NovelToon NovelToon

Penguasa Dua Benua

BAB 1 - JENDRAL HEBAT

Di abad pertengahan eropa timur, tepatnya di benua Oleic, dua kerajaan memulai peperangan. Dengan formasi bertempur milik kerajaan Noregon yang tersohor, 3300 pasukan membentuk dua kelompok pasukan, kelompok pertama membuat Formasi berlapis, di luar Formasi Falangs (kotak) dan di dalam Formasi Moncong Babi yang tak terkalahkan, melawan pasukan Riguaria dengan jumlah pasukan lebih banyak, 5000 prajurit siap tempur.

Maka pecahlah peperangan di tanah Oleic, para prajurit Riguaria menyerang bak gelombang dahsyat ke arah formasi pasukan Noregon. Bunyi benturan dan suara dentingan pedang beradu memekakan, suara teriakan penyemangat, bahkan besetan pedang tak ayal lagi mengisi medan pertempuran.

Formasi berlapis milik pasukan Noregon memang sulit di tembus walau jumlah mereka tidak berimbang dengan pasukan lawan, tetapi kekuatan pasukan dan formasi bertahan adalah faktor penentu, apalagi pasukan mereka di pimpin Jendral terhebat milik kerajaan Noregon, dialah Jendral Luzen, yang berada di tengah pasukan.

Ketika pasukan Riguaria hampir kualahan menerobos dinding pertahanan formasi berlapis Noregon, dari sayap kanan dan kiri pasukan Noregon, kelompok kudua membabat habis pasukan gelombang pertama prajurit Riguaria, alhasil Riguaria mengirim pasukan gelombang kedua, ketiga dan terakhir….pasukan Riguaria kalah dengan jumlah pasukan 3000 prajurit, tersisa hanya 200 orang yang kembali dengan kekalahan.

Kemenangan yang diraih Noregon tak bisa dipungkiri karena takdir kemenangan memang milik mereka, ditambah kekuatan prajuritnya dan strategi perang yang di kuasai jendral Luzen. Lagi-lagi jendral Luzen mengharumkan nama kerajaan Noregon.

*********

Di balkon luar kastil kerajaan Nerogon, Terlihat dua orang sedang berdiri berbincang, yang satu memakai jubah besar kerajaan, dan sebelahnya mengenakan jubah hitam dengan pedang di pinggangnya.

Raja Josean Bosten yang sudah berambut putih, berjanggut dengan warna yang sama, putih keperakan, menatap kearah kota kerajaan yang membentang luas di bawahnya.

“ Jendral, aku khawatir dengan penerusku selanjutnya, anakku Rowen sepertinya tidak mewarisi sifatku, karakternya sangat bertolak belakang denganku. Aku khawatir dengan masa depan kerajaan ini selanjutnya”

“ Yang Mulia sudah berusaha mendidiknya dengan segenap kemampuan. Mohon jangan terlalu khawatir, masih ada penasehat kerjaan yang mungkin bisa meluruskan kekeliruan Pangeran Rowen “ Jendral Luzen yang ada di sisi sang Raja mencoba menenangkan.

“ Maukah kau mendidiknya Jendral, menjadi seseorang yang memiliki kepribadian seorang Raja” Raja Josean menoleh kearah Jendral.

“ Akan ku usahakan Yang Mulia, tapi sepertinya Pangeran sedikit tidak menyukaiku Yang Mulia “ Jendral sedikit tersenyum.

“ Dia hanya cemburu Jendral “ Raja Josean juga tersenyum kecil.

“ Kalau aku boleh memilih, mungkin aku akan memilihmu untuk menjadi anakku, juga untuk meneruskan tahta kerajaan ini, tapi takdir dan sistem peraturan tidak bisa seenaknya dirubah “ Suara parau Raja Josean terdengar agak rendah.

“ Aku rasa seiring waktu Pangeran Rowen mungkin bisa belajar menjadi Raja yang baik Yang Mulia”

“ Yah, aku harap begitu, tapi kenyataannya dia tidak pernah berubah, masih saja egois dan keras kepala “ Raja menghela nafas. Lalu mereka berdua bertumpu pada tembok balkon kastil, melihat kearah pemandangan kota kerajaan di bawahnya.

