NovelToon NovelToon

Kau Tikung Aku

Perasaan yang mengganjal

...💔💔💔💔...

Hati wanita mana yang tidak hancur jika mendapati suaminya tengah tidur bersama dengan wanita lain. Apa lagi di lakukan di rumahnya sendiri, di ranjang yang sama saat ia gunakan untuk melepas lelah.

Di malam yang tengah turun hujan, aku pulang ke rumah dengan menumpang taksi, sudah 2 jam lamanya aku menunggu pria yang berstatus suami ku, suami yang biasanya akan menjemput ku di tempat kerja.

Tapi setelah 2 jam lamanya aku menunggu, akhirnya aku putuskan untuk pulang dengan naik taksi.

2 jam sebelumnya.

Di depan gedung pencakar langit.

"Belum di jemput, neng?" Tanya pak Somad, security yang saat ini kebagian jam malam.

"Belum, pak." Jawab ku.

"Udah mau hujan ini neng, langit udah gelap banget itu!" Serunya, "Emang ke mana suaminya neng? Biasanya kan udah jemput, ko ini tumben belum nongol itu batang hidungnya!" Pak Somad berdiri di depan ku sambil menatap langit sore yang berwarna abu pekat, tanda sebentar lagi langit akan turun hujan.

"Gak tahu pak, mungkin lagi di jalan." Aku masih berfikir positif pada mu bang, meski hati kecil ku ada perasaan yang mengganjal dari sikap mu, entah apa itu, aku hanya berharap kamu baik baik saja dan sedang menuju tempat kerja ku untuk menjemput istri mu ini bang.

"Apa gak sebaiknya neng Layla tunggu di pos satpam aja?" Pak Somad menawarkan ku untuk menunggu di pos satpam.

"Apa nanti gak menyusahkan, pak?"

"Ya gak lah neng, dari pada neng Layla nunggu di sini, cuma berdiri aja sambil celingukan kaga jelas... mending neng Layla nunggu di pos, ada tivi ada minum... ora bete bete amat kalo kata lagu dangdut mah."

"Hihihi pak Somad bisa aja."

"Bisa atuh, kan bapak mah sekalian ngibur hati eneng Layla, tampangnya sedih bener udah kaya bocah minta jajan kaga di bolehin ama emaknya... cuma bedanya ini mah neng Layla nunggu di jemput laki... sedangkan yang jemput ora ketawan di mana juntrungannya." Pak Somad malah meledek ku.

"Ahahaha, pak Somad bisa aja." Akhirnya aku pun mengikuti saran pak Somad untuk menunggu bang Rudi, suami ku di pos satpam.

Aku mengirim chat pada suami ku, mengabarinya jika aku menunggunya di pos satpam.

Bang, kamu masih di jalan? Aku masih di kantor menunggu abang jemput. Aku menungggu abang di pos satpam depan kantor ya! Love you bang.

Aku menunggu bang Rudi dengan pikiran yang tidak karuan, ingin segera pulang tapi aku takut jika abang Rudi tengah di jalan sedang menuju kantor ku.

Akhirnya aku sabarkan diri untuk menunggunya, dari hitungan menit, setengah jam, satu jam aku menunggu hujan mulai turun, membasahi bumi yang kering, aspal menjadi basahhh, angin kencang pun mulai berhembus mengajak pohon yang di lewatinya untuk berdendang.

Satu setengah jam, sore meninggalkan langit berganti malam, pikiran ku mulai jauh terhadap mu yang akan menjemput ku bang.

"Mungkin suami neng, ketiduran kali, atau terjadi musibah apa halangan hingga suami neng Layla gak bisa menjemput." Ucap pak Mamad yang bertugas jaga malam bersama dengan pak Somad.

Ku lihat lagi hape ku yang ada di tas, chat ku belum juga di baca bang Rudi, bang Rudi juga tidak melakukan panggilan telepon pada ku, makin kecewa hati ku.

"Bisa jadi, pak... soalnya dari tadi saya telpon tapi gak di angkat juga, saya chat juga pesan saya belum di baca." Wajah ku mulai lelah setelah seharian bekerja dan kini harus menunggu tanpa pasti akan di jemput oleh bang Rudi.

