Zeya menatap langit yang tak lagi berbintang di atas sana. Pandangannya bercampur dilema yang tengah ia rasakan. Rasa sedih, seakan ikut sirna bersama awan menutup bintang-bintang di langit yang tengah bertebaran untuk memancarkan cahayanya.
Pernikahan, siapa sangka, jika pernikahannya hanya menjadi kesedihannya semata. Sebuah perjodohan yang tidak pernah di harapkan, kini dirinya terpaksa harus menjalaninya dengan penuh air mata.
Malam yang semakin larut, tak juga ia temui sang suami di dalam kamar. Perasaan sedih, seakan sudah menjadi kebiasaannya. Zeya meneguk air minum dalam beberapa tegukan, satu gelas pun tandas dalam sekejap yang dibarengi dengan perasaan gundahnya.
Arah pandangannya kini tertuju pada dinding yang terlihat kokoh itu, yakni foto pernikahannya berbingkai dengan ukuran besar telah terpajang di atas tempat tidurnya.
Zeya tertunduk, tak mampu jika harus menatap fotonya yang menyimpan senyuman penuh luka.
Alangkah terkejutnya saat mendapat suaminya yang baru saja pulang, yakni dengan bau menyengat pada bagian tubuhnya.
"Mas, Mas Rouki."
Sedikit keras suaranya saat melihat suaminya berjalan sempoyongan. Dengan sigap, Zeya langsung memapah tubuh suaminya yang teramat berat untuk ia sangga.
Dengan susah payah, Zeya langsung menjatuhkan tubuh suaminya di atas tempat tidur. Kemudian, secepatnya melepaskan sepatunya.
"Alya, Alya, a-a-a-aku mencintai kak-kamu, sayang." Ucapnya ngelantur karena reaksi dari al_ko hol yang begitu banyak, membuat Rouki asal bicara.
Zeya tak menggubrisnya sama sekali, baginya sudah menjadi dongeng ketika suaminya pulang lewat tengah malam.
Sakit, itu sudah jelas. Tapi, Zeya sadar diri, bahwa dirinya tak ada haknya untuk marah. Pasrah dan terima nasib, itu yang bisa Zeya lakukan.
'Mau sampai kapan, kita akan terus seperti ini. Apa aku sanggup harus menjalaninya? entahlah.' Batin Zeya dengan perasaan sedihnya.
Tidak mau larut dalam kesedihannya, Zeya segera menggantikan baju suaminya. Tiba-tiba, sebuah tangan telah meraih tengkuk lehernya saat Zeya hendak melepaskan kancing bajunya.
Sebisa mungkin, Zeya melepaskannya. Karena efek alk_ohol, Rouki langsung terpejam. Bahkan, tidak di sadarinya, jika sang istri telah menggantikan pakaiannya. Lalu, menyelimuti tubuhnya hingga ke dada bidangnya.
Kemudian, disusul oleh Zeya tidur di sebelah suaminya dengan cara membelakanginya.
Rasa kantuk lantaran tidurnya lewat tengah malam, hampir saja Zeya bangun kesiangan. Seperti biasa, Zeya selalu membuatkan sarapan untuk suaminya.
Awal pernikahan, sang suami tak mau menerima masakan dari istrinya. Tapi kini, lambat laun, justru ketagihan dengan masakan istrinya.
Meski awalnya Zeya adalah wanita karir, dirinya mampu menempatkan posisinya menjadi seorang istri. Tidak melulu meminta bantuan pelayan, Zeya mampu menjadi istri bersama kewajibannya kepada sang suami.
Ketika sudah siap untuk di hidangkan di meja makan, Zeya bergegas masuk ke kamarnya untuk membersihkan diri.
Sampainya berada didalam kamar, rupanya sang suami sudah bersiap-siap untuk turun ke bawah.
Tampan, terlihat sempurna, dan dikagumi oleh para wanita, itulah sosok Rouki Arganda. Tapi, itu semua tidak membuat sosok Zeya kagum maupun terpesona dengan suami sendiri.
Diam, bagai patung tak mengenal pemiliknya. Sedangkan pemiliknya sendiri sangat mengenalinya.
Tidak ada sapaan apapun oleh Rouki kepada istrinya, melenggang kangkung untuk keluar dari kamarnya. Tak heran, jika Zeya sendiri acuh tak acuh kepada suaminya, sebagaimana dirinya memperlakukan istrinya dengan semena-mena. Pernikahan berjalan sudah satu tahun, tapi tak nampak sedikitpun tentang keakraban pada keduanya.
