NovelToon NovelToon

MASSHIAHSAGA-KEKUASAAN DUA RAJA

GEGER DI LAS MECCA

Malam menyelimuti angkasa bertabur bintang gemintang yang membentuk konstelasi-konstelasi rumit dan unik, berpadu dengan rembulan yang bersemayam malu-malu ditengah rimbunan mega yang mengarah malam.

Sementara hewan-hewan malam berseliweran mencari mangsa sebagai penggenap dalam upaya bertahan hidupnya. Semuanya bergerak sesuai dengan hukum sunnah yang ditetapkan sang pencipta.

Segala harmoni yang tercipta membentuk ketenangan misterius yang membius makhluk-makhluk untuk berada dalam rotasi lingkaran kehidupannya.

Namun ditengah harmoni yang tercipta dimalam itu, beberapa makhluk tak bertanggung jawab berani melakukan tindakan-tindakan pelanggaran yang menyebabkan tergganggunya ketenangan dimalam yang hening itu.

Las Mecca, lembah Bakka...

Disanalah kekacauan berada. Geger yang ditimbulkan oleh agresi pasukan entah dari mana. Mereka memporak-porandakan segalanya. Keadaan pemukiman dilembah itu sudah kacau balau.

Gedung-gedung rusak dan sebagian telah dirobohkan, bahkan ada yang hangus terbakar. Pepohonan yang menghiasi jalanan banyak yang rusak tertebang. Namun dari sekian bangunan yang ada, hanya sebuah bangunan saja yang tak diapa-apakan oleh para penyerbu itu.

Mereka berkumpul di alun-alun, dimana bangunan itu berdiri. Beberapa diantaranya sedang sibuk memeriksa puing demi puing untuk memastikan apa yang mereka cari dapat ditemukan.

Makhluk bertubuh serba hitam dengan sepir-sepirnya yang berlekuk-lekuk mirip lempeng baju jirah, hanya dihiasi garis-garis campuran kuning dan lembayung yang mempertegas batas-batas diantara lempengan jirahnya. Uniknya, bagian kepalanya berbentuk kepala belalang, lengkap dengan dua buah antena yang panjang. Kedua mata pasetnya memantulkan cahaya-cahaya api yang membakar sebagian gedung-gedung.

"Apakah telah kau temukan, apa yang kita cari, Surya Hitam?" tanya seseorang yang berada dibelakangnya.

Makhluk demihuman berbentuk manusia belalang itu bergeming saja dan hanya menolehkan sedikit kepalanya kearah mana suara bertanya itu muncul.

"Masih sementara dicari, Lord Rotcshild." jawab Surya Hitam kemudian kembali mengarahkan pandangannya ke arah bangunan-bangunan yang terbakar.

Dari belakang demihuman itu, muncul seorang mengenakan pakaian hitam yang dilapisi jubah longgar, toga berwarna hitam pula. Pengait bagian toga disemat pin berbentuk sebuah perisai kecil berwarna merah. Bagian kepala orang itu ditutupi tudung besar dan sebuah cadar menyamarkan sebagian besar wajahnya.

"Sebelum pagi menjelang, perempuan itu harus ditemukan." ujar lelaki bertoga hitam itu. "Aku tak mau Raja Saul beranggapan kita tak becus menjalankan tugas kecil yang diembankannya." sambungnya menandaskan.

"Aku tahu..." sahut Surya Hitam dengan cepat. "Kau tak perlu kecewa."

Lelaki bertoga hitam itu hanya mendengus. "Sedikit lagi, fajar akan merekah di ufuk."

Surya Hitam hanya menoleh sejenak ke arah Lord Rotcshild lalu kembali menatap puing-puing bangunan yang terbakar.

"Katakan padaku, Lord Rotcshild..." ujar Surya Hitam tiba-tiba.

Lord Rotcshild hanya menghela napas sejenak dan menghembuskannya dengan pelan. Meskipun begitu, suara hembusan napasnya terdengar jelas.

"Mengapa Raja Saul menginginkan perempuan ini?" tanya Surya Hitam.

Terdengar sekehan tawa pelan keluar dari mulut lelaki bertoga hitam itu.

