan jadi mantu, Tante," Laki-laki itu membantah apa yang dikatakan Nirmala.
"Apa benar yang dikatakan laki-laki itu Mala?"
"Intinya dia yang akan jadi mantu Mommy, jadi Mommy jangan banyak tanya lagi." Mala sangat malas dengan situasi ini.
"Mbak, lo jangan asal bawa-bawa gue dong. Gue itu nggak mau nikah sama lo ya. Masa depan gue masih panjang. Lagian gue juga masih kuliah Mbak." protesnya menatap sengit ke arah Nirmala.
"Ahhh, kamu sangat lucu Sayang. Mommy sangat suka sama kamu." Rinia menoel pipi pemuda itu dengan tangan lembutnya. Dia sangat suka dengan tingkah pemuda yang dibawa putrinya. "Nama kamu siapa Nak?"
"Dafa, Tante," balasnya.
"Nama yang bagus seperti orangnya." Rinia menganggukkan kepalanya. Dia sangat setuju dengan pilihan putrinya itu.
"Ya sudah, besok kita akan datang ke rumah calon suami kamu, Mala. Kita akan membicarakan soal pernikahan kalian,"
"No, Tante. Saya nggak mau nikah sama Mbak ini." tolaknga lantang.
"Suka tidak suka, lo tetap akan jadi suami gue. Besok keluarga gue akan datang ke rumah lo. Jadi persiapkan diri lo dan beritahu keluarga lo. Jika saja lo menolak pernikahan ini, jangan salahkan gue berbuat yang tak lo inginkan. Dan jika sampai disana gue dan keluarga gue tidak melihat lo, habis lo di tangan gue!!" Nirmala menatap wajah pemuda itu dengan sengit.
"Lo kalau becandanya jangan terlalu kejauhan Mbak,"
"Gue tidak sedang bercanda. Jika saja lo ngebantah perkataan gue, akan gue buat motor lo hancur!!"
"Ehhh, jangan dong Mbak. Itu motor kesayangan gue. Jangan seenak jidat saja lo ngehancurin motor gue," Nyali Dafa menciut mendengar ucapan Nirmala.
"Bagus!! Ikutin apapun kata gue, maka gue tidak akan ngehancurin motor lo,"
"Iya,"
Rinia hanya menggeleng melihat tingkah sepasang manusia yang kini menatap dengan sengit. Sangat lucu, Rinia sungguh menyukainya.
"Maafkan putri Mommy ya Nak Dafa, dia memang orangnya sangat tegas. Sama seperti Dadnya," tutur Rinia lembut.
"Ahh iya Tante," balas Dafa mengaruk kepalanya.
"Ya sudah kalian ngobrollah berdua, Mommy mau tidur siang dulu," pamitnya meninggalkan Nirmala dan Dafa di ruang tamu.
"Mbak motor gue gimana?" Dafa mendekat ke arah Nirmala. Di kepalanya sekarang hanya ada motornya saja. Bahkan apa yang dikatakan Nirmala tadi tidak begitu dia pikirkan. Jika motor kesayangannya hilang, maka sudah pasti dia akan menangis guling-guling di kamar mandi.
"Mbak kok lo diam saja sih? Setiap gue ngomong pasti nggak langsung lo jawab. Berasa ngomong sama patung gue," Dafa kesal dengan Nirmala yang hanya diam. Wanita itu sangat dingin akan dirinya.
"Mbak!!"
"Apaan sih lo, gue nggak budek ya!!" bentaknya.
"Habisnya gue ngomong lo hanya diam saja Mbak. Siapa yang nggak kesal coba," dengusnya. "Motor gue gimana?" Sekali lagi Dafa bertanya.
"Sebentar lagi anak buah gue akan bawa motor lo ke sini." jawabnya.
Ada helaan nafas lega yang dirasakan Dafa. Sungguh dia tak akan sanggup bisa motor kesayangannya itu hilang percuma. Mana belinya menguras kantongnya lagi.
"Terima kasih ya Mbak. Eh Mbak, lo yakin kita bakal nikah?" Dafa menatap Nirmala dengan serius.
"Emang lo nggak denger apa yang gue katakan tadi?" Nirmala sungguh malas berbicara dengan pemuda cerewet disampingnya itu. Sungguh mulutnya sama seperti seorang ibu-ibu di pasar yang ngomong tiada rasa lelah.
Dafa mengaruk tengkuknya. "Tapi gua nggak mau nikah sama lo Mbak, meskipun lo itu cantik. Gue tetap nggak mau nikah sama Mbak-mbak dingin kek lo Mbak,"
"Gue nggak akan mengulang ucapan gue tadi!" Peringatnya dengan tajam.