"Mending neng Layla pulang aja naik taksi, takutnya kelamaan nunggu, yang ada waktu istirahat neng ke buang... kalo di rumah mah eneng Layla bisa tidur tiduran, bisa istirahat lah pokonya mah." Ujar pak Somad.

"Bener itu, neng Layla tenang aja... kalo suaminya dateng kesini, nanti bapak bilangin kalo eneng Layla baru aja pulang." Seru pak Mamad.

"Saya tunggu sebentar lagi deh pak, kalo masih belum jemput juga bang Rudi, baru saya naek taksi aja pulangnya.

"Ya udah kalo itu mau neng mah ya, bapak mah kaga maksa." Ujar pak Somad.

Dari lantai atas tengah berdiri seorang pria berjas di depan dinding kaca, melihat ke bawah, tatapannya melihat pos satpam dan matanya tertuju pada wanita yang merupakan salah satu karyawannya.

"Kenapa dia belum juga pulang? Ini sudah lewat dari jam seharunya di pulang kan!" Amer menatap jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya.

Setelah menunggu 2 jam lamanya, aku menaiki taksi yang di berhentikan pak Somad.

"Makasih ya, pak!" Seru ku saat sudah duduk di dalam mobil taksi.

"Iya, neng... sama sama." Ujar pak security dengan tersenyum ramah.

Setelah kepergian Layla, kini tinggal lah pak Somad dan pak Mamad yang tengah duduk di pos satpam depan di temani kopi hitam panas dan cemilan.

"Saya gak tega loh liet neng Layla kaya gini terus!" Seru pak Somad.

"Saya juga gak tega sebernya mah, cuma yah mau gimana lagi... itu bukan kapasitas kita buat kasih tau yang sebenarnya sama neng Layla." Ujar pak Mamad.

Rupanya pak Simad dan pak Mamad sudah mengetahui tabiat buruk Rudi, suaminya Layla, hanya saja mereka tidak berani menyampaikannya langsung pada Layla yang di kenal baik dan hatinya penuh kelembutan.

"Semoga saja ada jalan untuk neng Layla biar bisa tahu gimana itu jeleknya bang Rudi." Ujar Somad.

"Amiiin, biar di kata sakitnya kaya apa, tapi biar lah neng Layla tahu sendiri... dari pada terus terusan di bohongin... kan kasian neng Layla." Ujar Mamad

Kembali lagi pada Layla yang kini sudah sampai di halaman rumahnya.

"Ini pak, ongkos taksi nya!" Layla menyerahkan uang lebaran merah satu lembar pada supir taksi yang di tumpanginya.

"Kembaliannya, neng!" Pak supir hendak meraih uang kembalian tapi di cegah oleh Layla.

"Gak usah pak, kembaliannya udah buat bapak aja!" seru Layla yang lantas membuka pintu mobil.

"Aduh, makasih banyak atuh neng." Supir taksi kegirangan mendapati penumpang yang seramah dan sebaik Layla.

"Sama sama, pak!"

Aku membuka pintu taksi yang aku tumpangi, aku berlari untuk sampai ke rumah, ku lihat ada motor bang Rudi terparkir di halaman. Maklum saja lah rumah ku tidak memiliki security. Yang ada hanya security kompleks itu pun ada di depan kompleks.

Aku menyapu wajahnya ku yang terkena air hujan dengan tangan, dari dalam tas aku ke luarkan kunci rumah.

Aku membuka pintunya dengan kunci yang selalu aku bawa kemana pun, rumah tampak gelap, mungkin bang Rudi ketiduran, kalo kerja rasanya gak mungkin secara bang Rudi pasti sudah dari siang kan sudah berada di rumah.

Ku nyalakan lampu ruang depan, di saat aku hendak melangkah menuju kamar yang selama ini menjadi kamar ku dan bang Rudi, aku mendengar suara suara yang tidak pantas untuk aku dengar, suara itu membuat hati ku bergemuruh, takut akan apa yang ada di otak ku menjadi nyata.

Ku buka pintu kamar dengan perlahan.