Lima tahun kemudian…

Di depan sebuah halaman kerajaan, lima orang terlihat diikat dan berlutut di hadapan prajurit kerjaan yang bersenjata. Mereka yang berlutut tampak sedikit berontak ketika pengawal kerajaan mengangkat paksa untuk berdiri, seolah mereka protes dengan hukuman yang akan dijatuhkan.

Kabarnya mereka akan di eksekusi di tiang gantungan hanya karena, mencuri ayam peternak, menyembunyikan seorang pemberontak, berkelahi di pasar dan hal-hal yang masih bisa di beri hukuman yang agak ringan dibandingkan hukuman gantung.

Tapi itulah kebijakan baru kerajaan, yang mana hampir semua rakyat di wilayah kerajaan berat untuk menerimanya. Pajak rakyat yang dinaikan dua kali lipat, jika seseorang sudah tidak mampu membayar maka ia akan di jadikan budak dan dijual di pasar budak, karena budak tidak harus membayar pajak.

Juga dari hasil panen dan hasil ternak hanya separuhnya yang bisa diambil dari petani dan peternak, sisanya harus di berikan semua ke kerajaan tanpa di beri upah sedikitpun. Dan banyak kebijakan lain yang mencekik dan mendzolimi rakyat.

Apalagi untuk orang-orang yang sengaja menentang bahkan berani melawan kebijakan baru kerajaan, maka orang-orang tersebut di sebut ‘Pemberontak’, dan hukuman yang di jatuhkan sangat berat dan tidak manusiawi, seorang pemberontak akan di hukum dengan cara diikat tangan, kaki dan mulutnya lalu di bakar hidup-hidup di dalam sebuah peti kayu besar bersama keluarganya, entah itu suami, istri, ayah, ibu, bahkan anak yang masih kecil harus meresakan penderitaan bersama pemberontak yang merupakan keluarganya. Jadi jika ada pemberontak tertangkap maka keluarganya juga harus dihukum mati merasakan siksaan, di bakar hidup-hidup.

Alasan pihak kerajaan membuat kebijakan itu adalah untuk membuat jera para pemberontak yang berbahaya untuk ke-stabilan kerajaan.

**********

Di benua bernama Oleic, ada Empat kerajaan, dua diantaranya adalah kerajaan besar dan kuat. Yang terkuat pertama adalah ’Kerajaan Zeron’ rajanya bernama Zeroix. Kerajaan ini terkenal kuat karena rajanya yang bar-bar, sadis dan pasukan yang banyak.

Kerajaan terkuat kedua adalah ‘Kerajaan Noregon’. Kerajaan ini terkenal kuat karena pasukannya yang kuat, strategi perang yang hebat dan Jendral berwibawa yang tak tertandingi, yah, siapa lagi kalau bukan Jendral Luzen.

Di bawah komando Jendral Luzen, dengan pasukan Elit dan strateginya yang hebat, kerjaan Noregon mendapat gelar sebagai kerajaan dengan pasukan terhebat di seluruh benua Oleic.

Bahkan kerajaan Zeron yang terkenal bar-bar, tidak ingin berseteru dengan kerajaan Noregon, mereka lebih baik menghindari konflik daripada berhadapan dengan Jendral Luzen.

Sisanya adalah dua kerajaan lain, Kerajaan Riguaria dan Kerajaan Hazmut, kerajaan yang paling jauh jaraknya dari ketiga kerajaan lain dan dekat dengan laut

Raja Josean Bosten dan juga raja-raja sebelumnya, merupakan raja yang bijaksana, berwibawa dan dicintai rakyatnya. Tidak pernah ada penindasan di wilayah kekuasaannya.

Kerajaan Noregon telah banyak memenangkan peperangan di bawah komando Jendral Luzen tentunya. Raja, jendral dan pejabat negara, semua saling melengkapi. Tapi semua kedamaian itu terkikis sirna ketika Raja Josean Bosten meniggal, dan tahta kerajaan jatuh ke tangan putranya, Rowen Bosten.

Tahta kerajaan Noregon telah jatuh ke tangan Raja yang jauh berbeda dari Raja-Raja sebelumnya. Raja Rowen Bosten yang kejam dan bengis.

