"Ka-kalian siapa??"
Nadira terus menatap ke arah gerombolan pria di depan rumahnya itu.
Tak lama, seorang lelaki tampan berkacamata muncul mendekatinya.
Nadira amat cemas saat lelaki itu terus mendekat ke arahnya disertai senyum tipisnya.
"Cantik!" ucap pria itu spontan.
"Ka-kamu siapa?" tanya Nadira sekali lagi.
Pria itu tak menjawab, dia justru mengusap rambut Nadira dan pergi bersama anak buahnya dari sana.
"Siapa sih mereka...??"
Nadira tersenyum lebar ketika mengingat momen saat pertama kali dirinya bertemu dengan Albert.
"Mas, sudah dua tahun lebih kamu pergi tinggalin aku dan anak-anak, tapi entah kenapa sulit sekali buat aku lupain kamu mas. Bayangan wajah kamu selalu muncul di kepala aku, rasanya sampai kini aku masih merasa kamu ada di dekat aku mas." batin Nadira.
Saat ini Nadira sedang berangkat menuju kantornya, ia sudah membuat janji dengan Devano untuk melakukan pertemuan dan membahas mengenai kerjasama mereka.
Nadira tak pergi seorang diri, seperti biasa ia diantar oleh Keenan yang kini telah resmi menjadi asisten pribadinya, dan juga Liam pengawal setia Nadira.
"Eee Bu, barusan Carol kirim pesan ke saya, katanya pak Devano sudah sampai di kantor." ucap Keenan pada Nadira.
Namun, Nadira hanya diam tak mendengar ucapan Keenan.
"Duh, bu Dira kenapa ya? Saya bicara kok gak didengar sih sama dia?" gumam Keenan bertanya-tanya.
"Mungkin Bu Nadira lagi mikirin sesuatu," ucap Liam.
"Kayaknya sih iya, saya jadi khawatir sama kondisi Bu Nadira. Masalahnya hampir setiap hari bu Nadira melamun terus kayak gini," ucap Keenan.
"Tenang aja! Mungkin itu karena Bu Nadira masih belum moveon dari tuan Albert," ucap Liam.
"Justru itu, kita harus bisa bikin Bu Nadira lupain itu semua dan fokus sama kerjaannya!" ujar Keenan.
"Kamu atur ajalah Keenan!" ucap Liam pasrah.
Keenan menggeleng pelan, lalu kembali menoleh ke belakang dan berusaha menyadarkan Nadira dari lamunannya.
"Bu, Bu Dira! Bu Nadira!!" ucap Keenan dengan suara sedikit keras.
"Ah iya?" Nadira terkejut dan spontan mengangkat kepalanya menghadap ke arah Keenan.
"Kenapa Keenan? Kamu bicara apa?" tanya Nadira.
"Gak ada Bu, saya cuma kasih info kalau pak Devano sudah tiba di kantor." jawab Keenan.
"Oh gitu, yaudah pak Liam tolong agak cepat sedikit ya bawa mobilnya!" ucap Nadira.
"Baik Bu!" ucap Liam.
"Keenan, maaf ya saya tadi gak fokus! Saya malah gak dengerin ucapan kamu," ucap Nadira.
"Gapapa Bu, saya paham kok! Ibu pasti masih berat kan kehilangan tuan Albert?" ucap Keenan.
Nadira melenguh pelan seraya menundukkan wajahnya, "Begitulah Keenan, gak tahu kenapa rasanya sulit sekali saya melupakan mas Albert. Walau sudah dua tahun lebih mas Albert pergi, tapi aku belum bisa lupain mas Albert."
"Sabar ya Bu! Ibu harus bisa ikhlas dan tabah! Saya yakin tuan Albert sudah bahagia di atas sana, beliau pasti juga gak mau melihat istrinya terus menerus sedih seperti ini." ucap Keenan.
"Ya Keenan, saya akan usahakan itu." ucap Nadira.
