New york
19:50 pm..
.........
Kota New York, disebut secara setengah bercanda sebagai pusat alam semesta, bergejolak dengan energi, ambisi, dan semangat. Nikmati neon di malam hari di Times Square, hiruk pikuk Grand Central Terminal, atau keasyikan di taman hiburan Coney Island.
Salah satu yang wajib kalian kunjungi adalah Lutz De Facial. Sebuah klinik kecantikan yang sangat ramai di idolakan kaum Sosialita.
Disini, tepat di sebuah wilayah Elite di penuhi kerlapan lampu khas barat dengan para manusia berkulit putih berlalu-lalang dengan Mantel hangat mereka.
"Dokter Kellen!" panggil seorang wanita berambut pendek pada sosok yang tengah membelakanginya di dekat pintu sana. sepertinya wanita memakai Mantel bulu Moca itu tak dengar.
"Dokter Kellen!" ulangnya lagi dan barulah sosok itu berbalik dengan mata ember melebar indah.
"Yah?" tanya wanita berambut panjang pirang kecoklatan itu tak sengaja mengibas rambut menguarkan aroma Vanilla yang sangat khas membuat pria yang tadi ia ajak bicara meleleh.
"Dokter Kel! aku ingin menjalankan Treatment yang biasa."
"Ouh. Miss Barbie!" wanita bernama Kellen itu ingat dengan senyum ramahnya mendekati seorang wanita yang merupakan Klien tetapnya.
"Kenapa tak memberitahuku ingin datang? ini sudah malam dan suhunya memang dingin, kau bisa sakit Miss Barbie. nanti aku di salahkan oleh Manejermu." kelakarnya membuat suasana menghangat.
Ia mengiring wanita cantik itu untuk masuk ke dalam Kliniknya melewati pria yang merupakan penjaga disini.
Pemandangan indah menyapu mata Miss Barbie. ia selalu nyaman dengan dekorasi dan setiap sudut ruangan yang di buat sosok cantik itu.
"Seperti biasa ruangan khusus untukmu. Miss!" membawa tamunya ke sebuah ruangan Treatment yang sudah ada rekannya Agatha si tubuh pendek.
Miss Barbie sangat suka gaya pelayanan Kellen yang sangat Hubble. wanita ini mampu membawa siapa saja masuk dalam area ternyaman yang pernah ada.
"Semua peralatan siap. Dokter!" Agatha menyambut hangat.
"Terimakasih!" ucap Kellen seraya mengiring Miss Barbie ke arah tempat perawatan. berbagai macam alat ada disini dan tentu sangat terjamin kualitasnya.
"Kau sendirian lagi? Dokter!"
"Tidak. disini banyak orang." jawab Kellen ringan. ia melepas Mantel di tubuhnya begitu juga Miss Barbie yang merapikan pakaiannya.
"Maksudku yang lain. Dokter!"
"What do you mean? Miss!" tanya Kellen pura-pura tak mengerti. Agatha tersenyum saja melihat itu sedangkan Miss Barbie menggeleng jengah.
"Husband or boyfriend, Maybe?"
"No. aku tak punya." jawab Kellen lagi melempar senyum panahnya. ia beralih ke belakang kursi Miss Barbie yang duduk dengan santai disini.
Tangan lentik itu bergerak lincah dan telaten menggulung rambut ikalnya keatas. setiap sentuhan kulit lembut dan aroma Vanilla ini menghadirkan rasa hangat dan manis.
"Kenapa tak menjadi Model saja? kau punya segala hal tentang itu. Dokter Kellen!"
"Tidak, aku tak berbakat sepertimu. Miss!" jawab Kellen merendah. jelas jika ia sudah banyak di tawari berbagai macam Agensi termasuk milik Miss Barbie tapi ia enggan beralih profesi.
Kellen mengarahkan Miss Barbie ke ranjang perawatan. ia juga menggulung rambut panjangnya terlebih dahulu agar mudah nantinya.
Ia mencuci tangan dan memastikan semuanya bersih baru Kellen memeggang wajah lembut Miss Barbie yang ia hapus make-upnya.
Semuanya di lakukan dengan bersih. Miss Barbie hanya minta pijat wajah setiap malamnya agar bisa kencang di pagi hari.
"Dokter Kellen!"
"Hm? ada apa?" tanya Kellen seraya mengoleskan Geal lembut di wajah Miss Barbie yang sudah polos. terlihat jelas wanita ini sosok seorang Model.
