NovelToon NovelToon

TUAN TAMPAN (Late In Love)

PROLOG

Pengenalan karakter utama

Sabrina putri lesmana

Gadis berusia 22 tahun yang sedang merintis usahanya dibidang tata busana, hanya bermodal nekat dan hobby saja, ia diberikan modal oleh sang ayah untuk membuka butik sederhana ditengah kota. Ayahnya seorang pebisnis handal yang sangat menyayanginya, ibunya hanya seorang ibu rumah tangga biasa yang doyan koleksi tupperware.

Sabrina memiliki saudara perempuan yang usianya hanya terpaut satu tahun dengannya, namanya Safira putri lesmana, berbeda dengan Safira yang selalu bisa mendapatkan apa yang dia inginkan hanya dalam sekali minta, Sabrina harus berkali-kali merengek sejak kecil untuk mendapatkan keinginannya.

Suatu hari, bisnis sang ayah mengalami keterpurukan, saham-saham anjlok dan banyak rekan bisnis yang lari meninggalkan sang ayah, itulah saat dimana Sabrina ditumbalkan untuk menjadi malaikat penolong perusahaan sang ayah, bagaimanapun, Sabrina adalah anak tertua, dia harus sekuat baja untuk membantu usaha keluarganya yang sudah diambang kehancuran. tentu saja dia tidak bisa menolak keinginan ayahnya untuk menikahkan dirinya dengan orang asing yang sama sekali tidak dikenalnya, bisa saja dia hanya dimanfaatkan oleh orang itu, bisa jadi dia bukan dijadikan istri, melainkan dijadikan babu .

Argadiansyah wijaya

Pria yang umurnya hampir memasuki kepala tiga ini adalah orang kaya kaya raya dengan kekuasaan tak terhingga, sikapnya yang dingin luar biasa tentu membuat banyak gadis enggan mendekat untuk menjadi kekasihnya. Mereka hanya tau sisi luarnya dan kabar-kabar saja tanpa mengenal siapa sebenarnya Arga. Dia laki-laki lembut dan berhati hangat bagi orang-orang terdekat. Bagi siapa yang sudah mengenalnya bertahun-tahun lalu jelas berbeda, dia pria tampan berrambut hitam dan matanya yang berwarna coklat seakan menghipnotis gadis mana saja yang melihatnya, adalah pria baik hati dan penyayang keluarganya, dia memiliki satu adik laki-laki seumuran dengan Sabrina .

Suatu sore datang lelaki paruh baya dengan rambut yang hampir separuhnya sudah berwarna putih karena uban, lelaki itu adalah Ayah dari Sabrina, memohon pertolongan untuk mempertahankan perusahaanya yang sedang terpuruk keuangannya.

"Jika tuan mau menolong saya, saya akan bersedia menjadi orang kepercayaan tuan.

"Aku sudah punya Joe, aku tidak butuh orang lagi. Bagaimana jika kau membantuku untuk mencarikan aku seorang istri?" ujar Arga.

"Istri? apakah tuan serius sedang mencari istri?"

"Ya, apa wajahku sedang bercanda?"

"Baiklah, baik. Bagaimana jika saya mencalonkan putri pertama saya? apakah tuan mau?"

"Boleh juga," jawab Arga.

"Terimakasih tuan, Terimakasih, saya akan segera memberi tahu putri saya dan segera merencanakan pesta pernikahan kalian." Laki-laki itu tak peduli meskipun ia tau pasti bahwa putrinya akan memasuki neraka yang entah seberapa dalam keganasannya .

Hari itu adalah hari terburuk Sabrina, dimana ia harus menerima perjodohan dengan hati yang tidak rela.

.

.

.

.

Selamat membaca 🤗

Es dawet gula aren

"Saa, kenapa diem sih?"

"Eh apa sih apa, ngomong apa tadi?"

"Males nih, kamu kenapa akhir-akhir ini sering ngelamun gak jelas, cerita aja, Saa." Riani kesal dengan sikapku yang cuek dari awal obrolan kita di cafe depan butik sore ini, itu karena pikiranku yang sedang mendung dan petir siap menyambar siapa saja yang bikin pusing.

Riani sahabatku dari SMP, sekaligus karyawanku dibutik.

