NovelToon NovelToon

THE LAWYER'S SECRET WIFE

Eps 01. Masih Sama

Langit tampak menggelap dan gemercik air mulai turun. Awalnya hanya sedikit, sebelum gemercik air itu menjadi hujan yang sangat deras. Dengan kilatan petir yang sesekali terdengar dan begitu mengerikan. Suasana seperti itu membuat semua orang bergegas mencari tempat untuk berlindung dari derasnya hujan. Tetapi, tidak dengan seorang perempuan muda yang tengah berdiri menatap lurus dua makam di hadapannya. Raut wajahnya datar. Ia tidak menangis, tidak pula bersuara. Mulutnya seakan terkunci tapi kesedihan di matanya tidak dapat di tutupi dan sepertinya alam mengerti akan kesedihannya.

"Ayo pulang, nona! Hujan sudah sangat deras. Nona bisa sakit nanti," ucap seorang laki-laki yang tengah memayungi perempuan itu.

Perempuan itu tidak membalas. Helaan nafasnya terdengar berat. Ia masih menatap kedua makam itu. "Aku pulang dulu. Papa dan mama yang tenang di sana. Jangan pikirkan aku! Aku baik-baik saja sekarang,"

Kemudian perempuan itu menoleh ke arah laki-laki yang tengah memayunginya. Tanpa kata, ia berjalan pergi dan laki-laki itu senantiasa mengikuti. Mereka berdua berjalan meninggalkan tempat pemakaman di bawah guyuran hujan dan masuk ke dalam sebuah mobil. Perempuan itu duduk di kursi penumpang, sedangkan laki-laki tadi duduk di kursi kemudi. Mobil segera melaju dengan kecepatan sedang. Jalanan tampak tidak terlalu ramai karena hujan yang sangat deras. Udara dingin menusuk sampai ke tulang. Beruntung di dalam mobil sudah di atur agar terasa hangat. Sehingga perempuan itu tidak merasakan kedinginan, meski pakaiannya sedikit basah.

"Apa nona baik-baik saja?" tanya laki-laki yang sedang mengemudikan mobil. Matanya melirik sekilas ke arah perempuan di kursi penumpang. Perempuan itu tampak duduk bersandar sambil melihat ke arah luar jendela.

"Its okay. Aku baik-baik saja," jawab perempuan itu bernada pelan tapi masih terdengar.

"Sudah lama, ya? Tapi kesedihan ini tetap sama," sambungnya.

"Kehilangan orang yang kita cintai adalah kesedihan terbesar dalam hidup, nona. Wajar jika nona Quella tidak bisa mengurangi atau bahkan menghilangkan perasaan sedih itu. Saya juga pernah merasakannya," ucap laki-laki itu tanpa raut wajah apa pun.

Quella Xaviera--Nama dari perempuan itu. Usianya sudah memasuki 21 tahun. Wajahnya nan cantik menurun dari mamanya. Postur tubuhnya cukup sempurna untuk perempuan seusianya. Selain cantik, ia juga perempuan yang pintar. Kepintarannya menurun dari sang papa. Quella merupakan anak tunggal, tentu apa pun yang ada dirinya terdapat perpaduan keturunan kedua orang tuanya. Baik secara fisik, maupun kemampuan. Tidak heran jika orang-orang yang dekat dengannya menyebut ia sebagai anak perempuan sempurna. Meski kenyataannya tidak ada manusia sempurna, begitu pula Quella. Ia juga banyak kurangnya tapi kelebihannya menutupi semua itu.

Orang-orang mungkin berpikir Quella hidup bahagia karena hidup dengan kekayaan. Tidak--Semua itu tidak sepenuhnya benar. Hidupnya sekarang tidak sebahagia dulu saat orang tuanya masih hidup. Benar. Orang tua Quella telah meninggal sejak 4 tahun lalu. Sang papa meninggal karena serangan jantung, begitu pula dengan mamanya yang mengalami kecelakaan saat pulang kerja. Kepergian mereka berdua yang beriringan waktunya, menimbulkan rasa shock berat pada Quella. Bayangkan saja betapa terkejut dirinya saat baru saja kehilangan sang papa, mamanya juga ikut menyusul. Tentu hal itu membuat kesedihan mendalam di hati Quella dan sampai saat ini masih ia rasakan. Tidak ada yang berubah, hatinya tetap merasa sangat sedih.