BAB 2 - SEBUAH PERISTIWA PAHIT

Disebuah malam, dalam kegalauan beberapa prajurit berkumpul didepan sebuah peti kayu besar. Seseorang dengan badan tegap memakai pakaian petinggi kerjaan yang gagah, lengkap dengan pedang dan jubah hitam di belakang punggungnya, berjalan dari arah yang gelap, langkahnya cepat berwibawa. Dua orang berbadan besar mengiringinya.

“ Jendral, anda diperintahkan untuk mengeksekusi para pemberontak yang mencoba mengagalkan pemungutan pajak rakyat “ Seorang pasukan memberi jendral Luzen sebuah pematik api dan obor yang belum dinyalakan.

“ Apa mereka sudah di adili dan terbukti bersalah?” tanya jendral Luzen dengan suara beratnya.

“ Saya tidak tau hal itu jendral, tapi mereka telah diserahkan oleh pengadilan kerajaan untuk di eksekusi”

Tiba-tiba tangisan anak kecil terdengar dari dalam peti kayu. Jendral spontan menoleh kearah peti.

“ Apa ada anak kecil di dalam sini?!, kenapa kalian melibatkan anak kecil?!. Aku akan menghadap Yang Mulia” Jendral hendak ingin menanyakan hal ini pada Raja, ketika ia membalik badan, tiba-tiba seekor kuda putih berpelana emas berdiri kokoh di depannya.

Diatasnya duduk dengan angkuh seorang dengan mahkota di atas kepalanya, Raja Rowen Bosten, berada di atas kudanya.

“ Apa yang ingin kau tanyakan padaku jendral?” Serentak prajurit yang ada disana merunduk memberi hormat.

“ Kenapa ada anak kecil di dalam sana Yang Mulia? Apa tidak berlebihan menghukum dengan cara seperti ini?!, tolong bebaskan yang tidak terlibat Yang Mulia?” Jendral dengan sedikit membungkuk meminta kepada sang Raja.

“ Mereka adalah pemberontak!, aku tidak ingin ada pemberontak di wilayahku. Aku sudah mengumumkan hukuman untuk para pemberontak dengan menghukum juga keluarga mereka, tapi mereka tetap membantahku, salah mereka telah menentang Rajanya ”.

“ Maaf Yang Mulia, tapi aku tidak bisa membakar mereka “ tegas Jendral.

“ Berati kau ingin seperti mereka juga jendral? Kau ingin menjadi pemberontak?”

Jendral Luzen diam penuh amarah.

Raja Rowen mengisyaratkan prajuritnya untuk memberinya obor lalu seorang prajurit lain menyalakan pematik ke obor tersebut.

“ Baiklah jendral, aku yang akan melakukannya. Kau terlalu lemah untuk ini, dan mulai sekarang kau adalah pemberontak karena telah menentang perintahku. Tunggu saja apa yang akan kuperbuat padamu”

Lalu Raja melempar obor kearah peti kayu yang telah di beri minyak sebelumnya. Serta merta peti kayu tadi terbakar dengan api yang besar.

“ Tunggu Yang Mulia!!..” Jendral berusaha menahan sang Raja, tapi sebelum ia sempat menggapai tangan Raja Rowen, obor telah lebih dulu meluncur ke arah peti.

Jendral tidak dapat berbuat apa-apa..hanya berdiri diam di depan peti kayu yang terbakar, tangannya mengepal kencang di samping tubuhnya. menahan marah yang mendalam, kecewa dengan apa yang terjadi di depan matanya. dalam cahaya matanya terpantul api yang menjulur merah, begitupun dalam hatinya.

Raja Rowen berlalu dengan kudanya dan beberapa prajurit yang menyertainya. Tapi Jendral masih berdiri di depan peti yang terbakar.

Dari arah belakang seseorang berlari tergopoh-gopoh ke arah jendral.

“ Jendral..jendral…istrimu..istrimu disana..” Spontan Jendral Luzen menoleh kearah suara, dia mengertukan keningnya.

“ Apa ada? Kenapa istriku? ” tanya jendral dengan serius.

“ Istrimu..ada di dalam peti bersama ayahnya..”

Jendral dengan cepat mencopot jubahnya di belakang punggung dengan susah payah..ia panik, takut dan dengan keadaan yang seperti tidak terkendali, jendral mencoba memadamkan api yang terlalu besar dengan jubahnya, ia berteriak ‘Air..air..cepat air!!’ tapi tidak ada yang membawakannya air.