Tidak mau berpikir penat, Zeya membersihkan diri. Setelah itu, segera mengenakan baju ganti.
Sedangkan Rouki, sudah duduk di ruang makan sambil menunggu kedua orang tuanya.
"Rouki, selamat pagi, Nak." Sapa ibunya sambil menarik kursinya.
"Pagi juga, Ma." Jawab Rouki.
"Istrimu mana, kok gak bareng keluarnya?"
"Lagi mandi, sebentar lagi juga turun." Kata Rouki datar tanpa menatap ibunya.
"Kamu gimana sih, selalu ninggalin istri. Seengaknya tuh, kalian berdua kemana-mana itu bareng. Sama istri sendiri sudah seperti sama orang asing aja, jangan diulangi lagi, Rouki." Ucap ibunya.
"Bukan pilihanku, jadi gak perlu Mama mengatur aku. Sudah aku bilang, aku gak mau dijodohkan. Begini kan, jadinya. Salah Mama dan Papa, kenapa tidak mau merestui hubunganku dengan Alya." Jawab Rouki dengan kesal saat kemauan orang tuanya harus di penuhi.
"Karena kamu telah dibutakan dengan cinta, dan tidak mau memandang berlian yang benar-benar nyata di hadapan kamu." Ucap ibunya menahan emosinya, lantaran merasa geram saat anaknya tak mau nurut dengannya.
"Ah sudahlah, Mama itu, mau mengajakku sarapan, atau mau memberi ceramah padaku. Kalau seperti ini terus, lama-lama aku bosan tinggal bersama Mama dan juga Papa. Kalian berdua itu, tidak pernah memberiku kebebasan untuk memilih." Kata Rouki mulai terasa sesak untuk menghela napasnya.
Tanpa disadari oleh Rouki dan ibunya, ternyata sedari tadi tengah mendengarkan perdebatan antara anak dan ibunya.
"Pagi, Ma, Mas Rouki, eh ada Papa juga. Maaf, jika sudah membuat menunggu." Sapa Zeya dengan senyum ramah untuk tidak menunjukkan ekspresi sedihnya, meski kenyataannya hatinya sedikit terluka dengan ucapan-ucapan dari suaminya.
"Pagi juga, Zeya. Ayo duduk, kita sarapan pagi bersama. Oh ya, hari ini kamu gak ada kegiatan kan, Nak?" sahut ibu mertuanya dan bertanya.
"Gak, Ma. Hari ini Zeya gak ada kegiatan apapun, pihak panti asuhan sedang ada kegiatan sendiri. Jadi, Zeya diminta untuk libur." Jawab Zeya sambil menarik kursi untuk duduk di sebelah suaminya.
"Kalau gak ada kegiatan, gimana kalau hari ini Papa dan Rouki kerjanya di handle dulu. Lagian juga, ini kan hari minggu. Kalian berdua gak usah terlalu semangat, kita sebagai istri juga butuh liburan, ya gak Zeya?" ucap ibunya Rouki dan memberi kode kepada menantunya.
"Em ... gimana ya, Ma. Zeya sih, nurut aja sama Mas Rouki. Kalaupun Mas Rouki tidak bisa, Zeya pun tidak bisa liburan." Jawab Zeya sambil melihat ekspresi suaminya yang terlihat kesal.
"Baiklah, untuk hari ini aku akan ikuti permintaan Mama. Ingat, hanya untuk hari ini." Kata Rouki yang akhirnya memberi keputusan kepada ibunya.
"Nah, gitu dong. Papa juga mau ikut liburan kalau gitu. Ya udah, kita sarapan dulu. Setelah sarapan, kita siap-siap berangkat, ok." Timpal sang ayah dengan bersemangat.
Saat itu juga, Zeya melayani suaminya untuk mengambilkan sarapan pagi. Rouki sama sekali tidak menolaknya, apapun yang dilakukan oleh istrinya, Rouki tidak mempermasalahkannya.
Setelah selesai sarapan pagi, semua bergegas kembali masuk ke kamarnya untuk bersiap-siap berangkat liburan.
Sambil mengingat apa saja yang harus dibawa untuk berlibur, tiba-tiba Zeya dikejutkan oleh suara ponsel yang kedengarannya milik suaminya.
Zeya yang mengetahui ada seseorang yang menelpon suaminya, Zeya segera melihatnya.