Sejak kepergian kedua orang tuanya, Quella hidup seorang diri. Ia perlu beberapa waktu untuk bisa bangkit dari kesedihannya. Sampai akhirnya ia sudah menerima kenyataan yang menyedihkan. Quella bangkit untuk melanjutkan kehidupannya. Hari-hari mulai di laluinya seperti biasa. Ia memfokuskan diri dalam menempuh pendidikan yang berlanjut ke jenjang atas. Sesuai harapan orang tuanya, Quella kuliah di jurusan impiannya. Desainer--Itu adalah jurusan impiannya sekaligus cita-citanya. Dulu orang tuanya berharap bahwa Quella akan mewujudkan semua yang dirinya impikan.

Quella melakukannya sekarang tapi juga mengambil satu jurusan lain--Jurusan Bussines Management. Dirinya ingin menjadi pembisnis yang handal seperti orang tuanya. Sehingga ia mengambil 2 jurusan sekaligus dan sudah mendapat gelar S1. Saat ini dirinya tengah mengejar S2 di salah satu Universitas yang ada di Amerika Serikat. Masih ada satu langkah yang perlu di selesaikannya untuk bisa mencapai impiannya itu.

"Kamu pernah kehilangan siapa?" tanya Quella menatap punggung laki-laki yang tidak lain adalah asisten pribadinya--Namanya Billy.

Billy terdiam sesaat, sebelum menjawab pertanyaan Quella. "Kekasih saya. Dia meninggal karena sakit yang di deritanya,"

Quella terkejut mendengar hal itu. Ia benar-benar tidak tahu bahwa Billy pernah punya kekasih. Secara Billy adalah orang yang terbilang jarang di dekati perempuan. Bukan karena jelek, tetapi sifatnya begitu kaku dan sedikit tidak peka. Makanya Quella tidak menyangka mendengar jawaban dari Asisten Pribadinya itu.

"Bil--Maaf. Aku tidak bermaksud membuatmu sedih," lirih Quella dengan perasaan bersalah di hatinya. Seharusnya ia tidak bertanya seperti itu.

"Tidak apa-apa, nona. Saya tidak bersedih lagi. Dia sudah tenang di sana," sahut Billy tersenyum tipis, hampir tidak terlihat.

Quella tidak bersuara lagi. Ia takut salah bicara dan menyebabkan Billy merasa sedih. Cukup dirinya yang saat ini merasakannya, tidak perlu mengajak orang lain. Meski asisten pribadinya itu mengatakan tidak bersedih lagi tapi rasanya ia tengah berbohong. Billy menutupi kesedihannya sampai orang lain akan berpikir bahwa ia selalu bahagia.

"Em--Kamu sudah pesankan tiket saya?" tanya Quella usai terdiam sesaat dan mengganti topik pembahasan.

"Sudah, nona. Besok pagi jadwal pemberangkatan Anda," jawab Billy tanpa melirik Quella lewat kaca depan mobil. Ia cukup sadar diri untuk menjaga sopan santun terhadap Quella--Majikannya.

"Oke, terima kasih!" seru Quella yang kemudian kembali menatap ke arah luar jendela.

"Sama-sama, nona,"

Suasana mobil menjadi hening lagi seketika. Billy fokus mengemudi, sedangkan Quella sibuk menatap ke arah luar jendela. Kesedihannya kembali menggrogoti pikirannya. Sudah 4 tahun lamanya tapi tidak ada perubahan. Hatinya masih sangat bersedih. Emosinya tidak terkendali pada saat menatap kedua makam bertuliskan nama orang tuanya. Satu-persatu kenangan muncul di benaknya. Dimana kenangan tersebut begitu indah tapi menyedihkan saat di kenang kembali. Quella ingin menangis tapi air matanya tertahan. Dirinya tidak ingin ada orang lain melihat betapa lemah dirinya. Cukup ia dan pemilik alam yang tahu bahwa dirinya tengah bersedih.