"Mbak gue masih pengen kuliah, masa depan gue masih panjang Mbak. Lo harus ngertiin gue dong," todongnya tetap tak setuju.
"Mbak gu---"
"Anak buah gue sudah datang. Mendingan lo pergi dari rumah gue. Jangan lupa bilang sama orang-tua lo jika besok keluarga gue akan datang ke rumah lo," sarkas Nirmala.
Dengan segera Dafa berlari seperti anak kecil menuju pintu keluar. Mata pemuda itu berbinar saat melihat motornya tengah di turunkan anak buah Nirmala.
"Makasih ya Pak. Sudah bawain motor saya ke sini," Senyum manis melengkung di bibir pemuda itu.
"Sama-sama Tuan," balas mereka.
Kembali Dafa berlari masuk kedalam rumah Nirmala. Pemuda itu melihat Nirmala tengah memejamkan matanya diatas kursi sofa.
"Mbak!!" pekik Dafa tepat di depan wajah Nirmala.
"Astaga!! Lo apa-apa sih!! Untung gue nggak punya riwayat penyakit jantung!!" bentaknya terlonjak karena suara Dafa.
"Hehehe maaf Mbak. Habisnya lo enak banget nutup mata kek gitu. Kalau mau tidur ya kan bisa di kamar." Dafa mengaruk kepalanya.
"Kenapa lo yang sewod? Lagian gue tidur masih di ruang gue. Kelau dijalanan masih bisa lo ngomong sesuka hati lo."
"Ahh sudahlah Mbak. Gue kembali mau pamit pulang," ujarnya.
"Lo nggak perlu izin sama gue. Mau pulang atau tidak itu terserah lo saja."
"Kalau gue bobok di sini boleh dong Mbak? Di kamar lo,"
"Coba saja kalau lo bisa. Sebelum itu sudah gue kebiri milik lo!"
"Astaga Mbak, lo kok jahat banget sama gue. Ntar kalau kita beneran nikah, lo nggak bakal bisa punya anak dari gue dong."
"Biarin, emang gue peduli!" Nirmala menatap sinis ke arah Dafa.
"Lo harus peduli dong Mbak. Emang lo nggak pengen ngerasain yang enak-enak?"
"Ngapain lo nanya gitu sama gue? Mau gue pengen atau tidak itu terserah gue,"
"Lo nggak boleh ngomong seenak jidat lo Mbak. Ntar kalau gue jadi suami lo, sudah pasti gue pengen ngerasain itu semua. Secara lo kan sudah halal buat gue," Dafa mengedipkan matanya kepada Nirmala.
"Gue nggak minat sama lo. Apalagi dengan punya lo yang kecil itu."
"Kecil apaaan Mbak? Emang lo pernah lihat punya gue? Jangan asal ngomong lo ya Mbak. Gue emang masih kuliah, tapi soal begituan pasti gue bisalah buat muasin lo!" Dafa tak terima miliknya dikatakan kecil. Enak saja kebanggaannya dinilai seperti itu. Belum juga melihat sudah pintar menilai. "Atau lo pengen lihat punya gue buat buktiin kalau omongan lo itu benar Mbak?"
"Ehh lo mau apaan?" Nirmala terkejut saat Dafa mendekat ke arahnya.
"Gue mau buktiin omongan lo itu salah besar Mbak. Lo bisa lihat sendiri dengan mata lo."
Nirmala langsung saja berdiri dari duduknya. "Pergi lo sana! Gue nggak mau lihat punya lo!!"
"Kenapa lo nggak mau lihat Mbak? Bukannya lo tadi ngomong punya gue kecil, hmm? Sekarang ayok kita buktikan," Dafa terus saja mendesak ke arah Nirmala. Membuat gadis itu menghindar dari Dafa.
"Stop!!! Kalau lo terus maju gue akan suruh anak buah gue buat ngehancurin motor lo!"
Dengan spontan Dafa berhenti saat mendengar ucapan Nirmala. Dia menghentikan tangannya yang sibuk di bawah. Menatap Nirmala yang tampak memerah. Ntah itu karena malu atau apa yang jelas Dafa tidak tahu.
"Baiklah, gue pulang dulu!" Dafa meningalkan Nirmala dengan jantung berdetak dengan kuat. Gadis itu tak menyangka jika Dafa akan berbuat seperti itu kepadanya. Padahal awalnya Nirmala hanya menguji laki-laki itu. Nyatanya dia yang akhirnya kalah.
TBC
Sesuai dengan apa yang dikatakan Nirmala kemaren, jika hari ini dia dan keluarganya akan datang ke rumah Dafa, calon suaminya. Gadis itu tampak cantik dengan balutan baju yang tampak pas di tubuhnya. Tak lupa memoles wajahnya seperti yang biasa dia lakukan setiap pergi ke kantor.