Saat itu juga, Rouki langsung menyambar ponselnya.
"Kamu tidak ada hak apapun tentangku, urusin saja diri kamu sendiri. Mau sampai kapan kamu akan bertahan dengan pernikahan ini? karena aku tidak akan pernah tertarik denganmu, ingat itu." Ucao Rouki yang selalu mengucapkan kalimat yang sama kepada istrinya.
Zeya sama sekali tidak peduli dengan ucapan suaminya yang sering ia terima, justru Zeya mulai berani untuk tersenyum.
"Sampai kamu menyerah, dan menceraikanku." Jawab Zeya dengan santai.
"Apa kau ini sudah bo_doh! mana bisa aku menceraikan kamu. Kalau bukan atas bantuan dari orang tuamu yang sudah menyelamatkan perusahaan orang tuaku, tidak akan sudi aku menjalani pernikahan ini denganmu, paham."
"Terserah kamu, aku pun sebenarnya juga tidak sudi menikah dengan lelaki angkuh dan dingin sepertimu." Jawab Zeya dengan berani, dan langsung menyambar tasnya dan segera turun.
Meski hatinya terasa sakit saat mendapatkan bentakan dari suaminya, apa salahnya jika dirinya mencoba untuk berani menjawab, dan tidak melulu selalu di rendahkan, pikirnya.
"Loh, Rouki mana?" tanya ibu mertua saat mendapati Zeya keluar dari kamar lebih dulu.
Bukannya langsung menjawab, Zeya menoleh ke tangga.
"Itu Mas Rouki, Ma." Kata Zeya sambil menunjuk ke arah tangga, yakni pada suaminya yang tengah menuruni anak tangga.
"Oh, ya. Ya udah, ayo kita berangkat." Ucap Ibu mertua, dan mengajak menantunya.
"Ma, sebenarnya mau liburan kemana sih?" tanya Rouki serasa enggan untuk ikut pergi liburan.
"Ke pantai, atau kemana lah, yang penting kita liburan. Lagian juga kan, ini hari minggu dan kamu tidak ngantor. Apa salahnya coba, jika hari ini kita liburan." Jawab ibunya yang tidak pernah menyerah untuk menyatukan putranya dengan menantunya.
"Mendingan juga tidur di rumah, lagian juga ujung-ujungnya bikin badan capek. Enak kalau ada yang pijitin, badan capek aja ditahan sendiri." Kata Rouki sambil melirik ke arah Zeya, seakan dirinya yang disalahkan.
"Makanya, kalian berdua itu yang akur. Mau sampai kapan coba, kalian akan terus-terusan seperti ini." Ucap ibunya mencoba memberi saran.
Rouki yang malas menjawab, langsung naik mobil. Kemudian, disusul Zeya dan duduk di sebelah suaminya.
Baru saja mau menyalakan mesin mobilnya, tiba-tiba ponselnya berdering.
"Ya, ada apa?"
"Apa! ya ya ya ya, aku akan segera ke rumah sakit."
Rouki yang mendapat kabar dari seberang telpon, langsung menoleh pada istrinya.
"Kita gagal untuk pergi liburan, aku harus pergi ke rumah sakit sekarang juga. Jadi, cepat kau turun." Ucap Rouki kepada Zeya dengan suara sedikit membentak.
"Memangnya siapa yang sakit?" tanya Zeya ingin tahu.
"Tidak perlu aku memberitahumu, sekarang juga cepetan kau turun." Jawab Rouki mengusir istrinya.
"Baik, aku akan segera turun." Ucap Zeya yang langsung melepaskan sabuk pengamannya.
'Aku tau, kamu pasti mau bertemu dengan pacarmu yang bernama Alya itu, 'kan?' batinnya sambil berjalan untuk masuk ke rumah tanpa harus melihat kepergian suaminya.
Sedangkan ibu mertua yang baru saja naik ke mobil, melihat menantunya yang tidak ikut bersama suaminya, langsung turun dan mengejar Zeya. Sedangkan sang ayah, mulai merasa geram dengan sikap putranya yang tidak pernah memperlakukan istrinya dengan baik.
Merasa kesal, juga merasa geram dengan Rouki, putranya sendiri. Beliau langsung melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, yakni untuk mengejar putranya.
Sama halnya dengan ibunya Rouki, juga segera mengejar menantunya untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.