Pasukan yang ada di sekitar situ mencoba menenangkan dan mengingatkan bahwa tidak mungkin dan percuma ia mencegah api yang sedang menyala sebesar itu dengan menggunakan jubahnya atau air, kerena sedikit lagi peti itu akan hangus dan hancur, begitu juga sesuatu yang ada di dalamnya .

Ia lunglai, berlutut dan wajahnya menghadap ke tanah, jemarinya dengan keras meraup tanah. Dari belakang seseorang berlutut dan memegang pundaknya.

“ Aku turut menyesal Luzen “ Seorang sahabat bernama Gardden mencoba mengerti keadaan jendralnya.

Jendral Luzen tidak berdiri dari berlututnya sampai merah api samar-samar hilang, tersisa timbunan debu hitam menyisakan asap putih agak tebal dan bau hangus daging menyengat menusuk hidung.

Jendral langsung berlari mengais-ngais tumpukan debu hitam, ia mencari debu istrinya yang mungkin meninggalkan sebuah tanda. Matanya membesar, ternyata ia menemukan sebuah liontin bermata biru berlapis perak yang sudah kotor bercampur debu hitam. Ia mengambilnya..tangannya gemetar..itu adalah pemberiannya bulan lalu untuk istrinya sebagai hadiah karena sedang mengandung anak pertamanya. Kemudian…

Sebuah teriakan keras menggelegar di sekitar kerajaan…

...**********...

Jendral Luzen beberapa kali mencoba menemui Raja Rowen yang bengis, tapi sejak kejadian itu Raja tidak pernah ada di kerajaan.

Jendral menjadi semakin tidak terkendali, ia sempat mengamuk di aula kerajaan ketika berusaha mencari Raja untuk yang kesekian kalinya dan tidak juga bertemu.

Karena tidak bisa melampiaskan kekecewaannya kepada Raja Rowen, ia mengeluarkan pedangnya dan menebas semua barang yang ada di sekitar aula kerajaan.

Hampir dua puluh orang prajurit kerajaan mencoba menenangkan Jendral tapi salah satunya malah terkena sabetan pedang jendral dan terluka, akhirnya beberapa kawan seperjuangan Jendral Luzen mencoba menenangkan, akhirnya Jendral bisa di kendalikan dan di bawa ke ruang lain.

Sejak saat itu jendral menjadi berubah, ia tidak bicara dengan siapapun untuk beberapa waktu. Ia seperti kehilangan sebagian kekuatan dari tubuhnya.

Istri Jendral Luzen yang berasal dari desa memang tidak ingin tinggal di dalam wilayah istana kerajaan, dia lebih memilih tinggal di pedesaan bersama ayahnya yang seorang peternak.

Setiap ada waktu libur dari kerajaan, Jendral mengunjungi istrinya. Tidak banyak pihak kerajaan yang tahu tentang istri jendral, kecuali hanya beberapa teman terdekatnya.

Ayah dari istri Jendral memang sangat menentang kebijakan kerajaan, maka ketika ayahnya di tangkap sebagai pembertontak, istri Jendral juga ikut dalam penangkapan tersebut.

...**********...

Tok..tok..tok…

Sebuah ketukan pintu tidak mengagetkan jendral yang ada di sebuah ruangan yang biasa ia gunakan untuk berkumpul dengan para prajuritnya. Walau tak ada jawaban yang mempersilahkan masuk, seseorang membuka pintu dan membawakan nampan.

“ Jendral, makanlah sesuatu..” seorang pria meletakan piring berisi makan dan segelas air, lalu pergi keluar ruangan.

Jendral tidak menanggapi orang tadi, ia hanya memperhatikan liontin yang berada di tangannya.

Tak lama berselang, tiga orang prajurit elit didikan Jendral Luzen berkunjung menemaninya. Mereka berusaha menghibur Jendral, tapi wajah jendral Luzen tidak berubah sedikitpun, padahal dia memiliki wajah yang tampan, dengan garis tegas dan lekuk yang sempurna, alisnya tebal dan tengah matanya yang hitam.

“ Aku akan pergi dari sini, atau aku akan membakar pengecut yang sedang duduk di kursi kerajaan itu “

Sahabat-sahabatnya mengerti akan kemarahan Jendral, tapi mereka tidak ingin jendral terus menerus larut dalam kesedihannya, dan mereka terus menemani serta menghibur jendral.