"Banyak perempuan di Kota Ur-Balam. Mengapa kita harus bergerak jauh melanggar batas wilayah kekuasaan kita demi seorang perempuan?" desak Surya Hitam kemudian menghadapkan dirinya kepada Lord Rotcshild.

"Siapa perempuan itu? Sebegitu pentingkah dia bagi kerajaan kita?" desak Surya Hitam.

"Perempuan itu akan mewujudkan segala impian Raja Saul untuk bisa menguasai seluruh dunia. Kemampuannya akan menjadikan dunia berada dalam satu kekuasaan... dibawah panji Pax Saulia..." jawab Lord Rotcshild sembari mengangguk-angguk.

"Benarkah itu?!" seru demihuman tersebut dengan terkejut. "Darimana kau tahu?" selidiknya.

"Tak usah banyak mencari tahu." tandas Lord Rotcshild. "Semakin banyak yang tidak kau ketahui, itu akan semakin baik."

Tak lama kemudian, seorang prajurit muncul dan berlutut dihadapan Surya Hitam.

"Bagaimana? Sudah kau temukan?" tanya Surya Hitam dengan tak sabar.

"Sesuai ciri-ciri yang dipaparkan Lord Rotcshild, kami menemukan perempuan yang dimaksud." jawab prajurit tersebut.

"Bawa dia kemari..." titah demihuman itu.

Prajurit itu mengangguk lalu bangkit dan meninggalkan kedua orang tersebut. Lord Rotcshild menatap bangunan gelap yang menaungi mereka berdua.

"Kamu tahu Surya Hitam?" cetus Lord Rotcshild seraya mendekati bangunan tersebut dan mengusap dindingnya. "Bangunan ini dulunya adalah bangunan pertama dibuka bumi yang dibangun oleh bangsa manusia."

Surya Hitam menoleh menatap Lord Rotcshild yang tetap meletakkan tangannya didinding bangunan itu.

"Perhatikan... betapa agungnya..." ujar lelaki bertoga hitam itu. Kedua matanya memejam sejenak seakan meresapi sesuatu yang dipancarkan bangunan itu.

Surya Hitam mendekat dan meletakkan kelima jarinya yang beruas-ruas dan bercakar itu ke dinding bangunan itu.

"Seberapa agungnya bangunan ini?" tanya Surya Hitam.

"Bahkan setelah perang besar yang berlangsung sebelas ribu tahun yang lalu, bangunan ini masih menyimpan aura yang begitu misterius..." ujar Lord Rotcshild dengan pelan.

"Aku tak merasakannya..." ungkap Surya Hitam dengan jujur dan menarik tangannya dari dinding bangunan itu.

Lord Rotcshild tertawa pelan. "Tentu saja... kau bukan manusia sejati... kau adalah mutan, hasil dari teknologi masa silam yang pernah dikembangkan bangsa kami..." sahutnya kemudian menatap Surya Hitam. "Lagi pula, kau bukan penganut ajaran kuno itu."

"Apakah kau menganut ajaran kuno itu?" tanya Surya Hitam dengan sinis.

Lord Rotcshild kembali tertawa pelan. "Lebih tepatnya, aku seorang penganut saintisme. Bagiku, logika adalah hukum tertinggi di alam semesta. Sesuatu yang tak bisa dipahami logika, berarti itu tidak ada..." tandasnya sembari mendekati sebuah batu hitam yang tertanam disisi bangunan itu.

"Contohnya batu ini..." ujar Lord Rotcshild. "Ajaran kuno mengatakan bahwa batu ini berasal dari surga..."

"Memangnya, surga itu dimana?" tanya Surya Hitam. Secara naluriah, Lord Rotcshild menengadahkan wajahnya ke langit yang mulai memancarkan setitik berkas cahaya fajar yang memancar dari ufuk timur.

"Surga itu berada di langit?" tukas Surya Hitam.

"Dalam ajaran kuno, dikatakan bahwa moyangku adalah makhluk yang diturunkan dari langit..." ujarnya dengan pelan.