•
•
Singkat cerita, mereka tiba di kantor. Keenan langsung turun dari mobil dan membukakan pintu untuk Nadira.
"Silahkan Bu!" ucap Keenan.
"Terimakasih Keenan!" Nadira keluar dari mobilnya lalu bergerak menuju halaman kantornya.
Keenan pun mengikuti Nadira dari belakang seperti biasanya.
"Selamat pagi Bu Nadira!" sapa security yang berjaga di depan pintu.
"Iya, pagi juga!" balas Nadira.
Saat di dalam, Nadira pun juga disambut oleh para karyawannya yang sudah datang.
"Selamat pagi Bu!"
"Ya pagi!"
Keenan mendekati wanita yang merupakan resepsionis disana, sedangkan Nadira sudah terlebih dahulu melangkah menuju lift.
"Linda, kalau ada yang nyariin bu Nadira, bilang aja dia lagi sibuk! Paham kan?" ucap Keenan.
"Siap pak!" ucap Linda menurut.
Setelahnya, Keenan langsung bergerak cepat menyusul Nadira ke dalam lift.
Saat di lift, entah mengapa Keenan merasa canggung karena hanya berdua dengan bosnya.
"Keenan, kamu kenapa di belakang saya terus sih? Kan bisa berdiri di sebelah saya aja gitu, udah kayak buntut aja." tanya Nadira.
"Maaf Bu! Saya ini kan asisten ibu, jadi saya gak enak lah kalau ada di samping ibu." jawab Keenan.
"Hm, baiklah.." ucap Nadira pelan.
Tiiingg...
Pintu lift terbuka, tanpa sengaja mereka berpapasan dengan Carolina sang sekretaris.
"Eh ibu, pak Keenan," ucap Carolina. "Selamat pagi bu!" sambungnya menyapa mereka.
"Pagi Lina! Kamu mau kemana? Kenapa bukan stay di ruang meeting? Katanya pak Vano sudah datang," tanya Nadira.
"Ah iya Bu, justru saya tadi mau ke bawah buat nungguin ibu. Karena ibu sudah datang, mari Bu saya antar ke ruang meeting!" ucap Carolina.
"Iya, Keenan kamu tunggu disini aja ya!" perintah Nadira.
"Baik Bu!" ucap Keenan menurut.
Nadira dan Carolina pun masuk ke dalam ruang meeting tersebut untuk menemui Devano.
•
•
Setelah menyelesaikan meeting, Nadira kini kembali keluar dari ruangan itu.
"Terimakasih ya pak Vano atas bantuannya! Tanpa anda, mungkin saya tidak akan bisa memimpin perusahaan sebesar ini." ucap Nadira.
"Sama-sama, Nadira. Kamu itu kan istrinya Albert, saya pasti selalu siap buat bantu kamu jika dibutuhkan!" ucap Devano.
Nadira tersenyum saja memandangi wajah Devano.
"Eee yaudah, kalo gitu saya permisi dulu ya Dira? Keenan, saya pamit ya? Untuk lebih lanjutnya, besok saya akan datang kesini lagi." ucap Devano.
"Iya pak, sekali lagi terimakasih!" ucap Nadira.
Devano pun pergi dari sana.
"Keenan, ayo kita pulang sekarang!" ucap Nadira pada Keenan.
"Baik Bu!" ucap Keenan patuh.
"Lina, kamu tolong cancel semua pertemuan saya dengan klien yang lain hari ini ya! Saya ada urusan di luar yang tidak bisa ditunda," ucap Nadira pada sekretarisnya.
"Iya Bu, siap!" ucap Caroline.
"Yasudah, ayo Keenan!" ucap Nadira.
Nadira melangkah lebih dulu, diikuti oleh Keenan dari belakangnya.
Akibat terlalu cepat melangkah, Nadira justru terpeleset saat melewati lantai yang baru saja dipel oleh cleaning service disana.
"Akh!" Nadira memekik saat tubuhnya hendak terjatuh.