Beberapa hari kemudian,

Di luar, masih di area kerajaan. Jendral Luzen berada di sebuah kandang kuda, ia mengosokan spons ke leher kudanya..saat ini ia lebih memilih merawat kudanya dari pada melatih para prajurit untuk bertempur. Ia seolah telah kehilangan semangat tempur.

Beberapa prajurit yang pangkatnya agak tinggi, yang juga teman seperjuangan jendral Luzen, dengan pedang di pinggang mereka menghampirinya. Salah satu dari mereka duduk di sebuah kayu.

“ Luzen, kau tau, para penasehat dan pejabat kerajaan sebentar lagi akan di berhentikan, mereka juga menentang kebijakan kerajaan, dan mereka membelamu”

“ Membelaku dari apa? ” tanya Jendral dingin.

“ Kau terlalu sedih dengan keadaanmu, jadi tidak peduli dengan kondisi kerajaan. Raja ingin mengeksekusimu di tiang gantung, tapi karena perjuanganmu yang besar untuk kerajaan, para penasehat kerajaan menolak putusan eksekusimu, mereka memberi saran pada Raja agar kau diberi kesempatan dan di maafkan, atau setidaknya di asingkan dan tidak di hukum mati.

Lagipula jika kerajaan lain mengetahui bahwa Jendral Luzen dan anak buahnya telah wafat, mereka berani membuat makar di kerajaan ini. Raja terpaksa menyetujui saran mereka, jadi eksekusimu ditangguhkan, menunggu keputusan lagi. tapi Raja tetap marah dan mencabut jabatan penasehat juga pejabat istana yang menentangnya.”

“ Aku juga tidak ingin lama-lama tinggal disini, harusnya mereka tidak perlu membelaku. Mungkin kematian lebih baik buatku “ sahut Jendral Luzen.

“ Luzen, sudahlah…bangkitlah sedikit. Kami mengerti kesedihanmu..tapi ayolah..jangan terlalu lama kau terpuruk..” sahabatnya mencoba membangkitkan semangat jendral yang telah padam, Jendral Luzen hanya diam.

“ Ohya, kau diundang untuk jamuan makan dengan para penasehat. Yah, mungkin saja mereka ingin menunjukan rasa bela sungkawa kepadamu, mungkin juga untuk hari terakhir mereka di kerajaan ”

“ Kalian diundang? ” tanya jendral sambil menyiram air ke tubuh kuda hitamnya.

“ Ya, beberapa dari kami diundang “

“ Kalian datanglah, aku sedang tidak selera diundang kemanapun “

“ Ayolah Luzen…tolong hormati undangan mereka..”

Setelah dibujuk beberapa sahabatnya akhirnya Jendral bersedia memenuhi undangan para pejabat dan penasehat yang sebentar lagi dicopot jabatannya oleh Raja Rowen, yang padahal mereka sudah sekian lama mengabdi pada kerajaan.

...**********...

Di sebuah ruangan yang agak besar, dengan meja makan panjang dan lampu besar agak kusam yang menggantung, juga tembok yang terlihat tua.

Disana telah duduk beberapa orang yang usianya sudah agak tua. Di depan mereka terhidang banyak makanan dan minuman.

Pintu ruangan terbuka, Jendral Luzen dan kawan-kawannya memasuki ruangan itu. Para orang tua yang sedang duduk hampir semua berdiri, dan ketika jendral mendekati mereka, ia di beri pelukan duka cita dari para penasehat, lalu mereka semua duduk.

Para orang tua tadi berusaha menghibur, menguatkan hatinya dan menyebut-nyebut jasanya di kerajaan selama ini, dan suasana mulai agak cair, jendral sudah terlihat membuka diri berbincang dengan teman dan para penasehat.

Merekapun menyantap makanan yang terhidang, bercengkrama, walaupun jendral tidak lagi seluwes yang dulu. Namun niatan mereka seperti berhasil, membuat Jendral sedikit melupakan kepedihannya.

Tapi…penglihatan Jendral Luzen dan beberapa sahabatnya semakin lama semakin buram..samar..redup…dan.. gelap….

Dua hari sebelumnya…

Di kastil dalam ruang kerajaan, Raja Rowen berada di depan jendela, ia melihat kerah luar, mengamati pemandangan di luar . Suara ketukan pintu dari seseorang. Ia adalah Odero, orang kepercayaan sang Raja. Raja mengizinkannya masuk.