Mobil terus melaju di bawah guyuran hujan deras. Udara yang semakin dingin, tampak mendukung suasana hati Quella. Alam mengerti bahwa salah satu makhluknya tengah bersedih. Oleh karena itu hujan di turunkan dengan harapan bahwa kesedihannya dapat berkurang. Quella menyukai hujan. Baginya hujan begitu menenangkan dan setiap kali ia bersedih, hujan selalu berhasil menenangkannya.

`Terima kasih, hujan. Kamu selalu bisa membuatku tenang dalam kesedihan,` batin Quella

Eps 02. Cappucino?

Sesampainya di kediaman, Quella langsung saja berganti pakaian dan beristirahat. Ia cepat memejamkan matanya setiap kali hujan turun. Suara air beserta anginnya terdengar menenangkan di telinganya. Terkecuali suara kilatan petir yang sangat mengerikan ia tidak menyukainya sama sekali.

***

Di pagi harinya, matahari sudah menunjukkan cahayanya nan cerah. Lebih cerah dari hari kemarin yang sisa harinya di habiskan dengan guyuran hujan. Semua orang mulai terbangun dan bersiap untuk melakukan aktifitas hari ini. Termasuk Quella yang baru terbangun saat silaunya cahaya matahari mengganggu tidurnya. Beberapa saat ia mengumpulkan kesadarannya sambil menetralkan penglihatannya. Sebelum akhirnya beranjak bangun dari tempat tidurnya dan langsung pergi membersihkan diri. Kemudian ia segera bersiap dengan memakai setelan hodie berwarna putih, serta celana putih panjang tidak ketat sebagai bawahan. Sneakers putih turut pula sebagai pelengkap penampilannya. Terakhir, make up tipis di poleskan pada wajahnya dan rambutnya di ikat tinggi. Perpect Look!

Selesai bersiap, Quella mengambil tas yang di dalamnya sudah terdapat benda-benda penting miliknya dan sebuah koper kecil. Lalu berjalan keluar dari kamar yang di luarnya ternyata sudah terdapat Billy. Asisten pribadinya itu segera membantu membawakan koper miliknya.

"Sarapan sudah siap di meja makan. Sebaiknya nona sarapan terlebih dulu," ucap Billy sembari berjalan mengikuti Quella.

"Ya, memang sebaiknya begitu. Aku sangat lapar," sahut Quella bernada hangat, persis seperti orang tuanya dulu yang tidak pernah dingin pada siapapun.

Quella berjalan menuruni anak tangga. Hidungnya sudah bisa mencium aroma masakan dari meja makan. Raut wajahnya tampak antusias, bersamaan dengan langkah kakinya semakin cepat. Hingga dirinya berhasil mencapai meja makan dan bibirnya tersenyum sumringah menatap masakan yang ada di meja makan.

"Selamat pagi, nona!" sapa seorang perempuan paruh baya yang baru saja selesai menata meja makan.

"Pagi, Bi! Aroma masakan bibi selalu kuat seperti biasanya. Perutku semakin terasa lapar," Quella segera mendudukkan diri di kursi yang ada. Sebaliknya, Billy tidak ikut menemani dan pergi untuk memasukkan koper milik Quella.

"Berarti nona harus makan banyak," sahut perempuan paruh baya yang merupakan pelayan di kediamannya. Lebih tepatnya memegang dapur dan bertugas menyiapkan makanan.

Quella terkekeh mendengarnya. "Pasti. Aku akan makan sampai tidak tersisa sedikit pun. Masakan bibi sayang untuk di lewatkan begitu saja,"

"Saya senang mendengarnya," perempuan paruh baya itu tersenyum sembari melayani Quella di meja makan.

Quella duduk sigap di kursi sambil menunggu perempuan paruh baya yang sering di panggilnya bibi Hazel selesai. Oh ya, namanya unik bukan? Tentu saja. Namanya di ambil dari warna matanya yang berwarna Hazel. Sangat indah. Quella begitu menyukainya.