"Aku akan bertunangan?"
"Woww. Really?"
"Yeah! kau harus datang." tuturnya seraya tersenyum. membayangkannya saja sudah membuat ia bahagia.
"Dengan siapa? apa masih bersama kekasihmu yang dulu kesini?"
"Tidak. ini yang serius."
"Jadi, yang dulu itu bercanda?" sarkas lembut Kellen membuat Miss Barbie terkekeh pelan menepuk lengannya yang tengah bekerja.
"Tidak juga. tapi aku serius dengan ini, kau tahu dia siapa?"
Kellen menggeleng menaikan bahunya acuh. mata tajam dan tegas ini terus fokus pada kegiatannya.
"Aku tak tahu. Miss!"
"Dia anak Keluarga Miller!"
Tangan Kellen terhenti memijat. ia tak asing dengan nama itu tapi agak aneh saat mendengarnya.
"Miller?"
"Yah! dia pembisnis ternama di mana-mana. bahkan, dia yang menjadi Ambasador Produk Cosmetik Agensi kami, dia sangat tampan." jelas Miss Barbie terlihat kasmaran.
Kellen berusaha mengingat. ia rasa pria yang di maksud Miss Barbie ini termasuk pria Konglomerat. pasalnya Keluarga Milller bukan Keluarga biasa.
"Kalau begitu. kenalkan padaku."
"Whatt?? big noo!!" pekik Miss Barbie menggeleng.
"Kenapa? aku juga ingin berkenalan."
"Yang benar saja. dia akan jatuh cinta padamu, secara kau lebih cantik dari pada aku." sambarnya agak kesal.
Kellen hanya menipiskan bibir sensualnya. ia tak tertarik untuk hal satu itu, ia hanya fokus untuk memperluas jangkauan Kliniknya agar sang ayah di rumah sana semakin bangga.
"Tidak akan. dilihat dari manapun kau sangat cantik, Miss Barbie." rendah Kellen seraya menepuk pipi wanita ini.
"Saat kami sudah menikah. baru kalian bisa bertemu. aku harus mencari jalan aman."
"Terserah. tapi, jangan lupa mengundangku." jawab Kellen bersuara santai terus mengerjakan tugasnya.
Setelah beberapa lama berbincang. Kellen sadar jika ini sudah naik pukul delapan malam. ia harus pulang karna ayahnya sendirian di rumah.
"Sudah selesai. Miss!"
"Ouh. sudah hampir 1 jam tapi rasanya begitu cepat." gumam Miss Barbie mendesah lesu. ia bangkit dari baringannya lalu mengambil cermin yang Agatha sodorkan.
Seperti biasa. senyumnya mengembang dikala melihat wajahnya sudah begitu segar dan kencang. wanita ini sangat pandai memanjakan aset wanita.
"Kau sangat berbakat. Dokter Kellen!"
"Terimakasih. lain kali kita bisa mengobrol lebih lama." ucap Kellen melempar senyum indahnya. ia gelisah karna ia akan terlambat untuk makan malam dengan Ayahnya.
Agatha membantu Miss Barbie bersiap kembali. Kellen juga ikut memasang mantelnya karna harus pulang segera.
"Akan-ku transfer ke Rek-mu. Dokter! dan ini..."
Miss Barbie memberikan sebuah kartu. Kellen agak menyeringit tapi ia tetap mengambilnya.
"Miller Company?"
"Yah! aku rasa kau bisa bekerja sama dengan Perusahaan besar calon suamiku. dia suka wanita pekerja keras." jawab Miss Barbie mengakui itu. ia hanya bercanda dengan Kellen yang terlalu menganggap serius.
"Baiklah. akan ku pertimbangkan."
"Harus. ini kesempatan besar agar kau bisa memperluas jangkauan-mu. Perusahaan MC itu besar dan tumbuh mengakar di Spanyol, aku harap kau tak melewatkan kesempatan ini. Dokter Kellen!"
Kellen hanya mengangguk mengantar Miss Barbie sampai ke pintu keluar Klinik. ia menenteng Tasnya tersenyum pada beberapa penjaga disini.
"Manejerku sudah menunggu. aku pergi dulu!"
"Hati-hati." ucap Kellen memberi sapaan hangat. netra embernya menatap kepergian Miss Barbie yang langsung dijaga para pengawal Agensinya.