"Apa yang kalian lakukan?" Ku tutup mulut ku dengan telapak tangan ku, bulir bening mengalir di pipi ku tanpa bisa tertahan.

Bersambung...

...💔💔💔💔💔...

Salam manis yang mampir jangan lupa kasih jempol 🤭

Author gabut sebatas halu.

Bermain gila dengan dia

...💔💔💔...

Ku buka pintu kamar dengan perlahan.

"Apa yang kalian lakukan?" Ku tutup mulut ku dengan telapak tangan ku, bulir bening mengalir di pipi ku tanpa bisa tertahan.

Ya Allah apa begini cara mu menguji ku? Kau perlihatkan suami ku yang tengah bermain gila dengan dia, dia adik tiri ku, apa salah dan dosa ku ya rob!

Bang Rudi menatap ku dengan perasaan kesal, sedangkan dia... wanita yang ada di bawah kungkungan bang Rudi hanya tersenyum sinis di saat aku memergoki prilaku mereka yang tidak masuk akal pikiran normal ku, manusia macam apa mereka.

Dengan wajah kesal, mata menatap tajam ke arah Layla, Rudi membatin, sialll kenapa wanita itu harus pulang di saat saat seperti ini! Belum tuntas hasrattt ku pada Melisa!

Dengan senyum sinis, Melisa membatin, heh seberapa besar cinta mu pada bang Rudi, tetap aku yang akan unggul dari mu ka! Kaka ku sayang, sudah saatnya kau tahu betapa aku yang paling bang Rudi cintai!

"Abaaang!" Di bawah kungkungan bang Rudi, Melisa memanggil manja suami ku.

"Kalian berdua tidak punya perasaan!" Aku berteriak sekencang kencangnya menumpahkan sesak di dada ku.

Di saat bang Rudi ingin bangkit, ke dua tangan Melisa menahannya, entah apa yang ada dalam otak pikiran adik tiri ku itu, sebegitu gilanya kah ia ingin memiliki bang Rudi yang sudah jelas jelas kaka iparnya sendiri.

Tanpa berfikir panjang, ku hempasan semua benda yang ada di atas meja rias ku, aku muak melihat kelakuan mereka berdua, "Kalian berdua gila! Kalian sinting! Aku benci dengan kalian!" Jerit hati ku seakan tidak ada artinya lagi di telinga ke duanya.

Tanpa ada rasa malu bang Rudi melanjutkan aksinya yang tertunda karena kehadiran ku, telinga ku mendengar suara lenguhannn, desahannn Melinda, astaga adik tiri ku yang sangat aku sayangi menikung ku seperti ini. Ku sapu air mata ku yang mengalir deras di pelupuk mata.

Ku tatap wajah ke duanya, kepala ku menggeleng tidak menyangka balasan yang aku terima seperti ini dari Melinda yang nota benennya adalah adik tiri ku tapi sayang ku yang tulus padanya tidak cukup untuk membuatnya menghargai hubungan yang terjalan antara aku dan dirinya. Aku adalah kaka mu, Melinda... kau sekejam ini pada ku!

Bang Rudi, pria yang sangat aku cintai, teganya menghianati ku dengan dia yang tidak lain adalah adik ku, adik tiri ku kenapa kalian bisa sekejam ini pada ku?

"Kalian gila!" Seru ku berteriak kencang.

Aku berlari ke luar kamar, ingin berlari sejauh mungkin meninggalkan rumah yang membawa luka di hati ku, sakit... rasanya hati ku sakit meski tubuh ku tidak mengeluarkan darah tapi hati ku yang hancur tidak berbentuk, dunia ku seakan runtuh.

Saat di ruang tamu aku lihat kunci motor yang tergeletak di atas meja, dengan tangan kanan ku, ku raih kunci motor itu.

Aku masih bisa mendengar bang Rudi berteriak pada ku. Aku tidak perduli lagi dengan teriakannya, penghianatan mu kali ini keterlaluan bang.

Dengan mengenakan celana pendek dan bertelanjang dada, Rudi mengejar Layla.

"Jangan pergi kau Layla! Istri kuranggg ajarrr kau ya, sudah membuat kamar berantakan, hei kembali!"