"Selamat makan, nona!" sambungnya.

"Terima kasih," ungkap Quella dengan semangatnya, bergegas memulai sarapan pagi hari ini. Bibi Hazel mengangguk dan kemudian berdiri tidak jauh darinya.

Quella menyantap lahap makanan yang ada di hadapannya. Selain karena enak, makanan tersebut juga salah satu favoritnya. Sekarang ia cukup jarang memakannya. Paling ia baru memakannya kembali pada saat pulang ke Inggris. Jadi setiap kali pulang, Quella akan di manjakan dengan berbagai macam jenis makanan favoritnya.

"Rasanya benar-benar tidak berubah. Enak sekali! Aku sangat menyukainya!" seru Quella mengacungkan kedua jempolnya tanpa ragu. Bahkan mungkin tindakannya itu belum cukup untuk menggambarkan bahwa makanan itu benar sangat enak.

"Baguslah. Saya senang mendengar nona menyukainya," ucap bibi Hazel tersenyum manis seperti sebelumnya. Perempuan paruh baya itu memang ramah akan senyuman.

"Heum. Baiklah, Bi. Sekarang aku harus pergi. Jadwal keberangkatanku sebentar lagi. Bibi jaga kesehatan!" Quella beranjak berdiri dari kursinya, usai menghabiskan secangkir teh hangat.

Bibi Hazel menganggukkan kepalanya. "Nona juga jaga kesehatan di sana!"

"Iya pasti," sahut Quella singkat, sebelum kakinya melangkah pergi meninggalkan bibi Hazel yang tetap berdiri di tempatnya.

Quella berjalan keluar dari kediaman, dimana di depannya sudah berdiri Billy di dekat mobil hitam. Laki-laki berusia lebih dewasa dari Quella itu tampak gagah mengenakan kemeja putih dan celana hitam panjang sebagai bawahan.

"Ayo pergi!" seru Quella pada Billy yang langsung membukakan pintu mobil untuknya. Quella berjalan masuk. Begitupun Billy yang bergegas masuk, usai menutup kembali pintu mobil.

Laki-laki itu segera melajukan mobil meninggalkan kawasan kediaman. Mobil melaju dengan kecepatan sedang, menembus jalanan yang mulai padat akan pengendara. Sesekali mobil melambat saat terjadi sedikit kemacetan. Ingin cepat sampai, boleh tapi jangan sampai membuat orang celaka. Quella pernah mengatakan hal itu beberapa kali. Sehingga Billy selalu memastikan bahwa laju mobil dalam kendali dan menyesuaikan situasi di jalanan. Quella pun bisa dengan tenang menikmati waktu perjalanannya seperti sekarang. Tanpa terasa mobil sudah berhenti tepat di depan bandara Internasional Inggris.

"Hubungi aku bila ada masalah apa pun," ucap Quella sebelum turun dari mobil.

"Baik, nona! Saya akan melakukannya bila perlu," balas Billy yang masih duduk di kursi kemudi. Laki-laki itu menatap Quella dari pantulan kaca depan mobil.

Kemudian Billy bergegas turun untuk membukakan pintu mobil. Quella turun dari mobil dan setelahnya Billy mengeluarkan koper miliknya dari bagasi.

"Kamu bisa pulang sekarang!" titah Quella pada Billy di hadapannya.

Billy mengangguk mengerti. Ia juga sempat menunduk hormat pada Quella. Setelah itu baru pergi meninggalkan bandara. Sedangkan Quella langsung menarik kopernya dan berjalan memasuki bandara. Masih ada 1 jam lagi sebelum jadwal keberatannya. Quella memanfaatkan waktu tersebut untuk melakukan Check in dan pemeriksaan. Soal barang, ia tidak khawatir ada yang ketinggalan. Semua sudah terdapat di dalam kopernya. Usai melakukan Check in dan pemeriksaan, Quella duduk di bangku tunggu sambil bermain ponsel. Tidak berselang lama, terdengar pemberitahuan keberangkatan pesawatnya. Ia segera cari pintu keberangkatan dan masuk ke dalam pesawat. Sesampainya di dalamnya, Quella duduk di kursi sesuai dengan kelas yang di pesan. Pesawat segera lepas landas dengan waktu tempuh 9 jam lebih.