Setelah mobil Ferrari itu pergi. barulah Kellen membuang nafas halus, ia melihat jam di pergelangan tangan mulusnya.
"Aku harap Dady tak merajuk." gumam Kellen mengulum bibir.
"Dokter! aku akan menutup Klinik, kau pergi saja duluan." Agatha bicara seraya melihat ramainya mobil-mobil di dalam sana.
"Terimakasih. aku pulang dulu. ya?"
"Iya. jaga kesehatan anda."
Kellen mengangguk menepuk bahu Agatha ringan lalu melangkah ke arah Lobby. ia berlari kecil seraya mengeratkan Mantel hangatnya karna suhu semakin menusuk.
Kellen masuk ke mobil Silver miliknya. ia menghidupkan mesin seraya memutar kemudi keluar Lobby.
"Sepertinya salju akan turun lebih awal." gumam Kellen menghidupkan penghangat di Mobil.
Ia mengklakson para petugas keamanan yang mengangguk membiarkan dia keluar. laju kendaraan disini stabil membuat Kellen merasa nyaman.
Ia melihat beberapa pejalan kaki yang tengah berkencan malam-malam begini. ntahlah, Kellen tak suka hal seperti ini.
Drett..
Suara ponselnya berdering. dengan sigap Kellen mengeluarkan benda pipih itu dari dalam tas seraya melihat jalan.
"Apa dady?" gumam Kellen memelankan laju kendaraannya. Ia menyeringit melihat nomor yang asing masuk begitu saja.
"Cepatlah Pulang. Kel! Dadymu kambuh."
"D..Dad!" gumam Kellen terkejut. ia langsung menambah laju kendaraan menyusuri kota di negara Paman Sham ini.
.......
Vote and Like Sayang..
Langkah lebar kaki jenjang memakai Boot itu tampak bergerak cepat menapaki lantai rumah sakit yang di penuhi berbagai pasean.
Wajah cantiknya bergurat panik dengan berlari ke arah resepsionis Rumah Sakit. wanita berambut coklat kepirangan itu menghadap pada petugas di lantai bawah.
"Excuse me. Where is Mr. Benet's room?" panik Kellen menatap petugas di depannya.
Beberapa orang yang melihat di sekitar hanya menatap Kellen dengan pandangan beragam. ada yang memuji kecantikan wanita itu dan ada yang ikut merasakan kekhawatirannya.
"Mr Benet?" tanya petugas wanita itu mencari.
"Yeah! That's my dady." jawab Kellen gusar. Petugas wanita itu mengangguk memberikan ruangannya hingga Kellen bergegas ke sana.
Ia tak memperhatikan lagi penampilannya yang bisa di katakan tengah berantakan tapi terkesan khas.
Setelah beberapa lama mencari. Kellen menemukan ruangan rawat sang ayah hingga tanpa permisi Kellen masuk begitu saja.
" Dady!!" pekik Kellen dikala mata embernya melihat pria tua itu tengah terbaring diatas bangkarnya di dampingi seorang pria muda.
"Kellen!"
"Dad!" lirih Kellen dengan mata berkaca-kaca mendekat ke arah bangkar. matanya terus melukis keadaan sang ayah dari arah ujung selimut ke puncak kepala memutih itu.
"K..kau pulang?" suara serak rentan keluar mencolos hati lembut Kellen yang mematung di samping Tuan Benet.
"Dad! kenapa..kenapa bisa begini?" gumam Kellen beralih mengengggam tangan Ayahnya. Tuan Benet tersenyum melihat raut cemas yang tergambar jelas di wajah sang putri tunggalnya.
"Dady tak apa. jangan bersedih. hm?"
"Kenapa? kau selalu saja membuatku cemas. Dady tak bisa bersikap santai terus." protes Kellen tak suka. ia membuat desiran halus di dada Tuan Benet dikala merasakan kasih sayang putrinya teramat besar untuknya.
Namun. apalah daya Tuan Benet yang hanya hidup sendiri bersama Kellen karna istrinya sudah meninggal dunia dikala Kellen masih kecil.
"Dady baik-baik saja. benarkan Joy?" tanya Tuan Berent pada Joy si pria berambut gondrong anak pemilik Kebun anggur tempat ayah Kellen bekerja.
"Yeah! Tuan Benet baik-baik saja."