Percakapan mereka terjeda dengan kedatangan beberapa orang prajurit yang membawa tandu. Diatas tandu itu terbaring sosok seorang gadis berusia sekitar delapan belas tahun, mengenakan pakaian putih. Rambut panjangnya yang hitam kecoklatan nampak disamar oleh kegelapan. Tandu tersebut diletakkan dihadapan Surya Hitam.

Demihuman itu menatap sejenak kearah wanita yang terbaring ditandu tersebut lalu menatap Lord Rotcshild.

"Perempuan ini yang kau maksudkan?" tanya Surya Hitam dengan nada heran. "Tak salahkah?"

Lord Rotcshild mengangguk. "Dia yang ku maksud."

Terdengar tawa demihuman itu. "Ternyata, Raja Saul punya selera yang tinggi pula..." selorohnya namun terdengar nada mencemooh dalam ucapannya.

"Ini tak ada hubungannya dengan selera nafsu selangkangannya." bantah Lord Rotcshild. "Kau terlalu berpikiran buruk terhadap rajamu sendiri."

Surya Hitam mengangkat tangannya, tak mau lagi berdebat. "Sekarang, apa yang akan kita lakukan?"

"Bawa perempuan ini ke Benteng Maung!" titah Lord Rotcshild. "Kita amankan dia sementara disana sehari sebelum dia kita kirim ke Bait-Sole."

"Kalian dengar apa yang dia perintahkan?! Lakukan segera!!" seru Surya Hitam dengan tegas.

Pasukan itu kemudian bergerak meninggalkan Las Mecca tepat ketika fajar mulai merayap dilangit.[]

BERITA YANG MENGEJUTKAN

Seorang wanita mengenakan mantel panjang yang menutupi tubuhnya. Dikepalanya yang ditumbuhi rambut hitam pekat sepunggung itu dihiasi dengan tiara bermotif dua tanduk unik membuat penampilannya lebih mirip kaum peri ketimbang manusia sejati.

Kulitnya memang putih bersih, dilihat dari kulit wajahnya yang merona terkena cahaya mentari. Namun raut wajahnya terlihat begitu serius memandang ke suatu arah.

Nampak ditengah belantara hutan itu nampak sesosok makhluk yang tak jelas bentuknya. Perlahan makhluk itu mendongak ke atas dan memperdengarkan raungannya.

RAAAAAAARRRRRGHHHH...

"Hmmm... akhirnya kau muncul juga." gumam wanita bertiara tanduk itu kemudian mengangguk. "Aku sudah lama menunggumu..."

Tiba-tiba wanita bermantel panjang itu melompat tinggi ke udara dan membenamkan dirinya dalam bentangan permadani hutan yang menghijau lebat itu. Sementara makhluk yang tak jelas bentuknya itu kemudian kembali merunduk dan menyamarkan tubuhnya diantara pepohonan tinggi.

...***...

Disebuah padang rumput yang luas, seorang pemuda mengendarai seekor Karkadan muda. Mereka menyusuri jalanan itu dengan santai. Pemuda itu mengenakan mantel bertudung dengan sebuah perisai lonjong menggantung dipunggungnya, sedang sebilah kopesh tersarung dipelana hewan tersebut.

Ia menikmati aliran angin sepoi yang menghembus pelan, menyejukkan tubuhnya dari panasnya terik matahari yang menyengat. Untung saja ia mengenakan pakaian ringkas namun tertutup sehingga tubuhnya tidak menjadi gosong dimangsa sinar mentari yang panas siang itu.

"Nah Bukefals, sebentar lagi kita tiba di Las Mecca. Kau akan makan enak nanti." ujar lelaki itu dengan jenaka sambil menepuk-nepuk punggung karkadan itu. Bukefals, nama hewan itu hanya membalasnya dengan dengusan berat saja.

"Ah, perjalanan ke Zafawi memang melelahkan." ujar lelaki itu bermonolog. "Untung saja aku hanya mengawal kafilah dagang saja." sambungnya lalu mendengus pelan. "Kalau disuruh menginap, wuih... aku tak bakal mau. Kau setuju kan, Bukefals?"

Lagi-lagi karkadan muda itu mengangguk-angguk seakan mengerti saja perkataan lelaki itu. Hewan itu kemudian memperdengarkan lenguhan panjangnya yang berakhir dengan gerutuan pelan.