"Eh eh, Bu Dira!" Keenan reflek berteriak dan maju untuk menangkap tubuh bosnya itu.
Namun, ia kalah cepat dibanding seorang pria yang muncul dari arah samping dan langsung menangkap tubuh Nadira.
Nadira pun terkejut saat lengan kekar mendekap tubuhnya, ia coba membuka matanya untuk melihat siapa orang yang sudah menolongnya itu.
Betapa kagetnya ia begitu mengetahui wajah si pria amat mirip dengan Albert, suaminya.
Mereka cukup lama saling memandang, Nadira masih tak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini.
"Mas Albert...??" ucapnya lirih.
Sontak Keenan memasang wajah kaget mendengar apa yang diucapkan Nadira barusan.
"Ini kamu mas?" ucap Nadira sambil tersenyum.
...~Bersambung~...
...JANGAN LUPA LIKE+KOMEN YA GES YA!!!...
...•...
Helo guys! Berjumpa lagi dengan petrik disini, i miss you guys!🥰
Fyi, ini merupakan sekuel dari novel petrik yang berjudul 'Dinikahi Ceo kejam'.
Jadi, buat kalian yang mau baca ini, ada baiknya baca novel pertamanya dulu ya! Kalian bisa langsung pencet profil petrik, disitu ada dah tuh novelnya nangkring 😁
Semoga kalian suka ya dengan novel baru petrik ini! Jangan lupa tinggalkan vote juga, mumpung ini hari Senin!🥰🙏❤️😍😁
...~~~...
Akibat terlalu cepat melangkah, Nadira justru terpeleset saat melewati lantai yang baru saja dipel oleh cleaning service disana.
"Akh!" Nadira memekik saat tubuhnya hendak terjatuh.
"Eh eh, Bu Dira!" Keenan reflek berteriak dan maju untuk menangkap tubuh bosnya itu.
Namun, ia kalah cepat dibanding seorang pria yang muncul dari arah samping dan langsung menangkap tubuh Nadira.
Nadira pun terkejut saat lengan kekar mendekap tubuhnya, ia coba membuka matanya untuk melihat siapa orang yang sudah menolongnya itu.
Betapa kagetnya ia begitu mengetahui wajah si pria amat mirip dengan Albert, suaminya.
Mereka cukup lama saling memandang, Nadira masih tak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini.
"Mas Albert...??" ucapnya lirih.
Sontak Keenan memasang wajah kaget mendengar apa yang diucapkan Nadira barusan.
"Ini kamu mas?" ucap Nadira sambil tersenyum.
Pria yang masih mendekap tubuhnya itu pun terheran-heran dengan ucapan Nadira, ia tak mengerti apa maksud Nadira menyebut namanya sebagai Albert.
"Hah? Kamu bicara apa ya? Saya bukan Albert, kamu salah kira!" ucap pria itu.
"Apa??" Nadira terkejut dan mengucek-ngucek matanya, ia baru sadar bahwa apa yang dia lihat tadi hanyalah halusinasi.
Tentu saja Nadira langsung menjauh dari tubuh pria tersebut dan sedikit merasa malu.
"Ma-maaf ya! Saya tadi salah kira, terimakasih kamu tadi udah tolongin saya!" ucap Nadira agak gugup.
"Bu! Ibu gapapa?" tanya Keenan yang baru menghampiri bosnya. "Hey kamu! Kalau ngepel itu yang bener dong, jangan ceroboh!" sambungnya menegur cleaning service disana.
"Maaf pak, bu, saya benar-benar minta maaf!" ucap pekerja itu merasa ketakutan.
"Enggak kok, saya baik-baik aja! Sudahlah Keenan, kamu tidak perlu memarahi dia!" jawab Nadira.
"Syukurlah! Eee terimakasih ya pak!" ucap Keenan seraya menatap sosok pria di sampingnya itu.