"Kau dengar? Kel!" Tuan Benet menatap Kellen yang hanya memandangnya datar tapi sangat tahu artinya.
Wanita itu menghembuskan nafas berat tak melepas genggamannya ke tangan rentan sang ayah. ia takut? yah. Kellen sangat takut akan kehilangan pria yang begitu berarti dalam hidupnya.
"Dadymu bisa mengatasi segalanya. tapi, Dokter bilang dia kelelahan."
"Terimakasih. kau bisa pulang." ucap Kellen tenang pada Joy yang mengangguk lalu melangkah pergi. ia sesekali melihat kebelakang seakan belum rela meninggalkan tempat ini.
Tapi. perlu di garis besar kalau ia tak rela memutus kontak wajah dengan sosok cantik itu.
Saat suara pintu ruangan tertutup barulah Kellen mendudukan diri di samping Bangkar Tuan Benet yang masih terlihat kesulitan bernafas. jambang tua itu sedikit terangkat karnanya.
"Bagaimana harimu?"
"Tidak baik." jawab Kellen dengan suara datarnya. tangan lentik wanita ini mengusap punggung tangan Tuan Benet yang di infus dengan hati-hati.
"Apa ada yang merusak mood Dewiku?"
"Ada." jawabnya seadanya. Senyum tipis di bibir pucat itu mekar menduga jika putrinya sudah marah hingga berdiam begini. Ia tahu tabiat Kellen bagaimana.
"Kau marah?"
Kellen mengangguk. ia tak suka jika Tuan Benet bekerja terus padahal ia sudah mencukupi semua kebutuhan sang ayah.
"Kenapa? Dady baik-baik saja. dan.."
"Stop! Dady.. dady selalu saja begini." sela Kellen dengan mata berair. ia sangat sensitif jika sudah menyangkut soal ayahnya.
"Kellen bekerja keras itu untuk Dady. tolong mengertilah, Kellen tak mau Dady sakit begini. Kellen tak suka." imbuhnya dengan nada marah dan kecewa.
Tuan Benet menggenggam tangan putrinya hangat. tanpa sadar pria itu meloloskan butiran air di ujung pelupuk netra tuanya.
"M..maaf."
"Dad! semua yang Kellen lakukan itu untuk Dady, tak usah bekerja terlalu keras. apa yang mau Dady beli? apa yang.."
Kellen tak bisa lagi bicara. rasanya ia hanya ingin mengatakan 'Jangan tinggalkan aku' tapi ia takut mengatakannya. takut jika itu terjadi lagi.
"Kellen hanya punya Dady! t..tolong mengertilah." imbuh Kellen bergetar menunduk. tetesan air bening hangat itu mengenai punggung tangan Tuan Benet yang tak tahan lagi dengan semua ini.
"Jangan menangis. jangan!"
"D..Dad." lirih Kellen berhambur memeluk pria ini dengan hati-hati. ia terlihat sangat terluka mendengar nafas berat dan helaan sesak di dada Tuan Benet.
"Momy-mu akan marah jika Dewinya menangis."
"Momy..Momy akan semakin marah jika Dady tak mau menurutiku." bantah Kellen mengecup pipi berjambang tipis itu.
Tuan Benet mengusap lengan mulus putrinya lembut. ia terlalu takut jika saat ia pergi maka tak ada yang akan menemani putri kesayangannya lagi.
"Kellen!"
"Yah? apa ada yang sakit?" tanya Kellen menarik diri. ia melihat infus dan layar monitor yang bergerak mengkhawatirkan.
"Kapan kau akan menikah?"
"Dad!" lirih Kellen terkesan jengah. Ia menegakkan tubuhnya seraya menghempaskan nafas berat.
"Dady serius."
"Kellen juga. kenapa harus menikah?" tanya Kellen mulai frustasi. ia hanya ingin fokus dengan hidupnya dan kesehatan Tuan Benet tapi kenapa selalu saja pertanyaan ini yang ia dengar setiap harinya?!
Melihat wajah kesal sang putri. Tuan Benet hanya menyimpul senyum, mau bagaimanapun ia tak ingin Kellen semakin menderita karna pria penyakitan sepertinya.
"Karirmu sudah sangat bagus. Nak! kau putriku yang paling cantik, carilah pria yang bisa menjagamu lebih dari. Dady."
"Tak ada. Kellen tak punya pria, Kellen hanya punya Dady." bantah Kellen menggeleng. jelas jika ia belum siap untuk menempuh jalan itu.