"Zeya, tunggu, Nak." Panggil ibu mertua saat Zeya hendak menapaki anak tangga.
Zeya menoleh, ternyata ibu mertuanya yang memanggil.
"Mama, kok Mama gak jadi berangkat?"
"Kamu sendiri kenapa masuk ke rumah, suami kamu mau pergi kemana?"
"Em ... katanya sih, mau pergi ke rumah sakit."
"Ke rumah sakit, memangnya siapa yang sakit?" tanya ibu mertua ingin tahu.
"Zeya gak tahu, Ma. Mas Rouki bilang, katanya mau ke rumah sakit. Soal siapa yang sakit, Zeya gak tahu." Jawab Zeya dengan jujur, sesuai yang diucapkan suaminya.
'Pasti perempuan itu, si Alya. Gak ada kapok kapoknya juga itu anak.' Batin ibunya Rouki.
"Kita duduk di sudut ruangan sana, bagaimana? Mama ingin berbicara sesuatu denganmu, sangat penting." Ucap ibu mertua mengajak menantunya untuk duduk di sudut ruangan.
"Ya, Ma." Jawab Zeya dengan anggukan, dan menuju ke sudut ruangan yang selalu dijadikan tempat untuk duduk santai.
Saat mertua dan menantu sudah duduk bersebelahan, ibu mertua mengambil air minum.
"Minumlah, biar pikiran kamu jauh lebih tenang." Ucap Ibu mertua sambil menyodorkan satu gelas air minum yang baru di tuangkan kedalam gelas.
Zeya menerimanya, dan meminumnya.
Kemudian, ibu mertua meraih tangan Zeya.
"Maafkan Mama sama Papa ya, Nak. Gara-gara keegoisan kami orang tua, kamu harus menjalani pernikahan yang seperti ini. Maafkan anak Mama yang sudah menyakitimu, dan sudah membuatmu menderita. Maafkan kami sekeluarga, karena tidak memperlakukan kamu dengan baik." Ucap ibu mertua merasa sangat bersalah, lantaran sudah membuat menantunya menderita.
"Gak apa-apa kok, Ma. Zeya tahu ini sangat berat untuk diterima, apa salahnya jika Zeya bertahan. Kata Mama Zeya, Mas Rouki lelaki yang sangat baik dan juga bertanggung jawab. Jadi, Zeya akan bersabar untuk menjalani pernikahan ini sampai kesabaran ini akan menyerah dengan sendirinya, Ma." Jawab Zeya yang tiba-tiba ingin menangis.
Siapa sangka, lelaki yang dikatakan baik dan bertanggung jawab, kini harus diterima kenyataan yang berbanding terbalik dan tidak sesuai dengan apa yang pernah ia dengar lewat ibunya sendiri.
Ibu mertua yang mendengarnya, pun merasa malu saat putranya dipuji dengan baik, dan juga masih mau bertahan dengan luka hati.
"Semua sudah menjadi wasiat kedua orang tua kamu, juga dengan mendiang kakeknya Rouki. Tapi, sepertinya Mama dan Papa menyerah, semua keputusan ada padamu. Jika kamu tidak lagi sanggup untuk menjalani pernikahan dengan Rouki, Mama tidak melarang kamu untuk menentukan pilihan kamu. Mama sadar, bahwa putra Mama sudah sering menyakiti perasaan kamu." Ucap ibu mertua yang merasa gagal mempertahankan hubungan pernikahan putranya sendiri.
"Zeya masih sanggup untuk menjalani semua ini kok, Ma. Selagi suami Zeya tidak main tangan, Zeya masih bisa untuk bertahan. Tetapi, jika sudah bermain perempuan di belakang dan juga bermain tangan, mungkin Zeya akan menyerah." Jawab Zeya yang akhirnya berkata jujur.
"Makasih ya, sayang. Mama sangat beruntung memiliki menantu sepertimu. Hanya saja, Rouki telah dibutakan dengan cinta dari wanita yang salah." Ucap Ibu mertua sangat menyayangkan akan sikap putranya yang masih belum juga mau menerima kehadiran istrinya.
"Mama belum beruntung, karena Zeya belum berhasil untuk meluluhkan hatinya Mas Rouki." Jawab Zeya sambil menatap ibu mertuanya.
Ibu mertua langsung memeluk menantunya, lantaran merasa bersalah besar atas sikap putranya yang mungkin saja sudah banyak memberi luka padanya.