"Ya sama-sama, by the way tadi anda sebut saya dengan nama Albert, dia itu siapa ya?" tanya si pria dengan wajah penasaran.
"Umm, itu nama suami saya. Dia juga pemilik perusahaan ini, maaf karena saya salah sebut nama tadi!" ucap Nadira menjelaskan.
"Ah tidak apa, omong-omong perkenalkan nama saya Davin, Davin Araya!" pria itu mengenalkan dirinya kepada Nadira sembari mengulurkan tangan ke arah wanita itu.
Nadira terdiam sejenak menatap wajah pria itu, wajahnya sangat mirip dengan Albert hingga membuatnya tak bisa berpaling.
"Umm, halo!" pria bernama Davin itu merasa heran lantaran Nadira hanya diam saja.
"Ah iya, ma-maaf saya kurang fokus! Saya Nadira, salam kenal ya pak Davin!" ucap Nadira gugup dan meraih tangan Davin sambil tersenyum.
"Okay! Tangan anda dingin sekali, sepertinya anda perlu penghangatan sebentar untuk menghilangkan rasa gugup anda ini." ucap Davin.
"Ah tidak perlu, yasudah ya saya permisi dulu?" Nadira melepas tangannya lalu pamit pada pria itu.
"Nanti dulu Bu Nadira!" Davin justru mencekal lengan Nadira untuk menahan wanita itu.
"Ada apa?" tanya Nadira.
"Anda sangat cantik! Berapa usia anda? Sepertinya saya tertarik dengan sosok wanita seperti anda, selain cantik anda juga seksi!" ucap Davin sensual.
"Apa maksud kamu bicara begitu?" tanya Nadira yang sudah mulai kesal.
"Tidak ada, saya hanya bertanya. Kalau kamu setuju, nanti malam saya bisa bawa kamu ke apartemen saya. Bagaimana cantik?" ucap Davin.
Plaaakk...
Bukannya jawaban yang didapat, pria itu justru mendapat tamparan keras di pipinya oleh Nadira.
"Jangan kurang ajar ya kamu! Kamu itu siapa? Berani sekali kamu menggoda saya seperti itu!" geram Nadira.
Keenan amat terkejut dengan sikap bosnya yang galak itu, ia pun coba menahan Nadira saat wanita hendak mendekati Davin.
"Bu, Bu tahan Bu! Sabar!" ucap Keenan.
"Hahaha, kamu tanya saya siapa? Saya kan sudah bilang tadi, saya ini Davin Araya, Ceo dari PT Araya sentosa. Saya datang kesini atas undangan anda loh, ibu Nadira yang cantik. Bukankah kita sudah sepakat untuk bekerjasama?" jelas Davin.
Nadira terdiam sejenak mendengar jawaban pria itu, namun amarah tampak sudah menguasai tubuhnya akibat perkataan pria itu.
"Mulai saat ini, saya batalkan semua kerjasama yang kita bahas itu! Anda jangan pernah menginjakkan kaki di perusahaan ini lagi, atau saya akan laporkan anda ke pihak berwajib!" ucap Nadira tegas.
Davin melotot tajam ke arah Nadira, sedangkan Keenan merasa terkejut dengan ucapan bosnya itu.
"Ayo Keenan kita pergi!" pinta Nadira.
"Ba-baik Bu!" ucap Keenan menurut.
Nadira langsung pergi begitu saja diikuti oleh Keenan dari belakang dengan langkah tergesa-gesa.
"Bu, apa ibu serius memutus kontrak kerjasama kita dengan perusahaan Araya sentosa? Ini sebuah proyek yang menguntungkan loh Bu untuk kita, dampaknya bisa fatal kalau kita tidak jadi kerjasama dengan mereka." ujar Keenan.
"Biar saja Keenan, aku tidak mau bekerjasama dengan orang lancang seperti dia! Lagipun, masih banyak perusahaan lain yang mau bekerjasama dengan kita." jawab Nadira.