"Kellen! Dady tahu kau kesepian. Sayang!"
Kellen terdiam dengan nafas terus di normalkan. ia yakin jika ini tak akan selesai jika di teruskan.
"Terserah. tapi Kellen tak mau menikah. That's right."
"Kellen. dady.."
"No! sekarang Kellen mau Dady istirahat. Kellen ingin menemui dokter dulu."
Sela Kellen meninggalkan tasnya di samping Tuan Benet lalu melangkah keluar. mata sayu Tuan Benet terasa hampa melihat kepergian sosok itu tapi ia masih tenggelam dalam dilema pilihan ini.
"Seandainya Momymu masih ada. maka, Dady tak akan menghawatirkanmu seperti ini." gumam Tuan Benet dengan suara parau karna terhambat rasa sesak.
Ia tahu Kellen sangat pekerja keras. mereka dulu bukanlah keluarga yang berada tapi Kellen tetap mau berusaha sampai ke titik ini dan Tuan Benet merasa terlalu membebani putrinya dengan penyakit kronis yang ia derita.
Lama merenungkan pertimbangan. Tuan Benet tak sengaja menggeser Tas Kellen hingga terlihat ada benda terselip gemang di antara saku Tas.
"Dia selalu saja menyimpan kartu sembarangan." gumam Tuan Benet menggeleng menarik benda segipanjang kecil ini.
Namun. dahinya menyeringit melihat ini bukan Kartu ATM atau Kartu rumah sakit.
"Miller?" gumamnya menyipitkan mata untuk membaca tulisan disini.
Miller Company. By Martinez Miller
Tuan Benet mencoba mengingat-ingat. ia rasa ini adalah salah satu Keluarga Milyarder di Spanyol yang sering di beritakan di koran perkebunan.
Apa Kellen dekat dengan mereka? kalau iya itu bagus. Kellen pasti sangat cocok dengan mereka.
Kellen sudah duduk di depan seorang pria paruh baya berkacamata ini. Jelas jika ia tengah serius mendengarkan semua hasil pemeriksaan Dadynya dan lengkap dengan hasil Ronsen Tuan Benet.
"Tuan Benet menderita sakit jantung kronis. dia sudah ada di tahap akhir tapi kami terus berusaha untuk melakukan yang terbaik, dari hasil pemeriksaan. kondisi jantungnya sudah sangat parah. Kolesterol dan ganguan pernafasan akut juga kami temukan."
"J..jadi.. sa..saya harus bagaimana?" tanya Kellen dengan suara benar-benar rendah menyimpan kecemasan yang teramat.
Ia takut jika pria itu tak akan bertahan. membayangkannya saja sudah membuat Kellen tak mau melihat hasil Ronsen yang ia peggang dengan gemetar ini.
"Untuk sekarang kita hanya bisa melakukan Terapi dan beberapa operasi kecil, tapi kondisi fisik Tuan Benet belum memungkinkan untuk operasi besar. kami juga masih mencari sempel jantung yang sama dan cocok untuknya."
Kellen menghela nafas berat. bahkan Dokter itu bisa melihat beban yang tengah di tahan oleh wanita muda ini.
"Jangan buat dia stres dan depresi. tetap jaga pola makan dan istirahat, saya lihat Tuan Benet sangat mencemaskan anda. Miss!"
Lalu apa? apa aku harus menuruti kemauannya tapi siapa? aku tak tahu harus melakukan apa?
Kellen tenggelam dalam kenyataan ini. ia sama sekali tak ada niatan untuk membina bahtera rumah tangga apalagi memiliki seorang suami.
Tapi, kenapa takdir begitu ingin melihatnya keluar dari zona nyaman ini?!
.......
Vote and Like Sayang..
Tuan Benet tadinya mendesak untuk pulang dan minta di rawat inap tapi Kellen menolak tegas permintaan sang ayah hingga mereka harus menginap di Rumah Sakit ini dengan Dokter yang terus memantau perkembangan Tuan Benet.
Sementara Kellen. ia tengah merenung jauh di samping bangkar Tuan Benet yang sudah melelapkan diri. terbukti dengan helaan nafas halusnya yang stabil walau masih terkesan sesak.
"Kemana aku akan mencari pria hanya untukmu. Dad!"