Srek.

Tangan kanan ku di tarik dari belakang dan membuat ku terhuyung ke belakang.

"Kau mau pergi ke mana hem!" Bang Rudi menggenggam tangan kanan ku dengan kencang.

"Akh, sakit bang!" Aku merintih dengan bulir bening yang semakin deras mengalir dari pelupuk mata saat bang Rudi memperkencang genggaman pada pergelangan tangan kanan ku, entah setan apa yang sudah merasuki mu bang, kenapa kau tega berbuat sekejam ini pada ku!

"Aku tidak sudi tinggal dengan mu, bang! Kau kejam! Kau jahat! Salah apa aku di mata mu, bang?" Teriak ku di depan wajahnya sambil meronta agar pria yang berstatus suami ku ini mau melepaskan genggaman tangannya dari pergelangan tangan kanan ku.

"Kau boleh pergi, tapi tidak dengan motor ini!" Bang Rudi mengambil paksa kunci motor dari genggaman tangan kanan ku.

"Kenapa? Itu motor aku beli dengan hasil kerja keras ku, bang! Selama ini kau hanya modal dengkul, tanpa memberi ku nafkah yang cukup bang, aku tidak pernah mempermasalahkannya dan sekarang kau bermain gila di depan ku? Kau hancurkan kepercayaan ku, harusnya kau malu bang, harusnya kau malu pada ku!"

Bang Rudi menyeringai dengan tatapan tajamnya ia mencengkram pipi ku, "Oooh jadi sekarang kau mempermasalahkannya? Iya begitu? Salah sendiri kau terlalu sibuk dengan pekerjaan mu! Apa kau pikir dengan bekerja di kantoran bisa membuat ku senang? Apa kau sudah memberi ku keturunan hah? Apa kau sudah memuaskan aku di ranjang hah? Jawab aku, Layla?" Bang Rudi membentak ku dengan cengkraman di pipi ku yang semakin kencang.

Astaghfirullah, teganya diri mu bang, aku tidak bisa punya anak juga karena mu bang, karena menyelamatkan nyawa mu.

"Aku tidak menyangka kau masih menyalahkan ku atas apa yang sudah terjadi, bang! Aku tidak bisa punya anak ini juga karena mu! Karena mu, bang!" Intonasi ku pun tidak kalah keras dengan suara bang Rudi.

Dengan tengtop dan celana pendek di atas paha, Melisa memeluk tubuh bang Rudi dari belakang dengan dagunya yang bersandar di pundak bang Rudi, ke dua tangannya melingkar di pinggang bang Rudi, "Sudah lah bang, biar kan wanita ini pergi!" Seru Melisa dengan suara mendayu dayu.

Aku semakin tercengang, astaghfirullah sejak kapan mereka berbuat seperti ini di belakang ku?

"Aku memang akan membiarkannya pergi, tapi tidak semudah itu!" Seru bang Rudi yang merebut tas ku yang terselempang di lengan kiri ku, tangan kanannya menghempaskan pipi ku hingga kening ku membentur sudut meja.

Bugh.

Mengalir darah segar ari kening ku, sakit rasanya tapi tidak sesakit luka yang bamg Rudi dan Melisa torehkan di hati ku.

Melisa hanya tersenyum sinis. Rasain lo Layla, saat ini gak akan ada yang memihak lu dan membela lu!

"Mau apa kau bang?" Aku berusaha merebut tas ku dari tangan bang Rudi.

Bang Rudi mengeluarkan dompet dan hape ku dari dalam tas, "Ini ku kembalikan!" ia mengembalikan tas ku yang kini tanpa dompet dan hape.

"Ini untuk mu, sayang!" Bang Rudi memberikan hape ku pada Melisa dengan menyeringai ke arah ku, hape yang ku dapat dari gaji pertama ku di kantor, tempat sekarang aku bekerja dengan mudahnya ia berikan pada Melisa.

Melisa menerimanya dengan senang hati, terpancar dari cara ia menerimanya, Melisa mencium pipi bang Rudi, "Terima kasih, sayang!"

Bang Rudi mendorong punggung ku ke luar dari rumah, "Pergi kau dari sini! Aku tidak butuh istri yang tidak bisa memberikan keturunan pada ku!"