Selama dalam pernerbangan, Quella memandang langit di luar jendela. Biru sempurna. Pemandangan yang indah. Tampaknya hari ini cuaca sangat mendukung. Quella dapat memandang langit biru dengan gumpalan awan putih di sekitarnya. Pemandangan di bawah juga terlihat jelas. Quella menikmati perjalanannya seperti biasa dengan musik yang terdengar di earphone miliknya. Sesekali ia ikut menyanyi, meski suaranya terdengar lirih. Tidak ada orang yang akan terganggu karena suaranya. Perjalanan yang memakan waktu cukup lama ini hampir setengahnya di habiskan Quella dengan tertidur. Ia terbiasa tidur di dalam perjalanan dan saat matanya terbuka, pesawat sudah mendarat di Bandara yang di tuju.

Quella membuka matanya saat merasa pesawat melakukan pendaratan. Perlu beberapa menit untuk pesawat benar-benar mendarat. Satu-persatu penumpang pesawat mulai turun dari pesawat, begitu pula Quella. Langit sudah gelap pesawat mendarat tepat jam 5 sore waktu setempat. Quella berjalan beriringan dengan penumpang lain menuju bagian tempat pengambilan barang. Beruntung kopernya lebih cepat di dapatkan dan dirinya tidak harus lama mengantri. Usai mengambil koper, Quella menaiki taksi yang ada di depan bandara. Ia berpikir untuk pergi minum kopi terlebih dulu di choffeshop terdekat.

Quella memesan segelas cappucino hangat dan menunggu di depan meja pesanan. Ia mengetuk-ngetuk pelan meja, sampai akhirnya seorang pelayan kembali dengan dua gelas kopi di tangannya.

"Cappucino?"

"Ya, punya saya!" sahut Quella yang tanpa sengaja bersamaan dengan seorang laki-laki di sebelahnya.

Sontak Quella menatap ke arah laki-laki yang berdiri di sebelahnya. Laki-laki itu memakai topi hitam di kepalanya dan ia baru menyadari kehadirannya. Sama seperti Quella, laki-laki itu turut menatapnya. Mereka berdua beradu tatapan sekilas.

"Ini punya kalian berdua. Kalian memesan rasa yang sama," ucap pelayan itu sembari menyerahkan masing-masing gelas pada Quella dan laki-laki tersebut.

"Sepertinya memang begitu. Ini uangnya! Terima kasih," balas Quella di sela memberikan uang dan mengambil segelas kopi rasa cappucino yang terasa hangat. Sungguh ia menjadi tidak sabar untuk meminumnya.

"Sama-sama, nona!"

Eps 03. Kopi Tertukar

Quella beranjak pergi meninggalkan meja pemesanan itu. Matanya sempat melirik laki-laki yang tengah mengambil pesanan kopi yang rasanya sama dengannya. Entah mengapa rasanya wajah laki-laki itu begitu familiar untuknya. Tetapi sudahlah--Ia tidak ingin memikirkannya sebab tidak penting. Quella berjalan menuju taksi yang masih menunggunya di luar bangunan Coffeshop. Belum sempat masuk ke dalam taksi, seseorang memanggilnya dari belakang.

"Nona!"

Spontan Quella langsung berbalik badan. Sosok laki-laki yang di temuinya tadi di dalam Choffeshop, kini berdiri tidak jauh darinya. Sepertinya memang ia yang memanggil dan Quella merasa panggilan itu memang di tujukan untuknya. Apalagi tidak ada perempuan selain dirinya di situ.

"Heum ya?" sentak Quella memastikan bahwa benar laki-laki itu memanggilnya.

Laki-laki itu berjalan mendekatinya sambil memegang gelas kopi. Langkahnya terhenti tepat di hadapan Quella. "Kopi kita tertukar,"

"Tertukar?" ulang Quella dengan dahi mengernyit.

"Hmmm," laki-laki itu menganggukkan kepalanya.