Batin Kellen menggenggam tangan rentan ini. ia menundukan egonya dan melemahkan hatinya hanya untuk membuat keadaan ayahnya membaik dan tak memikirkan soal pernikahan dan pernikahannya terus.
"Kau pikir mudah. ha? aku hanya ingin hidup denganmu, tapi kenapa kau ingin melepaskan aku?"
Kellen menopang dahinya ke lengan sang ayah. sulit mengambil keputusan berat ini sampai Jam sudah berputar ke angka 2 tapi Kellen masih tetap di waktu yang sama.
Lama Kellen menimbang-nimbang keputusannya sampai suara deringan ponsel itu menariknya kembali ke dunia nyata.
Jemari lentik indah itu meraih benda pipih yang menyala di dalam tas. Namun, dahi Kellen menyeringit dikala melihat nomor asing kembali masuk.
"Siapa? apa mungkin Joy?" gumam Kellen lalu berdiri mengangkatnya.
"Hello!"
"Kenapa menelfonku?"
Suara pria ini membuat Kellen bertambah asing. ia benar-benar merasa aneh dan tak kenal.
"Sorry! who are you?" tanya Kellen tak mengerti.
"What? You called me. No?
Kellen ingin menjawab pertanyaan itu namun tiba-tiba lengannya di sentak tangan seseorang dan mata ember Kellen beralih pada wajah Ayahnya.
" D..Dad!"
Tuan Benet melempar senyum jenakanya membuat Kellen terhenyak.
"Itu calon suamimu!"
"D..Dad kau.."
"You Stupid!"
Umpat pria di seberang sana langsung mematikan sambungan. Kellen terduduk di kursinya menatap Tuan Benet dengan kebingungan.
"This.. ouh Dad." decah Kellen frustasi.
"Maaf. tapi Dady yang menelfonnya. untukmu!"
Kellen mengusap wajahnya kasar. ia benar-benar tak menyangka akan serumit ini.
"Nomor siapa?"
"Nomor?"
"Hm."
Tuan Benet mengeluarkan kartu yang tadi ia gunakan untuk menghubungi alamat Perusahaan Miller Company. awalnya ia tak di perbolehkan meminta nomor asli Presdirnya tapi Tuan Benet berhasil mengecoh mereka dengan mengatakan jika Kellen adalah kekasih pria itu.
Sedangkan Kellen. jangan di tanya lagi raut wajahnya bagaimana? wanita berambut lurus coklat kepirangan itu mematung diam.
"Dady yakin dia akan menyukaimu."
"Tapi... "
Kellen menjeda ucapannya seraya menghela nafas halus. ia tak akan memarahi Ayahnya karna bisa saja pria ini kembali ambuh.
"Dady mengatakan apa?"
"Kau kekasih Presdir!"
"Whatt???" pekik Kellen keras dengan mata ember indahnya membulat dan dua lapis bibir itu merekah.
"D..Dady..."
"Maaf. tapi mereka percaya, mungkin Presdirnya tak memiliki wanita. Sayang!"
Kellen menggeleng. ia ingat Miss Barbie mengatakan jika calon tunangannya adalah Tuan Muda Miller dan apa yang di lakukan Dadynya akan membuat masalah besar untuknya nanti.
Melihat raut pucat Kellen. Tuan Benet beralih menggenggam jemari lentik putrinya yang dingin.
"Ada apa? Dady hanya ingin membantumu."
Kellen memejamkan matanya. menormalkan degupan jantung yang menghentak keras serta suasana hati yang buruk.
"Kellen!"
"Tak apa. Kellen hanya syok." jawab Kellen kembali mengambil ketenagan. Ia beralih menggenggam tangan Ayahnya yang menunggu jawabannya.
"Bagaimana? apa kau bersedia?"
"Dad!"
"Temui dia sekali, kalau kau tak cocok maka kita bisa mencari yang lain. Sayang!"
Kellen terdiam sejenak lalu segera mengangguk membuat senyum Tuan Benet merekah mengecup punggung tangan mulus putrinya.
"Dady senang! kau ..kau tak akan kesepian."
"Dad! sudahlah, aku malas membahas soal itu terus." jawab Kellen merapikan selimut Tuan Benet.
"Tidurlah! aku mau Dady tetap sehat. jangan banyak pikiran, mengerti?"
"Sure. Baby!"
Kellen menipiskan bibir sensualnya. Ia mematikan lampu ruangan dengan pencahayaan otomatis remang agar kualitas tidur Ayahnya lebih baik.