“ Bagaimana tugasmu Dero? Apa kau sudah persiapkan racun mematikan untuk mereka?” Raja Rowen bertanya tanpa melihat kearah Odero, tatapannya masih mengarah keluar jendela.

“ Sudah Yang Mulia. Lalu bagaimana mereka akan di makamkan Yang Mulia? ”

“ Bakar saja mereka di dekat hutan pinus, disana tidak terlalu banyak penduduk dan pepohonan “

“ Tapi Yang Mulia, bukankah asap pembakaran akan menimbulkan tanda tanya rakyat dan para pejabat?, bagaimana kalau jasad mereka dibuang saja ketempat yang tak terjamah manusia? . Yang Mulia, mohon maaf, tapi mengapa Jendral harus dibunuh? Bukankah kerajaan kita besar juga karena kiprah beliau dan para prajurit?”

Raja Rowen menoleh dengan wajah agak marah.

“ Apa kau pikir hanya dia yang berjasa untuk kerajaan?. Jendral itu punya bibit pemberontak semenjak aku diangkat menjadi Raja, lagipula kerajaan Zeron bisa besar karena tegas dan bengisnya, mereka bisa saja menghukum keluarga sendiri yang dianggap pengkhianat, kenapa aku tidak bisa melakukan hal yang sama?. Aku cuma perintahkan kepadamu apa yang aku perintahkan, aku tidak menyuruhmu menjadi penasehatku!”

“ Baiklah Yang Mulia. Lalu bagaimana kalau jasad mereka dibuang saja ketempat yang tak terjamah manusia? “

“ Mengapa tidak kau urus masalah ini dengan otakmu?!, aku hanya ingin jendral itu mati dan aku tidak mau jasadnya ada di wilayah kerajaanku!”.

“ Baik Yang Mulia..” jawab Odero.

“ Satu lagi, jangan katakan pada siapapun kalau aku sudah berada disini sampai Jendral dan kawan-kawannya itu mati, aku tidak ingin Jendral pemberontak itu tau kalau Rajanya sudah kembali, bisa-bisa dia buat masalah lagi“

“Baik, aku pamit Yang Mulia “ Setelah membungkuk sedikit, Odero pamit dan keluar dari ruangan.

...**********...

BAB 3 - AWAL PERJALANAN BARU

Di satu tempat, jauh di sebelah selatan, semua terlihat putih. Salju tebal menutupi warna warni di sekitarnya, putih…hanya putih juga dingin.

Angin dingin agak kencang berhamburan bersama remah salju. Luas tempat itu seolah tak bertepi…

Beberapa orang tampak tergeletak di tebalnya salju, satu persatu dari mereka telah sadar dari pingsannya. Ketika semua kembali tersadar dengan perasaan aneh dan seperti kebingungan, mereka melihat pemandangan sekeliling.

“ Apa kita berada di surga?” tanya salah satu dari mereka yang masih duduk di timbunan salju.

“ Ini salju bodoh..” satu orang lainnya menjawab sambil berdiri dan mengibaskan salju yang menempel di celananya.

“ Jendral…jendral, apa kau tidak apa-apa? ” Bugerd, salah satu anak buah Jendral Luzen menghampiri Jendralnya yang masih memegang kepalanya dan duduk di salju.

“ Akh..ya..tidak apa-apa..,dimana ini? ” sambil dibantu bangkit dari duduknya, Bugerd menggeleng.

“ Entahlah Jendral, tapi sepertinya kita telah dibuang di pegunungan salju”.

“ Di buang?” Jendral masih tak paham

“ Kau tak apa Luzen?..” Gardden sahabatnya juga ada disitu, memastikan jendral Luzen baik-baik saja.

“ Baik, kau sendiri?” Jendral menoleh ke Gardden yang mengancungkan jempolnya.

“ Hoy..lihat ini!!” pria dengan janggut tebal menemukan sebuah gembolan kain.

Mereka yang berjumlah lima belas orang, satu persatu berkerumun di sekeliling gembolan kain tersebut, kemudian mereka membukanya.

“ Ada surat di dalam sini..” pria berjanggut tadi mengambil sebuah kertas coklat yang berisi tulisan tangan. Ia langsung membacakan isinya.