Lelaki itu tertawa riang. "Ah, kau memang paling tahu apa dalam hatiku. Seakan-akan kita ini sejoli... bukan begitu?"

Karkadan itu menggeleng-gelengkan kepalanya dan menggerutu lagi membuat lelaki itu tertawa.

"Ah, kau memang dasar tukang gengsi." ejeknya kembali menepuk-nepuk punggung leher hewan itu. "Ayolah sedikit lebih cepat. Aku sudah tak sabar ingin bertemu dengan Selena."

Lelaki itu mendongak menatap ke arah pegunungan dan sejenak ia tertegun. Asap tebal membumbung tinggi terlihat dari balik bukit.

"Bukefals! Asap itu!" seru lelaki itu menudingkan telunjuknya ke arah pegunungan. "Perasaanku tidak nyaman! Percepat larimu kawan!"

Sekali gebah, karkadan muda itu melaju membuat tubuh lelaki itu terguncang-guncang diatas pelananya. Beberapa jenak kemudian, ia bertemu dengan serombongan pasukan, menaiki dua kendaraan sejenis panser bermesin anti gravitasi.

Lelaki itu cepat-cepat menggebah karkadan tunggangannya untuk mengambil tepi jalan saat berpapasan dengan rombongan tentara itu. Sejenak lelaki itu mengekori arah perginya rombongan tentara itu.

"Pasukan dari Kerajaan Yahuda?! Bagaimana bisa mereka berada disini?!" gumam lelaki itu dengan perasaan makin tidak senang. "Mereka datang dari arah sana. Tidak ada pemukiman lain dibalik gunung Shofa itu selain Las Mecca!"

Lelaki itu dengan perasaan tegang kembali menggebah tunggangannya. Karkadan itu melaju menyusuri jalanan itu dan dengan mudah mendaki perbukitan. Dipuncak bukit, disamarkan oleh barisan pepohonan, lelaki itu mengamati Las Mecca dari persembunyiannya.

"Hm... ada seregu tentara bersenjata perisai dan senapan laser... aku bisa menaklukkan mereka..." ujar lelaki itu menguatkan hati lalu menggebah hewan tunggangannya menuruni bukit.

"Berhenti!!!" seru salah satu tentara ketika melihat seorang lelaki berkendara seekor karkadan muda memasuki gerbang masuk Las Mecca.

Lelaki itu menghentikan kendaraannya. Ia menatap tajam tentara bersenjata senapan laser itu.

"Turun dari kendaraanmu!" perintah tentara itu seraya menodongkan senapan laser ke arah lelaki itu.

"Sebutkan siapa kau dan dari mana!!" sambungnya lagi.

"Aku Havard, ... aku penduduk disini." jawab lelaki itu. "Sekarang jawablah pertanyaanku. Mengapa pasukan dari Ur-Baol berada di Las Mecca?!"

"Itu bukan urusanmu!" sela tentara tersebut sembari mempererat todongan senapan lasernya. "Serahkan senjatamu!" ujar tentara itu mengangguk kearah kopesh yang tersarung dipelana hewan tersebut.

"Kalau aku tak mau?" tantang Havard memancing kemarahan tentara tersebut.

"Kau cari mati!!!" seru tentara itu hendak menarik picu senapan.

Dengan sigap, Havard tiba-tiba mencabut dua batang paku panjang dari balik mantelnya dan melesatkannya kearah tentara itu.

SYUTTT... JLEB! JLEB! UOOHHH...

Dua batang paku itu menancap tepat ditenggorokan tentara itu membuatnya roboh melepaskan nyawa sebelum sempat menembakkan laser.

Teriakan tentara itu memancing anggota regu lainnya muncul dan segera mereka mengarahkan senapannya ke arah Havard.

"Penyusup!!! Bunuh dia!!!" seru salah satu tentara itu.

Sekali lagi Havard melemparkan beberapa paku panjang yang menancap ditangan para tentara itu membuat mereka berteriak kesakitan dan melepaskan senapannya.

"Lari Bukefals!!!" seru Havard menepuk tubuh karkadan tersebut sembari menghunus kopesh dari sarungnya yang terpasang dipelana hewan itu.