"Ma, Mama menangis?" tanya Zeya saat mendengar suara isak tangis ibu mertuanya.
Kemudian, Zeya mengusap lembut air matanya dengan jari jemarinya. Lalu, diraihnya tangan Zeya oleh ibu mertua.
"Sekali lagi, maafkan Mama ya Nak. Selama menjadi istrinya Rouki, kamu belum pernah merasakan kebahagiaan bersamanya. Maafkan Mama dan Papa, juga Rouki." Ucap ibu mertua masih terbayang-bayang dengan kesalahan yang sudah memberi banyak kesedihan untuk menantunya.
Zeya justru tersenyum menatap ibu mertuanya, tak ada kebencian sedikitpun pada diri Zeya kepada ibu mertuanya.
"Mama tidak perlu meminta maaf sama Zeya, karena Mama tidak bersalah, begitu juga dengan Papa dan Mas Rouki. Ini semua sudah menjadi pilihan dan keputusan kita semua, tak ada yang perlu di salahkan." Jawab Zeya mencoba untuk mencairkan suasana, meski sebenarnya ada sedikit rasa sedih dan kecewa, namun berusaha untuk bisa menerimanya dengan hati yang lapang, pikir Zeya.
"Andai saja, Rouki tidak dibutakan dengan cinta, mungkin gak akan seperti ini ceritanya."
"Sudahlah, Ma. Gak ada yang perlu disesali, biarkan semua berjalan bagai air yang mengalir dengan arahnya."
"Kamu benar, Nak. Ya udah, kalau kamu mau masuk ke kamar." Ucap Ibu mertua, Zeya tersenyum dan mengangguk.
"Zeya tinggal dulu ya, Ma. Sekalian, Zeya mau mengubungi pihak panti asuhan. Soalnya satu minggu lagi mau diadakan acara bertemunya anak-anak panti asuhan yang pernah singgah, enaknya bilang, reoni besar."
"Ya udah, silakan. Kebetulan hari ini Mama juga mau menyelesaikan tugas dari Butik. Soal Rouki, kamu tidak perlu memikirkannya."
"Ya, Ma. Ya udah ya, Ma, Zeya masuk kamar dulu." Jawab Zeya, dan segera kembali ke kamarnya.
Sedangkan di rumah sakit, Rouki tengah berjalan dengan gesit menuju ruang rawat pasien.
"Alya, kamu kenapa, sayang? kamu tidak apa-apa, 'kan?" tanya Rouki dengan perasaan khawatir.
"Kakiku, kaki aku, gak bisa di gerakan." Jawab Alya sambil memegangi bagian lututnya.
Rouki yang melihat Alya meringis kesakitan, langsung mengusapnya dengan pelan.
"Kenapa kamu bisa seperti ini, sayang? seharusnya kamu itu bilang, kalau kamu mau pergi atau membutuhkan sesuatu."
"Mau di taruh dimana muka aku, sedangkan kamu sudah punya istri. Aku gak mau dibilang perebut suami orang, jelas-jelas kamu adalah milikku, bukan milik istrimu."
"Pers_etan! dengan istriku, secepatnya aku akan segera mengurus perceraianku dengannya. Kamu yang sabar dulu ya, sayang. Aku pastikan, kita akan segera menikah." Ucap Rouki mencoba untuk meyakinkan Alya.
"Kamu janji ya, sayang. Kamu tidak akan meninggalkan aku, 'kan? aku sangat takut kehilangan kamu, juga tidak ingin kehilangan kamu. Sayang, aku ingin secepatnya menikah denganmu." Kata Alya.
"Kamu tenang saja, secepatnya kita akan segera menikah. Lagi pula aku tidak menganggap Zeya adalah istriku. Jadi, kita tetap akan tetap menikah setelah kaki kamu sembuh." Ucap Rouki, dan mencium kening milik Alya tanpa canggung.
'Selangkah lagi, semua akan menjadi milikku. Lihat lah Zeya, suamimu akan jatuh ke tanganku. Status boleh milikmu, tetapi jiwa dan raganya sepenuhnya akan menjadi milikmu. Dan kamu, bersiap siaplah untuk diceraikan.' Batin Alya dengan penuh kemenangan.
"Sayang, aku sudah tidak punya tempat tinggal lagi. Soalnya Ibu yang mengasuh aku sudah meninggal, dan segala hartanya telah jatuh ke tangan adiknya. Jadi, aku sudah tidak mempunyai tempat tinggal lagi." Ucap Alya merengek sambil memegangi tangan kekasihnya.