Aku memiliki saudara perempuan, usianya hanya terpaut 1 tahun denganku, saat usiaku 10 bulan, ibu hamil lagi karna tidak memakai alat kontrasepsi apapun. Aku harus terus menuruti keinginan kedua orangtuaku, sedangkan Safira, saudaraku itu bisa memilih sendiri keinginannya. Sudah jelas umurku masih muda, apa harus aku menikah di usia yang masih belia, menurutku itu hal gila yang belum pernah aku bayangkan selama 22 tahun ini.

Ya, umurku masih 22 tahun, sedang merintis bisnis menjadi perancang busana, gaun pernikahan, meskipun tidak besar, tapi aku bangga bisa melakukan ini sesuai hobbyku, aku tidak mau hidup bergantung dengan kemewahan orangtuaku, aku harus mandiri, meski awalnya ayah yang memberi modal bisnisku, tapi tidak apa, setelah semuanya berkembang sesuai inginku, aku akan mengembalikan modal yang telah di berikan ayah, entah kapan, yang terpenting aku berusaha.

Akhir-akhir ini usaha ayahku mengalami kemunduran, banyak perusahaan membatalkan janji untuk menaruh saham di perusahaan milik ayah, entah apa yang terjadi, tapi semua ini berpengaruh padaku, aku yang jadi tumbal untuk membangkitkan bisnis yang mulai terpuruk itu, bagaimanapun juga, ayah adalah segalanya bagiku dan keluargaku, tentu aku akan membantu jika memang diperlukan.

"Saa sayang, ayah boleh ngomong?" ucap ayah usai makan malam di ruang tengah biasa kita berkumpul.

"Silahkan, Yah." aku mendengarkan sambil mengunyah remahan peyek oleh-oleh bi ijah, pembantuku dari kampung yang berasal dari jawa.

"Saa mau nggak nikah sama teman bisnis ayah, orangnya masih muda, baik, ganteng pula, Saa pasti suka."

"Uhuk ... uhuk ...." aku terbatuk-batuk kaget sekaligus syok mendengar ucapannya, ada remahan peyek nyangkut di tenggorokan.

"Minum dulu, jangan bikin ayah tegang, jangan panik Saa, ayah ini cuma tanya"

"Ayah ini ngomong apa sih, Sabrina masih muda, gak mau nikah dulu sebelum sukses, Yah!"

"Sukses bareng suami juga kan enak Saa, ada yang nyemangatin."

"Sabrina ngantuk, Yah, mau tidur dulu, besok berangkat pagi, banyaak kerjaan di butik."

"Besok kita bahas lagi ya, Saa," lanjut lelaki tua yang hampir separuh rambutnya mulai memutih karena uban sambil mengedipkan sebelah matanya, genit.

Aku berlalu masuk kamar bercat biru muda dengan warna pintu yang senada tanpa menoleh ayah, aku tau ini yang akan dibahas, tempo hari bi Ijah sudah cerita kalau ayah dan ibu membahas pernikahanku waktu aku sedang keluar rumah .

...

Pagi ini aku ke butik menaiki sepeda motor matic warna pink yang ku beli dengan hasil kerja kerasku sendiri selama setahun penuh, entah kenapa cuaca pagi ini sesuai dengan pikiran dan hatiku, mendung gelap berangin kencang.

"Ah, mendung belum tentu hujan, meskipun ayah ngomongin nikah, belum tentu juga pria tajir melintir, kaya raya itu mau sama aku yang jelek begini," gumamku dalam hati.

Tentu saja, pria mana yang mau denganku, gadis dengan rambut keriting membahana yang sukses jadi bahan ledekan sewaktu masih sekolah dulu.

Perjalanan dari rumah ke butik hampir memakan waktu 1 jam, itupun kalau tanpa macet sana sini, maklum hidup di ibu kota pasti macet, sudah jadi tradisi dan makanan sehari-hari.

Belum setengah perjalanan, gerimis datang tanpa diundang, semakin ngebutlah aku takut kesiangan gara-gara nyetir sambil ngelamun.

Di lampu merah perlimaan jalan ini, kanan kiri banyak jalan berlubang, yang jelas penuh dengan air coklat kotor mirip es dawet gula aren buatan bi Ijah beberapa hari lalu, rasanya manis dan nyegerin kerongkongan yang mulai kehausan ditengah gerimis yang jatuhnya semakin tak terhitung.