"Baiklah Bu, saya ikuti saja keputusan ibu!" ucap Keenan.
•
•
Nadira pulang ke rumahnya, ia masuk begitu saja ke dalam dengan tergesa-gesa karena sudah tidak sabar ingin menemui anak-anaknya.
"Assalamualaikum.." ucap Nadira disertai senyum manisnya.
"Waalaikumsallam, eh Nadira kamu sudah pulang? Tuh tuh sayang, mama kamu datang tuh, jangan nangis lagi ya!" ucap Sulastri yang tengah menggendong cucunya.
"Aduh, anak mama kok nangis sih?! Kangen ya sama mama? He'eh?" Nadira langsung menghampiri putrinya itu dan mencubit pipinya gemas.
Terlihat putrinya pun mencoba bangkit untuk lebih dekat dengan Nadira disana.
"Eh eh eh, mau ngapain sayang? Mau digendong sama mama? Iya?" ucap Nadira.
"Iya nih sayang, kayaknya Ciara mau digendong sama kamu. Kamu gendong aja dia dulu sebentar, baru abis itu kamu ke kamar!" ucap Sulastri.
"Iya Bu, sini biar aku yang gendong Ciara!" ucap Nadira.
Sulastri pun memberikan Ciara kepada Nadira, ya Ciara adalah nama yang diberikan Nadira pada putri kandungnya yang telah berusia dua tahun itu.
Benar saja, Ciara langsung terdiam begitu digendong oleh mamanya.
"Aw aw cantik banget sih anak mama! Kamu baru ditinggal sebentar masa udah kangen aja sih sayang? Mama kan harus kerja, gak bisa temenin kamu terus disini." ucap Nadira.
"Gak tahu tuh Dira, Ciara kayaknya gak bisa jauh lama-lama dari kamu. Dia selalu aja nangis tiap kali ditinggal sama kamu," ucap Sulastri.
"Hahaha, yaudah besok-besok aku bawa aja Nadira ke kantor deh Bu.." sarkas Nadira.
Sulastri tersenyum saja mendengar perkataan Nadira.
"Iya sayang? Kamu mau ikut mama ke kantor? Kamu mau dekat terus sama mama ya?" tanya Nadira pada putrinya.
Tiba-tiba Galen muncul, ia terlihat bahagia mengetahui mamanya sudah pulang ke rumah.
"Mama!!" pria berusia tujuh tahun itu langsung berlari sambil berteriak kencang menuju mamanya disana.
Akan tetapi, Nadira terdiam saja seakan tak perduli dengan kehadiran putranya itu.
Nadira masih terus fokus menggendong serta menciumi wajah Ciara sambil tertawa ria.
Bahkan, Sulastri juga ikut bersikap acuh kepada Galen dan berpura-pura tidak melihat pria kecil itu disana.
Galen pun menghentikan langkahnya, ia menunduk lesu saat menyadari tak ada satupun yang perhatian kepadanya.
"Mama jahat!" ucapnya.
...~Bersambung~...
...JANGAN LUPA LIKE+KOMEN YA GES YA!!!...
Davin turun dari mobilnya begitu tiba di sebuah rumah besar yang tak lain adalah tempat tinggalnya.
Pria itu langsung masuk ke dalam rumahnya sembari mengusap pipinya yang memerah akibat tamparan Nadira sebelumnya.
"Heh! Udah pulang lu?" ia terkejut saat suara berat menegurnya.
Davin pun menoleh, terlihatlah sosok pria sebaya dengannya tengah berdiri di dekatnya menggunakan dua tongkat bantuan.
"Gimana sama bisnis kita dengan perusahaan Galatama?" tanya pria itu padanya.
"Ah kacau bro! Bukannya dapet cuan, gue malah ditampar nih sama tuh ceo sok jual mahal!" jawab Davin seraya menunjukkan bekas tamparan Nadira di pipinya itu kepada pria di dekatnya.