"Kamu gak perlu cemas, kamu akan tinggal bersamaku." Jawab Rouki.
"Tinggal bareng kamu, dimana?"
"Di rumah utama, dan kamu tidak perlu takut dengan kedua orang tuaku, ataupun dengan istriku. Karena mereka berdua bukanlah orang tua kandungku, melainkan hanya orang tua angkat." Jawab Rouki.
"Apa! jadi mereka berdua bukan orang tua kandungmu?"
"Ya, Papaku adalah adiknya Ayah kandungku. Dari bayi aku di asuh olehnya, dan ayah mertuaku mempunyai hubungan baik dengan orang tua kandungku, juga dengan kakekku. Jadi, istilahnya, aku memang sudah dijodohkan sejak bayi." Jawab Rouki.
'Benar-benar bagai mendapat durian runtuh, juga sekali dayung, dua pulau bisa aku lampaui dengan mudah.' Batin Alya.
'Lihat lah Zeya, bentar lagi kau akan segera dihempaskan oleh suami kamu sendiri. Sedangkan aku akan menjadi Nyonya Rouki.' Batin Alya dengan percaya dirinya.
"Permisi sebentar, kami mau memeriksa pasien. Kalau tidak keberatan, kami minta untuk keluar sebentar." Ucap sang dokter, Rouki mengangguk dan segera keluar.
Sedangkan ayahnya, kini tengah mencari keberadaan putranya untuk mengetahui kemana perginya, dan sedang menemui siapa, pikirnya Beliau.
Rouki yang cukup lama menunggu, akhirnya selesai juga dalam pemeriksaan kondisi pasien.
"Bagaimana keadaan pacar saya, Dok? apakah ada luka yang serius?" tanya Rouki ingin tahu keadaan kekasihnya.
"Pasien tidak mengalami hal serius. Hanya saja, harus sabar untuk memulihkan lukanya. Mau bagaimanapun, harus ada perawatan yang baik, agar secepatnya pulih dan sembuh total." Jawab sang dokter.
"Baik, Dok. Kalau boleh tahu, berapa hari lagi pacar saya bisa pulang, Dok?"
"Mungkin tiga hari lagi baru boleh pulang, itupun harus sering kontrol, meski sudah diizinkan pulang sekalipun." Jawab sang dokter.
"Baik, Dok. Terima kasih atas sarannya."
"Sama-sama, kalau gitu saya permisi."
Rouki mengangguk.
"Sayang, aku lapar, siapin ya?"
"Ya, sayang. Makan yang banyak ya, biar cepat pulih dan sembuh, biar cepat pulang juga. Soalnya akhir-akhir ini pekerjaanku di kantor sangat padat, dan tidak bisa aku tinggalkan. Tahu sendiri kan, kerja di kantor itu gak seenak duduk berduaan denganmu." Ucap Rouki sambil menyuapi kekasihnya.
"Jadi gak sabar, pingin cepat-cepat nikah denganmu, sayang. Malam ada yang menemaniku tidur, paginya ada yang menyapaku." Kata Alya dengan suaranya yang manja.
Rouki tersenyum dan mengusap lembut rambutnya.
"Makanya, habisin dulu Makanannya. Nanti kalau sudah lumayan mendingan, kamu baru bisa pulang." Ucap Rouki sambil menyuapi.
"Ya, sayang. Aku nurut aja sama kamu, yang terpenting kamu selalu memberi perhatian untukku." Jawab Alya dengan senyum bahagianya.
"Ya, kamu gak perlu khawatir. Sudah ini, kalau sudah, ini diminum. Ingat, setelah ini kamu harus istirahat. Soalnya aku gak bisa lama-lama di rumah sakit, aku harus segera pulang." Ucap Rouki sambil menyodorkan gelas berisi air minum, Alya menerimanya dan meminumnya.
Setelah itu, Rouki segera pulang ke rumah.
Baru saja keluar dari ruangan kekasihnya dirawat, tiba-tiba bertemu sang ayah saat beberapa langkah keluar dari ruangan.
"Rouki, siapa yang kamu temui?"
"Alya, Alya kekasihku, Pa. Sudahlah, Papa tidak perlu mengatur ngatur kehidupanku, biarkan aku menjalani kehidupanku dengan pilihanku sendiri." Jawab Rouki dengan tatapan penuh dengan kekesalan, geram pastinya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!