"Bukankah pelayan tadi mengatakan rasa kopi kita sama? Jadi bagaimana bisa tertukar?" tanya Quella bingung.

"Rasanya memang sama tapi takarannya berbeda. Coba lihatlah label di gelas nona!" jawab laki-laki itu menunjukkan bagian label yang ada di gelas kopi di tangannya.

Quella melakukan seperti yang di katakan laki-laki itu. Meski labelnya tidak besar tapi tulisannya jelas. Benar--Kopi mereka memang tertukar. Quella tadi memesan kopi dengan takaran gula satu setengah sendok. Sedangkan, di gelasnya bertuliskan hanya satu sendok gula.

"Ah iya. Kopi kita memang tertukar. Beruntung tuan memeriksanya lebih dulu. Jika tidak--Mungkin kita tidak bisa bertukar kembali," Quella tersenyum tipis. Hampir saja ia pulang dengan meminum kopi pesanan orang lain.

"Hmmm benar," sekali lagi laki-laki itu berdehem pelan. Raut wajahnya tampak datar, tanpa tersenyum.

Quella tersenyum kikuk. Bingung dengan sikap laki-laki di hadapannya. Mungkin memang sejatinya laki-laki itu bersikap datar. Jangankan untuk banyak bicara, tersenyum pun jarang. Aneh.

"Em ini," Quella mengulurkan tangannya dan memberikan gelas kopi pada laki-laki tersebut.

Lantas laki-laki itu langsung menukar gelas kopinya dengan punya Quella. Kini gelas kopi mereka sudah benar. Tidak tertukar lagi.

"Baiklah. Kalau begitu senang bertemu denganmu, tuan!" sambungnya yang kemudian bergegas masuk ke dalam taksi tanpa menunggu balasan. Ia tidak ingin berlama-lama berhadapan dengan laki-laki itu.

Sopir taksi segera melajukan taksi, usai mendengar perintah Quella. Taksi tersebut melaju cepat meninggalkan laki-laki yang masih berdiri di tempatnya. Laki-laki itu menatap intens taksi yang di tumpangi Quella dan mulai pergi menjauh. Tidak berselang lama, sebuah mobil hitam berhenti di dekatnya. Seseorang turun dari mobil dan menghampirinya.

"Bagaimana, tuan?" tanya orang tersebut.

"Dia masih tidak mengingat saya," jawab laki-laki itu dengan hembusan nafas berat.

"Cepat atau lambat, nona akan mengingat tuan. Percayalah! Ini hanya masalah waktu," ucap orang tersebut berusaha menenangkan laki-laki yang di panggilnya tuan.

"Hmmm ya. Ayo pergi!" seru laki-laki itu, bersamaan dengan menghilangnya taksi tadi dari penglihatannya.

"Baik tuan,"

Kemudian laki-laki itu berjalan masuk ke dalam mobil. Orang tadi juga masuk dan duduk di kursi kemudi. Mobil segera melaju ke arah berlawanan dengan taksi yang Quella tumpangi tadi.

***

Taksi yang di tumpangi Quella telah berhenti tepat di halaman sebuah rumah berukuran minimalis. Quella turun dari dalam taksi. Sang sopir mengeluarkan kopernya dari bagasi. Barulah setelahnya Quella membayar ongkosnya. Setelahnya taksi tersebut pergi meninggalkan Quella yang langsung berjalan masuk ke dalam rumah itu. Selama 2 tahun terakhir, rumah tersebut menjadi tempat tinggal Quella. Ukurannya benar-benar minimalis. Di dalamnya hanya terdapat satu kamar tidur, satu kamar mandi serta dapur yang menyatu dengan meja makan dan ruang tamu. Namun meski berukuran minimalis, tempatnya sangat nyaman. Memang cocok untuk di tinggali seorang mahasiswi seperti Quella.