‘ Kepada, yang selalu kami hormati, Jendral Luzen dan sahabat-sahabatnya.

Aku Odero, orang kepercayaan Yang Mulia Rowen. Sebelumnya aku memohon maaf pada kalian. Aku di perintahkan Yang Mulia untuk meracuni kalian dengan racun mematikan. Lalu aku diperintahkan juga untuk membuang jasad kalian ke tempat yang paling jauh dari kerajaan. Tapi aku masih mengingat jasa-jasamu Jendral Luzen dan para prajuritmu semenjak Raja Josean memerintah, jadi aku mengambil keputusan beresiko, aku memberi kalian racun yang tidak mematikan, hanya tertidur beberapa jam saja. Lalu setelah Yang Mulia memeriksa jasad kalian, dia mengira kalian telah wafat, dan menyuruhku untuk segera membuangnya. Akhirnya aku putuskan untuk membuang kalian ke tempat ini secepatnya dengan kuda karavan.

Di sini juga sudah kupersiapkan beberapa makanan, Air, selimut tebal, jubah mantel dan senjata kalian. Mohon untuk tidak kembali ke kerajaan Noregon. Kami sangat kehilangan Jendral besar sepertimu, dan pasukan elit yang ada bersamamu saat ini, entah apa jadinya kerajaan Noregon kedepannya.

Mudah-mudahan apa yang kulakukan ini bisa menebus kesalahanku‘.

- Semoga beruntung Jendral -

Odero.

Mereka saling memandang, tak percaya. Tapi yang bisa mereka lakukan saat ini adalah mencari jalan dan tempat berteduh. Akhirnya mereka mengambil semua peralatan yang ada di kain gembolan, dan memulai perjalanan panjang menyusuri salju yang dinginnya mengerikan.

Mereka berjalan dan berjalan. Beberapa dari mereka ada yang berjanggut dan janggut mereka mulai putih terpapar salju. Mereka berjalan beriringan, dengan kampak besar di sisinya dan pedang di sisi yang lain, juga ada yang berambut panjang dan kusut dengan busur dan anak panah di bagian punggung mereka.

Dari kejauhan mereka terlihat seperti sekelompok pasukan perang, pemburu atau lebih tepatnya orang yang sering mengalami pertempuran, terlihat dari wajah-wajah yang keras, dan beberapa bekas luka tergurat di bagian wajah mereka, juga badan yang kokoh walaupun di kondisi dingin yang sangat menakutkan seperti saat ini.

Tiga hari mereka lalui, menyusuri perjalanan berat yang melelahkan, perbekalan yang diberikan Odero telah menipis bahkan habis. Salju turun semakin ganas.

Dude, salah satu dari mereka sempat terjeblos di es, sehingga kakinya sakit dan dia tertatih berjalan dengan pincang.

Dua hari setelahnya Dude tidak kuat lagi menahan sakit di kakinya, ia menyeretnya ketika berjalan, terkadang di papah oleh kawannya bergantian.

Akhirnya mereka menemukan pepohonan, mereka membuat rakit untuk menarik Dude yang sudah tidak mampu berjalan.

Esoknya salah satu dari mereka jatuh terjembab ke salju, mereka sudah tidak makan dan minum. Pria itu mengalami kedinginan diluar batasnya (Hipotermia), akhirnya ia juga di seret menggunakan rakit kayu buatan.

Genap sepekan berlalu, mereka tidak menemukan apapun di tempat itu..hanya saju dan salju…

Baju hangat, sepatu tebal dan mantel bulu mereka tampak tidak kuat menahan dingin dan terpaan angin yang mengacau.

Janggut-janggut mereka menjadi putih terbalut terpaan salju. Pedang-pedang gagah di pinggang mereka seolah merintih menginginkan balutan yang lebih tebal. Suasana sudah mulai petang, langit mulai meredup.

“ Sepertinya akan ada badai, kita harus cepat menemukan tempat berteduh “ salah satu dari mereka berteriak, namun suaranya di halau laju angin yang menghempas.

Mereka terus jalan tanpa tujuan…hanya mencari tempat berlindung dari badai.

Dari kejauhan, seseorang yang berada paling depan memincingkan matanya, samar-samar ia melihat ada sebuah cahaya dan asap.