"Sudah siap Sayang?" Rinia menatap anak gadisnya yang kini sudah duduk manis di ruang tamu.
"Sudah Mom, Daddy mana Mom?" Gadis itu tak melihat keberadaan cinta pertamanya.
"Sebentar lagi Daddy akan datang Sayang. Tadi katanya mau ke kamar mandi dulu." Nirmala hanya mengangguk ringat mendengar ucapan Ibunya.
Tak lama menunggu, akhirnya Lukman datang dengan jas yang biasa melekat pada tubuh kekar laki-laki itu. Meski sudah tak lagi muda, wajahnya masih tampak tampan.
"Kamu beneran mau nikah sama pemuda itu Mala?" tanya Lukman saat mereka sudah dalam perjalanan.
"Iya Dad," singkatnya.
"Baiklah kalau itu yang kamu inginkan Nak,"
Awalnya Lukman menolak saat istrinya mengatakan putri mereka akan menikah dengan laki-laki yang bahkan jauh dibawah Nirmala. Namun, karena ucapan istrinya Lukman menurut saja. Apalagi dia sungguh tak tega melihat betapa cerianya istrinya itu mengatakan kepada dirinya bagaimana tingkah lucu calon menantu mereka nanti.
Mobil yang dikendarai Lukman akhirnya sampai di halaman rumah Dafa yang tak kalah luasnya dibandingkan rumah meraka. Jika dibandingkan lebih luas sedikit rumah Nirmala dibandingkan rumah Dafa.
"Beneran ini alamatnya Mala?" Lukman meyakinkan apakah emang ini rumah yang akan mereka tuju.
"Iya Dad,"
"Ya sudah, ayo kita keluar," ajak Lukman yang diangguki kedua wanita kesayangannya.
Lukman menekan bell rumah itu sebanyak tiga kali. Tak lama kemudian, pintu tingi itu terbuka. Muncul seorang wanita paruh baya yang diyakini mereka bertiga asisten di rumah itu.
"Ada yang bisa saya bantu Tuan, Nyonya?" tanya Wanita itu dengan sopan.
"Apa benar ini kediamannya Dafa?" Lukman angkat bicara.
"Ah ya benar Tuan. Mari masuk Tuan, Nyonya,"
Mereka bertiga masuk ke dalam rumah, setelah di persilahkan oleh asisten rumah tangga itu. Mereka duduk di ruang tamu yang tampak luas dengan tenang. Sedangkan Bibi pergi memanggil Tuan rumah dan juga mengambil minum untuk tamu Tuannya.
"Selamat siang Pak, Buk," Faris datang bersama istrinya saat asisten rumah tangga meraka, memberitahu jika ada tamu yang datang.
"Silahkan Tuan, Nyonya," Bibi menghidangkan minuman kepada tamu majikannya.
"Maaf ada keperluan apa ya Pak, Buk?" Faris tampak bingung dengan kehadiran ketiga orang itu.
"Maaf kami menganggu waktu istirahat Bapak, dan istri. Maksud kedatangan kami kesini untuk melamar anak Bapak untuk menjadi suami putri kami," terang Lukman membuat sepasang suami istri itu cukup terkejut.
"Melamar?" ulang Faris.
Lukman mengangguk. "Benar Pak, kami kesini untuk melamar putra Bapak, Dafa untuk menajadi suami putri kami,"
"Dafa?" beo Rika terkejut. Yang benar saja anaknya yang baru kuliah semester dua itu akan menikah dengan gadis yang kini berada di depan mereka. Memang gadis itu tampak sangat cantik namun, putra mereka masih menempuh pendidikan yang pastinya tidak akan bisa memberikan nafkah untuk istrinya. Apalagi anaknya itu masih meminta uang jajan kepada mereka.
"Maaf Buk, Pak mungkin kalian salah. Anak kami masih kuliah dan tidak mungkin akan menikah dengan putri Bapak," Rika menatap Lukman dan istrinya bergantian.
"Saya akan tetap menikah dengan putra Bapak, baik Bapak atau Ibu tidak suka." Kini bukan lagi Lukman yang berbicara, melainkan putrinya.
Sorot mata Nirmala mentap sepasang suami istri itu dengan tajam. Tatapan yang biasanya dia berikan jika keinginannga di tolak.
"Anak kami masih kuliah Nak, tak mungkin dia akan menikah, apalagi di usia 19 tahun." ujar Faris menatap balik gadis cantik itu.
"Tidak mengapa. Saya akan tetap menikah dengannya, ahhh ya dimana laki-laki itu?" Nirmala melirik sekeliling rumah yang tak terlihat batang hidung laki-laki itu.