Bukefals meraung keras lalu lari berderap menuju sekumpulan tentara itu. Mereka berlarian tunggang langgang menghindari amukan hewan tersebut sambil buru-buru menghunus pedang untuk menyerang si pengamuk.

Sementara Havard memanfaatkan kesempatan itu menyerang para tentara dan mengayunkan kopesh miliknya dengan terarah.

Satu persatu tentara berpedang itu roboh dengan tubuh terbelah dan nyawa yang terlepas. Havard menurunkan senjatanya dan menatap karkadan tunggangannya yang berdiri diam beberapa jarak sambil mengeluarkan suara gerutuan.

"Bagus, Bukefals." puji Havard mengacungkan jempolnya kearah hewan itu. "Mari kita cari para penduduk yang selamat." ajaknya.

Havard menuntun Bukefals memasuki perkampungan dan ia berhenti di alun-alun dimana terdapat bangunan tua berbentuk bujur sangkar yang telah ditumbuhi lumut.

Ternyata disana terdapat beberapa penduduk, termasuk kepala kampung, Syaikh Hasyim.

"Havard!!!" seru Syaikh Hasyim melihat lelaki itu muncul menuntun Bukefals.

"Tuan Syaikh..." balas Havard.

"Kau tiba kapan?" tanya lelaki tua itu seraya mengamati keadaan dari balik bahu Havard.

Seakan tahu, Havard menjawab. "Aku baru saja tiba dan baru saja menghabisi seregu pasukan itu."

Syaikh Hasyim mendesah lega. "Untunglah kau datang..."

"Mengapa tidak menghubungi Tel-Qahira?" tanya Havard.

"Tidak sempat, nak." jawab Syaikh Hasyim. "Para Bulis tidak sempat mengontak ibukota. Mereka melakukan biltzkrieg pada saat kami dalam keadaan lengah. Menara pemancar dihancurkan duluan dengan meriam laser sebelum mereka merangsek kedalam kota."

Havard terdiam. Tak lama kemudian ia menghela napas. "Tak mengapalah. Yang penting mereka sudah ku tumpas. Hanya kuminta, anggota Bulis yang tersisa segera melakukan penjagaan... jangan sampai mereka sempat melakukan panggilan radio.... aku sempat berpapasan dengan dua panser pasukan Yahuda ketika dalam perjalanan kemari..."

Syaikh Hasyim mengangguk-angguk paham. "Akan kuteruskan permintaanmu." ujarnya.

Sejenak kemudian Havard menatap lelaki tua itu. "Abi*), aku boleh bertemu Selena?" pinta Havard.

*) panggilan umum kepada lelaki yang dituakan.

Syaikh Hasyim menghela napas prihatin. "Itulah masalahnya, Havard..."

"Masalah?" kening Havard langsung mengerut. "Ada apa dengan Selena?" tanya lelaki itu memegang erat kedua lengan lelaki tua tersebut.

"Selena... Selena ditawan pasukan Yahuda..." ujar Syaikh Hasyim.

"Apa?!" pekik Havard dengan kaget. "Lalu? Apakah dia dibawa ke Ur- Baol?!" desak lelaki itu.

Syaikh Hasyim menggeleng. "Tidak..."

"Lalu?" desak Havard lagi.

"Dia... dia dibawa ke Benteng Maung." jawab Syaikh Hasyim.

Havard seketika dilanda keterkejutan yang luar biasa.[]

PERSIAPAN KE TUJUAN

Havard sibuk memberi makan Bukefals. Karkadan itu harus diberi nutrisi sebanyak-banyaknya untuk perjalanan kembali menjemput Selena dari Benteng Maung. Untunglah, karkadan bukanlah hewan seperti kuda, yang pada umumnya akan terlihat lelah jika menempuh perjalanan tanpa henti dan tanpa istirahat.

Para ilmuwan dimasa itu berhasil menciptakan hewan-hewan mitologi dengan teknik cangkokan DNA sehingga beberapa diantaranya berhasil dikembang-biakkan. Salah satunya adalah karkadan.