“ Disana..disana!!!” seolah menemukan sebuah harta karun, mata sayunya tiba-tiba melebar bersemangat, dia menemukan sebuah harapan, pria itu menoleh ke orang-oranng yang berada dibelakangnya sambil menunjuk arah cahaya berasal.

Mereka semua di penuhi buncahan harapan, seolah letih mereka terbuang seketika itu. Dalam rambatan langkah yang berat, mereka paksakan untuk berlari.

Semakin jelas cahaya itu..rumah..yah, itu sebuah rumah yang sepertinya hangat. Asap mengepul dari cerobong diatas rumah itu..

Walau masih beberapa kilo lagi, mereka semua tertawa, akhirnya menemukan tempat yang nyaman untuk beristirahat..mereka tak henti berlari, walau satu dari mereka terjatuh dan bangkit dalam keadaan putih terpapar salju.

Dan, ketika semakin dekat…apa ini…harum sebuah masakan…

Salah satu dari mereka meneteskan air mata syukur, yang ketika jatuh bening air mata itu melebur bersama es di bawahnya. Sarung tangan tebalnya mengusap butiran air matanya . Harum masakan seperti itu tidak mereka cium hampir kurang dari sepekan. Mereka menahan laparnya di barengi perjalanan yang melelahkan.

Lima belas orang berkumpul di depan pintu rumah yang sederhana, hangatnya sudah terasa walau pintunya belum terbuka.

Jendral Luzen yang mengenakan jubah hitam, di lapisi mantel bulu yang tebal, mengisyaratkan dengan kepalan tangannya , agar yang lain untuk tetap di tempatnya.

Jendral yang rambutnya terpapar remah salju, mengetuk pintu kayu rumah tersebut. Beberapa kali ketukan tidak muncul jawaban dari dalam.

“ Permisi..apa ada orang?..” Suara beratnya beberapa kali memanggil si tuan rumah, tapi tetap tidak ada jawaban.

Akhirnya jendral membuka pintu yang tidak terkunci, karena mereka tidak ingin berlama-lama lagi berada diluar. Mereka masuk dengan perlahan.

Jemari mereka sudah siap di gagang pedang yang dingin. Dengan hati-hati mereka mengamati sekitaran rumah.

Harum aroma masakan hampir-hampir membuat beberapa dari mereka hilang kendali, tanpa komando langsung merangsek maju ingin mengambil makanan yang masih berasap di atas meja, terihat hangat dan nikmat.

Jendral segera melarang mereka. Dia mencabut pedangnya dan menghalangi anak buahnya untuk bergerak lebih jauh.

“ Jangan!! tunggu perintahku!!”

Suara berat jendral mengagetkan beberapa pria yang sudah melangkah tak sabar ingin menikmati hidangan diatas meja. Dan mereka mengurungkan niat mengambil makanan yang tersedia.

Mereka masih diam mengamati seisi rumah sambil berposisi waspada, padahal rasa lapar sudah tidak lagi bisa mereka tahan.

Rumah itu terasa hangat, entah karena adanya perapian atau karena penuhnya para pria yang masuk berjejalan, memenuhi ruangan itu, yang mereka tidak ingin lagi berada diluar bersama cuaca yang menakutkan.

Di sisi kanan, sebuah rak besar menampung banyak obat-obatan, di rak sebelahnya yang lebih kecil berjejer buku-buku tebal, sepertinya ada juga buku kuno. Di dindingnya menggantung sebuah busur panah, mantel bulu beruang, sebilah pedang dan semacam tas dari anyaman. Dipan sederhana terlihat hangat di pojok sisi kiri, lengkap dengan bantal yang terasa empuk dan selimut tebal yang membentang. Perapian di Rumah itu masih menyala dengan api cukup besar, membuat kehangatan menyebar keseluruh ruangan. Di sisi paling belakang terdapat sebuah pintu, yang mungkin mengarah ke luar sisi belakang. Rumah yang sederhana itu tidak terlalu besar, tapi terasa nyaman dan hangat.

Kreeeek…

Suara pintu terbuka dari arah belakang…Udara dingin dengan cepat merayap memasuki ruangan.

Semua para pria disana spontan mengeluarkan pedang dari sarungnya, dan menghunuskannya kedepan. Dari belakang ada beberapa yang sudah siap membidik dengan panahnya.

...**********...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!