"Ya ampun! Kok lu bisa sampe ditampar gitu sih Vin? Emang lu ngapain tadi? Dengar ya Vin, gue gak mau nama Araya sentosa jadi rusak gara-gara kelakuan buruk lu itu! Tolonglah Vin, jangan bawa sikap buruk lu ke dalam kerjaan kita!" ujarnya.
"Apaan sih? Kok lu jadi nyalahin gue? Jelas-jelas gue gak ngapa-ngapain, gue cuma tolong tuh cewek yang mau jatuh tadi." sangkal Davin.
"Cewek? Cewek siapa??" tanya pria itu.
"Ya Nadira lah, siapa lagi?!" jawab Davin.
"Ohh, Bu Nadira? Berarti lu ditampar juga sama bu Nadira? Kok bisa sih? Emang lu ngapain coba?" tanya pria itu penasaran.
"Gua kagak ngapa-ngapain, lu gak percayaan amat sama adek sendiri! Gue itu cuma tolongin dia yang mau jatuh, eh abis itu gue digampar sama dia!" jawab Davin berbohong.
"Lu gausah bohong deh! Gue tau kelakuan lu kayak gimana kalo sama cewek, pasti lu ada ucapin sesuatu kan yang bikin Bu Nadira jengkel?!" ucap pria itu.
"Gak ada, gue gak bicara apa-apa sama dia. Udah lah lu jangan salahin gue terus! Gue ini udah baik loh mau bantuin lu urus bisnis ini, masa lu masih aja salahin gue melulu?" ucap Davin kesal.
"Bukannya gitu Vin, gue—"
"Ah udahlah, males gue ngomong sama lu! Lu itu selalu aja nyalahin gue, gak pernah gitu lu percaya sama gue sekali aja!" potong Davin.
Davin pun melangkah pergi meninggalkan sosok pria yang tak lain ialah kakaknya itu.
"Eh Vin, tunggu Vin!" pria itu berusaha mengejar Davin, namun dengan kondisinya saat ini tentu sulit baginya untuk mengejar sang adik.
"Duh, kok jadi gini sih? Si Davin emang gak bisa dipercaya!" gumam pria itu.
"Saya harus hubungi Bu Nadira dan minta maaf sama dia!" pria itu pun merogoh saku celananya dan mengambil ponsel miliknya dari dalam sana.
Ia mulai menekan nomor telepon Nadira dan menghubunginya.
•
•
Disisi lain, Nadira masih asyik bermain dengan putrinya dan lupa kalau ia belum berganti pakaian.
Sulastri terduduk saja di sofa sembari memperhatikan putrinya yang sedang bermain bersama cucunya disana.
Sulastri merasa senang sekali melihat Nadira yang kembali ceria dan tidak terus bersedih memikirkan suaminya.
"Semoga kamu bisa terus ceria seperti ini Nadira! Ibu senang lihatnya!" ucap Sulastri.
Drrttt..
Drrttt...
Tiba-tiba saja, ponsel Nadira yang tergeletak di atas meja itu berdering.
"Loh, ada telpon?" ucap Sulastri.
Sulastri pun mengambil ponsel itu dan bergerak menghampiri Nadira.
"Nadira, sebentar Nadira!" ucap Sulastri.
"Wiiii..." Nadira yang sedang bermain bersama Ciara tak mendengar panggilan ibunya itu.
"Nadira!" ucap Sulastri sekali lagi.
"Eh iya Bu, kenapa?" tanya Nadira.
"Ini loh, ada telpon buat kamu." jawab Sulastri.
"Oh iya iya, makasih ya Bu!" ucap Nadira.
"Udah sini Ciara biar sama ibu dulu!" ucap Sulastri.
"Iya Bu," Nadira memberikan Ciara kepada ibunya, lalu mengambil ponsel miliknya itu.
"Pak Gavin?" ucapnya lirih.
Ada rasa malas di dalam hatinya untuk mengangkat telpon itu, tapi mau tidak mau Nadira pun terpaksa mengangkatnya.