Padahal jika Quella ingin, bisa saja dirinya tinggal di rumah yang lebih besar. Tentu dengan fasilitas serba mewah. Tetapi, ia tidak melakukannya sama sekali. Rumah berukuran minimalis seperti itu, sudah lebih dari cukup untuknya. Selain itu, dirinya ingin orang-orang beranggapan bahwa dirinya benar bukan terlahir dari keluarga kaya. Ia juga sengaja bekerja sebagai pelayan di sebuah restoran. Tentu semua itu di lakukan demi memaksimalkan kehidupannya sebagai perempuan sederhana. Ada banyak hal yang ia dapatkan dari kesederhanaannya. Salah satunya adalah dapat menemukan orang-orang yang mau berteman dengannya tanpa memandang latar belakang keluarga.

"Sebaiknya aku mandi dulu, baru tidur. Badanku terasa lengket," gumam Quella sembari meletakkan kopernya di samping lemari pakaian yang berada di kamarnya.

Quella berjalan menuju kamar mandi dan langsung membersihkan dirinya. Cukup lama ia berada di dalam kamar mandi, sebelum akhirnya keluar dengan balutan handuk kimono. Rambutnya sedikit basah. Tampak dirinya lebih segar dari sebelumnya. Quella mengambil setelan pakaian tidur berwarna hitam di dalam lemari dan memakainya. Selesai berpakaian, Quella sempat merapikan rambutnya terlebih dulu tanpa di keringkan karena rambutnya tidak terlalu basah. Lalu ia berbaring di atas kasur yang sudah 1 minggu tidak di tidurinya. Hal itu karena selama 1 minggu kemarin, Quella pulang ke Inggris untuk berlibur.

"Nyamannya," ucap Quella merasakan betapa nyaman kasurnya tersebut. Kenyamanan yang di rindukan. Sampai tanpa terasa matanya mulai terpejam. Perjalanan dari Inggris cukup melelahkan. Meski hampir setengah waktu perjalanan ia habiskan dengan tidur.

Jarum jam terus berputar. Udara semakin mendingin saat malam mulai larut. Tetapi, hal itu tidak membuat tidur Quella terganggu. Perempuan itu justru semakin terlelap dalam hangatnya selimut yang menutupi tubuhnya. Tanpa terasa, malam kini berganti siang. Matahari tampak enggan menunjukkan cahayanya hari ini. Sehingga Quella masih nyaman dalam posisinya, sampai dering ponsel terdengar. Dengan berat, Quella membuka kedua matanya perlahan. Cahaya mulai masuk memenuhi penglihatannya. Perlu beberapa menit untuk kesadarannya benar-benar terkumpul. Setelah itu, baru Quella mengambil ponselnya yang masih berada di dalam tas. Suara dering ponsel sudah berhenti usai terdengar beberapa kali.

Quella melihat nama orang yang sedari tadi membuat ponselnya berdering. Kemudian jarinya menekan ikon memanggil kembali. Tidak berselang lama, panggilannya sudah terhubung.

"Ada apa?" tanya Quella langsung to the point. Jujur saja, matanya masih mengantuk.

[Zelda📞: Lo baru bangun?]

"Bangun karena lo," jawab Quella dengan suara serak khas bangun tidur.

[Zelda📞: Hehehe.. Sorry. Gue kira lo udah bangun]

"Gakpapa. Emangnya ada apa lo telepon gue pagi-pagi gini?" sesekali mata Quella terpejam, menahan ngantuk. Berat memang.

[Zelda📞: Ke kampus yuk!]

"Ngapain? Bukannya besok kita baru turun?" tanya Quella bingung dengan ajakan Zelda--Sang sahabat.

[Zelda📞: Hari ini ada kegiatan para mahasiswa baru. Lumayanlah buat kita cuci mata di sana]

Quella mendengus pelan. "Lo aja deh sendiri atau ajak Wileen. Gue mau istirahat hari ini. Baru kemarin malam gue pulang,"

[Zelda📞: Memangnya lo habis darimana tadi malam?]

Shittt

Quella berdecak pelan. Dirinya lupa bahwa sahabatnya itu tidak tahu tentang identitasnya yang asli.

"Pulang kerja. Udah ya. Gue tidur lagi!" seru Quella cepat sembari ingin mematikan panggilan tapi di hentikan Zelda.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!