Pyaaarrr!!!

"Ehhh, kutu kucing, basah deh, dasar orang kaya baru, baru punya mobil kreditan aja sok," ucapku di sebelah mobil berwarna merah cerah ini, sepertinya orang ini dengan sengaja mengerem mobilnya tepat disebelahku, ban depan pas masuk ke lubang besar berisi air coklat kotor, sudah jelas airnya langsung nyiprat ke baju dan celanaku, belum kehujanan sudah basah duluan.

"Maaf nona, saya gak sengaja, lagi buru-buru soalnya, maaf ya, ini saya ganti buat beli celana sama baju baru biar gak pakai baju kotor itu," ucapnya sambil menyodorkan tiga lembar uang kertas berwarna merah.

"Gak usah, terimakasih, saya bisa beli sendiri, lain kali punya mata di pakai biar ada manfaatnya Tuhan kasih mata!" ucapku nyolot sambil ngegas motor karena lampu di depan sudah berganti warna hijau .

Aku terus saja kesal sepanjang jalan, rasanya hampir saja mendung di hati dan pikiran ini menyalakan petir untuk menyambar pemilik mobil tadi,

"Sabar, masih terlalu pagi untuk menghabiskan tenaga dan suara, lebih baik berhemat demi kenyamanan bersama," gumamku sambil mengibaskan bagian bajuku yang penuh bercak coklat air jalanan tadi.

Setelah sampai dibutik, aku di sambut beberapa karyawanku, ah cuma 5 orang kok, semuanya punya tugas yang berbeda, dari promosi baju dan gaun, keuangan, sampai bagian gudang, butikku tidak terlalu besar, berukuran 7x8 meter dengan dua lantai, untuk lantai atas khusus ruangan kantorku, tempatku menuangkan segala ide di dalam pikiran kedalam lembaran-lembaran kertas untuk menghasilkan pundi-pundi rupiah, sekaligus tempatku menenangkan diri dari kerumitan dunia luar.

Setiap pagi ku sempatkan menyiran beberapa bunga koleksiku, ada 5 bunga gantung di teras atas, seperti jenis begonia ini, kesukaanku, aku juga punya beberapa koleksi mawar dengan bermacam warna, ada kesenangan tersendiri setiap merawat bunga-bunga ini, rasa bosan yang sering mampir pun cuma numpang lewat kalau aku melihat bunga-bungaku bermekaran .

..

Seperti biasa, setiap sore sebelum pulang, aku selalu mengajak Riani ke cafe dekat sini, letaknya bersebrangan dengan butikku, jadi bisa mampir kapan saja, kami selalu terlibat obrolan receh disini, suasana yang nyaman dengan dekorasi yang lucu, tentu saja membuat kami betah berleyeh-leyeh disini, apalagi Riani adalah sahabatku yang doyan berselfi lalu mengunggahnya di sosial media, tentu saja dia suka disini, di depan cafe banyak berjejer bunga-bunga cantik, dengan pintu kayu bercat biru, bagian dalam warna-warni, setiap sudutnya memiliki spot untuk berfoto, ada yang di hiasi bunga-bunga artificial berbagai warna, ada yang bergambar karakter kartun, bahkan ada tempat lesehan dengan tumpukan boneka di sisi kanan kirinya. Kami duduk di tempat biasa, kursi di bagian pojok samping jendela, ini adalah meja favorit kami, karna disudut ini bisa sambil melihat ke arah jalanan dan bunga-bunga kecil di bagian depan cafe.

..

Setelah selesai dengan obrolan receh yang tidak jelas kemana arah tujuannya, kami merapikan barang bawaan dan beranjak untuk pulang, beberapa langkah sebelum keluar dari pintu, terlihat ada dua mobil datang, satu mobil berwarna merah cerah, satunya berwarna hitam. Jelas sekali aku mengingat mobil yang tadi pagi hampir ku ajak pemiliknya adu jotos .

.

.

.

.

.

.

.

.

Mohon like dan komentar yang membangun ya, Terimakasih sudah membaca ❤️

Permohonan Ayah dan Ibu

"Bukannya itu mobil yang supirnya hampir saja ku ajak baku hantam tadi pagi ya?" suaraku pelan, bahkan Riani tak mendengarnya.