Karkadan berdasarkan catatan-catatan kuno yang dikumpulkan oleh para cendekiawan merupakan hewan besar mirip kuda namun memiliki tanduk seperti cula. Keempat kakinya berjari, tidak seperti kuda. Hewan-hewan tersebut dibiakkan di penangkaran hewan di Kota Kaelis, bagian utara dari ibukota kerajaan Saba, Tel-Qahira.

Havard membeli hewan itu seharga 50 dirham dan menisbatkan nama hewan tunggangan dari seorang penakluk terbesar di jaman dulu. Lagi pula Bukefals, berarti Si Kepala bertanduk cocok untuk karkadan tersebut.

Sedang asyik memberi makan Bukefals, seseorang muncul di istal.

"Ahmad..." sahut Havard ketika mengetahui siapa yang muncul mendekatinya.

"Kau akan tetap pergi?" tanya Ahmad kemudian duduk digundukan rerumputan yang diikat.

"Tentu..." jawab Havard. "Aku tak akan membiarkan siapapun menyentuh Selena..."

Ahmad tersenyum dan menundukkan sejenak lalu kembali mengangkat wajahnya menatapi Havard.

"Kau menyukainya, kan?" tukas Ahmad.

Havard diam sejenak sambil terus menaruh beberapa genggam rumput segar ke bak makanan hewan kesayangannya. Tak lama kemudian ia menyahut.

"Siapapun pasti menyukai Selena... termasuk kau juga, kan?" balas Havard dengan acuh sambil terus memberi makan Bukefals.

"Maksudku rasa suka secara khusus." kilah Ahmad.

Havard tertawa pelan sejenak lalu menghela napas dan menjeda pekerjaannya kemudian menatap Ahmad.

"Selena adalah sahabat kita bersama, Ahmad... meskipun bukan Selena, siapapun diantara kita yang dibawa dan diserap oleh tentara Yahuda, aku akan berupaya membebaskannya." tandas Havard setelah itu kembali sibuk dengan pekerjaannya memberi makanan kepada Bukefals.

"Kuharap ucapanmu itu benar." tukas Ahmad.

"Apakah ada motif lain dari niatku?" tantang Havard.

Ahmad tersenyum lagi lalu mengangkat bahu. "Entahlah kawan. Yang tahu hanyalah dirimu sendiri."

Havard hanya tersenyum menanggapi ucapan lelaki itu. Tiba-tiba Ahmad menyeletuk.

"Apakah aku boleh ikut?"

Havard menoleh sejenak lalu menggeleng. "Tak usah." tolaknya. "Kau bersama anggota Bulis yang lain mengadakan pengamanan penuh." Havard menjeda lagi pekerjaannya dan menatap Ahmad. "Aku kuatir jika dua panser itu kembali lagi kemari dan melakukan genosida terhadap kalian."

"Kalau soal itu, kau tak perlu mengkuatirkan aku." ujar Ahmad kemudian bangkit. "Laksanakan saja misimu menyelamatkan kekasihmu itu."

"Dia bukan kekasihku..." sela Havard dengan cepat.

Ahmad hanya tertawa sembari melangkah meninggalkan istal. Sementara Havard kemudian termenung lama memikirkan Selena yang disekap di Benteng Maung.

...****...

Lord Rotcshild berdiri angkuh menatap seorang lelaki kekar dengan wajah kucing. Dagunya ditumbuhi brewok pirang sampai ke lehernya.

"Tigris, bagaimana keadaan tawanan kita?" tanya Lord Rotcshild dengan datar.

"Kami melayaninya dengan baik, sesuai keinginanmu." jawab demihuman itu dengan kesan angkuh.

"Aku mengharapkan yang terbaik dari kalian." ujar Lord Rotcshild menekan. "Atas nama Raja Saul, aku memerintahkan kalian untuk mengamankan wilayah ini dengan sebaik-baiknya."

"Kau tak perlu memerintahku. Aku tahu apa yang mesti kulakukan." dengus Tigris kemudian menggeram keras.

"Ingat perjanjian kalian dengan beliau." tekan Lord Rotcshild dengan datar.

Tigris hanya mendengus lalu berbalik meninggalkan lelaki bertoga hitam itu diruangan tersebut.[]

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!