"Dia sedang kuliah Nak,"
Nirmala hanya mengangguk saja. Jika saja laki-laki itu tidak datang sebelum dia pulang, yakinlah sepeda motonya akan di hancurkan. Sesuai dengan apa yang dikatakan gadis itu kemaren.
"Selamat siang Mama, Papa!!" Laki-laki yang ditunggu Nirmala akhirnya datang. Tampak laki-laki itu menahan malu saat melihat di ruang tamu tak hanya ada orang-tuanya, melaikan ada keluarga Nirmala.
"Heheheh, maaf Pa, aku tidak tahu jika ada tamu," ujarnya cengengesan. Bahkan saat ini Nirmala sudah melotot hebat kepada pemuda itu.
Dafa mengalihkan penglihatannya. Malas bersirobok dengan mata Nirmala yang menatap dirinya tajam. Seakan-akan ingin memakannya hidup-hidup.
"Duduklah disini, Nak," pinta Rika kepada putranya.
"Jadi bagaimana Buk, Pak?"
"Maaf Pak, saya tidak bisa menerima pernikahan antara putra saya dengan putri, Bapak," tolak Faris dengan lembut.
"Saya tidak menerima penolakan Bapak. Yang jelas satu minggu lagi saya dan putra Bapak akan menikah!!" Lagi-lagi perkataan Nirmala membuat semua yang berada di sana terbengong. "bukan begitu Dafa?" Mata Nirmala menyorot tajam pada laki-laki yang berada tak jauh darinya.
"Gue nggak mau Mbak, masa depan gue masih panjang." tolak Dafa.
Nirmala semakin melototkan matanya mendengar ucapan pemuda itu. "Apa kamu tidak ingat dengan ucapan saya kemaren?" Nirmala mengingatkan Dafa tentang apa yang akan dia lakukan jika saja pernikahan ini tidak terjadi.
Dafa mematung mendengar ucapan Nirmala. Jika menolak berarti Nirmala bisa saja menghancurkan motor kesayangannya. Tapi, jika menerima masa kebebasannya sungguh akan berkurang. Lalu bagaimana dengan pacarnya. Tak mungkin bukan, dia akan memutuskan pacarnya hanya karena ingin menikah dengan mbak-mbak yang tak di kenalnya itu.
"Bagaimana Dafa?" Kembali Nirmala berucap.
Dafa mengaruk kepalanya. "Papa tolong aku," Pemuda itu merengek kepada Faris yang menatap putranya itu dengan serius.
"Sekali lagi saya ingatkan, jika saya tidak menerima penolakan. Pernikahan ini akan tetap berjalan sesuai dengan apa yang saya katakan tadi. Satu minggu lagi saya dan dia akan menikah." Nirmala menunjuk ke arah Dafa.
"Ehhh Mbak, jangan asal ngomong dong. Gue belum nerima ya!" Protes Dafa menuding Nirmala.
"Apa lo nggak denger ucapan gue?! Gue nggak nerima penolakan!!! Dan lo, mau suka atau tidak kita akan tetap menikah minggu depan!"
Dua pasang suami istri yang berada di sana, hanya menyimak ucapan ke-dua anak mereka. Sedikit pusing dengan kelakuan kedua orang itu. Yang satu tegas dengan keputusannya, dan yang satu lagi juga kokoh dengan ucapannya.
"Gue nggak mau Mbak!!"
"Ok, gue akan buktiin apa yang gue ucapin sama lo kemaren!!" Nirmala mengambil ponsel yang berada di dalam tas selempangnya.
"Ehhh lo mau nelpon siapa Mbak? Jangan dong Mbak. Ok gue setuju. Kita akan nikah minggu depan." putus Dafa akhirnya. Membuat senyum tipis gadis di bibir gadis itu.
"Kamu yang benar saja Dafa? Apa kamu tidak memikirkannya lebih dulu?" Rika menatap tak percaya putranya. Jawaban yang bahkan tak pernah dibayangkan Rika sebelumnya.
"Aku sudah memikirkannya Ma, aku akan tetap menikah dengan Mbak itu," jawab Dafa yang mendapat helaan nafas dari Rika.
"Gue pegang omongan lo. Ingat!! Jika saja lo kabur di hari pernikahan kita, maka apapun yang tak pernah lo bayangkan akan terjadi. Jangan lo fikir omongan gue hanya main-main. Gue serius!!"
"Baiklah, gue akan nurutin omongan lo, Mbak. Gue akan nikah sama lo minggu depan. Lo bisa pegang omongan gue." pasrahnya. Ini sekitar dia lakukan hanya demi motor kesayangannya.
"Ok,"
TBC
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!