Dua orang turun dari mobil berwarna merah, penampilannya sangat rapi, memakai setelan jas berwarna hitam dengan sepatu pantofel yang bisa jadi setiap pagi di semir karna terlihat begitu mengkilat.

"Nona, kau sudah ganti baju rupanya, maafkan kejadian tadi pagi ya, saya benar-benar tidak sengaja," ucap lelaki bertubuh tinggi dengan wajah tampan, tapi terlihat lucu sekali raut wajahnya.

"Lupakan!" jawabku sok cuek, rupanya dia mengenaliku.

Perhatianku tertuju pada lelaki dibelakangnya, tidak kalah tampan dengan lelaki yang tadi meminta maaf, tapi dia diam saja, hanya berdiri mematung sambil menggeser ponsel pintarnya keatas dan kebawah, rambutnya berwarna hitam pekat, alisnya hitam berjejer rapi bak ulat bulu, hidungnya mancung, badannya tegap berisi, gagah dan jangan lupa brewoknya ituloh, menggemaskan sekali.

Aku sungguh penasaran dengan laki-laki ini, dia terlihat angkuh, tapi ketampanan itu membuat jiwa kepoku bergelora, siapakah dia?

Dibelakang mereka berdiri dua lelaki tinggi berkaos hitam dan berkacamata hitam. sepertinya mereka bodyguard, berlalu masuk ke cafe tanpa permisi.

"Saa, ngelamun aja, Ayo!" Teriak Riani yang ternyata sudah menyebrang jalan dan melambaikan tangannya padaku yang masih mematung di depan cafe.

"Eh, Iya." Aku lari menyebrang jalan.

"Kamu lihatin siapa, Saa?"

"Nggak kok." aku gelagapan menjawabnya.

"Jangan bohong ih, kamu lihatin cowok-cowok tadi kan? Ciyeeee." Riani meledek sambil tertawa lebar.

"Biasa aja tuh, siapa juga yang lihatin mereka."

"Eh tapi cowok yang tadi kayaknya kenal sama kamu loh, Saa, dia nyapa kamu tadi."

"Halah, dia aja yang sok kenal, aku gak tau, udah buruan ayo pulang, kesorean nanti."

"Yuk, cuss!"

Kamipun berlalu pulang menaiki motor masing-masing, meskipun arah rumah kami sama, kami lebih nyaman bawa motor sendiri dari pada berboncengan .

..

"Baru pulang ya, anak ibu yang cantik ini," sapa ibu setelah gerbang rumah kubuka, rupanya ibu sedang menata bunga-bunga anggrek favoritnya.

"Iya bu, banyak pekerjaan di butik, Sabrina lelah sekali hari ini," jawabku sambil mendorong motor memasuki parkiran sebelah rumah.

"Mandi dulu nak, ganti baju, terus makan, ada yang mau ayah sama ibu obrolin," lanjut ibu.

"Baiklah, Bu."

Aku tau ini pasti soal pernikahan itu, menyebalkan sekali menjadi diriku, selalu saja tidak bisa membantah keinginan ayah dan ibu, rasanya lidahku kelu saat ingin mengutarakan pendapat, aku tidak tega melihat gurat kekecewaan di wajah orangtuaku.

Usai mandi, aku hanya duduk di depan kaca, menyisir rambutku butuh waktu yang lama, karena memang ini rambut istimewa, menatap bayangan menyedihkan dikaca, bahkan untuk menggelengkan kepala menolak permintaan ayahnya pun tak sanggup. Tragis sekali nasibmu, Sabrina.

"Non, tuan sama nyonya manggil," seru bi ijah di depan pintu.

"Terimakasih, Bi," jawabku tanpa menoleh

Ada rasa sesak di dada, ada penolakan kuat yang tidak bisa ku ungkapkan, aku tidak seberani itu menggelengkan kepala untuk menolak keinginan ayah dan ibuku, mereka adalah segalanya bagiku, mungkin ini saatnya aku menjadi anak yang berbakti.

"Ayah, ibu, apa yang mau di obrolin? sepertinya asik," tanya ku renyah kepada kedua malaikat pelindungku yang sedang menunggu diruang tengah depan televisi, meskipun rasanya mata ini perih menahan air mata yang ingin segera menerobos dinding pertahanan.