Bersambung...

...💔💔💔💔💔...

Salam manis yang mampir jangan lupa kasih jempol 🤭

Author gabut sebatas halu.

Hati ku menjerit

...💔💔💔...

Melisa menerimanya dengan senang hati, terpancar dari cara ia menerimanya, Melisa mencium pipi bang Rudi, "Terima kasih, sayang!"

Bang Rudi mendorong punggung ku ke luar dari rumah, "Pergi kau dari sini! Aku tidak butuh istri yang tidak bisa memberikan keturunan pada ku!"

Jeger.

Suara petir menggelegar di langit yang hitam pekat tanpa adanya bulan dan bintang yang menyinari dan menghiasi malam, hanya derasnya hujan yang mengguyur tubuh ku yang bergetar.

Kenapa nasib rumah tangga ku jadi seperti ini! Hiks hiks.

Brak.

Bang Rudi menutup pintu dengan cara di banting dengan keras, aku berjingkat kaget di buatnya.

"Setega itu kamu bang sama aku! Apa aku yang salah di mata mu? Di mana janji mu bang? Semudah itu kamu melupakan janji yang kau ucapkan pada ku, semudah itu kamu melupakan hari hari yang kita lalu bersama." Gumam ku yang menatap nanar pintu rumah yang sedikit kenangan manis dan berakhir teragis, rumah tangga ku yang sudah di bina 5 tahun harus kandas seperti ini.

Ku sapu air mata ku, jangan menagis Layla, kamu harus kuat, kamu buktikan kamu bisa tanpa bang Rudi, kamu harus bisa bangkit!

Aku menguatkan hati ku sendiri, meski hati ku menjerit... hati ku sakit, kenapa sepahit ini hidup ku, kenapa pahitnya hidup harus aku rasakan kembali?

Apa Tuhan sangat menyayangi ku, hingga belum puas memberi ku ujian dan cobaan terhadap ku?

Ku sentuh motor yang menjadi saksi bisu perjuangan ku, perjuangn ku untuk memiliki mu tidak lah mudah, aku harus menabung dan menghemat untuk dapat memiliki mu, tapi dengan mudahnya bang Rudi merebut mu dari ku.

Mata ku tertuju pada kantong plastik hitam yang ada di bawah meja depan rumah ku, kaki ku melangkah ke rumah bukan lagi untuk meminta bang Rudi untuk membukakan pintu untuk ku, melainkan untuk mengambil 1 buah paku dari dalam kantong plastik hitam ini.

Ku tatap paku kecil yang ada di tangan kanan ku, mungkin aku tidak bisa berbuat banyak, tapi suatu saat aku akan merebut apa yang memang menjadi hak ku bang!

Dengan paku ini aku tusuk ban sepedah motor ku, maaf kan aku, aku tidak tega pada mu, tapi aku harus melakukan ini, sabar dan tunggu aku, aku pasti akan membawa mu serta dengan ku.

Aku mengajak bicara motor kesayangan ku ini, aku sangat ingin membawanya, tapi kunci motornya sudah di rebut bang Rudi.

Tanpa perduli lagi dengan tubuh ku yang kini sudah basahhhh kuyuk di guyur derasnya hujan, aku melangkah gontai meninggalkan rumah yang selama ini tempat ku berteduh, tempat aku di besarkan.

Rumah yang menjadi saksi kejamnya ibu tiri, rumah yang menjadi saksi pilih kasihnya sikap ayah kandung ku terhadap ku dan Melisa, sekarang menambah deret air mata kesedihan rumah tempat aku di khianati, suami ku bermain gila dengan adik tiri ku, kau tikung aku bang, kau jahat pada ku, kau tega pada ku!

Tanpa sadar aku terus berjalan hingga ke tengah jalan raya, yang ada dalam penglihatan ku hanya ada kepedihan, hanya ada air mata, hanya ada kekejaman yang sudah di berikan ibu tiri ku, ayah ku, adik tiri ku dan suami ku.