"Kau tidur juga. Kellen!"
"Iya. Ded!"
Jawab Kellen seraya melangkah gontai ke arah sofa panjang di sudut sana. Ponsel itu masih ia peggang erat seraya menjatuhkan diri ke atas peraduan empuk ini.
"Apa yang akan ku lakukan besok? apa Miss Barbie akan marah padaku?!"
Batin Kellen memijat pelipisnya pusing. karna tak bisa menahan denyutan pusing itu, Kellen memilih membaringkan tubuhnya ke atas sofa mereka mengeratkan Mantel hangatnya.
"Apa aku harus menemuinya besok? berarti aku harus ke Spanyol." gumam Kellen benar-benar frustasi. Ayahnya ingin ia segera menikah tapi pria ini mempersulit keadaanya.
Lama Kellen menimbang-nimbang keputusan. Ia menatap wajah lelap sang ayah yang terlihat tersenyum. ia tak tega mengecewakan sosok ini.
"Baiklah! aku bisa bertemu dengannya dan menjelaskan maksudku apa?! dia pasti akan mengerti akan kondisi ini hingga aku pulang menjelaskan semuanya pada dady."
Batin Kellen menyusun rencana. ia tak tahu apa yang akan terjadi nantinya tapi yang jelas ia harus berusaha meyakinkan pria itu agar menjelaskan keadaan ini pada Tuan Benet.
Dalam pemikiran Kellen itu tentu berjalan mudah. padahal, Realitanya sangat susah di selesaikan.
"Tapi, apa besok ada jadwal baru?" gumam Kellen lalu mencari kontak Agatha. ia menghubungi nomor itu hingga tersambung lancar.
"Hello. Dok!"
"Apa aku ada jadwal besok?" tanya Kellen menunggu. terdengar suara pergerakan di seberang sana dan di pastikan wanita itu tengah memeriksa.
"Untuk besok..."
"Ada?"
"Emm.. tidak ada Dok. mungkin hanya beberapa pelanggan minggu kemaren."
Jawab Agatha pasti. Kellen menghela nafas halus sebelum menimpali itu.
"Besok aku harus pergi, kau Handel dulu urusanku di Klinik."
"Pergi kemana. Dok?"
"Katakan saja aku ada urusan bisnis."
Jawab Kellen lalu mematikan sambungan. tanpa ia sadari pembicaraan itu di dengar oleh Tuan Benet yang melebarkan senyuman.
"Dady harap pilihan ini tak salah. Nak! Dady hanya ingin kau bahagia."
Batin Tuan Benet bicara sendu. Setidaknya ia lega jika Kellen tak mempermasalah lagi urusan itu.
..........
Suara percakapan sengit itu terdengar sangat intens. tepat di depan cermin riasnya ia duduk menatap keluar jendela dimana butiran salju itu tengah turun berderai indah.
Ia mendengarkan ucapan pria di seberang sana tentang nomor yang tiba-tiba masuk tak jelas.
"Apa temanmu ada yang meminta nomerku?"
"Tidak. Sayang! tapi.."
Miss Barbie membayang akan kejadian tadi. apa secepat itu Dokter Kellen menghubungi Perusahaan? tapi kenapa bisa seperti ini.
"Wanita itu dari Negaramu. Asistenku bilang dia menyebar rumor sebagai kekasihku. kau sengaja melakukan ini. ha?"
Miss Barbie menggeleng. ia juga tak mengerti siapa itu dan kenapa bisa melakukan semua ini?
"Aku tak tahu. Martin! aku hanya menyerahkan Kartu Perusahaan pada seorang Dokter. tapi bukan berarti itu dia."
Terdengar helaan nafas di ujung sana membuat Miss Barbie cemas jika tunangannya ini marah padanya.
"Honey!"
"Sudahlah. aku malas mendengarmu."
"Tapi..."
Tak sempat kalimatnya usai. sambungan itu sudah terputus. Miss Barbie segera mengumpat frustasi.
"Apa mungkin Dokter Kellen? tapi.. selama ini dia tak tertarik untuk hal semacam ini." gumam Miss Barbie menebak-nebak. ia yakin ini bukan Kellen ia sangat percaya dengan gaya wanita cantik itu.
"Tidak mungkin dia. Wanita sekelas Dokter Kellen mana mau melakukan hal murahan ini."
Vote and Like Sayang..
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!