"Duduk dulu, Saa, ini ibu buatkan cemilan kesukaanmu, tahu kriuk dengan taburan bumbu balado." Bujuk ibu sambil menepuk kursi disebelahnya.

Aku hanya duduk, sesekali melihat film yang sedang diputar didepan kami, beberapa menit aku masih terus mengunyah tanpa henti, ayah dan ibu masih bungkam, entah apa yang ada dipikiran mereka.

"Sabrina." Suara ibu pelan, sambil mengusap pucuk kepalaku lembut, merapikan bagian rambut keritingku yang berantakan meski sudah kusisir ribuan kali.

"Sabrina tau, apa yang ingin ayah dan ibu sampaikan, bagaimanapun juga, Sabrina ingin jadi anak yang berbakti, tapi kumohon bu, pikirkan baik-baik rencana ini, apakah ini yang terbaik? apakah sudah tidak ada jalan keluar lagi selain mengorbankan anakmu ini?" suaraku serak, hampir habis, menahan sesak didada. Aku memejamkan mata, membendung air mata yang hampir tumpah.

"Baiklah sayang, ayah akan berusaha mencari jalan keluar terbaik, ayah juga tidak rela putri kesayangan ayah menikah karena terpaksa," sela ayah dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

"Tapi Saa, kalau semua usaha ayah ini gagal, apakah Saa mau menolong?" lanjut ayah sambil menatap kedua netraku dalam, seolah semua harapannya dituangkan padaku.

"Baiklah, Sabrina akan memikirkan semuanya, Sabrina akan melakukan yang terbaik demi keluarga kita." Aku menjawab sambil berdiri, berlalu meninggalkan mereka yang masih menatapku penuh harap.

Bagaimana bisa aku menikah dengan orang yang tidak aku kenal sama sekali, belum tentu dia mau menerima keadaanku, belum tentu dia menikahiku hanya karena timbal balik setelah menolong bisnis ayahku, jangan-jangan dia mau berbuat jahat padaku, menjadikanku abdinya, bisa jadi.

...

Pagi ini aku berangkat bekerja lebih siang, rasanya kasur ini enggan kutinggalkan, rasa malas mulai menguasai diri, entahlah, mungkin karena masalah semalam yang terus menghantui hati dan pikiranku.

Dengan mata yang hanya terbuka sebelah, aku membuka ponsel pintarku yang kuletakkan dibawah bantal, kubuka aplikasi hijau disana.

[Riani, aku datang siang nanti saja, hari ini aku sedang malas melakukan apapun] Terkirim, pesanku untuk Riani yang saat ini sudah pasti sibuk di butik.

[Baiklah, Saa, kalau sedang tidak enak badan, istirahat saja, aku akan mengurus semuanya hari ini] balasan pesan kudapat, sambil dibumbui emoticon bulat kuning dengan wajah tersenyum.

Aku tidak membalasnya, menunggu beberapa menit mengumpulkan nyawaku yang sudah terbang kemana-mana agar bisa fokus menjalani hari ini, dan yang pasti, agar bisa sekuat baja menghadapi apapun yang akan terjadi suatu saat nanti.

Aku menuruni ranjang dengan mata yang masih ingin sekali dipejamkan lagi, tapi ini sudah pukul delapan, dan ini sudah siang.

"Saa, sudah bangun? sarapun dulu yuk, ibu yang memasak nasi goreng hari ini, karena jarang sekali anak ibu yang cantik ini sempat sarapan dirumah." Rayu ibu sambil tersenyum memasuki kamarku kemudian menggandeng lenganku mengajak segera ke ruang makan untuk sarapan.

"Sebentar bu, Sabrina belum mandi bahkan gosok gigi, tunggu saja dibawah, sebentar lagi Saa menyusul," ucapku sambil melepaskan pelan tangan ibu dari lenganku.

"Baiklah nak, jangan lama-lama, nanti nasinya keburu dingin," jawab ibu berlalu menutup pintu kamarku sambil tersenyum.

Aku secepat kilat masuk ke kamar mandi dan membersihkan diri.

.

.

.

.

.

.

Terimakasih sudah membaca, jangan lupa Like dan komentar yang membangun ya ❤️

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!