📞"Halo pak Gavin! Ada apa lagi ya bapak menghubungi saya?" ucap Nadira di telpon seraya bergerak menjauh dari ibunya karena suara berisik Ciara.
📞"Ya halo Bu Nadira! Saya mau minta maaf sama anda, karena tadi saya tidak bisa hadir dalam pertemuan yang sudah kita rencanakan. Kaki saya ini masih belum bisa dipakai buat jalan, ini aja saya pakai tongkat." ucap pria di seberang sana.
📞"Umm, ya tidak masalah.. lagipun kerjasama kita juga sudah batal kan, saya rasa tidak ada yang perlu kita bahas lagi saat ini." ucap Nadira.
📞"Batal? Maaf Bu, kalau boleh tahu kenapa ya anda membatalkan proyek kerjasama kita? Bukankah ini proyek besar yang berpotensi menguntungkan kita?" tanya pria itu.
📞"Dengar ya, bapak Gavin Araya! Saya atas nama Galatama group meminta semua kerjasama kita itu dibatalkan, anda paham kan?" ucap Nadira.
📞"I-i-iya Bu, saya tahu. Tapi, disini saya mau tanya aja apa alasan ibu membatalkan ini semua?" tanya pria bernama Gavin itu.
📞"Untuk itu anda bisa tanyakan langsung pada pak Davin, saya yakin dia bisa jelaskan semuanya sama anda. Yasudah ya, saya gak bisa lama-lama telponan karena sekarang saya sedang sibuk." jawab Nadira ketus.
📞"Eee ta-tapi bu—"
Tuuutttt tuuutttt...
Nadira memutus telponnya begitu saja, ia menghela nafasnya dan kembali mendekati Ciara serta Sulastri disana.
"Kenapa Dira? Kamu kok kayak kesal gitu?" tanya Sulastri pada putrinya.
"Enggak ada Bu, ini tadi orang kantor yang telpon. Aku kesal aja karena aku baru pulang, eh udah ditelponin lagi." jawab Nadira.
"Ohh, kamu pasti capek ya Dira?" ucap Sulastri.
"Ya begitulah Bu, tapi ini semua kan demi keluarga aku." ucap Nadira tersenyum lebar.
Nadira pun kembali bermain bersama Ciara.
•
•
"Hiks hiks, huhuhu.."
Suara tangisan anak kecil terdengar di telinga suster Alra saat membuang bekas popok milik Ciara ke tempat sampah.
Sontak suster Alra langsung dibuat terkejut dengan itu, ia pun coba mencari asal suara tangisan tersebut di sekitar sana.
"Duh, itu suara tangisan siapa ya? Kedengarannya kayak anak kecil," gumam suster Alra.
"Huuu... huuu... huuu.." suara tangis itu kembali terdengar, membuat suster Alra yakin bahwa ia sudah dekat dari sumber suara.
"Hah? I-itu kan den Galen, ngapain ya dia nangis disitu?" ujar suster Alra.
Tanpa berpikir panjang, suster Alra langsung bergerak cepat menghampiri Galen yang tengah duduk di atas pohon.
"Den, den Galen ngapain nangkring di atas situ? Awas loh den, nanti jatuh!" ujar suster Alra panik.
"Hiks hiks, biarin aja! Lagian gak ada yang perduli sama aku, aku berasa gak punya keluarga dan gak dianggap di rumah ini! Lebih baik aku loncat aja dari pohon ini sekarang!" jawab Galen.
"Hah? Waduh! Eh jangan dong den! Kalau den Galen jatuh, nanti mama den Galen bisa sedih den! Ayo den Galen turun ya sayang!" ucap suster Alra.
"Gak mau!" ucap Galen menolak.
"Aduh! Gimana ini ya cara bujuknya..??" gumam suster Alra kebingungan.
...~Bersambung~...
...JANGAN LUPA LIKE+KOMEN YA GES YA!!!...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!