Sesekali aku menangis, sesekali pula aku tertawa, mentertawakan diri ku yang sungguh amat tidak beruntung, aku bodoh sudah menutup mata dari aduan tetangga ku dan sekarang aku di perlakukan seperti ini.

Tin tin.

"Gila lo!" Seru pengemudi sepedah motor yang hampir menabrak tubuh ku.

Tidak ada mobil angkot yang melewati jalan yang saat ini aku lalui, jalan ini adalah jalan menuju ke luar dari perumahan, dan perkampungan. Yang ada hanya sesekali mobil pribadi yang melintas, namun tidak untuk saat ini, seperti tahu ada yang sedang berduka.

Kaki ku lelah berjalan, perut ku lapar, tapi tidak dengan hati ku, hati ku jauh lebih sakit, sakit yang tidak terlihat, sakit yang tidak berbentuk.

Di dalam mobil Amer tengah mengemudi di bawah derasnya guyuran hujan.

Pandangannya menjadi kabur di saat ia harus mengemudi di tengah derasnya hujan.

"Bodohhhh, tau gini harusmya aku menginap saja di kantor, memaksakan diri untuk pulang harus mengemudi di bawah guyuran hujan... aku harus bisa selamat sampai rumah." Monolog ku pada diri sendiri.

Amar oaling tidak bisa mengemudi di tengah guyuran hujan, bukan karena minus di matanya, namun ini lah penyakit Amer Ahmad, seorang pengusaha yang berusia matang, namun belum menikah.

Dring dring dring dring

🎶 🎶 🎶 🎶

"Astaghfirullah, siapa lagi yang menelpon ku!" Tangan ku berusaha meraih benda yang berdering itu di saku kemeja yang tengah aku kenakan, "Ah shittttt." Ternyata benda itu sudah tidak ada di dalam saku kemejanya.

Hape ku terus berdering, dengan tangan satu aku mengemudikan mobil dan tangan yang satu aku berusaha meraih jas yang aku letakkan di kursi belakang, sesekali aku melihat ke depan jalan dan ke belakang untuk memgambil hape ku.

Brak.

Chiiit.

Mobil yang tengah aku kemudikan menabrak sesuatu di depan, kaki ku reflek menginjak pedal rem.

Dengan tergesa gesa aku turun dari mobil, di bawah guyuran hujan ku lihat seorang wanita tergeletak di depan mobil ku.

Ku lihat ke sekitar, tidak ada orang yang melihat kejadian ini, jika aku bisa lari dari tanggung jawab, mungkin aku bisa melakukannya, tapi bagai mana bila aku mati dan di pelakukan sama dengannya, aku bergidik ngeri.

Maaf aku harus menyentuh mu, "Hai, bangun!" Ku tepuk tepuk pipi wanita ini kali aja bakal bangun, tali cara ku tidak berhasil.

Ku rasakan urat nadinya yang begitu lemah, ku amati lekat wajah wanita ini, tanpa pikir panjang aku membopongnya lalu memasukkan tubuhnya ke dalam mobil di bagian kursi depan.

Dengan berlari aku mengitari mobil dan masuk di belakang kemudi, ku tatap wajahnyya yang pucat, apa yang terjadi dengan mu wanita kurus!

Tangan ku meraih jas hitam ku yang ada di kursi belakang, ku ke luarkan hape dari sakunya, ku tutupi tubuh depannya yang basah dengan jas hitam ku, berharap ini dakat mengurangi hawa dingin yang menusuk tulangnya.

Tangan ku ada di stir mobil, ada yang terlewat, apa ya? Ku lirik wanita kurus ini lagi, Ah ya, **** bell, aku belum memasangkannya." Aku memasangkannya **** bell.

Aku membawanya pulang ke rumah, ingin ku antar ke rumahnya tapi kan aku tidak tahu di mana rumah wanita kurus ini.

Dalam perjalanan ke rumah, aku menghubungi dokter Samuel dan memintanya untuk darang ke rumah.

"Apa yang terjadi dengan, mu? Tadi ku lihat kau itu masih baik baik saja." Gumam ku.

Bersambung...

...💔💔💔💔💔...

Salam manis yang mampir jangan lupa kasih jempol 🤭

Author gabut sebatas halu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!